III. METODE PENELITIAN

dokumen-dokumen yang mirip
III. BAHAN DAN METODE

METODOLOGI PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Provinsi Lampung memiliki kegiatan pembangunan yang berorientasikan pada potensi sumberdaya alam

III. METODOLOGI 3.1. Kerangka Pikir Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. satu dari 14 Kabupaten/Kota yang berada di Provinsi Kalimantan Barat. Provinsi

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian. Metode Pengumpulan Data

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran

3 METODE. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian. 3.2 Jenis, Sumber dan Metode Analisis Data

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

ANALISIS PERTUMBUHAN EKONOMI KOTA PONTIANAK DENGAN METODE LOCATION QUOTIENT, SHIFT SHARE DAN GRAVITASI

III. METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN GUNUNG DEPOK SINDUR PARUNG RUMPIN CISEENG CIBINONG BOJONG GEDE KEMANG RANCA BUNGUR KOTA BOGOR CIBUNGBULANG CIAMPEA DRAMAGA

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

METODE PENELITIAN. Kerangka Pemikiran

BAB III METODE PENELITIAN

KARAKTERISTIK DAN POTENSI EKONOMI DAERAH Oleh: Dr. H. Ardito Bhinadi, M.Si

III. METODOLOGI PENELITIAN. berhibungan dengan penelitian. Sektor atau kegiatan basis adalah sektor atau kegiatan

METODE PENELITIAN Kerangka Umum Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. komoditas tanaman pangan pada 21 kecamatan di wilayah Kabupaten

III. KERANGKA PEMIKIRAN

IV. METODE PENELITIAN

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

3 METODE PENELITIAN. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

III. METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Jenis Data dan Alat 3.3 Metode Analisis Data

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. akan tetapi untuk melengkapi data penelitian ini dibutuhkan suatu

METODE PENELITIAN. bersumber dari Badan Pusat Statistik (BPS). Data yang tercakup dalam

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. perbedaan karakteristik alam, ekonomi, sosial dan budaya. Wilayah-wilayah dengan

III. METODE PENELITIAN

Kata kunci : jumlah alumni KKD, opini audit BPK, kinerja pembangunan daerah.

BAB III METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder rangkai waktu (Time

BAB III METODE PENELITIAN

2 TINJAUAN PUSTAKA Konsep Pengembangan Wilayah

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional dalam penelitian ini mencakup semua

III. METODE PENELITIAN. Provinsi Lampung adalah data sekunder berupa PDRB tiap kabupaten/kota di

BAB III METODE PENELITIAN

METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan data sekunder yang berupa data time series,

BAB III LANDASAN TEORI

III. METODOLOGI PENELITIAN. ini adalah wilayah penelitian Kota Bandar Lampung dengan wilayah. arah tersedianya pemenuhan kebutuhan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. yang jumlah potensinya cukup besar di Provinsi Jawa Barat sehingga diharapkan

BAB III METODOLOGI. (BPS) dan instansi terkait lainnya. Data yang digunakan adalah PDRB atas dasar

BAB III METODE PENELITIAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

II. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN. B. Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif dengan

III. METODE PENELITIAN. 2010, serta data-data lain yang mendukung. Data ini diperoleh dari BPS Pusat,

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan lapangan kerja dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi

III. METODE PENELITIAN. tujuan penelitian. Wilayah yang akan dibandingkan dalam penelitian ini

BAB III METODE PENELITIAN

IV METODOLOGI PENELITIAN

METODE PENELITIAN Lokasi Penelitian Bahan dan Alat Teknik Pengumpulan Data Metode Analisis Analisis Spasial

BAB III METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB 4 ANALISIS PENENTUAN SEKTOR EKONOMI UNGGULAN KABUPATEN KUNINGAN

ANALISIS PROYEKSI SEKTOR PERTANIAN DI PROVINSI MALUKU UTARA. Abstract

III. METODELOGI PENELITIAN

ANALISIS PERAN KECAMATAN CIBINONG SEBAGAI PUSAT PERTUMBUHAN EKONOMI DI KABUPATEN BOGOR

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukuan diwilayah Kota Bandar Lampung dan Provinsi

BABV METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan data sekunder yang diperoleh dari berbagai

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Balikpapan, Kota Bontang dan Kota Samarinda.

III. METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Pringsewu dan Produk Domestik

4 METODOLOGI 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian 4.2 Metode Penelitian 4.3 Jenis dan Sumber Data

III. BAHAN DAN METODE

BAB III METODE PENELITIAN. Grogol, Kecamatan Kartasura, Kecamatan Mojolaban, Kecamatan Nguter, sesuai untuk menggambarkan potensi nyata kecamatan.

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. untuk menganalisis ketimpangan wilayah menggunakan Indeks Williamson, diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS).

I. PENDAHULUAN. dengan jalan mengolah sumberdaya ekonomi potensial menjadi ekonomi riil

METODOLOGI PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN

DAFTAR ISI PERNYATAAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... ABSTRAK...

IV. METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perencanaan Pengembangan Wilayah Wilayah (region) adalah unit geografis dimana komponen-komponennya memiliki keterkaitan

ANALISIS PERTUMBUHAN EKONOMI DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN DAERAH DI KABUPATEN BLORA TAHUN SKRIPSI

BAB III METODE PENELITIAN

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. A. Kesimpulan 1. Kontribusi sektor pertanian terhadap perekonomian Provinsi Jawa Tengah

III. METODOLOGI PENELITIAN. tujuan penelitian. Wilayah yang akan dibandingkan dalam penelitian ini

BAB I PENDAHULUAN. baru, dengan dilaksanakannya UU No. 5 tahun Pokok- pokok yang

III. METODE PENELITIAN. Yaitu penelitian yang dilakukan dengan mengumpulkan berbagai teori yang

STRUKTUR EKONOMI, KESEMPATAN KERJA DAN KETIMPANGAN PENDAPATAN DI PROVINSI JAWA TENGAH

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ketimpangan Pembangunan Wilayah

ANALISIS PENENTUAN SEKTOR UNGGULAN PEREKONOMIAN KOTA SINGKAWANG DENGAN PENDEKATAN SEKTOR PEMBENTUK PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ( PDRB )

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Populasi dalam penelitian ini adalah PDRB sektoral Kabupaten Tulang Bawang

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Transkripsi:

III. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan pada Kabupaten yang berbatasan langsung dengan Serawak-Malaysia yaitu Kabupaten Sambas, Kabupaten Bengkayang, Kabupaten Sanggau, Kabupaten Sintang, dan Kabupaten Kapuas Hulu, sampai pada unit analisis kecamatan. Unit kecamatan dibedakan menjadi 2 kelompok yaitu kecamatan perbatasan dan kecamatan non-perbatasan. Kecamatan perbatasan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kecamatan yang secara geografis berbatasan langsung dengan Serawak-Malaysia, sedangkan kecamatan nonperbatasan merupakan kecamatan yang terdapat pada kabupaten perbatasan namun secara geografis tidak berbatasan langsung dengan Serawak-Malaysia. (Gambar 3). Gambar 3. Peta Administrasi Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan selama 6 (enam) bulan dimulai pada bulan April 2011 hingga September 2011. Pengumpulan data di lapangan dilakukan pada bulan April 2011 sampai Juli 2011. 3.2 Data dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data sekunder yang diperoleh melalui Badan Pusat Statistik (BPS) Kalimantan Barat, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Pontianak (BAPPEDA), Badan

26 Pengelolaan Kawasan Perbatasan dan Kerjasama (BPKPK) Provinsi Kalimantan Barat, dan dinas-dinas terkait. Sumber data juga diakses melalui publikasi artikel maupun makalah/jurnal ilmiah dari internet untuk mendukung ketersediaan data lainnya yang lebih lengkap. Jenis data yang dikumpulkan disesuaikan dengan tujuan penelitian sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 3. Tabel 3. Jenis dan sumber data yang digunakan, teknik analisis data dan output yang diharapkan. No. Tujuan Jenis Data Sumber Teknik Analisis Output yang Data Data di harapkan 1 Mengetahui tingkat perkembangan/ hierarki wilayah kecamatan PODES, jumlah maupun jumlah jenis fasilitas, jarak menuju fasilitas, jumlah penduduk. Peta Administrasi Kalbar BPS, BAPPEDA Analisis Skalogram Hierarki/ Tingkat Perkembangan Wilayah 2 Mengidentifikasi sektor unggulan tiap kecamatan PDRB per Sektor Kecamatan, Kabupaten Dalam Angka BPS, LQ dan Shift- Share Analysis (SSA) Sektor Unggulan 3 Mengetahui tingkat disparitas pembangunan antar wilayah kecamatan PDRB Kecamatan, Jumlah Penduduk per Kecamatan, Peta Administrasi KalBar BPS Indeks Williamson dan Theil Indeks Besaran Tingkat Disparitas antar WIlayah 4 Mengetahui faktor penyebab disparitas pembangunan antar wilayah 3.3 Bagan Alir Penelitian Hasil Analisis Skalogram, PCA, Pangsa Penutupan Lahan, Nilai Disparitas, jumlah penduduk, PDRB, dan lain-lain. BPS Ekonometrika Spasial (spatial econometric) dengan metote General Regretion Model (GLM) Faktor-faktor yang berpengaruh nyata terhadap disparitas Penelitian dilakukan dengan beberapa tahapan, yaitu tahap analisis/identifikasi permasalahan disparitas di kabupaten perbatasan Kalimantan Barat, tahap persiapan data, tahap analisis data, dan tahap interpretasi hasil. Pada persiapan data dilakukan pengumpulan data yang diperlukan untuk dilakukan analisis tingkat perkembangan wilayah, sektor unggulan wilayah yaitu berupa data PODES, PDRB, serta peta administrasi dan penutupan lahan Kalimantan Barat.

27 Pada tahap analisis, data PODES digunakan untuk mengetahui tingkat perkembangan wilayah kecamatan di kabupaten perbatasan. Data PDRB kecamatan di masing-masing kabupaten digunakan untuk menganalisis sektor unggulan dan mengetahui tingkat disparitas yang terjadi antara kecamatan perbatasan dengan kecamatan non-perbatasan. Hasil tahapan analisis tersebut kemudian di spasialkan untuk menghasilkan peta tipologi tingkat perkembangan wilayah kecamatan dan peta tipologi sektor unggulan. Tahapan analisis selanjutnya yaitu analsis pendugaan faktor penyebab terjadinya disparitas dengan metode Ekonometrika Spasial. Berdasarkan hasil tingkat disparitas kecamatan, hasil sektor unggulan dan pendugaan faktor penyebab disparitas, maka diharapkan dijadikan sebagai dasar untuk memberikan saran/pertimbangan dalam menentukan arahan kebijakan pembangunan wilayah perbatasan. Bagan alir penelitian dapat dilihat pada Gambar 4. Gambar 4. Bagan Alir Penelitian

28 3.4 Tehnik Analisis Data 3.4.1 Analisis Tingkat Perkembangan Wilayah Analisis tingkat perkembangan wilayah dilakukan untuk menentukan hierarki relatif tiap wilayah kecamatan di kabupaten perbatasan. Data yang digunakan adalah data Potensi Desa Provinsi Kalimantan Barat tahun 2008. Parameter yang diukur meliputi jumlah dan jumlah jenis fasilitas bidang pendidikan, kesehatan, perekonomian dan jarak menuju lokasi fasilitas yang terdapat pada masing-masing desa di 5 kabupaten perbatasan (Kabupaten Sambas, Kabupaten Bengkayang, Kabupaten Sanggau, Kabupaten Sintang, dan Kabupaten Kapuas Hulu). Data jumlah maupun jumlah jenis parameter yang dimiliki tiap desa kemudian dilakukan agregasi atau penjumlahan terhadap kecamatan yang sama agar didapat hierarki kecamatan. Jumlah keseluruhan kecamatan di 5 kabupaten perbatasan tersebut adalah sebanyak 90 kecamatan, yang terdiri dari 77 kecamatan non-perbatasan dan 13 kecamatan perbatasan. Analisis ini menggunakan metode skalogram berbobot, secara terinci prosedur kerja penyusunan hierarki relatif suatu wilayah menggunakan Skalogram berbobot adalah sebagai berikut: a. Dilakukan pemilihan terhadap data Potensi Desa di 5 Kabupaten sehingga yang tinggal hanya data yang bersifat kuantitatif, yang kemudian diseleksi berdasarkan parameter yang relevan untuk digunakan. b. Dilakukan agregasi/penjumlahan terhadap desa-desa yang terdapat dalam satu kecamatan yang sama, sehingga yang didapat adalah hierarki relatif kecamatan; c. Memisahkan antara data jarak dengan data jumlah fasilitas, hal ini karena antara data jarak dengan jumlah fasilitas bersifat berbanding terbalik. d. Rasionalisasi data dilakukan terhadap data jarak dan fasilitas. Data jarak diinverskan dengan rumus: y= 1/x ij, dimana y adalah variabel baru dan x ij adalah data jarak j di wilayah i. Untuk nilai y yang tidak terdefinisikan (x ij = 0), maka nilai y dicari dengan persamaan: y = x ij (max) + simpangan baku jarak j. Selanjutnya data fasilitas diubah menjadi data kapasitas dengan cara data jumlah fasilitas j di wilayah i dibagi dengan jumlah penduduk di wilayah i.

29 e. Pembobotan dilakukan terhadap data kapasitas dengan cara data kapasitas j dibagi dengan bobot fasilitas j, dimana bobot fasilitas j = jumlah total kapasitas j dibagi dengan jumlah wilayah yang memiliki fasilitas j. f. Standardisasi data dilakukan terhadap variabel-variabel baru dari data jarak dan fasilitas (berbobot) dengan menggunakan rumus: dimana: = yij = variabel baru untuk wilayah ke-i dan jenis fasilitas atau jarak ke-j. xij = jumlah sarana untuk wilayah ke-i dan jenis sarana atau jarak ke-j. Min(xj) = nilai minimum untuk jenis sarana atau jarak ke-j. sj = simpangan baku untuk jenis sarana atau jarak ke-j. g. Indeks Perkembangan Kecamatan (IPK) ditentukan dengan cara menghitung jumlah hasil standarisasi sarana dan aksesibilitas pada suatu wilayah. Kemudian nilai IPK diurutkan nilainya dari yang terbesar sampai terkecil untuk ditentukan kelas hirarkinya. h. Pada penelitian ini, IPK dikelompokkan ke dalam tiga kelas hierarki, yaitu hierarki I (tinggi), hierarki II (sedang), dan hierarki III (rendah). Penentuan kelas hierarki didasarkan pada nilai standar deviasi (St Dev) IPK dan nilai rataannya, seperti terlihat pada Tabel 4. Tabel 4. Nilai Selang Hierarki IPK Tingkat Hierarki Nilai Selang (X) Perkembangan X > [rataan +(2*St Dev I Tinggi IPK)] II rataan X (2*St Dev) Sedang III X < rataan Rendah Dari hasil analisis skalogram berupa tingkatan hierarki, maka data tersebut diinput kedalam peta spasial sehingga diperoleh peta sebaran hierarki kecamatan di kabupaten perbatasan. 3.4.2 Identifikasi Sektor Unggulan Analisis sektor unggulan merupakan analisis untuk mengetahui sektor unggulan didalam unit kecamatan kabupaten perbatasan berdasarkan sumbangannya terhadap aktivitas ekonomi yang digambarkan oleh nilai PDRB kecamatan. Analisis ini dilakukan dengan mengkombinasikan hasil analisis Location Quotient (LQ) dengan hasil Shift Share Analysis (SSA) kecamatan pada

30 masing-masing kabupaten. Data yang digunakan pada analisis LQ berupa data PDRB kecamatan tahun 2008, sedangkan pada analisis SSA menggunakan data PDRB kecamatan dua titik tahun yaitu tahun 2007 dan tahun 2008. Suatu sektor dikatakan unggul apabila memiliki sifat komparatif dan kompetitif di suatu wilayah. Komparatif merupakan kemampuan sektor untuk menjadi sektor basis terhadap sektor-sektor yang lain di wilayah yang sama, sektor yang memiliki sifat komparatif ditandai dengan nilai LQ>1. Kompetitif merupakan kemampuan suatu sektor untuk bersaing dengan sektor yang sama dengan cakupan wilayah yang lebih luas. Sifat kompetitif sektor di suatu wilayah ditandai dengan nilai komponen Differential Shift (DS) pada hasil analisis Shift Share Analysis (SSA) yang positif. Analisis sektor unggulan hanya dapat dilakukan pada tiga kabupaten perbatasan karena ketidaktersediaan data PDRB kecamatan. Kabupaten yang dianalisis adalah Kabupaten Sambas, Kabupaten Sanggau, dan Kabupaten Kapuas Hulu. Hasil dari analsis sektor unggulan ini diharapkan dapat digunakan sebagai acuan dalam memberikan arahan kebijakan pembangunan daerah perbatasan agar sesuai dengan potensi sektor unggulan yang ada. 3.4.2.1 Location Quotient (LQ) Metode LQ digunakan untuk mengetahui pemusatan suatu aktivitas di suatu wilayah dalam cakupan wilayah agregat yang lebih luas dan dapat mengidentifikasi keungulan komparatif suatu wilayah dengan asumsi (1) kondisi geografis relatif sama, (2) pola-pola aktifitas bersifat seragam, dan (3) setiap aktifitas menghasilkan produk yang sama. Rumus umum dari persamaan Location Quotient adalah sebagai berikut : LQ ij = X X. X. X.. Dimana : LQij = Nilai LQ untuk aktivitas ke-j di wilayah ke-i Xij = Nilai aktivitas ke-j di wilayah ke-i Xi. = Nilai total aktivitas di wilayah ke-i X.j = Nilai aktivitas ke-j di total wilayah X.. = Nilai total aktivitas di total wilayah

31 Dari persamaan ini maka nilai LQ yang dihasilkan untuk tiap aktivitas di tiap wilayah beserta interpretasinya adalah sebagai berikut : Nilai LQij > 1, menunjukkan terjadinya konsentrasi/pemusatan aktifitas ke-j di wilayah ke-i secara relatif dibandingkan dengan total wilayah Nilai LQij = 1, maka wilayah ke-i mempunyai pangsa aktifitas setara dengan pangsa total Jika nilai LQij < 1, maka wilayah ke-i mempunyai pangsa relatif lebih kecil dibandingkan dengan aktifitas yang ditemukan diseluruh wilayah Analisis LQ dilakukan terhadap 5 kabupaten perbatasan Kalimantan Barat dengan menggunakan data PDRB Kabupaten tahun 2008, sedangkan analisis LQ unit kecamatan menggunakan data PDRB Kecamatan tahun 2008 hanya dapat dilakukan terhadap 3 Kabupaten perbatasan saja yaitu Kabupaten Sambas, Kabupaten Sanggau, dan Kabupaten Kapuas Hulu dengan alasan ketidaktersediaan data pada 2 kabupaten perbatasan lainnya. 3.4.2.2 Shift Share Analysis (SSA) SSA merupakan teknik analisis yang digunakan untuk melihat tingkat keunggulan kompetitif (competitiveness) suatu wilayah dalam cakupan wilayah agregat yang lebih luas, berdasarkan kinerja sektor lokal (local sector) di wilayah tersebut. Teknik analisis SSA bertujuan untuk menganalisa pergeseran kinerja suatu sektor di suatu wilayah untuk dipilah berdasarkan sumber-sumber penyebab pergeseran, untuk melihat keungulan kompetitif dan mengetahui sektor ataupun wilayah yang memberikan kontribusi terbesar dalam pertumbuhan di wilayah lebih luas. Ada tiga sumber penyebab pergeseran yaitu : Komponen regional share, merupakan pertumbuhan total wilayah pada dua titik tahun yang menunjukkan dinamika total wilayah. Komponen proportional shift, menunjukkan pertumbuhan total aktivitas/sektor secara relatif di wilayah agregat yang lebih luas. Komponen differential shift, menunjukkan tingkat kompetisis (competitiveness) suatu aktivitas/sektor tertentu disuatu wilayah. Apabila komponen differential shift bernilai positif maka suatu wilayah dianggap memiliki keunggulan kompetitif aktivitas/sektor tertentu karena secara

32 fundamental masih memiliki potensi untuk terus tumbuh meskipun faktor-faktor eksternal (komponen share dan proportional shift) tidak mendukung. Rumus umum dari persamaan SSA adalah sebagai berikut : SSA =.... 1........ Dimana : a b c a : komponen share b : komponen proportional shift c : komponen differential shift X.. : Nilai total aktifitas/sektor dalam total wilayah kecamatan yang terjadi Xi. : Nilai aktifitas/sektor ke-i dalam total wilayah kecamatan Xij : Nilai aktifitas/sektor ke-i dalam unit wilayah kecamatan ke-j t1 : titik tahun akhir t0 : titik tahun awal Apabila komponen differential shift memiliki nilai negatif maka kinerja aktivitas/sektor yang terjadi bersifat semu karena lebih dipengaruhi oleh faktorfaktor eksternal (komponen share dan proportional shift). Sebagai ilustrasi, apabila wilayah suatu tersebut seolah-olah berdiri sendiri, tanpa komponen share dan proportional shift, wilayah tersebut akan mengalami kemunduran. Analisis SSA dilakukan terhadap 3 Kabupaten perbatasan (Kabupaten Sambas, Kabupaten Sanggau, dan Kabupaten Kapuas Hulu) dengan tujuan untuk melihat sektor yang memiliki keunggulan kompetitif (competitiveness) di suatu kecamatan pada kabupaten perbatasan dengan menggunakan data PDRB kecamatan kabupaten. 3.4.3 Analisis Disparitas Wilayah Analisis disparitas dilakukan dengan menggunakan data PDRB kecamatan pada Kabupaten Sambas, Kabupaten Sanggau, dan Kabupaten Kapuas Hulu, sedangkan untuk dua kabupaten lainnya yaitu Kabupaten Bengkayang dan Kabupaten Sintang tidak dilakukan karena tidak tersedianya data. Disparitas yang dianalisis adalah disparitas antara kelompok wilayah kecamtan perbatasan (WKP) dibandingkan dengan kelompok wilayah kecamatan non perbatasan (WKNP) dari segi perekonomian yang digambarkan dari oleh nilai PDRBnya. Keseluruhan kecamatan yang dianalisis adalah 59 kecamatan yang terdapat di tiga kabupaten, yang terdiri dari 9 kecamatan perbatasan dan 50 kecamatan non-perbatasan.

33 Identifikasi disparitas pembangunan wilayah perbatasan di Kalimantan Barat dilakukan dengan dua metode, yaitu metode Indeks Williamson dan Indeks Theil entropy. Kedua alat analisis tersebut digunakan secara bersamaan karena sifatnya yang saling melengkapi. Indeks Williamson untuk melihat total disparitas yang terjadi di suatu wilayah perbatasan, sedangkan Indeks Theil entropy lebih spesifik dapat menguraikan disparitas yang terjadi menjadi disparitas antar wilayah (between region) dan disparitas dalam wilayah (within region), serta memberikan informasi wilayah/kecamatan mana yang berkontribusi terhadap disparitas dalam suatu satuan wilayah. 3.4.3.1 Indeks Williamson Persamaan indeks Williamson yang digunakan untuk melihat disparitas total yang terjadi di wilayah kabupaten perbatasan di Kalimantan Barat, sebagaimana di formulasikan oleh Williamso n (1966) sebagai berikut: Keterangan: V w : Besaran Indeks Williamson yi : PDRB pada kecamatan ke-i ŷ : rata-rata PDRB Kecamatan perkapita fi : jumlah penduduk kecamatan Ke-i p : total jumlah penduduk seluruh kecamatan (3 kabupaten perbatasan) Nilai Indeks yang mendekati 1 menunjukkan kondisi ketidakmerataan yang sangat nyata, sedangkan nilai indeks yang mendekati 0 menunjukkan kondisi yang relatif merata. Semakin besar indeks yang dihasilkan, maka semakin besar tingkat disparitas antar wilayah. Disparitas dilakukan pada seluruh kecamatan yang terdapat di tiga kabupaten perbatasan yang kemudian akan menghasilkan disparitas total kabupaten perbatasan. 3.4.3.2 Indeks Theil Entropy Selain indeks Williamson, Indeks Theil entropy juga digunakan untuk melihat disparitas wilayah. Keunggulan dari Indeks Theil entropy adalah dapat menguraikan disparitas antar wilayah (between-region inequality) dan disparitas dalam wilayah (within-region inequity) (Kuncoro, 2002). Nilai indeks Theil entropy yang lebih rendah menunjukkan disparitas antar wilayah kelompok yang

34 lebih rendah, dan sebaliknya nilai indeks Theil entropy yang lebih tinggi menunjukkan tingkat antar wilayah kelompok disparitas yang lebih tinggi. Rumus indeks Theil entropy adalah sebagai berikut: Dimana: I Theil = (y i /Y).log [(y i /Y)/(x j /X)] I Theil = Total ketimpangan kabupaten perbatasan (Indeks Theil Entropy) y j = PDRB di kecamatan j ; Y = PDRB di kabupaten perbatasan x j = Jumlah penduduk di kecamatan j X = Jumlah penduduk di kabupaten perbatasan. Total ketimpangan wilayah yang dihitung dengan indeks Theil entropy dapat diuraikan menjadi ketimpangan antar kawasan (between region) dan ketimpangan dalam kawasan (within region), dengan persamaan berikut: I = I 0 + dimana; I 0 = log ; Y g = ; X g = ; dan I g = log Dimana: I = total disparitas di kabupaten Perbatasan (Indeks Theil Entropy) I 0 = disparitas antar kecamatan (between region) = disparitas antar kecamatan dalam kawasan (within region) I g = total disparitas kecamatan Y g = Total PDRB Y i = PDRB di kecamatan i. X g = jumlah penduduk kabupaten X i = jumlah penduduk di kecamatan i. = 1, 2, 3,..., n (jumlah kawasan) g Analisis disparitas dalam penelitian ini menggunakan indeks Theil entropy dengan mengelompokkan kecamatan menjadi dua kelompok wilayah, yaitu kelompok wilayah kecamatan perbatasan (WKP) dan kelompok wilayah kecamatan non-perbatasan (WKNP). Kelompok wilayah kecamatan perbatasan terdiri atas 9 kecamatan dari 3 Kabupaten, sedangkan Kelompok wilayah kecamatan non-perbatasan terdiri atas 50 kecamatan, sehingga jumlah seluruh kecamatan yang terdapat di 3 kabupaten perbatasan sebanyak 59 kecamatan.

35 3.4.4 Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Disparitas Pembangunan Wilayah Perbatasan Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi disparitas pembangunan wilayah perbatasan dilakukan dengan menggunkan model ekonometrika spasial yaitu metode General Linear Model (GLM). Model ekonometrika spasial merupakan model ekonometrika yang telah mempertimbangkan keterkaitan spasial. Model ekonometrika ini berkembang didasarkan pada dua alasan, yaitu: (1) dalam kehidupan nyata terjadi keterkaitan spasial dimana kejadian di suatu lokasi berpengaruh terhadap kejadian di lokasi lain, dan (2) sering kali data dikumpulkan berdasarkan wilayah administrasi sehingga data-data tersebut tidak merekam kejadian yang bersifat lintas wilayah administrasi. Kinerja pembangunan ekonomi pada suatu daerah, tidak hanya ditentukan oleh karakteristik lingkungan dan manajemen pembangunan yang dilakukan di daerah tersebut. Kinerja pembangunan ekonomi, karakteristik lingkungan, serta manajemen pembangunan yang dilakukan di daerah-daerah sekitarnya yang terkait dalam satu sistem ekologi-ekonomi juga ikut mempengaruhinya (Saefulhakim, 2008). Dalam penelitian ini, model ekonometrika digunakan untuk mengetahui faktor-faktor yang diduga menyebabkan disparitas pembangunan antar wilayah kecamatan perbatasan dan non-perbatasan di 3 kabupaten perbatasan Kalimantan Barat. Secara prinsip model ekonometrika ini dibangun dengan matrik contiguity yaitu matrik keterkaitan antar wilayah berdasarkan kedekatan geografis diukur dari jarak centroid poligon. Matriks ini akan menjadi pembobot variabel sehingga dapat dilihat sejauh mana kejadian di suatu lokasi berpengaruh terhadap kejadian dilokasi lainnya. Centroid merupakan pusat geometrik suatu poligon. Centroid dapat juga didefinisikan sebagai titik tengah (mid-point) antara awal dan akhir suatu jarak alamat (address range). Penentuan titik centroid digunakan untuk mengetahui jarak antar masing-masing poligon. Matriks kontiguitas spasial antar daerah (Wr i,j ) merupakan matriks kontiguitas spasial antar daerah sebagai cerminan interaksi spasial akibat hubungan jarak daerah sekitar, berukuran (nxn) yang tiap selnya berisi nilai kontiguitas spasial tersebut antar daerah ke-i dengan daerah-j.

36 Penentuan titik centroid dilakukan dengan rumus perhitungan sebagai berikut: r i,j i j i j r i,j r i,j / r i,j Keterangan: r i,j : jarak antara kecamatan ke-i dengan kecamatan ke-j Xi : koordinat X poligon asumsi daerah terpengaruh Xj : koordinat X poligon analisis daerah mempengaruhi Yi : koordinat Y poligon asumsi daerah terpengaruh Yj : koordinat Y poligon analisis daerah mempengaruhi Variabel-variabel penjelas (explanatory variables) yang digunakan untuk menduga faktor penyebab disparitas berupa hasil analisis skalogram, berupa nilai Indeks Perkembangan Kecamatan (IPK), PDRB kecamatan, jumlah penduduk, kerapatan penduduk, luas penutupan lahan tertentu, dan besaran disparitas yang diperoleh dari hasil analisis Williamson. Variabel-variabel tersebut kemudian dikoreksi dengan jarak centroid kecamatan, sehingga variabel penjelas yang dihasilkan adalah variabel penjelas didaerah itu sendiri, serta variabel penjelas yang sama di daerah sekitarnya. Variabel tujuan (dependent variable) y i berupa indeks disparitas yang dikontribusikan masing-masing kecamatan. Model ekonometrika spasial yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan m etode General Linea r Mo del (GLM), dengan persamaan sebagai berikut: y i = W + + Dimana: y i W X ρ β i ε = Indeks disparitas yang dikontribusikan oleh kecamatan ke-i terhadap disparitas total di kabupaten perbatasan hasil analisis indeks Williamson. = Matriks kontiguitas kedekatan jarak (total pengaruh asosiasi spasial independent variable antar wilayah) = Variabel terkait karakteristik wilayahdi kecamatan ke-i, seperti potensi SDA, kependudukan, sosial dan ekonomi (pengaruh independent variable di wilayah) = intercept = nilai koefisien pengaruh independent variable = galat (error)