KAJIAN PERBANDINGAN PENGGUNAAN AKUABAT, MINYAK BERAT (MFO), DAN BATUBARA PADA PEMBANGKIT LISTRIK DI INDONESIA. Gandhi Kurnia Hudaya

dokumen-dokumen yang mirip
AQUABAT SEBAGAI BAHAN BAKAR BOILER. Datin Fatia Umar

KONVERSI ENERGI DI PT KERTAS LECES

BAB I PENDAHULUAN. (per-januari 2011). Menyebabkan cadangan minyak akan habis dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. Analisa kelayakan..., Muhamad Gadhavai Fatony, FE UI, 2010.

KOMPONEN PENENTU HARGA JUAL TENAGA LISTRIK DARI PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA UAP BATUBARA SKALA KECIL (PLTU B-SK) Hasan Maksum dan Abdul Rivai

Bab II Teknologi CUT

BAB 4 IMPLEMENTASI SISTEM KOGENERASI

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

KEEKONOMIAN GAS BAKAR HASIL PROSES UCG UNTUK ENERGI PEMBANGKIT LISTRIK. Gandhi Kurnia Hudaya dan Miftahul Huda

BAB I PENDAHULUAN. Dengan semakin meningkatnya penggunaan energi sejalan dengan

Tenaga Uap (PLTU). Salah satu jenis pembangkit PLTU yang menjadi. pemerintah untuk mengatasi defisit energi listrik khususnya di Sumatera Utara.

Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

PENGARUH VARIASI JUMLAH LUBANG BURNER TERHADAP KALORI PEMBAKARAN YANG DIHASILKAN PADA KOMPOR METHANOL DENGAN VARIASI JUMLAH LUBANG 12, 16 DAN 20

Bab I Pendahuluan. Gambar 1.1 Perbandingan biaya produksi pembangkit listrik untuk beberapa bahan bakar yang berbeda

1 Universitas Indonesia

VIII. EFISIENSI DAN STRATEGI ENERGI DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA

ANALISIS PEMBANGUNAN PLTU MADURA KAPASITAS 2 X 200 MW SEBAGAI PROGRAM MW PT. PLN BAGI PEMENUHAN KEBUTUHAN LISTRIK DI PULAU MADURA

PROSES UBC. Gambar 1. Bagan Air Proses UBC

Special Submission: PENGHEMATAN ENERGI MELALUI PEMANFAATAN GAS BUANG DENGAN TEKNOLOGI WASTE HEAT RECOVERY POWER GENERATION (WHRPG)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

V. PENGEMBANGAN ENERGI INDONESIA DAN PELUANG

Oleh : Pressa Perdana S.S Dosen Pembimbing Ir. Syarifuddin Mahmudsyah, M.Eng - Ir. Teguh Yuwonoi -

PELUANG PANAS BUMI SEBAGAI SUMBER ENERGI ALTERNATIF DALAM PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK NASIONAL

BAB I PENDAHULUAN. yang tersebar di banyak tempat dan beberapa lokasi sesuai dengan kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Ketika ketergantungan manusia terhadap bahan bakar tak terbarukan

1. PENDAHULUAN. Indocement. Bosowa Maros Semen Tonasa. Semen Kupang

PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : TENTANG PENINGKATAN NILAI TAMBAH BATUBARA MELALUI KEGIATAN PENGOLAHAN BATUBARA

BAB 1 PENDAHULUAN. Wilayah

BAB I PENDAHULUAN I. 1 Latar Belakang

Bab IV Analisis Kelayakan Investasi

BAB I PENDAHULUAN. energi untuk melakukan berbagai macam kegiatan seperti kegiatan

Uji Eksperimental Pertamina DEX dan Pertamina DEX + Zat Aditif pada Engine Diesel Putaran Konstan KAMA KM178FS

PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR SEKTOR ESDM

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan berjalannya waktu, permintaan akan tenaga listrik di Indonesia terus

BAB I PENDAHULUAN. batubara sebagai kekayaan alam yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi. Pada saat

BAB II TEKNOLOGI PENINGKATAN KUALITAS BATUBARA

BAB 1 PENDAHULUAN. sumber daya alam tersebut adalah batubara. Selama beberapa dasawarsa terakhir. kini persediaan minyak bumi sudah mulai menipis.

Tabel 3.1. Indikator Sasaran dan Target Kinerja

POTENSI PENINGKATAN NILAI TAMBAH DALAM PEMANFAATAN BATUBARA DI INDONESIA. Gandhi Kurnia Hudaya

Penentuan Properties Bahan Bakar Batubara Cair untuk Bahan Bakar Marine Diesel Engine

Analisis Potensi Pembangkit Listrik Tenaga GAS Batubara di Kabupaten Sintang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

50001, BAB I PENDAHULUAN

Proses Pembakaran Dalam Pembakar Siklon Dan Prospek Pengembangannya

PENELAAHAN PRIORITAS BESARAN CADANGAN BAHAN BAKAR NASIONAL. Agus Nurhudoyo

BAB 1 PENDAHULUAN. Besarnya konsumsi listrik di Indonesia semakin lama semakin meningkat.

DEWAN ENERGI NASIONAL OUTLOOK ENERGI INDONESIA 2014

BAB I. PENDAHULUAN. Saat ini, bahan bakar fosil seperti minyak, batubara dan gas alam merupakan

ANALISA PEMAKAIAN BAHAN BAKAR DENGAN MELAKUKAN PENGUJIAN NILAI KALOR TERHADAP PERFOMANSI KETEL UAP TIPE PIPA AIR DENGAN KAPASITAS UAP 60 TON/JAM

PEMANFAATAN LOW RANK COAL UNTUK SEKTOR KETENAGA LISTRIKAN

Kekayaan Energi Indonesia dan Pengembangannya Rabu, 28 November 2012

BAB I PENDAHULUAN. telah mengganti sumber tenaga pada pembangkit uap/boiler dari Industrial Diesel

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Besaran dan peningkatan rata-rata konsumsi bahan bakar dunia (IEA, 2014)

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. ini tentu akan meningkatkan resiko dari industri pertambangan.

listrik di beberapa lokasi/wilayah.

Konservasi Energi: Melalui Aplikasi Teknologi Kogenerasi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. PLTU adalah jenis pembangkit listrik tenaga termal yang banyak digunakan

Catatan Atas Harga BBM: Simulasi Kenaikan Harga, Sensitivitas APBN dan Tanggapan terhadap 3 Opsi Pemerintah

KODE KEAHLIAN SDM BPPT BIDANG ENERGI

BAB I PENDAHULUAN. Pra Rancangan Pabrik Pembuatan Bio Oil Dengan Bahan Baku Tandan Kosong Kelapa Sawit Melalui Proses Pirolisis Cepat

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari. Permasalahannya adalah, dengan tingkat konsumsi. masyarakat yang tinggi, bahan bakar tersebut lambat laun akan

NERACA BAHAN BAKAR BATUBARA SAMPAI DENGAN TAHUN 2040

Insentif fiskal dan Instrument Pembiayaan untuk Pengembangan Energi Terbarukan dan Pengembangan Listrik Perdesaan

BAB 3 PEMODELAN, ASUMSI DAN KASUS

Analisis Kebutuhan dan Penyediaan Energi Di Sektor Industri - OEI 2012

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Batu bara

EFISIENSI OPERASIONAL PEMBANGKIT LISTRIK DEMI PENINGKATAN RASIO ELEKTRIFIKASI DAERAH

ANALISIS KONSUMSI BAHAN BAKAR PADA PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA UAP STUDI KASUS PT. PLN PEMBANGKITAN TANJUNG JATI

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. faktor utama penyebab meningkatnya kebutuhan energi dunia. Berbagai jenis

BAB I PENDAHULUAN. adanya energi, manusia dapat menjalankan aktivitasnya dengan lancar. Saat

SUMARY EXECUTIVE OPTIMASI TEKNOLOGI AKTIVASI PEMBUATAN KARBON AKTIF DARI BATUBARA

2016, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Presiden tentang Tata Cara

BAB VI PENUTUP. (7,97-16,8) GWh sedangkan energi bahan bakar rata-rata dalam tiap bulannya adalah 14,6 GWh

STRATEGI KEN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN ENERGI NASIONAL

Provinsi : Organisasi Manajemen Energi Jika ada, lampirkan struktur organisasinya dan/atau Surat Keputusan pembentukannya

SUMBER DAYA PANAS BUMI: ENERGI ANDALAN YANG MASIH TERTINGGALKAN

BAB I PENDAHULUAN. Di era globalisasi saat ini, persaingan bisnis semakin ketat menuntut setiap

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB III PROSES PEMBAKARAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENETAPAN DAN PENANGGULANGAN KRISIS ENERGI DAN/ATAU DARURAT ENERGI

A Modal investasi Jumlah (Rp) 1 Tanah Bangunan Peralatan Produksi Biaya Praoperasi*

BAB I PENDAHULUAN. produksi energi nasional, dimana menurut data Departemen Energi dan Sumber Daya

Ringkasan Eksekutif INDONESIA ENERGY OUTLOOK 2009

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. Dari studi kasus penelitian manajemen terintegrasi, sumber energi di

Studi Pembangunan PLTU 2x60 MW di Kabupaten Pulang Pisau berkaitan dengan Krisis Energi di Kalimantan Tengah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Energi merupakan kebutuhan mutlak yang diperlukan dalam kehidupan manusia, serta ketersediaannya memberikan

III. KERANGKA PEMIKIRAN

BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS. energi (PLTBm) dengan pengolahan proses pemisahan. Selanjutnya subsistem

III. METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Pemanfaatan cadangan..., Mudi Kasmudi, FT UI, 2010.

I. BAB I PENDAHULUAN

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

Desain Proses Pengelolaan Limbah Vinasse dengan Metode Pemekatan dan Pembakaran pada Pabrik Gula- Alkohol Terintegrasi

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sumberdaya batubara yang cukup melimpah, yaitu 105.2

Reka Integra ISSN: Jurusan Teknik Industri Itenas No. 02 Vol. 02 Jurnal Online Institut Teknologi Nasional April 2014

Transkripsi:

KAJIAN PERBANDINGAN PENGGUNAAN AKUABAT, MINYAK BERAT (MFO), DAN BATUBARA PADA PEMBANGKIT LISTRIK DI INDONESIA Gandhi Kurnia Hudaya Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara Gandhi.kurnia@tekmira.esdm.go.id S A R I Kebijakan energi nasional mengamanatkan bahwa di masa mendatang batubara akan menduduki porsi 33% dari bauran energi nasional atau menjadi sumber energi utama. Penggunaan batubara sebagai sumber energi salah satunya adalah untuk memasok energi bagi industri atau pembangkit listrik yang menggunakan boiler. Teknologi yang dapat digunakan adalah teknologi Akuabat. Akuabat merupakan campuran batubara dan air dalam perbandingan tertentu dan untuk mencegah terjadinya endapan batubara maka umumnya ditambah dengan bahan aditif. Dengan bentuknya sebagai bahan bakar cair maka Akuabat dapat digunakan sebagai pengganti minyak berat yang lebih murah serta lebih mudah ditangani. Khususnya untuk industri yang memakai boiler dibutuhkan modifikasi yang tidak terlalu sulit dengan biaya terjangkau. Salah satu industri yang berpotensi untuk menggunakan Akuabat adalah pembangkit listrik. Kajian yang dilakukan adalah membandingkan biaya bahan bakar pembangkit listrik antara yang menggunakan minyak berat (MFO), Akuabat dan batubara. Kajian dilakukan menggunakan analisis dan perhitungan dari studi pustaka dan data sekunder. Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh bahwa biaya bahan bakar pembangkit listrik berkapasitas 600 MW per tahun yang menggunakan bahan bakar MFO, Akuabat dan batubara secara berturut-turut adalah US$ 557,4 juta, US$ 495 juta dan US$ 111 juta. Penggunaan Akuabat sebagai bahan bakar terbukti lebih hemat dari sisi biaya bahan bakar dibandingkan menggunakan MFO. Meskipun demikian jika dibandingkan dengan batubara maka selisihnya sangat besar. Oleh karena itu diperlukan strategi khusus dalam pemanfaatan Akuabat sebagai bahan bakar pembangkit listrik. Selain itu, kajian yang lebih detail serta lebih luas cakupannya juga penting dilakukan untuk menghitung potensi penghematan penggunaan Akuabat. Kata kunci : akuabat, MFO, pembangkit listrik 1. PENDAHULUAN Kebijakan energi nasional yang dijabarkan dalam bentuk Blue Print Pengelolaan Energi Nasional mengamanatkan bahwa di masa mendatang tepatnya tahun 2050, batubara ditargetkan memiliki porsi 33% dari bauran energi nasional. Salah satu teknologi pemanfaatan batubara yang dapat digunakan adalah teknologi Akuabat. Penggunaan Akuabat adalah sebagai sumber energi pada industri khususnya industri yang menggunakan boiler serta pada pembangkit listrik. Akuabat dapat berfungsi sebagai substitusi bahan bakar minyak 96 M&E, Vol. 13, No. 2, Juni 2015

khususnya minyak berat, antara lain di pembangkit listrik, industri tekstil, keramik dan pulp. Akuabat memiliki potensi yang besar dimasa mendatang sebagai bahan bakar alternatif pengganti Bahan Bakar Minyak (BBM) khususnya minyak berat (MFO:Marine Fuel Oil) dengan harga yang relatif lebih murah dan modifikasi peralatan yang tidak terlalu rumit. Keunggulan Akuabat antara lain pada faktor biaya dan kemudahan modifikasi. Biaya akuabat lebih murah dari MFO dan juga pengalihan teknologi dari penggunaan MFO menjadi Akuabat tidak terlalu berbeda karena keduanya merupakan bahan bakar cair. Sebagai bahan bakar cair maka Akuabat memiliki keunggulan terutama mengenai transportasi dan masalah lingkungan. Penggunaan batubara dalam bentuk cair akan mengurangi resiko banyaknya debu yang bertebaran, mengurangi resiko terhadap swabakar dan dalam penyimpanannya batubara cair memerlukan lahan yang tidak terlalu luas dibandingkan batubara padat. Khusus untuk industri pengguna boiler yang dalam kegiatannya memerlukan bahan bakar cair sebagai pengganti minyak dengan biaya lebih murah serta lebih mudah ditangani dibandingkan dengan menggunakan batubara padat. Penelitian Akuabat telah dilakukan oleh tekmira sejak tahun 2000 dengan menggunakan berbagai jenis batubara, baik batubara peringkat tinggi, batubara peringkat rendah dan batubara peringkat rendah yang diupgrade. Selain itu PT JGC dari Jepang juga telah melakukan penelitian tentang Akuabat yang diberi nama JCF (JGC Coal Fuel) dan telah membangun sebuah pabrik demonstrasi di Karawang berkapasitas 10.000 ton JCF per tahun. Meskipun hasil penelitian JGC tersebut sudah terbukti baik dan dapat mensubstitusi minyak berat namun hingga kini belum ada industri ataupun pihak lain yang menjadi pengguna teknologi atau turut membangun pabrik komersialnya. Oleh karena itu PT JGC menggunakan strategi lain untuk menarik minat investor yaitu melalui pembangunan pembangkit listrik berkapasitas 500 KW di lokasi pabrik demo-nya. Diharapkan dengan pembangunan pembangkit listrik yang menggunakan bahan bakar JCF tersebut dapat lebih meyakinkan calon investor. Selain calon pembeli teknologi, tidak menutup kemungkinan bahwa PT JGC juga akan menjadi salah satu investor yang memasok listrik kepada PLN dengan menggunakan bahan bakar JCF. Kajian ini dimaksudkan untuk membandingkan penggunaan bahan bakar batubara, MFO dan Akuabat pada pembangkit listrik, khususnya di sisi ekonomi. Diharapkan melalui kajian ini dapat mencerminkan manfaat penggunaan Akuabat serta menarik minat investor untuk mengkomersialkan teknologi Akuabat ini di Indonesia sehingga batubara Indonesia dapat memberikan nilai tambah yang maksimal. 2. METODOLOGI PENELITIAN Kajian perbandingan ini dilakukan dengan menggunakan data sekunder yang diperoleh dari studi pustaka baik dari buku, media cetak ataupun media di internet. Selain itu digunakan juga data hasil diskusi serta konsultasi antara peneliti dengan ahli-ahli di bidang Akuabat, batubara serta pembangkit listrik. Selain data sekunder dan hasil diskusi kajian ini masih juga menggunakan asumsi mengingat keterbatasan waktu pelaksanaanya. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari data sekunder, disusunlah analisis finansial melalui perhitungan total biaya yang diperlukan untuk menghasilkan listrik dari masing-masing pembangkit listrik yang menggunakan bahan baku yang berbeda tersebut untuk dibuat perbandingan. 3. PENGERTIAN AKUABAT DAN ANALISIS FINANSIAL a. Akuabat Akuabat adalah bahan bakar campuran antara batubara dan air yang dengan bantuan zat aditif yang membentuk suspensi M&E, Vol. 13, No. 2, Juni 2015 97

kental yang homogen dan stabil selama penyimpanan, pengangkutan dan pembakaran. Pemanfaatan batubara sebagai bahan bakar dalam bentuk Akuabat dapat menggantikan minyak bakar berat (marine fuel oil atau heavy fuel oil) yang biasa digunakan di industri untuk pembangkit tenaga listrik, misalnya pabrik semen, pembangkit tenaga uap dan industri yang biasa menggunakan boiler sebagai penghasil uap. Keuntungan penggunaan batubara dalam bentuk Akuabat antara lain (Hudaya, GK dan Umar, DF, 2011) : sifat alirnya yang tergolong bersifat cairan (fluida) sama dengan sifat alir bahan bakar minyak (BBM); dapat digunakan langsung sebagai bahan bakar cair menggantikan minyak bakar di kilang-kilang minyak atau industri lainnya yang biasa menggunakan minyak bakar berat (heavy fuel oil) sebagai bahan bakar untuk pengolahan produknya; penanganan sama dengan penanganan minyak berat, memungkinkan pengiriman/pengangkutan Akuabat di antara berbagai lokasi di dalam/luar instalasi/pabrik lewat pipa; dapat menggunakan boiler yang sama dengan boiler yang biasa digunakan untuk minyak berat dengan melakukan sedikit modifikasi; batubara dalam bentuk suspensi dapat ditangani secara lebih bersih hingga menunjang program bersih lingkungan dan terhindar dari kemungkinan terjadinya pembakaran spontan, peledakan dan masalah debu yang biasa ditimbulkan batubara dalam bentuk serbuk. Sebagai bahan bakar, ada beberapa karakteristik Akuabat yang perlu diperhatikan, yaitu: stabil, selama penyimpanan, pengangkutan dan pembakaran; mempunyai konsentrasi batubara yang tinggi; mudah dialirkan melalui pipa baik saat pengangkutan maupun saat pembakaran; mudah dibakar dengan temperatur nyala yang tinggi. JGC Corp., Jepang saat ini tengah mengembangkan teknologi pembuatan JCF yang berasal dari batubara peringkat rendah yang telah melalui proses upgrading dengan metoda hot water drying (HWD), yaitu dengan cara memanaskan batubara pada temperatur >300 C dan tekanan > 60 Bar kemudian dibuat JCF (Suyama, 2008). Bagan alir proses pembuatan JCF melalui proses hot water drying (HWD) dapat dilihat pada Gambar 1. Potensi penerapan teknologi Akuabat di Indonesia cukup baik, karena di masa mendatang pemakaian bahan bakar minyak diperkirakan akan semakin mahal seiring dengan berkurangnya cadangan di bumi. Pada saat itu Akuabat menjadi salah satu pilihan yang tepat sebagai pengganti bahan bakar minyak karena karakteristik fisiknya tidak jauh berbeda, meskipun demikian beberapa modifikasi perlu dilakukan yaitu pada burner, bagian bawah boiler, soot blower, penambahan pipa air dan penangkap debu. Beberapa contoh industri yang potensial untuk mengalihkan bahan bakarnya ke Akuabat antara lain: industri bahan makanan, minuman, farmasi, tekstil, dan lain-lain yang biasa menggunakan minyak berat sebagai bahan bakar boiler penghasil uap; pembangkit listrik yang saat ini menggunakan minyak berat berupa marine fuel oil (MFO) untuk mesin diesel; sebagai umpan proses gasifikasi batubara; industri lainnya sebagai bahan bakar langsung. 98 M&E, Vol. 13, No. 2, Juni 2015

Gambar 1. Pembuatan JCF melalui proses hot water drying (HWD) b. Analisa Finansial Tujuan menganalisis aspek finansial dari suatu proyek bisnis adalah untuk menentukan rencana investasi melalui perhitungan biaya dan manfaat yang diharapkan, dengan membandingkan antara pengeluaran dan pendapatan, seperti ketersediaan dana, biaya modal, kemampuan proyek untuk membayar kembali dana tersebut dalam waktu yang telah ditentukan dan menilai apakah proyek akan dapat berkembang terus (Umar, 2001). Secara sederhananya, analisis finansial dilakukan untuk membandingkan antara manfaat dan biaya dari suatu rencana investasi atau proyek yang akan dilakukan. Analisis finansial juga dapat dilakukan untuk membandingkan antara beberapa proyek investasi yang akan dilakukan untuk menentukan proyek mana yang paling bermanfaat khususnya dari sisi ekonomi. 4. HASIL PERHITUNGAN Untuk membandingkan antara pembangkit listrik yang menggunakan bahan bakar berbeda dapat digunakan banyak cara namun secara sederhana dapat dihitung dengan berfokus pada penggunaan bahan bakarnya atau pada biaya bahan bakar tersebut. Untuk menghitung biaya bahan bakarnya maka diperlukan data serta asumsi-asumsi terkait perhitungan biaya bahan bakar sebagai berikut : a. Kapasitas pembangkit listrik Pendapatan dari pembangkit listrik diperoleh dari jumlah listrik yang dihasilkan. Dalam analisis ini diasumsikan bahwa kapasitas pembangkit listrik yang digunakan adalah sama yaitu diasumsikan memiliki kapasitas sebesar 600 MW. b. Efisiensi pembangkit listrik Efisiensi boiler sangat menentukan jumlah bahan bakar yang diperlukan untuk menghasilkan listrik yang sama. Dalam M&E, Vol. 13, No. 2, Juni 2015 99

perhitungan ini diasumsikan bahwa efisiensi boiler MFO adalah 50% sementara boiler Akuabat dan batubara diasumsikan memiliki efisiensi yang sama yaitu 35%. c. Kebutuhan energi per jam Untuk menghitung kebutuhan energi per jam tergantung akan kapasitas pembangkit listrik serta efisiensinya. Untuk MFO, kebutuhan energi per jamnya adalah 1.200 MWH (efisiensi 50%) sementara untuk Akuabat dan batubara membutuhkan energi sebesar 1.714 MWH (efisiensi 35%). Secara matematis dihitung dengan kebutuhan energi = [1/(efisiensi)] X kapasitas. Jika dikonversikan ke kalori maka 1 MWH setara dengan 860.000 kkal. Dengan demikian maka kebutuhan energi di MFO adalah 1,032 miliar kkal. sementara untuk Akuabat dan batubara adalah 1.474.285.714 kkal. d. Nilai kalori masing-masing bahan bakar Nilai kalori MFO berdasarkan standar ditjen migas ESDM adalah sebesar 9.766 kkal/ liter yaitu setara dengan 10.000 kkal/kg. Sementara untuk batubara pada umumnya PT PLN menggunakan rata-rata batubara dengan nilai kalori adalah sekitar 4.000-5.200 kkal/kg (GAR) yaitu 4.600 kkal/kg. Sementara untuk Akuabat, jika menggunakan data dari percobaan maka rata-rata nilai kalori yang terkandung per 1 kg Akuabat adalah 4.000 kkal/kg. e. Kebutuhan bahan bakar Berdasarkan asumsi-asumsi diatas maka dapat dihitung masing-masing kebutuhan bahan bakar per jam dan per tahun adalah sebagai berikut : untuk MFO 103 ton/jam setara dengan 866.880 ton/ tahun. Sementara untuk Akuabat adalah 369 ton/ jam setara dengan 2,752 juta ton/tahun dan untuk batubara adalah 320 ton/jam setara dengan 2.692.174 ton/tahun. Diasumsikan bahwa pembangkit listrik beroperasi 350 hari per tahun. f. Harga bahan bakar Harga jual produk Akuabat diperkirakan adalah US$ 160 per ton (geoenergi.com, 2013). Sedangkan jika diperbandingkan dengan harga minyak bakar MFO (marine Tabel 1. Perhitungan biaya bahan bakar Kapasitas Kapasitas Pembangkit Pembangkit 600 600 MW MW 600 MW 600 MW Bahan Bahan Bakar Bakar MFO MFO Akuabat Akuabat Batubara Batubara Efisiensi 50% 35% 35% Efisiensi 50% 35% 35% Kebutuhan energi per Kebutuhan 1.200 1.714 1.714 jam (MWH) energi 1.200 1.714 1.714 per jam (MWH) Kebutuhan energi per Kebutuhan 1.032.000.000 1.474.285.714 1.474.285.714 jam (kilokalori) energi 1.032.000.000 1.474.285.714 1.474.285.714 per jam (kilokalori) Nilai kalori (kkal/kg) Nilai kalori (kkal/kg) 10.000 10.000 4.000 4.000 4.600 4.600 Kebutuhan bahan bakar (ton/jam) 103 103 369 369 320 Kebutuhan (ton/ tahun) (ton/tahun) 866.880 3.096.000 2.692.174 Harga bahan bakar (U$/ton) 643 643 160 160 41,21 Biaya Bahan Bakar (US$) 557.403.840 495.360.000 110.944.487 100 M&E, Vol. 13, No. 2, Juni 2015

fuel oil) PT Pertamina saat ini yang berharga Rp 7.831,-/liter (termasuk PPN dan PPH) (mac-sloraindustri, 2015) atau Rp 7.910,-/ kg (dengan specific gravity 0,99 kg/liter) (PT Pertamina Indonesia, 2011) dan kurs rupiahdollar saat ini dimana 1 US$ = Rp 12.300,- maka harga MFO adalah US$ 643/ton. Sementara itu harga batubara saat ini untuk nilai kalori 4.600 kkal/kg adalah sekitar US$ 41,21/ton sebagaimana tercantum dalam HBA Desember 2014 (Ditjen Minerba, 2014). 5. PEMBAHASAN a. Perhitungan di atas menunjukkan bahwa dengan kondisi serta asumsi yang ditentukan maka biaya bahan bakar untuk pembangkit listrik berbahan bakar Akuabat jika dibandingkan dengan pembangkit listrik berbahan bakar MFO memang lebih murah namun kurang menguntungkan jika dibandingkan dengan pembangkit listrik berbahan bakar batubara. b. Upaya memasyarakatkan atau mengkomersialkan bahan bakar Akuabat untuk pembangkit listrik memerlukan strategi khusus karena secara biaya bahan bakar terlihat bahwa membangun pembangkit listrik berbahan baku batubara akan jauh lebih menguntungkan. Salah satu strategi misalnya adalah lokasi pembangkit listrik berbahan bakar Akuabat dipilih yang secara infrastruktur tidak cocok untuk dibangun pembangkit listrik berbahan baku batubara. Atau melakukan modifikasi pada pembangkit listrik berbahan bakar MFO. c. Untuk mendapatkan gambaran yang lebih akurat maka dibutuhkan data yang lebih detail dan lebih lengkap. Antara lain misalnya perlu dihitung secara detail biaya investasi masing-masing pembangkit serta total biaya pembangunannya, biaya operasional kemudian perlu dirinci faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi arus kas perusahaan baik dari sisi pengeluaran maupun dari sisi pendapatan. 4. KESIMPULAN DAN SARAN a. Kesimpulan Berdasarkan biaya bahan bakar, pembangkit listrik berbahan bakar Akuabat berbiaya US$ 495 juta per tahun lebih menguntungkan dibandingkan dengan pembangkit listrik berbahan bakar MFO yang berbiaya US$ 557 juta per tahun. Pembangkit listrik berbahan bakar batubara adalah yang paling menguntungkan karena biayanya paling sedikit yaitu sebesar US$ 111 juta per tahun. b. Saran Perlu adanya kajian yang lebih lengkap dengan data yang lebih detail misalnya menggunakan data investasi dan biaya operasional keseluruhan. Analisis finansial yang lebih akurat juga dapat dilaksanakan dengan menggunakan parameter finansial lainnya seperti Net Present Value, Payback Period, dan Internal Rate of Return. DAFTAR PUSTAKA Hudaya, G.K., Umar, D.F., 2011, Pra Studi Kelayakan Finansial Pembangunan Coal Water Mixture di indonesia (proses upgrading berteknologi hot water drying), Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara Volume 7 Nomor 3, 201. Jalinan Group Online, 18 Januari 2015, http:// mac-solarindustri.blogspot.com. Majalah Geo-energi, 12 Desember 2013, http:// www.geoenergi.co/m/others/1154/pabrikpercontohan-pengolah-batubara-dibangundi-karawang. PT Pertamina Indonesia Online, 25 Februari 2011, http://www.pertamina.com. Suyama. C., 2008, HWT-CS technology for Substitute for Fuel Oil, Proceedings of 7th Coaltech 2008, Technical and Policy Seminar. Umar, H., 2001, Studi Kelayakan Bisnis edisi 2, Gramedia Pustaka Utama. Website Ditjen Minerba KESDM, http:// www.minerba.esdm.go.id. M&E, Vol. 13, No. 2, Juni 2015 101