8 KESIMPULAN DAN REFLEKSI
|
|
- Sri Atmadjaja
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 8 KESIMPULAN DAN REFLEKSI 8.1 Kesimpulan Transformasi dan Pola Interaksi Elite Transformasi kekuasaan pada etnis Bugis Bone dan Makassar Gowa berlangsung dalam empat fase utama; tradisional, feudalism, Islam modernisme, dan sekularisme. Setiap fase para elite pada kedua etnis ini melakukan interaksi dengan pengikutnya menggunakan instrumen yang berbeda-beda, berdasarkan karakter dan fase yang sedang berlangsung. Pada fase tradisional misalnya elite cenderung menggunakan instrumen simbol budaya untuk mempertahankan dan memperluas kekuasaannya. Fase feudalisme, merupakan fase dimana elite etnis Bugis Bone dan Makassar Gowa berlomba-lomba memasuki rasionalitas ekonomi, tanah dijadikan alat untuk mereproduksi kekuasaan. Fase Islam moderenisme adalah fase para elite melakukan perlawanan terhadap budaya dan tradisi, simbol budaya dinegasikan, semakin menguatnya kesadaran moralitas dan intelektualitas. Sedangkan fase sekularisme adalah fase kemunculan tradisi pragmatism dan transaksional. Para elite larut dengan utilities (nilai guna), efisiensi, rasionalitas dan materialisme. Pada fase ini elite menggunakan kuasa, uang dan hibridisasi budaya politik dalam upayanya meraih, mereproduksi dan memperluas kekuasaan. Jika diabstraksikan ke dalam perspektif Comte dan Weber serta temuan Gibson, fase transformasi kekuasaan elite politik etnis Bugis dan Makassar yang ditemukan dalam studi ini memiliki kemiripan dengan teori tiga tahapan Comte (1838), perspektif rasionalitasnya Weber dan temuan Gibson (2005;2007) tentang transformasi kekuasaan di Sulsel. Teori tiga tahap dari Comte dapat ditafsirkan sebagai; tahap teologis, adalah periode feudalisme, tahap metafisis merupakan periode absolutisme dan tahap positif yang mendasari masyarakat modern dan industri. Teori ini mirip dengan yang dikemukakan oleh Gibson (2005;2007) bahwa pada etnis Bugis dan Makassar terjadi tiga tahapan atau fase transformasi kekuasaan; yakni fase; tradisional, Islam dan modern. 301
2 Bila dianalisis menggunakan teori tindakan rasionalitas nilainya Weber, maka fase kekuasaan tradisional menurut Gibson & fase teologis menurut Comte, sama dengan fase supranatural menurut Weber. Dan fase feudalisme menurut studi ini sejajar dengan fase positifistik (materialistik) menurut Comte, dan Weber menyebutnya sebagai fase rasionalitas ekonomi. Sedangkan fase Islam modern dan fase sekularisme menurut studi ini merupakan transformasi yang dapat disejajarkan dengan perkembangan menuju dinegasikannya kapitalisme internasional dan didewakannya scientism. Pola interaksi antara elite etnis Bugis (Bone), dan elite etnis Makassar (Gowa) dengan massanya, diperoleh kencenderungan yang berbeda. Proses pembentukan elite di Bone didominasi oleh kelompok aristokrat (bangsawan kelas tinggi), terjadi hirarki sosial politik yang sangat teratur dan disiplin. Sangat sulit bagi kalangan masyarakat biasa bisa memasuki panggung politik kekuasaan di Kabupaten Bone. Dalam konteks ini, proses pembentukan elite di Bone bisa disebut sangat tertutup dan sentralistik. Ini dibuktikan dengan homogennya para elite yang bermain pada panggung kekuasaan pada aras mezo, yaitu mereka yang hanya memiliki kaitan dengan darah kebangsawanan. Mereka berhasil memelihara posisi mereka sebagai aristokrat, yang seakan-akan hanya mereka yang berhak atas struktur kekuasaan. Karakternya yang tertutup menyebabkan terjadinya perlawanan atau semacam pemberontakan dari kelompok masyarakat seperti yang terjadi di Desa Benteng Tellue. Dengan cara itu, keluarga PG yang memimpin perlawanan terhadap proses pembentukan elite di Kabupaten Bone bisa menembus panggung kekuasaan. Sedangkan proses pembentukan elite dan interaksi elite dengan massa di Kabupaten Gowa berlangsung lebih terbuka, setiap orang memiliki kesempatan yang relatif sama untuk menciptakan dirinya sebagai elite atau memasuki panggung kekuasaan. Peranan aristokrat dan bangsawan terus mengalami penurunan fungsi sosial dan politik, mereka gagal memelihara posisi aristokrasinya. Hal ini dapat dilihat pada semakin tergerusnya aktor-aktor bangsawan yang mengisi panggung kekuasaan di Gowa. Dengan proses pembentukan elite yang relatif terbuka dan desentralitatif, elite-elite yang berada pada struktur kekuasaan di Gowa menjadi sangat heterogen dan ditemukan aktor 302
3 yang plural, baik dari segi etnisitas, agama, latar belakang (keturunan) dan organisasi sosial dan politik. Di Gowa, tidak terjadi pemberontakan dari kalangan bawah sebagaimana yang terjadi di Desa Benteng Tellue Bone, sebagai bentuk perlawanan atas ketidakpuasan massa atas sempitnya ruang kekuasaan untuk masyarakat biasa. Dalam hal perluasan area kekuasaan, elite-elite Bone tidak memperlihatkan kecenderungan memperluas wilayah kekuasaan sebagaimana yang dilakukan oleh elite Gowa (terutama pada fase tradisional hingga fase islam modern). Elite Bone cenderung memperkuat kekuasaan politik pada wilayahnya sendiri, atau paling jauh pada etnisnya sendiri. Perilaku ini dapat difahami karena jumlah mereka dominan di Sulsel. Sebaliknya elite Gowa berupaya melakukan perluasan wilayah kekuasaan dengan melintasi batas wilayah, etnis dan agama, melalui wacana kesatuan (unity) Sulsel. Kecenderungan ini terutama terjadi pada aras lokal makro (provinsi) Pola Elite Bugis dan Makassar Membagi Kekuasaan Ruang kekuasaan bagi elite Bugis Bone maupun Makassar Gowa memiliki arti penting bagi eksistensi dan martabat pribadi, harga diri keluarga dan etnisnya. Karena itu, mulai dari fase tradisional hingga kini, ruang kekuasaan selalu melekat dengan individu penguasa, keluarga, client dan etnisnya. Mereka sulit memisahkan ruang kekuasaan sebagai ruang publik dengan kepentingan individu yang berada pada ruang private. Karena itu, posisi-posisi strategis dalam ruang kekuasaan yang dikendalikannya selalu diisi oleh orang-orang yang memiliki hubungan emosional dengan sang penguasa. Jika posisi-posisi strategis itu diberikan kepada elite lain yang berbeda latar belakang dan etnis dengan elite yang sedang berkuasa, maka pilihan itu bagian dari strategi menjaga keseimbangan kekuasaan politik antar etnis yang berkompetisi. Strategi menjaga keseimbangan ini menjadi karakter utama rejim pada fase sekularisme. Pembagian kekuasaan pada aras mikro (desa), mezzo (kabupaten) dan makro (provinsi) bagi elite Bone masih tertumpu pada faktor kedekatan emosional (politik kekerabatan), hubungan darah dan etnisitas. Sedangkan di Kabupaten Gowa pembagian kekuasaan sudah mulai tersebar, kecuali pada aras mikro. Akan 303
4 tetapi penyebaran kekuasaan itu tidak semata-mata atas pertimbangan rasionalitas atau sistem pemerintahan yang baku. Pilihan terhadap elite-elite dari etnis lain untuk mengisi ruang kekuasaan pada aras makro dan mezzo, masih terkait dengan kepentingan untuk mempertahankan dan memperluas kekuasaan. Untuk mempertahankan dan memperluas kekuasaannya, elite Gowa yang dimulai oleh SYL (Gubernur Sulsel ) dalam proses pembagian kekuasaan, selain pendekatan emosional dan primordial, ia mulai menggunakan konsep hibridisasi budaya politik (budaya politik yang sesungguhnya sudah lama dianut oleh elite-elite Bone untuk praktek politik pada aras makro) Penggunaan Simbol Budaya, Kuasa, Uang dan Budaya Sosiologi Politik Lainnya Simbol budaya adalah salah satu faktor yang berpengaruh dalam proses pembentukan elite pada etnis Bugis dan Makassar. Puncak penggunaan simbol budaya sebagai alat legitimasi kekuasaan para elite dimulai pada fase kekuasaan tradisional dengan konsep tomanurung dan kalompoang. Penggunaan simbol budaya tomanurung dan kalompoang sebagai alat untuk melegitimasi kedudukan para elite keturunan bangsawan di Kabupaten Bone masih berlangsung hingga kini, mulai dari aras terkecil (Desa) hingga aras lokal (provinsi). Sementara itu, penggunaan simbol budaya sebagai alat untuk pembentukan elite di Kabupaten Gowa mengalami krisis kepercayaan dari pengikutnya. Tomanurung dan kalompoang secara sistematis digeser posisinya oleh keyakinan masyarakat rasional yang lebih percaya pada tingkat pendidikan, ekonomi, pengalaman dan wacana. Rasionalitas masyarakat Gowa terhadap simbol budaya sangat dipengaruhi oleh kondisi masyarakatnya yang relatif terbuka, ditambah dengan gagalnya aristokrat Gowa mewacanakan pentingnya konsep tomanurung. Uang dan kuasa memiliki peranan yang berbeda-beda dalam proses pembentukan elite, memperkokoh kekuasaan dan memperluas wilayah pengaruh pada etnis Bugis dan Makassar. Pada aras mikro di Desa Benteng Tellue Bone, peranan uang dan kuasa sangat menentukan, ketimbang simbol budaya. Tetapi tidak terjadi pada Desa Ancu di kabupaten yang sama. Desa Ancu justru didominasi oleh pengaruh simbol budaya dan kuasa, dibandingkan 304
5 dengan peranan uang. Sementara pada dua desa di Kabupaten Gowa, permainan simbol budaya dan uang memiliki peran yang lebih besar dibandingkan dengan faktor kuasa. Pada level mezzo (Kabupaten), di Bone simbol budaya dan kuasa menjadi kekuatan yang paling berpengaruh dalam membentuk elite, meraih dan mereproduksi kekuasaan. Sedangkan pada level yang sama di Kabupaten Gowa, faktor uang yang disusul kuasa lebih berpengaruh dibandingkan dengan simbol budaya. Simbol budaya dan uang menentukan eksistensi elite etnis Bone untuk menguasai panggung kekuasaan pada aras makro (provinsi). Sedangkan elite Gowa cenderung menggunakan kuasa dan uang untuk memperluas wilayah kekuasaan dan pengaruhnya. Keunggulan elite-elite etnis Bugis Bone menembus panggung kekuasaan yang lebih tinggi (provinsi dan Sulsel) dipengaruhi oleh nilai-nilai budaya sosiologi politik yang melekat (embeddednes) seperti; prinsip-prinsip politik yang longgar, karakter kompromistik yang tinggi, kemampuan adaptif dengan budaya luar, kemampuan memadukan uang, usaha, dan kuasa dalam satu paket politik. Kemampuan ini kemudian ditransformasikan menjadi budaya politik baru, yang disebut sebagai budaya politik hybrid. Padahal secara internal pada aras mezzo, proses pembentukan elite di Bone berlangsung sangat tertutup. Sebaliknya proses pembentukan elite yang sangat terbuka yang berlangsung di Gowa (pada level mezzo) justru belum berhasil mengantar eliteelitnya pada panggung kekuasaan makro (provinsi dan Sulsel). Kegagalan ini dipengaruhi oleh budaya politik mereka yang memegang teguh prinsip-prinsip politik, tidak pandai menformulasikan uang, kuasa, usaha dan budaya dalam satu paket politik, dan sulit beradaptasi dengan budaya-budaya politik luar. Elite etnis Bugis Bone dalam proses pembentukannya sangat tertutup (hanya dikuasai oleh kalangan aristokrasi) pada aras mezo (kabupaten), tapi sangat terbuka dan felksibel pada aras makro (propinsi dan Sulsel). Sebaliknya, proses pembentukan elite Gowa berlangsung sangat terbuka dan fleksibel pada aras mezo, tetapi sangat sulit menerima sistem politik luar dan sulit beradaptasi pada level makro. 305
6 8.2 Refleksi Perkembangan Budaya Politik Pada Etnis Bugis dan Makassar Meredupkan Politik Identitas Menguatnya politik identitas dapat di counter dengan mengembangkan hibridisasi budaya politik dan memperlakukan arena kekuasaan sebagai ruang yang tidak membatasi hak-hak sipil masyarakat. Untuk menghindari terjadinya proses pembentukan elite dan pengisian panggung kekuasaan dengan cara yang tidak lazim, seperti yang terjadi pada komunitas Desa Benteng Tellue di Kabupaten Bone, maka perlu memperlakukan arena kekuasaan sebagai ruang yang tidak membatasi hak-hak semua pihak. Pada situasi seperti ini, semua komponen masyarakat perlu secara sadar untuk mensosialisasikan bahwa panggung kekuasaan dapat diisi oleh semua lapisan masyarakat yang memiliki kompetensi, kapabilitas dan kapasitas. Bersamaan dengan itu, semua pihak hendaknya tidak mengeksplorasi diferensiasi sosial berdasarkan kasta dan lapisan sosial. Syarat penerimaan (acceptability) sosial terhadap seseorang untuk mengisi ruang kekuasaan bukan berdasarkan latar belakang keturunan dan susunan sosial masa lalu. Kampanye politik yang mengarah pada ekplorasi etnisitas, suku dan agama patut dipertimbangkan untuk terus dikurangi, hingga ditiadakan, dan digantikan dengan pendekatan budaya politik hybrid. Budaya politik hybrid diharapkan mampu membuka ruang politik bagi semua, tanpa mempertimbangkan aspek mayoritas dan minoritas, dan dijadikan sebagai model pendekatan dalam politik masyarakat plural Pembagian Kekuasaan dan Kualitas Kekuasaan Distribusi kekuasaan berdasarkan etnis, geopolitik dan agama dapat menjadi salah satu instrumen penting untuk menjaga keseimbangan kekuasaan politik, terutama pada wilayah politik plural seperti di Sulsel. Akan tetapi tradisi menjaga keseimbangan politik (antar wilayah, etnis dan agama) dengan cara pembagian kekuasaan, yang sering dilakukan oleh para elite di Sulsel, menjadikan mutu kekuasaan mengalami penurunan. Politik balas budi (terutama yang terjadi pada era sekularisme melalui pilkada) juga ikut memperburuk kualitas kepemimpinan. Karena itu, untuk memastikan 306
7 berlangsungnya sistem yang objektif dalam pembagian kekuasaan, para pemimpin atau pemerintah dapat menggunakan sistem atau standar yang terbuka dan melibatkan individu atau institusi independen untuk membantu memberikan rekomendasi atau pandangan rasional yang dapat dijadikan sebagai pertimbangan pemerintah Meningkatkan Kualitas Demokrasi dengan Budaya Politik Hybrid Kualitas demokrasi ditentukan oleh seberapa besar publik ikut mengontrol kekuasaan. Itu sebabnya, tradisi kekuasaan tertutup akan menjadi pemicu lahirnya politik kekerasan. Pengalaman politik elite di desa Benteng Tellue (desa kasus studi) untuk meraih posisi elite pada level yang lebih tinggi mezzo dan makro, cenderung diwarnai dengan intrik kekerasan, karena berhadapan dengan kekuasaan tertutup, menjadi bahan refleksi yang menarik bagi pihak-pihak yang memiliki minat untuk meningkatkan kualitas demokrasi. Penggunaan simbol budaya, kuasa, dan uang dalam proses pembentukan elite politik dan ekonomi di Sulsel, akan sangat membahayakan pertumbuhan demokrasi. Padahal, demokrasi dimaksudkan untuk memberi kesempatan yang sama kepada warga negara untuk bermain pada panggung publik. Untuk menghindari penggunaan simbol budaya, kuasa dan uang yang berlebihan, proses demokrasi harus dijalankan dengan sistem yang jelas dan pengawalan yang ketat oleh kelompok-kelompok masyarakat. Sistem berkaitan dengan aturan hukum yang harus ditegakkan dan pengawalan yang ketat berhubungan dengan terjaminnya hukum diberlakukan dengan pasti dan adil. Agar kualitas demokrasi terus membaik, elite dan calon pemimpin hendaknya mempromosikan diri mereka dengan rencana politik rasional, visi dan misi yang bisa dipertanggungjawabkan. Masyarakat memiliki hak pengujian dan kontrak politik atas visi dan misi yang diajukan oleh calon pemimpin publik. Selain, itu untuk menyelamatkan keberadaan provinsi Sulsel yang dihuni oleh beragam etnis dan ras, maka para elitnya harus berorentasi pada hibridisasi budaya sosiologi politik. Dan untuk tetap menjaga eksistensi keragaman etnisitas, maka para elite pada aras mezzo harus terus mempromosikan budaya sosiologi politik koeksistensi. 307
ABSTRACT. Keywords: elite, ethnicity, money, cultural symbol, power, politics, hybrid.
ABSTRACT MUJAHIDIN FAHMID. Elite Formation in Buginese and Makassarese Ethnics Towards Political Hybrid Culture Under direction of ARYA HADI DHARMAWAN, LALA M. KOLOPAKING and DARMAWAN SALMAN. The purposed
Lebih terperinci3 METODOLOGI PENELITIAN
3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Untuk menganalisis proses pembentukan elite pada etnis Bugis dan etnis Makassar, dengan menggunakan paradigma kontruktivisme. Paradigma ini meletakkan pengamatan
Lebih terperinci7 PERANAN SIMBOL, KUASA, UANG, DAN HIBRIDISASI DALAM PEMBENTUKAN ELITE BUGIS DAN MAKASSAR
7 PERANAN SIMBOL, KUASA, UANG, DAN HIBRIDISASI DALAM PEMBENTUKAN ELITE BUGIS DAN MAKASSAR Pembahasan pada bab ini ditujukan pada bagaimana melihat kemampuan elite etnis Bugis (Bone) dan Makassar (Gowa)
Lebih terperinciBAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan Pada Bab Penutup ini melihat kesimpulan dari data yang diperoleh di
Studi Kasus: Kontestasi Andi Pada Pilkada Kabupaten Pinrang 1 BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan Pada Bab Penutup ini melihat kesimpulan dari data yang diperoleh di lapangan yang menyajikan interpretasi saya
Lebih terperinciBAB VI KESIMPULAN. masyarakat hidup bersama biasanya akan terjadi relasi yang tidak seimbang. Hal
BAB VI KESIMPULAN Pada sebuah kondisi masyarakat multikultural di mana berbagai kelom pok masyarakat hidup bersama biasanya akan terjadi relasi yang tidak seimbang. Hal tersebut ditandai dengan hadirnya
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. setiap Pemilihan Kepala Daerah. Hal ini dikarenakan etnis bisa saja
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Isu Etnisitas adalah isu yang sangat rentan menjadi komoditi politik pada setiap Pemilihan Kepala Daerah. Hal ini dikarenakan etnis bisa saja dimobilisasi dan dimanipulasi
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN. Ramli melalui tiga cara, yakni: Pertama, Pemakaian simbol dan atribut identitas,
BAB V KESIMPULAN Politisasi identitas Betawi dilakukan oleh Fauzi Bowo dan Nachrowi Ramli melalui tiga cara, yakni: Pertama, Pemakaian simbol dan atribut identitas, yaitu dengan penggunaan pakaian yang
Lebih terperinciPENDAHULUAN. merupakan bentuk kelompok sedangkan budaya berararti nilai yang berlaku dalam kelompok tersebut.
PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah saat ini merupakan ruang otonom 1 dimana terdapat tarik-menarik antara berbagai kepentingan yang ada. Undang-Undang Otonomi Daerah yang dikeluarkan oleh pemerintah
Lebih terperinci4.4 Uraian Materi Nilai-Nilai Pancasila dalam Hidup Bermasyarakat. Ideologi merupakan seperangkat sistem yang menjadi dasar pemikiran setiap
4.4 Uraian Materi. 4.4.1 Nilai-Nilai Pancasila dalam Hidup Bermasyarakat. Ideologi merupakan seperangkat sistem yang menjadi dasar pemikiran setiap warga negara dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa,
Lebih terperinciyang berperan sebagai milisi dan non-milisi. Hal inilah yang menyebabkan skala kekerasan terus meningkat karena serangan-serangaan yang dilakukan
Bab V Kesimpulan Hal yang bermula sebagai sebuah perjuangan untuk memperoleh persamaan hak dalam politik dan ekonomi telah berkembang menjadi sebuah konflik kekerasan yang berbasis agama di antara grup-grup
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki struktur masyarakat majemuk dan multikultural terbesar di dunia. Keberagaman budaya tersebut memperlihatkan
Lebih terperinciHANDOUT MATAKULIAH: PROPAGANDA
HANDOUT MATAKULIAH: PROPAGANDA PRODI: ILMU KOMUNIKASI FISIP UNIVERSITAS MALIKUSSALEH Semester: Genap 2010/2011 Pertemuan 15 Analisa Kelompok: PROPAGANDA DALAM PEMILUKADA 1 Oleh: Kamaruddin Hasan 2 Pilkada
Lebih terperinciBAB VI PENUTUP. Dominasi politik Dinasti Mustohfa di Desa Puput telah dirintis sejak lama
BAB VI PENUTUP 1. KESIMPULAN Dominasi politik Dinasti Mustohfa di Desa Puput telah dirintis sejak lama di tahun-tahun awal Orde Baru. Walaupun struktur politik nasional maupun lokal mengalami perubahan
Lebih terperinciBAB VI KESIMPULAN. instrumentnya meraih legitimasi-legitimasi, namun juga menelisik kehidupan
BAB VI KESIMPULAN Penelitian ini tidak hanya menyasar pada perihal bagaimana pengaruh Kyai dalam memproduksi kuasa melalui perempuan pesantren sebagai salah satu instrumentnya meraih legitimasi-legitimasi,
Lebih terperinciH. Marzuki Alie, SE.MM. KETUA DPR-RI
H. Marzuki Alie, SE.MM. KETUA DPR-RI Ceramah Disampaikan pada Forum Konsolidasi Pimpinan Pemerintah Daerah Bupati, Walikota, dan Ketua DPRD kabupaten/kota Angkatan III 2010 di Lembaga Ketahanan Nasional(Lemhannas-RI).
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. secara langsung berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sejak bulan Juni 2005 pemilihan kepala daerah dan wakilnya dipilih secara langsung berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah
Lebih terperinciPARTAI POLITIK OLEH: ADIYANA SLAMET. Disampaikan Pada Kuliah Pengantar Ilmu Politik Pertemuan Ke-15 (IK-1,3,4,5)
PARTAI POLITIK OLEH: ADIYANA SLAMET Disampaikan Pada Kuliah Pengantar Ilmu Politik Pertemuan Ke-15 (IK-1,3,4,5) Definisi Partai Politik Secara umum dapat dikatakan partai politik adalah suatu kelompok
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kyai dan Jawara ditengah tengah masyarakat Banten sejak dahulu menempati peran kepemimpinan yang sangat strategis. Sebagai seorang pemimpin, Kyai dan Jawara kerap dijadikan
Lebih terperinciPemberdayaan KEKUASAAN (POWER)
1 Pemberdayaan KEKUASAAN (POWER) Pemberdayaan (empowerment) adalah sebuah konsep yang berhubungan dengan kekuasaan (power) Dalam tulisan Robert Chambers 1, kekuasaan (power) diartikan sebagai kontrol terhadap
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. akuntabilitas bagi mereka yang menjalankan kekuasaan. Hal ini juga
1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Menurut berbagai kajiannya tentang politik, para sarjana politik sepakat bahwa demokrasi merupakan sistem pemerintahan yang paling baik. Sistem ini telah memberikan
Lebih terperinciBAB VIII TIGA BUTIR SIMPULAN. Pada bagian penutup, saya sampaikan tiga simpulan terkait kebijakan
BAB VIII TIGA BUTIR SIMPULAN Pada bagian penutup, saya sampaikan tiga simpulan terkait kebijakan investasi di Indonesia jika ditinjau dari perspektif demokrasi ekonomi, yaitu: Pertama, UU 25/2007 telah
Lebih terperinci6 KESIMPULAN DAN SARAN
6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil studi yang dilakukan pada dua komunitas yaitu komunitas Suku Bajo Mola, dan Suku Bajo Mantigola, menunjukkan telah terjadi perubahan sosial, sebagai
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negarawan merupakan karakter yang sangat penting bagi kepemimpinan nasional Indonesia. Kepemimpinan negarawan diharapkan dapat dikembangkan pada pemimpin pemuda Indonesia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan bahwa salah satu tujuan bernegara Indonesia adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN Identitas Nasional dalam Imajinasi Kurikulum kurikulum Konstruksi tersebut melakukan the making process dalam
BAB V KESIMPULAN 5.1. Identitas Nasional dalam Imajinasi Kurikulum 2013 Konstruksi Identitas Nasional Indonesia tidaklah berlangsung secara alamiah. Ia berlangsung dengan konstruksi besar, dalam hal ini
Lebih terperinciBab VI: Kesimpulan. 1 Pemilih idealis mengaktualisasikan suaranya berdasarkan ideologi untuk memperjuangkan nilai-nilai
Bab VI Kesimpulan Studi ini telah mengeksplorasi relasi dari kehadiran politik klan dan demokrasi di Indonesia dekade kedua reformasi. Lebih luas lagi, studi ini telah berupaya untuk berkontribusi terhadap
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. 1. Indonesia merupakan sebuah negara multikultural dan plural, yang terdiri dari
113 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan 1. Indonesia merupakan sebuah negara multikultural dan plural, yang terdiri dari bermacam-macam suku, agama, ras dan antar golongan. Berdasar atas pluralitas keislaman di
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. demokrasi pada negara yang menganut paham demokrasi seperti Indonesia.
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemilihan umum (pemilu) menjadi bagian terpenting dalam penyelenggaraan demokrasi pada negara yang menganut paham demokrasi seperti Indonesia. Pemilu sering diartikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pilgub Jabar telah dilaksanakan pada tanggal 24 Pebruari 2013, yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pilgub Jabar telah dilaksanakan pada tanggal 24 Pebruari 2013, yang dilaksanakan secara langsung, yang merupakan salah satu bentuk Demokrasi. Bagi sebuah bangsa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pemerintah memberikan perhatian yang sungguh-sungguh dalam memberantas
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Akhir-akhir ini banyak orang membicarakan masalah krisis kepemimpinan. Konon sangat sulit mencari kader-kader pemimpin pada berbagai tingkatan. Reformasi dilakukan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagai negara yang merdeka dan berdaulat, Indonesia berhak menentukan nasib bangsanya sendiri, hal ini diwujudkan dalam bentuk pembangunan. Pembangunan merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Bali dikenal sebagai daerah dengan ragam budaya masyarakatnya yang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bali dikenal sebagai daerah dengan ragam budaya masyarakatnya yang unik. Bali dipandang sebagai daerah yang multikultur dan multibudaya. Kota dari provinsi Bali adalah
Lebih terperinciBAB 6 KESIMPULAN, REFLEKSI, DAN REKOMENDASI. Bab ini akan mendiskusikan kesimpulan atas temuan, refleksi, dan juga
BAB 6 KESIMPULAN, REFLEKSI, DAN REKOMENDASI Bab ini akan mendiskusikan kesimpulan atas temuan, refleksi, dan juga rekomendasi bagi PKS. Di bagian temuan, akan dibahas tentang penelitian terhadap iklan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Public Relations (PR) berperan dalam menentukan seorang sosok brand ambassador
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Hal yang Peneliti coba dalami dalam skripsi ini adalah seberapa jauh seorang Public Relations (PR) berperan dalam menentukan seorang sosok brand ambassador
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. jumlah suara yang sebanyak-banyaknya, memikat hati kalangan pemilih maupun
BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah Pemilu merupakan salah satu arena ekspresi demokrasi yang dapat berfungsi sebagai medium untuk meraih kekuasaan politik. Karenanya, berbagai partai politik
Lebih terperinciBAB VII PENUTUP. pendeskripsian, uji Chi-square dan uji koefisien kontingensi maka peneliti dapat
BAB VII PENUTUP Berdasarkan penjelasan pada bab terdahulu, baik dalam kerangka teoritis, pendeskripsian, uji Chi-square dan uji koefisien kontingensi maka peneliti dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut
Lebih terperinciBAB VII KESIMPULAN. Kesimpulan
BAB VII KESIMPULAN Kesimpulan Setiap bangsa tentu memiliki apa yang disebut sebagai cita-cita bersama sebagai sebuah bangsa. Indonesia, negara dengan beragam suku, bahasa, agama dan etnis, juga pastinya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. teknologi baru untuk memuaskan kebutuhan. Untuk dapat beradaptasi dengan perubahan yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perubahan global yang begitu cepat terjadi di masa sekarang disebabkan oleh bertambah tingginya tingkat pendidikan masyarakat, tingkat pendapatan, arus informasi serta
Lebih terperinci1 BAB I PENDAHULUAN. Arsitektur rumah tradisional yang tersebar hingga ke pelosok Nusantara
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Arsitektur rumah tradisional yang tersebar hingga ke pelosok Nusantara memiliki berbagai keistimewaan masing-masing. Proses pembuatan atau pembangunan rumah tersebut,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. proses penyelenggaraan pemerintahan. Menurut Abdulkarim (2007:15), pemerintah yang berpegang pada demokrasi merupakan pemerintah yang
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demokrasi dikenal dengan pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Sistem demokrasi rakyat memberikan kesempatan yang sama dalam proses penyelenggaraan
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan sebuah negara yang memiliki beragam suku bangsa yang menyebar dan menetap pada berbagai pulau besar maupun pulau-pulau kecil yang membentang dari Sabang sampai
Lebih terperinciPERLINDUNGAN HAK-HAK MINORITAS DAN DEMOKRASI
PERLINDUNGAN HAK-HAK MINORITAS DAN DEMOKRASI Antonio Prajasto Roichatul Aswidah Indonesia telah mengalami proses demokrasi lebih dari satu dekade terhitung sejak mundurnya Soeharto pada 1998. Kebebasan
Lebih terperinciBAB VI PENUTUP. Bab ini merupakan penutup dari berbagai data dan pembahasan yang. telah dilakukan pada bagian sebelumnya yang pernyataannya berupa
282 BAB VI PENUTUP Bab ini merupakan penutup dari berbagai data dan pembahasan yang telah dilakukan pada bagian sebelumnya yang pernyataannya berupa kesimpulan dan saran yang diperlukan. A. Kesimpulan
Lebih terperinciKAMPANYE TAK BERKUALITAS, POLITIK UANG MENGANCAM
I. Latar Belakang KAMPANYE TAK BERKUALITAS, POLITIK UANG MENGANCAM Pimilihan kepala daerah (Pilkada) merupakan salah satu bagian penting guna mewujudkan demokrasi yang substantif. Demokrasi yang mengarah
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Reformasi politik yang sudah berlangsung sejak berakhirnya pemerintahan Orde Baru di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto pada bulan Mei 1998, telah melahirkan perubahan besar
Lebih terperinciPara filsuf Eropa menyebut istilah akhir sejarah bagi modernisasi yang kemudian diikuti dengan perubahan besar.
Tiga Gelombang Demokrasi Demokrasi modern ditandai dengan adanya perubahan pada bidang politik (perubahan dalam hubungan kekuasaan) dan bidang ekonomi (perubahan hubungan dalam perdagangan). Ciriciri utama
Lebih terperinciSOSIOLOGI PENDIDIKAN
SOSIOLOGI PENDIDIKAN PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF STRUKTURAL KONFLIK TOKOH PEMIKIR ANTARA LAIN: 1. KARL MARX (1818-1883) 5. JURGEN HABERMAS 2. HEGEL 6. ANTONIO GRAMSCI 3. MAX HORKHEIMER (1895-1973) 7. HERBERT
Lebih terperinciBAB 5 KESIMPULAN. kebutuhan untuk menghasilkan rekomendasi yang lebih spesifik bagi para aktor
BAB 5 KESIMPULAN Sebagaimana dirumuskan pada Bab 1, tesis ini bertugas untuk memberikan jawaban atas dua pertanyaan pokok. Pertanyaan pertama mengenai kemungkinan adanya variasi karakter kapasitas politik
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. demokrasi, Sekaligus merupakan ciri khas adanya modernisasi politik. Dalam
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Partisipasi politik merupakan aspek penting dalam sebuah tatanan negara demokrasi, Sekaligus merupakan ciri khas adanya modernisasi politik. Dalam hubungannya
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara majemuk yang memiliki beragam suku bangsa,
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara majemuk yang memiliki beragam suku bangsa, bahasa serta agama yang bervariasi. Hal ini disebabkan karena Indonesia merupakan negara yang
Lebih terperinciV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Responden penelitian ini adalah masyarakat adat Lampung Abung Siwo Mego
V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Identitas Responden Responden penelitian ini adalah masyarakat adat Lampung Abung Siwo Mego Buay Subing di Desa Labuhan Ratu Kecamatan Labuhan Ratu Kabupaten Lampung Timur yang
Lebih terperinciindustrialisasi di Indonesia telah memunculkan side effect yang tidak dapat terhindarkan dalam masyarakat
PENDIDIKAN MULTIKULTURAL a. Kondisi masyarakat Indonesia yang sangat plural baik dari aspek suku, ras, agama serta status sosial memberikan kontribusi yang luar biasa terhadap perkembangan dan dinamika
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Pendidikan didefinisikan sebagai alat untuk memanusiakan manusia dan juga
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pendidikan didefinisikan sebagai alat untuk memanusiakan manusia dan juga sebagai alat mobilitas vertikal ke atas dalam golongan sosial. Konsep mengenai pendidikan
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN SARAN
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Sajian pemberitaan media oleh para wartawan narasumber penelitian ini merepresentasikan pemahaman mereka terhadap reputasi lingkungan sosial dan budaya Kota Yogyakarta.
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. oleh Unang Sunardjo yang dikutip oleh Sadu Wasistiono (2006:10) adalah
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Desa atau yang disebut dangan nama lainnya sebagaimana yang dikemukakan oleh Unang Sunardjo yang dikutip oleh Sadu Wasistiono (2006:10) adalah suatu kesatuan masyarakat
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. ketatanegaraan adalah terjadinya pergeseran paradigma dan sistem. dalam wujud Otonomi Daerah yang luas dan bertanggung jawab untuk
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dampak reformasi yang terjadi di Indonesia ditinjau dari segi politik dan ketatanegaraan adalah terjadinya pergeseran paradigma dan sistem pemerintahan yang bercorak
Lebih terperinciBAB 5 KESIMPULAN. Faktor-faktor kemenangan..., Nilam Nirmala Anggraini, FISIP UI, Universitas 2010 Indonesia
101 BAB 5 KESIMPULAN Bab ini merupakan kesimpulan dari bab-bab sebelumnya. Fokus utama dari bab ini adalah menjawab pertanyaan penelitian. Bab ini berisi jawaban yang dapat ditarik dari pembahasan dan
Lebih terperinciBAB VI KESIMPULAN. kemasyarakatan yang bercorak Islam Modernis. Meskipun bukan merupakan
BAB VI KESIMPULAN 6.1. Kesimpulan Muhammadiyah adalah Gerakan Islam dan merupakan organisasi sosial kemasyarakatan yang bercorak Islam Modernis. Meskipun bukan merupakan organisasi politik namun sepanjang
Lebih terperinciBAB 5 PENUTUP. mendeliberasikan ide-ide mengenai perlindungan terhadap hak publik adalah ruang
97 BAB 5 PENUTUP A. KESIMPULAN PENELITIAN Studi ini memiliki hipotesa awal bahwa arena yang cukup esensial dalam mendeliberasikan ide-ide mengenai perlindungan terhadap hak publik adalah ruang publik,
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. dapat terlepas dari modal yang dimilikinya, semakin besar modal yang dimiliki oleh
180 BAB V PENUTUP Penelitian Pertarungan Tanda dalam Desain Kemasan Usaha Kecil dan Menengah ini menghasilkan kesimpulan sebagai berikut : 5.1. Kesimpulan 5.1.1. Praktik dan Modal Usaha Kecil Menengah
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. kebangkitan gerakan perempuan yang mewujud dalam bentuk jaringan. Meski
BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan Kehadiran gerakan perempuan yang ada di Yogyakarta telah dimulai sejak rejim orde baru berkuasa. Dalam tesis ini didapatkan temuan bahwa perjalanan gerakan perempuan bukanlah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bahwa untuk mengikuti kegiatan ini tidak memerlukan kecerdasan, bahkan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Banyak pandangan orang bahwa olahraga di sekolah adalah pelajaran yang paling disukai siswa karena dianggap tidak menggunakan otak, tetapi hanya memerlukan
Lebih terperinciBAB II TEORI TINDAKAN SOSIAL-MAX WEBER. Setiap manusia mempunyai naluri untuk berinteraksi dengan
BAB II TEORI TINDAKAN SOSIAL-MAX WEBER Manusia merupakan anggota masyarakat yang akan senantiasa berusaha agar selalu bisa bergaul dengan sesama. Sehingga setiap individu akan bertindak dan berusaha untuk
Lebih terperinciDEMOKRASI & POLITIK DESENTRALISASI
Daftar Isi i ii Demokrasi & Politik Desentralisasi Daftar Isi iii DEMOKRASI & POLITIK DESENTRALISASI Oleh : Dede Mariana Caroline Paskarina Edisi Pertama Cetakan Pertama, 2008 Hak Cipta 2008 pada penulis,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan mempromosikan ide politik dalam tulisan-tulisan etika dan politik. Dia yakin
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Aristoteles merupakan salah seorang filsuf klasik yang mengembangkan dan mempromosikan ide politik dalam tulisan-tulisan etika dan politik. Dia yakin bahwa politik
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. pulau-pulau dan lebih kebudayaan, upaya menguraikan kondisi hubungan
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di Negara Indonesia ini terdapat berbagai macam suku bangsa, adat istiadat, pulau-pulau dan lebih kebudayaan, upaya menguraikan kondisi hubungan perempuan dan
Lebih terperinciKARTELISASI POLITIK PILKADA LANGSUNG
KARTELISASI POLITIK PILKADA LANGSUNG Oleh Airlangga Pribadi Staf Pengajar Ilmu Politik Universitas Airlangga Associate Researcher Soegeng Sarjadi Syndicated Pemilihan kepala daerah langsung yang akan segera
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bermacam macam ras, suku, dan etnis yang berbeda-beda. Masing-masing daerah
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara kepulauan yang sangat besar, yang dihuni oleh bermacam macam ras, suku, dan etnis yang berbeda-beda. Masing-masing daerah tersebut
Lebih terperinciBAB IV MEMAKNAI HASIL PENELITIAN BUDAYA POLITIK SANTRI
69 BAB IV MEMAKNAI HASIL PENELITIAN BUDAYA POLITIK SANTRI A. Santri dan Budaya Politik Berdasarkan paparan hasil penelitian dari beberapa informan mulai dari para pengasuh pondok putra dan putri serta
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. A. Kesimpulan
BAB V PENUTUP Bab ini terdiri atas kesimpulan dan saran penelitian. Kesimpulan diharapkan dapat memberi gambaran menyeluruh mengenai temuan dan analisis atas masalah utama penelitian, yakni strategi komunikasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahkluk sosial yang berbudaya mempunyai peran
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia merupakan mahkluk sosial yang berbudaya mempunyai peran sebagai aktor, sebagimana manusia itu dapat memberikan sumbangan dan memfasilitasi kehidupan yang mencakup
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sany Rohendi Apriadi, 2013
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pascaruntuhnya runtuhnya kekuasaan orde baru terjaminnya kebebasan pers telah menjadi ruang tersendiri bagi rakyat untuk menggelorakan aspirasi dan kegelisahan
Lebih terperinciMENGENAL KPMM SUMATERA BARAT
MENGENAL KPMM SUMATERA BARAT Oleh Lusi Herlina Sumber: BUKU KRITIK & OTOKRITIK LSM: Membongkar Kejujuran dan Keterbukaan Lembaga Swadaya Masyarakat Indonesia(Hamid Abidin & Mimin Rukmini) Halaman: 194-201
Lebih terperinciSeperti yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, maka kesimpulan yang. 1. Untuk mempertahankan pengaruh dan kekuasaan maka elit harus jeli
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Seperti yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, maka kesimpulan yang dibangun dari hasil penelitian ini antara lain: 1. Untuk mempertahankan pengaruh dan kekuasaan maka elit
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN. pedesaan yang sesungguhnya berwajah perempuan dari kelas buruh. Bagian
BAB V KESIMPULAN Bagian kesimpulan ini menyampaikan empat hal. Pertama, mekanisme ekstraksi surplus yang terjadi dalam relasi sosial produksi pertanian padi dan posisi perempuan buruh tani di dalamnya.
Lebih terperinciKOMUNIKASI PEMASARAN POLITIK
KOMUNIKASI PEMASARAN POLITIK Modul ke: 01 Demokrasi dan Komunikasi Pemasaran Politik Fakultas PASCASARJANA Program Studi Magister Ilmu Komunikasi Dr. Heri Budianto.M.Si Pengertian Demokrasi Demokrasi secara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Pandangan sosiolinguistik menyebutkan bahwa bahasa lahir di dalam masyarakat. Melalui media bahasa, sebuah kebiasaan lisan terbentuk secara turun temurun di dalam masyarakat,
Lebih terperinciVISI DAN STRATEGI PENDIDIKAN KEBANGSAAN DI ERA GLOBAL
RETHINKING & RESHAPING VISI DAN STRATEGI PENDIDIKAN KEBANGSAAN DI ERA GLOBAL OLEH : DR. MUHADJIR EFFENDY, M.AP. Disampaikan dalam Acara Tanwir Muhammadiyah 2009 di Bandar Lampung, 5 8 Maret 2009 1 Lingkup
Lebih terperinciREPRODUKSI ELIT PADA ERA OTONOMI DAERAH DI KABUPATEN BONE DAN GOWA
REPRODUKSI ELIT PADA ERA OTONOMI DAERAH DI KABUPATEN BONE DAN GOWA Oleh: Imam Mujahidin Fahmid, Arya Hadi Dharmawan, Lala. M. Kolopaking, Darmawan Salman* ABSTRACT This study aims to describe the response
Lebih terperinciMANUSIA dan AGAMA DALAM PERSPEKTIF SOSIOLOGI. Pertemuan III FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2014
MANUSIA dan AGAMA DALAM PERSPEKTIF SOSIOLOGI Pertemuan III FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2014 Agama adalah salah satu bentuk kontruksi sosial. Tuhan, ritual, nilai, hierarki keyakinankeyakinan,
Lebih terperinciBAHAN TAYANG MODUL 9
Modul ke: Fakultas TEKNIK MAKNA DAN AKTUALISASI SILA KETUHANAN YANG MAHA ESA DALAM KEHIDUPAN BERNEGARA ( DALAM BIDANG POLITIK, EKONOMI, SOSIAL BUDAYA, HANKAM SERTA HUKUM DAN HAM ) SEMESTER GASAL TAHUN
Lebih terperinciFilipina: Perubahan Tanpa Ideologi Mendasar
Filipina: Perubahan Tanpa Ideologi Mendasar Arief Budiman * DALAM ilmu sosial, ada dua pandangan besar yang menjelaskan suatu perubahan masyarakat. Pertama, pandangan yang menyatakan perubahan disebabkan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. aspirasi dan memilih pemimpin dengan diadakannya pemilihan umum.
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia merupakan suatu negara yang menganut paham demokrasi, dan sebagai salah satu syaratnya adalah adanya sarana untuk menyalurkan aspirasi dan memilih pemimpin
Lebih terperinciBAB II PERSPEKTIF PENDIDIKAN POLITIK
BAB II PERSPEKTIF PENDIDIKAN POLITIK Untuk lebih mendalami hakekat pendidikan politik, berikut ini disajikan lagi beberapa pendapat ahli mengenai pendidikan politik. Alfian (1986) menyatakan pendidikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berbagai cara yang sekiranya bisa menarik masyarakat untuk memilih. calonnya, calon pasangan kepala daerah untuk Wilayah Kabupaten
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pelaksanaan pemilihan Kepala Daerah di Banyumas suasana politik semakin hangat. Banyak yang mempromosikan calonnya dengan berbagai cara yang sekiranya bisa menarik masyarakat
Lebih terperinciAGAMA dan PERUBAHAN SOSIAL. Oleh : Erna Karim
AGAMA dan PERUBAHAN SOSIAL Oleh : Erna Karim DEFINISI AGAMA MENGUNDANG PERDEBATAN POLEMIK (Ilmu Filsafat Agama, Teologi, Sosiologi, Antropologi, dan Ilmu Perbandingan Agama) TIDAK ADA DEFINISI AGAMA YANG
Lebih terperincimaupun perbuatan- perbuatan-nya Nya.
ILMU TAUHID / ILMU KALAM Ilmu Tauhid sering disebut juga dengan istilah Ilmu Kalam, Ilmu 'Aqaid, Ilmu Ushuluddin, dan Teologi Islam. Menurut bahasa (etimologis) kata "tauhid" merupakan bentuk masdar yang
Lebih terperinciBAB VI KESIMPULAN. Rumah kost tidak sebatas rumah tinggal yang hanya melindungi
BAB VI KESIMPULAN Rumah kost tidak sebatas rumah tinggal yang hanya melindungi penghuninya dari sinar matahari, berlindung dari hujan hingga berlindung dari cuaca buruk yang ada disekitar lingkungannya.
Lebih terperinciMEMPERKUAT PENGORGANISASIAN MASYARAKAT SIPIL UNTUK MEMPERCEPAT DEMONOPOLISASI DI POLITIK DAN EKONOMI
Publikasi Hasil Riset Indeks Demokrasi Asia: Kasus Indonesia Tahun 2015 MEMPERKUAT PENGORGANISASIAN MASYARAKAT SIPIL UNTUK MEMPERCEPAT DEMONOPOLISASI DI POLITIK DAN EKONOMI Pusat Kajian Politik (PUSKAPOL)
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Dalam bagian ini, dikemukakan kesimpulan dan rekomendasipenelitian yang dirumuskan dari deskripsi, temuan penelitian dan pembahasanhasil-hasil penelitian dalam Bab IV.
Lebih terperinciBAB 1 PENGANTAR Latar Belakang. demokrasi sangat tergantung pada hidup dan berkembangnya partai politik. Partai politik
BAB 1 PENGANTAR 1.1. Latar Belakang Partai politik merupakan sebuah institusi yang mutlak diperlukan dalam dunia demokrasi, apabila sudah memilih sistem demokrasi dalam mengatur kehidupan berbangsa dan
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORITIS. tersebut ketika bekerja sendiri atau dengan karyawan lain (Jones, 2010).
BAB II LANDASAN TEORITIS A. Happiness at Work 1. Definisi Happiness at Work Happiness at work dapat diidentifikasikan sebagai suatu pola pikir yang memungkinkan karyawan untuk memaksimalkan performa dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Ruang Publik Yaroana Masigi berada di tengah-tengah permukiman
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ruang Publik Yaroana Masigi berada di tengah-tengah permukiman tradisional Kelurahan Melai, merupakan permukiman yang eksistensinya telah ada sejak zaman Kesultanan
Lebih terperinci4. Metoda penerapan Konvensi No.111
Diskriminasi dan kesetaraan: 4. Metoda penerapan Konvensi No.111 Kesetaraan dan non-diskriminasi di tempat kerja di Asia Timur dan Tenggara: Panduan 1 Tujuan belajar Mengidentifikasi kebijakan dan tindakan
Lebih terperinciBAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Perkembangan era globalisasi saat ini telah membawa kemajuan ilmu
BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Perkembangan era globalisasi saat ini telah membawa kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang pesat pula masuk ke negara Indonesia. Globalisasi sistem pengetahuan,
Lebih terperinciBAB II KAJIAN KONSEP CIVIL SOCIETY
BAB II KAJIAN KONSEP CIVIL SOCIETY A. Pengertian tentang konsep civil society Konsep civil society memiliki pengertian yang beragam sesuai dengan sudut pandang masing-masing tokoh yang memberikan penekanan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pemilihan umum sebagai sarana demokrasi telah digunakan di sebagian besar
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan umum sebagai sarana demokrasi telah digunakan di sebagian besar negara di dunia termasuk Indonesia. Negara Kesatuan Republik Indonesia sejak reformasi telah
Lebih terperinciPEMBENTUKAN ELITE POLITIK DI DALAM ETNIS BUGIS DAN MAKASSAR MENUJU HIBRIDITAS BUDAYA POLITIK MUJAHIDIN FAHMID
PEMBENTUKAN ELITE POLITIK DI DALAM ETNIS BUGIS DAN MAKASSAR MENUJU HIBRIDITAS BUDAYA POLITIK MUJAHIDIN FAHMID SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011 i PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. telah dikaji oleh banyak sejarawan. Hubungan historis ini dilatarbelakangi dengan
201 BAB V PENUTUP A. Simpulan Dalam penelitian ini dapat disimpulkan bahwa hubungan historis antara Turki Utsmani dan Hindia Belanda sejatinya telah terjalin lama sebagaimana yang telah dikaji oleh banyak
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. A. Politik Identitas. Sebagai suatu konsep yang sangat mendasar, apa yang dinamakan identitas
14 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Politik Identitas Sebagai suatu konsep yang sangat mendasar, apa yang dinamakan identitas tentunya menjadi sesuatu yang sering kita dengar. Terlebih lagi, ini merupakan konsep
Lebih terperinci