6 KESIMPULAN DAN SARAN

dokumen-dokumen yang mirip
Lampiran 1. Peta Penelitian

KAPITALISME LOKAL SUKU BAJO

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil pengujian dan pembahasan pada Bab IV di atas, maka dapat

Bagian Pertama: PENDEKATAN EKONOMI POLITIK INTERNASIONAL

PENDAHULUAN. Latar Belakang

8 KESIMPULAN DAN REFLEKSI

BAB II KAJIAN PUSTAKA. terdapat suatu aturan yang sudah disepakati dalam masyarakat tersebut. Salah satu

BAB X KESIMPULAN DAN IMPLIKASI

BAB VIII KESIMPULAN DAN SARAN

KAPITALISME LOKAL SUKU BAJO (STUDI KASUS NELAYAN BAJO MOLA DAN MANTIGOLA, KABUPATEN WAKATOBI, PROVINSI SULAWESI TENGGARA)

Konflik Politik Karl Marx

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Meskipun Indonesia merupakan negara yang memiliki potensi pertanian yang

BAB II TEORI TINDAKAN SOSIAL-MAX WEBER. Setiap manusia mempunyai naluri untuk berinteraksi dengan

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN. hubungan antara etnis Tionghoa dan etnis Arab lebih bermanfaat yang kemudian karena

BAB V KESIMPULAN. kekurangan. Di dua dusun Pagilaran dan Kemadang waktu seolah-olah sekedar berjalan di

PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB VIII PENUTUP. Penelitian dengan tema kebijakan hutan rakyat dan dinamika sosial

BAB I PENDAHULUAN. dengan kondisi alam dan sosial yang ditemukan pada setiap daerah yang spesifik, tidak hanya

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Tingkat pertumbuhan jumlah penduduk di Kota Medan saling berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

DESAIN DAN UU HAKI. Artikel HU Pikiran Rakyat, Oleh: Yan Yan Sunarya

BAB II KAJIAN PUSTAKA. lingkungan sekitarnya. Perubahan tersebut bisa terlihat didalam perilaku atau

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Krisis keuangan yang terjadi pada tahun 1997 mempunyai dampak yang

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan. terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang pulau.

BAB I PENDAHULUAN. mengenai hal tersebut menuai pro dan kontra. Kuswijayanti (2007) menjelaskan

Persoalan Ekonomi dan Sosiologi

Matakuliah : O0042 Pengantar Sosiologi Tahun : Ganjil 2007/2008 PERUBAHAN SOSIAL DAN MODERNITAS PERTEMUAN 09

Definisi tersebut dapat di perluas di tingkat nasional dan atau regional.

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

KAJIAN TENTANG HUBUNGAN PATRON KLIEN PEMETIK TEH DI PTPN VIII MALABAR DESA BANJARSARI KECAMATAN PANGALENGAN KABUPATEN BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. Banyak program pembangunan ekonomi yang berlangsung saat ini. difokuskan pada pengembangan industrialisasi. Salah satu di antara

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

n.a n.a

BAB V KESIMPULAN. Ngadas, merupakan sebuah desa pertanian yang terletak di Kabupaten

BAB I PENDAHULUAN. bahwa setiap manusia berhak mendapatkan pendidikan dan diharapkan untuk selalu

BAB I PENDAHULUAN. informal ini menunjukan bukti adanya keterpisahan secara sistemis-empiris antara

POLICY BRIEF ANALISIS PERAN MODAL SOSIAL DALAM MENDUKUNG PEMBANGUNAN PERTANIAN DI KAWASAN PERBATASAN

PENDAHULUAN. Latar Belakang

Ideologi dan identitas..., Muchamad Sidik Roostandi, FIB UI, Universitas Indonesia

I. PENDAHULUAN. perkembangan perekonomian Indonesia. Kekayaan alam Indonesia yang berlimpah

PRINSIP DASAR MANUSIA SEBAGAI MAKHLUK INDIVIDU DAN MAKHLUK SOSIAL DI MASYARAKAT

Konsepsi Pemberdayaan Masyarakat

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

BAB II KAJIAN TEORITIK

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan. Penelitian ini mendapatkan konsep awal tentang anti-materialisme

BAB VI PENUTUP. Dominasi politik Dinasti Mustohfa di Desa Puput telah dirintis sejak lama

EKONOMI PUBLIK JUNAEDI

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara kepulauan/bahari. Dua pertiga luas wilayah

8 KESIMPULAN DAN SARAN

3. Berbagai Pergeseran Pekerjaan Pertanyaan Diskusi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

Matakuliah : L0094-Ilmu Sosial Untuk Psikologi Tahun : Pertemuan 14

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2016 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN EKONOMI BAB I KEBUTUHAN MANUSIA, KELANGKAAN, DAN SISTEM EKONOMI

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB V KESIMPULAN. pedesaan yang sesungguhnya berwajah perempuan dari kelas buruh. Bagian

5 WAJAH KAPITALISME LOKAL Sejarah Lahirnya Kapitalisme Lokal Suku Bajo

BAB VI PENUTUP. manusia. Pada sisi lainnya, tembakau memberikan dampak besar baik bagi

BAB I PENDAHULUAN. kebiasaan, bahasa maupun sikap dan perasaan (Kamanto Sunarto, 2000:149).

MEMBANGUN BUDAYA BELAJAR

BAB I PENDAHULUAN. Sumawinata, Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, dan salah satu pemikir besar ekonomi kerakyatan Indonesia.

KAJIAN POTENSI SUMBER DAYA ALAM BERBASIS EKSPORT

Universitas Indonesia Library >> UI - Disertasi (Membership)

ANDRI HELMI M, SE., MM. SISTEM EKONOMI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. dorongan-dorongan alamiah yang dimiliki setiap manusia semenjak dilahirkan.

TEORI UTAMA PEMBANGUNAN

Adakah Ukuran Kemiskinan Buat Masyarakat Di Kabupaten Buru?

Bab II TINJAUAN PUSTAKA. Istilah patron berasal dari bahasa Latin patronus atau pater, yang berarti

5.1. Analisis mengenai Komponen-komponen Utama dalam Pembangunan Wilayah Pesisir

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

MENGENAL MARKETING DAN MARKETERS SYARIAH. Ahmad Miftah STIE Bina Bangsa, Serang - Banten

SEMINAR NASIONAL Dinamika Pembangunan Pertanian dan Pedesaan: Mencari Alternatif Arah Pengembangan Ekonomi Rakyat.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. tugas-tugas pada posisinya tersebut. Apabila kita berbicara tentang tugas-tugas

BAB I PENDAHULUAN. makin maraknya alih fungsi lahan tanaman padi ke tanaman lainnya.

PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Secara geografis, Indonesia terdiri dari beribu pulau yang sebagian besar

BAB II KERANGKA TEORI. yang ditandai dengan konsumsi terhadap simbol gaya hidup yang sama. Ketika

I. PENDAHULUAN. Perubahan zaman dan perkembangan teknologi telah membawa dampak yang begitu besar

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasaran pembahasan yang telah dipaparkan pada bab-bab sebelumnya,

PRODUKSI DISTRIBUSI - KONSUMSI

MATERI ULANGAN HARIAN

Perubahan Sosial dan Pembangunan. Kuliah PLSBT

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PEMBAHASAN TENTANG KEMISKINAN Menurut Andre Bayo Ala, 1981 kemiskinan itu bersifat multi dimensional. Artinya kebutuhan manusia itu bermacam macam

BAB I PENDAHULUAN. merupakan suatu hal yang mutlak diperlukan. Seperti diketahui, negara

BAB I PENDAHULUAN. Kondisi perekonomian suatu negara sangat menentukan tingkat. kesejahteraan masyarakat suatu negara, yang berarti bahwa suatu negara

TEORI DAN METODOLOGI

I. DASAR SISTEM EKONOMI INDONESIA ANDRI HELMI M, SE., MM.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB V PENUTUP. dapat terlepas dari modal yang dimilikinya, semakin besar modal yang dimiliki oleh

MEDIA ECONOMICS Media massa adalah institusi ekonomi yang berkaitan dengan produksi dan penyebab isi media yang ditargetkan pada khalayak atau konsume

PENDAHULUAN Latar Belakang

Transkripsi:

6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil studi yang dilakukan pada dua komunitas yaitu komunitas Suku Bajo Mola, dan Suku Bajo Mantigola, menunjukkan telah terjadi perubahan sosial, sebagai konsekuensi logis dari berkembangnya masyarakat, dan kuatnya arus komersialisasi. Hal ini didasarkan pada perubahan orientasi nilai-nilai budaya, etika moralitas, dan rasionalitas yang dimiliki baik di Bajo Mola maupun di Mantigola. Kemunculan beberapa aktor kapitalis local Bajo di Mola merupakan suatu indikator bagaimana masyarakat Bajo tengah mengalami perubahan orientasi hidup yang semula hidup berpindah-pindah dengan pola hidup subsistensinya. Dahulu individualisme bagi orang Bajo bukan untuk cara orang Bajo untuk memperkaya diri atau mengumpulkan kekayaan. Dahulu juga orang Bajo bukan masyarakat yang berada. Orang-orang Bajo menggambarkan kesederhaan dan kemiskinan sebagai ciri khas keberadaan mereka. Saat ini, roda pergerakan ekonomi bergerak sedemikian cepatnya, Sistem penghidupan masyarakat yang semula dibangun dengan sistem kolektivitas cenderung berganti menjadi sistem ekonomi kapitalis yang bergantung pada pasar dan sifatnya komersial. Namun, falsafah hidup orang Bajo yang terkait dengan nilai-nilai daparanakan, dan falsafah sama dan bagai, serta bentuk keyakinan rupanya memberikan warna khas dalam sistem ekonomi kapitalis Bajo, khususnya Bajo Mola. Pengaruh An Tje sebagai sang pembawa nilai-nilai baru, yakni nilai kapitalisme melalui pertukaran ekonomi rupanya berhasil memunculkan golongan perintis kapitalis lokal pada masyarakat Mola. Perubahan ini juga didukung oleh peran orang-orang Mandati yang adalah seorang kapitalis, membawa iklim yang kondusif untuk mengembangkan usaha. Posisi orang-orang Bajo di dalam mekanisme pertukaran yang terjadi cenderung setara antara orang Bajo dan orang Mandati, karena orang Bajo dianggap sebagai konsumen potensial sekaligus sebagai produsen utama kegiatan perdagangannya. Dan tidak bisa dipungkiri juga bahwa rutinitas pelayaran di Wanci sangat tinggi sejak dahulu. Di Bajo Mantigola penggunaan tenaga kerja, khususnya nelayan sudah tidak harga mati bahwa harus orang Bajo. Karena tekanan permintaan pasar 258

yang tinggi, maka mau tidak mau hubungan kerja juga harus melibatkan nelayannelayan darat. Sistem perekrutan nelayan Bajo sendiri tetap dilandasi oleh ketentuan daparanakan sebagai basis hubungan produksi, dan masih berlakunya hubungan patron client antara nelayan dengan pengumpul. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa di Mola terjadi mekanisme pertarungan antara etika sosial kolektif dengan individual materialisme, dalam bentuk konflik rasionalitas. Yakni rasionalitas subyektif, yang menekankan pada iklusifitas kelompok Bajo, dan rasionalitas instrumental dalam bentuk rasionalitas ekonomi praktis. Bentuk konstelasi pertarungan nilai ini pada akhirnya menyebabkan kapitalisme yang terbentuk pada actor-aktor pengusaha Mola. Etika social kolektif pada actor kapitalis Mola cenderung semakin melemah, akibat gempuran kekuatan uang, sebagai contoh munculnya persaingan yang tinggi antara sesama pengumpul ikan hidup, meskipun mereka sama-sama orang Bajo (sama). Bagi aktor yang dominan pada basis etika social kolektif maka rasionalitas yang dibangun antara lain rasionalitas moral social, dan rasional ekonomi, dimana keuntungan untuk kesejahteraan social. Sebaliknya bagi actor yang dominan membangun etika sosial individual materialisme, rasionalitas yang dibangun cenderung pada rasionalitas formal, dan rasionalitas ekonomi dimana bisnis untuk keuntungan individu semata. Sebaliknya, bagi Bajo Mantigola, perubahan sosial terjadi begitu lambat. Tekanan tekanan yang dialami oleh masyarakat Bajo Mantigola oleh orangorang Kaledupa dalam bentuk perlakuan yang diskriminatif, secara kontekstual terjadi karena, posisi masyarakat Bajo di Pulau Kaledupa, berada pada lapisan terbawah dari sistem sosial. Dengan kondisi seperti ini tidak membawa pada iklim yang kondusif dalam berusaha. Kondisi seperti ini menimbulkan etos tersendiri, dan menciptakan mentalitas Bajo yang cenderung penakut, dan kurang berani mengambil resiko. Goncangan-goncangan sosial dan ekonomi semakin menjadi-jadi karena lahan nafkah semakin sempit akibat zonasi taman nasional Wakatobi. Beberapa produk-produk yang menjadi sumber keuntungan terbesar adalah komoditas yang terlarang untuk diperdagangkan. Di tengah berbagai ironi yang mendera pada akhirnya menciptakan bentuk etika social moralitas tertentu, dan akumulasi capital tersendiri dan strategi bisnis tersendiri, yang ditujukkan untuk bertahan untuk mencari nafkah untuk hidup. 259

Agama juga menjadi faktor penting yang berperan di dalam munculnya kapitalisme lokal di suku Bajo. Bagi orang-orang Mola, kepercayaan animisme memang perlahan-lahan telah runtuh atau disebut Weber demagifikasi, akibat perkembangan arus ekonomi uang, dan proses urbanisasi pemukiman di Mola. Analisis orientasi nilai budaya juga menunjukkan bagaimana pemaknaan memberikan warna terhadap kapitalisme masyarakat Bajo Mola maupun Mantigola. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa terdapat kecenderungan, bahwa nelayan Bajo Mola telah bertransformasi menjadi manusia yang optimistic dan progresif. Dimana bagi orang-orang Bajo Mola orientasi hidup tidak lagi berdasarkan masa lalu, tetapi lebih kepada orientasi masa depan, Kemudian orang-orang Bajo Mola menganggap bahwa manusia berhasrat untuk menguasai alam untuk memenuhi kebutuhan pasar. Dan karya yang dikembangkan oleh orang-orang Bajo Mola ditujukkan untuk akumulasi capital. Sebaliknya nelayan Mantigola cenderung fatalis. Akibat beragam bentuk tekanan pada ruang-ruang nafkah, baik oleh orang-orang Kaledupa, mekanisme ketergantungan yang diciptakan oleh orang-orang Bajo sendiri, khususnya orang Mola, serta tekanan karena semakin sempitnya lahan nafkah akibat zonasi taman nasional sehingga penghidupan relative tidak stabil, dan ketahanan nafkah relative rendah, menimbulkan orientasi nilai masyarakat yang cenderung fatalis. Pada akhirnya kita menyimpulkan bahwa gambaran mengenai perbedaan orientasi perkembangan kapitalisme lokal, baik pada Bajo Mola yang progresif dalam perkembangan kapitalismenya, dan Mantigola cenderung lebih lambat menjustifikasi bahwa orang-orang Bajo melalui beragam tahap yang berbeda dalam menuju bentuk ekonomi kapitalisme yang digambarkan melalui enam dimensi kapitalisme lokal yang telah digambarkan secara rinci dalam tulisan ini antara lain : (1) profit maksimisasi ; (2) pola ekspansi ekonomi ; (3) individualisme-profit propertu ; (4) Hubungan sosial produksi. Pemaknaan menunjukkan cirri-ciri lokal yang melekat pada bentuk ekonomi baik di Mola maupun Mantigola, yang bukan berarti menyebabkan kegagalan dalam berekonomi ekspansif, namun memberikan warna tersendiri terhadap kapitalisme yang terbentuk pada orang Bajo Mola dan Mantigola dalam bentuk gambaran rasionalitasnya. Ciri lokal, dan kaitannya dengan konteks sosial (sphere of life) juga tidak bisa ditinggalkan sebagai faktor penting pembentuk kapitalisme lokal pada masyarakat Bajo. Semua temuan ini sekaligus juga membuktikan bahwa 260

teori Boeke tentang simbol kelambanan lekat pada ekonomi pribumi tidak sepenuhnya benar bahwa ekonomi moneter dan kapitalisasi yang secara teori semestinya mentransformasikan pedesaan menuju ekonomi modern ternyata memberikan suatu gambaran perkembangan yang berbeda, yakni di satu sisi progresif, dan di satu sisi mengalami kemandekan ekonomi pribumi. Kapitalisme lokal suku Bajo juga berkembang melalui etika, namun etika yang dianut oleh masyarakat Bajo Mola yang kapitalis lokal tidak seperti etika yang dianut oleh para kapitalis penuh ala masyarakat Barat yang sangat individualisme. Maka dengan melihat ranah sejarah tersebut, teori Weber lebih bisa menjelaskan sejarah munculnya kapitalisme di aras individu. Sementara bentuk eksploitasi yang dilakukan oleh orang-orang Mola bukan seperti eksploitasi yang sangat serakah seperti yang diungkapkan oleh Marx, karena masih bercokolnya nilai-nilai tertentu yang mengatur kehidupan berekonomi ala suku Bajo. 6.2. Saran Berdasarkan hasil penelitian ini, maka model ekonomi lokal khas suku Bajo dapat digunakan sebagai model pemberdayaan masyarakat suku Bajo. Warna lokal yang khas sesungguhnya menjadi modal dalam keberlanjutan usaha orang-orang Bajo. Misalnya mekanisme profit maksimisasi, ekspansi usaha, dan akumulasi kapital yang sangat diwarnai dengan nilai-nilai khas lokal sehingga membentuk transfer keuntungan tidak dinikmati oleh satu pihak selayaknya kapitalis penuh, namun keuntungan dipertahankan untuk membantu sesama orang-orang Bajo, khususnya yang terkait dengan nilai-nilai daparanakan. Melihat adanya gejala khas dari orang-orang Bajo ketika berinteraksi dengan etnis tertentu, misalnya orang Bajo Mola yang berinteraksi dengan orang-orang wanci memunculkan gejala munculnya para kapitalis-kapitalis di masyarakat Bajo, sementara orang Bajo Mantigola yang berinteraksi dengan orang-orang Kaledupa memunculkan gejala persistensi terhadap bentuk-bentuk perubahan social maupun ekonomi, sehingga memunculkan gejala kemiskinan yang khas. Maka diperlukan suatu riset lanjutan yang menganalisis gejala khas lainnya pada masyarakat Bajo, khususnya Bajo La Manggau yang berinteraksi dengan masyarakat Tomia. Pada akhirnya hasil riset yang lebih komprehensif 261

akan menghasilkan suatu teori baru mengenai gambaran perubahan social yang terjadi pada masysrakat Bajo di sutau kawasan Taman Nasional Wakatobi. Kemudian, dengan melihat kondisi terbelenggunya proses perkembangan ekonomi masyarakat Bajo Mantigola, khususnya akibat semakin sempitnya lahan nafkah, maka diperlukan upaya-upaya untuk mencari solusi mengenai alternatif nafkah guna mencapai keadilan ekologis untuk orang-orang Bajo, khususnya orang Bajo Mantigola. 262