BAB II ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Prof.Dr.Rochmat Soemitro,S.H. (Waluyo, 2000 : 2), pajak

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1) Pengertian Pajak Penghasilan. 2) Subjek Pajak Penghasilan. Undang Pajak Penghasilan Nomor 36 tahun 2008, yaitu.

PAJAK PENGHASILAN PASAL 23/26

Modul Perpajakan PAJAK PENGHASILAN PASAL 23/26 DEFINISI

MINGGU KE LIMA PPH PASAL 23, 26, DAN 25 PAJAK PENGHASILAN PASAL 23

Pertemuan 5 PAJAK PENGHASILAN PASAL 23, 25, & 26

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Rochmat Soemitro yang dikutip oleh Mardiasmo, (2003:1) :

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

Subjek Pajak PPh Pasal 23

BAB II LANDASAN TEORI

EVALUASI PENERAPAN PPH PASAL 23 PADA PT. BIN (PERSERO) DI TAHUN 2012

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Definisi Pajak menurut undang-undang No.16 tahun 2009 tentang. perubahan keempat atas undang undang No. 6 tahun 1983 tentang

BUKTI PEMOTONGAN PPh PASAL 23. Jenis Penghasilan. Jumlah Penghasilan Bruto

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian pajak menurut Rochmat Soemitro (2002:1)

BAB III PEMBAHASAN 3.1 Pengertian Pajak Menurut Para Ahli

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Secara umum ada beberapa pengertian pajak yang dikemukakan oleh para

BAB II. Tinjauan Pustaka. Menurut Rochmat Soemitro yang di kutip oleh Mardiasmo, (2003:1) :

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. tanpa balas jasa yang dapat ditunjuk secara langsung.

BAB III KEBIJAKAN PENETAPAN TARIF EFEKTIF DALAM PEMUNGUTAN PPh PASAL 23 ATAS JASA LAIN

BAB II KAJIAN PUSTAKA. mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan

BAB II BAHAN RUJUKAN. Pajak merupakan kewajiban rakyat untuk memberikan sebagian harta

BAB IV KETENTUAN LAINNYA

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II LANDASAN TEORI Pengertian Pajak Secara Umum

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pengertian Pajak sesuai dengan Undang-Undang Ketentuan Umum

Tinjauan Atas Pelaksanaan Pemotongan, Penyetoran, Dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 23 Pada PT. Indonesia Power UBP Saguling

BENDAHARA SEBAGAI PEMOTONG PAJAK PENGHASILAN PASAL 23/26 BAB IV

NO. JENIS PENGHASILAN PERKIRAAN PENGHASILAN NETO

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pajak. Pajak adalah suatu kewajiban kenegaraan dan pengapdiaan peran aktif

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 27/PJ.

LAMPIRAN I KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : KEP-170/PJ/2002 TANGGAL : 28 Maret 2002

BAB II KAJIAN PUSTAKA. adalah iuran rakyat kepada Kas Negara berdasarkan Undang-undang (yang dapat

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak

BAB II LANDASAN TEORI. pemungutan pajak merupakan perwujudan dari pengabdian, kewajiban dan peran serta

BAB II LANDASAN TEORI. a. Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, S.H. ( Resmi, 2013) (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapatkan jasa timbal balik

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Pasal 1 ayat 1:

Landasan Hukum: Pasal 23 UU PPh PMK No. 244/ PMK.03/ 2008

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. Pajak merupakan sumber penerimaan negara yang sangat dominan.

BAB II LANDASAN TEORI. Pengertian Pajak menurut Resmi (2013) adalah kontribusi wajib kepada negara

IBNU KHAYATH FARISANU 1 / 9 STIE

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pajak adalah kontribusi wajib kepada Negara yang terutang oleh wajib

BAB II TELAAH PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. rakyat ke kas Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan)

PPh Pasal 26. Pengantar

2.1 Definisi Pajak. Landasan Teori. Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang

BAB II KAJIAN PUSTAKAN DAN RUMUSAN HIPOTESIS. Rochmat Soemitro (Mardiasmo 2011:1), Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara

Kewajiban yang harus dipenuhi oleh wajib pajak badan setelah memperoleh NPWP

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pengertian pajak menurut Pasal 1 angka 1 UU No.28 Tahun 2007 tentang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan adalah. badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang dengan tidak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai negara yang berlandaskan

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB IV. EVALUASI PROSES PEMOTONGAN, PENYETORAN DAN PELAPORAN PPh PASAL 23/26 PADA PT. FEDERAL INTERNATIONAL FINANCE

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pembangunan nasional yang berlangsung terus menerus dan

BAB II BAHAN RUJUKAN

Amir Hidayatulloh, S.E., M.Sc Prodi Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Ahmad Dahlan

LAMPIRAN I KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : KEP-176/PJ/2000 TANGGAL : 26 JUNI 2000

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang

BAB II Tinjauan Pustaka

Oleh : I Nyoman Darmayasa, SE., M.Ak., Ak. BKP. Politeknik Negeri Bali 2011

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI / PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Pengertian bank menurut Pasal 1 Undang-undang No.10 Tahun 1998

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PRAKTEK KERJA LAPANGAN MANDIRI. Praktik Kerja Lapangan Mandiri adalah kegiatan yang dilakukan

Regulasi Pemotongan dan Pemungutan PPh Pasal 23. dan Risiko Apabila Lupa Memotong PPh Ps 23. Atas Pembayaran Jasa Yang Anda Gunakan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. menurut Rochmat Soemitro, seperti yang dikutip Waluyo (2008:3)

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI. untuk menyerahkan sebagian kekayaan Negara karena suatu keadilan,

Repositori STIE Ekuitas

BAB 2 LANDASAN TEORI. Pajak pada mulanya merupakan suatu upeti (pemberian secara Cuma-Cuma).

UU 10/1994, PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1991

BAB II LANDASAN TEORI. Dalam Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP)

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pengertian pajak memilki dimensi yang berbeda beda menurut

Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23 dan Pasal 26. Disusun guna memenuhi tugas : Mata Kuliah : Perpajakan Dosen Pengampu : Agus Arwani, M.

BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II URAIAN TEORITIS

1 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESI PENELITIAN. pemerintah kepada masyarakat guna mewujudkan cita-cita bersama yaitu

BAB II LANDASAN TEORI. Ilyas dan Richard Burton (2010:6), Pajak adalah prestasi yang dapat dipaksakan

BAB III PELAKSANAAN KERJA PRAKTEK

Perpajakan, Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh. untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

BAB II LANDASAN TEORI. pajak berdasarkan Undang-Undang No.28 Tahun 2007 tentang. Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, yaitu sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM ) bebas yang menyeluruh (global). Negara Indonesia berusaha segiat-giatnya

PERTEMUAN 13: PPh Pasal 25 (Umum /Perhitungan)

PAJAK PENGHASILAN PASAL 23

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sendiri, menurut Rochmat Soemitro dalam bukunya Mardiasmo (2011 : 1) :

Apakah Pemilik Indekos Harus Bayar Pajak Juga?

PAJAK PENGHASILAN PASAL 25

Catatan: - Untuk Point 1, 3, 4 dan 5 dalam hal Wajib Pajak tidak mempunyai NPWP, besarnya tarif pemotongan adalah lebih tinggi 20% (Dua puluh persen).

PAJAK PENGHASILAN UMUM DAN NORMA PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

DAFTAR OBYEK DAN TARIF PAJAK PENGHASILAN TARIF PKP = (PB BP) PTKP. 2. Uang Pensiun Bulanan yang Diterima Pensiunan Pasal 17 UU PPh.

Transkripsi:

16 BAB II ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A. TINJAUAN PUSTAKA 1. Pengertian Pajak Pajak menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2007 yang berbunyi : "Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesarbesarnya kemakmuran rakyat. (Direktorat Jendral Pajak, Departemen Keuangan RI tahun 2008: 3) Jadi, kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pajak mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: a. Iuran dari rakyat kepada negara b. Dapat dipaksakan c. Berdasarkan Undang-undang

17 d. Tanpa jasa timbal (kontraprestasi) dari negara secara langsung dapat ditunjuk. 2. Fungsi Pajak Di dalam perpajakan terdapat dua fungsi pajak, yaitu fungsi Budgetair (penerimaan) dan fungsi Regularend (mengatur). Adapun pengertian masing-masing fungsi pajak tersebut adalah sebagai berikut: a. Fungsi Penerimaan (Budgetair) Pajak sebagai sumber dana yang diperuntukkan bagi pembiayaan pengeluaran-pengeluaran pemerintah. b. Fungsi Mengatur (Regularend) Pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijaksanaan pemerintah dalam bidang sosial ekonomi. (Waluyo dan Ilyas, 2002:8). 3. Pengelompokan Pajak Pajak dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga) bagian sebagai berikut: a. Menurut Golongan 1) Pajak langsung, yaitu pajak yang pembebanannya tidak dapat dilimpahkan pihak lain, tetapi harus menjadi beban langsung Wajib Pajak yang bersangkutan. Contoh: Pajak Penghasilan (PPH). 2) Pajak tidak langsung, yaitu pajak yang pembebanannya dapat dilimpahkan ke pihak lain. Contoh: Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM). (Waluyo dan Ilyas, 2002:11) b. Menurut Sifatnya

18 1) Pajak Subyektif, yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada subyeknya yang selanjutnya dicari syarat objektifnya, dalam arti memperhatikan keadaan dari Wajib Pajak. 2) Pajak Objektif, yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada objeknya, tanpa harus memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak. c. Menurut Lembaga Pemungutnya 1) Pajak Pusat, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara. 2) Pajak Daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah. 4. Sistem Pemungutan Pajak Sistem pemungutan pajak dapat dibagi menjadi 3 (tiga) bagian sebagai berikut ini: (Siti Resmi, 2003:10) a. Official Assessment System Sistem ini merupakan sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pemerintah untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak sesuai dengan ketentuan undang-undang perpajakan yang berlaku. Dalam sistem ini, inisiatif dan menghitung serta memungut pajak sepenuhnya berada di tangan para aparatur perpajakan. b. Self Assessment System Sistem ini merupakan sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang, kepercayaan, dan tanggungjawab kepada Wajib Pajak untuk menghitung, membayar, dan melaporkan sendiri besarnya pajak

19 yang terutang setiap tahun sesuai dengan ketentuan undang-undang perpajakan yang berlaku. Dalam sistem ini Wajib Pajak dianggap mampu menghitung pajak, mampu memahami peraturan perpajakan yang sedang berlaku, serta menyadari akan arti pentingnya membayar pajak. c. Withholding System Sistem ini merupakan sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga yang ditunjuk untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak sesuai dengan ketentuan undang-undang perpajakan yang berlaku. 5. Pengertian Pajak Penghasilan Pasal 23 Pajak Penghasilan Pasal 23 (Waluyo dan Ilyas, 2002:184) merupakan Pajak Penghasilan yang dipotong atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap yang berasal dari modal, penyerahan jasa, atau penyelenggaraan kegiatan selain yang telah dipotong Pajak Penghasilan Pasal 21, yang dibayarkan atau terutang oleh badan pemerintah atau subjek pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan, Bentuk Usaha Tetap atau perwakilan perusahaan luar negeri lain. 6. Pengertian Jasa Maklon Jasa maklon adalah pemberian jasa dalam rangka proses penyelesaian suatu barang tertentu yang proses pengerjaannya dilakukan oleh pemberi jasa (disubkontrakkan), yang spesifikasi, bahan baku dan

20 atau barang setengah jadi dan atau bahan penolong/ pembantu yang akan diproses sebagian atau seluruhnya disediakan oleh pengguna jasa, dan kepemilikan atas barang jadi berada pada pengguna jasa. (Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008). 7. Dasar Hukum Pengenaan Pajak Penghasilan Pasal 23 Dasar hukum pengenaan Pajak Penghasilan Pasal 23 adalah sebagai berikut ini: b. Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008. c. Peraturan Pemerintah Nomor 138/2000. d. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 624/KMK.04/1994. e. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 434/KMK.04/1999. f. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 541/KMK.04/2000. g. Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-50/PJ./1994 Tanggal 27 Desember 1994. h. Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-128/PJ./1997. i. Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor Kep.176/PJ./2000. j. Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-305/PJ./2001. k. Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor kep.96/djp/2001 Tanggal 7 Februari 2001. l. Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-170/PJ./2002. m. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 244/ PMK.03/ 2008 8. Subjek Pajak Penghasilan Pasal 23

21 Pihak yang dikenakan pemotongan terhadap Pajak Penghasilan Pasal 23 adalah sebagai berikut ini (Waluyo dan Ilyas, 2002:184). a. Wajib Pajak dalam negeri. b. Bentuk Usaha Tetap (BUT), yaitu bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia. 9. Objek Pajak Penghasilan Pasal 23 Penghasilan yang dipotong Pajak Penghasilan Pasal 23 adalah sebagai berikut ini (Mardiasmo, 2005: 188). a. Dividen. b. Bunga, termasuk bunga premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian utang. c. Royalti. d. Hadiah dan penghargaan selain yang telah dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21. e. Bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi. f. Imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan, dan jasa selain yang telah dipotong pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21. g. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta.

22 10. Bukan Objek Pajak Penghasilan Pasal 23 Tidak termasuk penghasilan yang dipotong Pajak Penghasilan Pasal 23 adalah sebagai berikut ini (Waluyo dan Ilyas, 2002: 189). a. Penghasilan yang dibayarkan atau terutang kepada bank. b. Sewa yang dibayarkan atau terutang sehubungan dengan sewa guna usaha dengan hak opsi. c. Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai Wajib Pajak dalam negeri, koperasi, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), atau Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia, dengan syarat sebagai berikut: 1) Dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan. 2) Bagi Perseroan Terbatas (PT), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) yang menerima dividen, kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen paling rendah 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah modal yang disetor dan harus mempunyai usaha aktif di luar kepemilikan saham tersebut. d. Bunga obligasi yang diterima atau diperoleh perusahaan reksadana selama 5 (lima) tahun sejak pertama pendirian perusahaan atau pemberian ijin usaha. e. Bagian laba yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura dari badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia dengan syarat badan pasangan usaha tersebut:

23 1) Merupakan perusahaan kecil, menengah, atau yang menjalankan kegiatan dalam sektor-sektor usaha yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, dan 2) Sahamnya tidak diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia. f. Sisa Hasil Usaha (SHU) koperasi yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggotanya. g. Bunga simpanan yang tidak melebihi batas yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan. 11. Pemotong Pajak Penghasilan Pasal 23 Pemotong Pajak Penghasilan Pasal 23 (pemberi hasil) adalah sebagai berikut ini (Waluyo dan Ilyas, 2002:184). a. Badan pemerintah. b. Subjek pajak badan dalam negeri. c. Penyelenggara kegiatan. d. Bentuk Usaha Tetap (BUT). e. Perwakilan perusahaan luar negeri. f. Orang pribadi sebagai Wajib Pajak dalam negeri tertentu, yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) sebagai Pemotong Pajak Penghasilan Pasal 23 antara lain: 1) Akuntan, arsitek, dokter, notaris, Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) kecuali Pejabat Pembuat Akta Tanah tersebut adalah

24 camat, pengacara, dan konsultan yang melakukan pekerjaan bebas, atau 2) Orang pribadi yang menjalankan usaha dan menyelenggarakan kegiatan atau pembayaran berupa sewa. 12. Tarif Pajak Penghasilan Pasal 23 Tarif Pajak Penghasilan Pasal 23 dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga) bagian sebagai berikut ini (Waluyo, dan Ilyas, 2002: 184). a. Sebesar 15% dari jumlah bruto atas penghasilan berupa : 1) Dividen 2) Bunga; termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian utang. 3) Royalti, dan 4) Hadiah dan penghargaan selain yang telah dipotong Pajak Penghasilan Pasal 21. b. Sebesar 15% dari jumlah bruto dan bersifat final atas bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi. c. Sebesar 15% dari perkiraan penghasilan neto atas penghasilan berupa: 1) Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, selain sewa tanah dan atau bangunan yang telah dikenakan PPh yang bersifat final berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1996, dan 2) Imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konsultan hukum, jasa konsultan pajak, dan jasa lain sebagaimana

25 dimaksud dalam Pasal 23 Ayat (1) huruf c Undang-undang Pajak Penghasilan, yang dilakukan oleh Wajib Pajak dalam negeri atau Bentuk Usaha Tetap selain jasa yang telah dipotong Pajak Penghasilan Pasal 21. 13. Perkiraan Penghasilan Neto Perkiraan penghasilan neto adalah perkiraan penghasilan yang digunakan sebagai dasar pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 23. Berdasarkan Keputusan Direktorat Jenderal Pajak No.170/PJ./2002 Tanggal 28 Maret 2002 tentang Jenis Jasa Lain dan Perkiraan Penghasilan Neto sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) huruf c Undangundang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000, serta pada perubahan yang terakhir di dalam Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan. Tabel 2.1 Perkiraan Penghasilan Neto No. Perkiraan Penghasilan netto 1. 50% dari jumlah bruto tidak ternasuk PPN 2. 40% dari jumlah bruto tidak termasuk PPN. Keterangan Jenis Jasa Jasa profesi, termasuk jasa konsultan hukum dan jasa konsultasi pajak Jasa teknik dan jasa manajemen a. Jasa perancang/ design: 1) Jasa perancang interior dan jasa perancang pertamanan 2) Jasa perancang mesin dan jasa perancang peralatan 3) Jasa perancang alat-alat transportasi/ kendaraan

26 3. 26,67% dari jumlah bruto tidak termasuk PPN 4) Jasa perancang iklan/ logo 5) Jasa perancang alat kemasan b. Jasa instalasi/ pemasangan 1) Jasa instalasi/ pemasangan mesin dan jasa instalasi/ pemasangan peralatan 2) Jasa instalasi/ pemasangan listrik/ telepon/ air/ gas/ TV kabel c. Jasa perawatan/ pemeliharaan/ perbaikan 2) Jasa perawatan/ pemeliharaan/ perbaikan mesin dan jasa perawatan/ pemeliharaan/ perbaikan peralatan 3) Jasa perawatan/ pemeliharaan/ perbaikan alat-alat transportasi/ kendaraan 4) Jasa perawatan/ pemeliharaan/ perbaikan bangunan d. Jasa kustodian/ penyimpanan/ penitipan, tidak termasuk sewa gudang yang telah dikenakan PPh final berdasarkan PP Nomor 29 Tahun 1996 e. Jasa di bidang perdagangan surat-surat berharga f. Jasa pemanfaatan informasi di bidang teknologi, termasuk jasa Internet g. Jasa telekomunikasi yang bukan untuk umum h. Jasa akuntansi dan pembukuan. i. Jasa pengolahan/ pembuangan limbah. j. Jasa penebangan hutan, termasuk land clearing k. Jasa pengeboran (jasa drilling) di bidang penambangan minyak dan gas bumi (migas), kecuali yang dilakukan oleh Bentuk Usaha Tetap l. Jasa penunjang di bidang penambangan migas m. Jasa penambangan dan jasa penunjang di bidang penambangan selain migas. n. Jasa perantara. o. Jasa penilai p. Jasa aktuaris q. Jasa pengisian sulih suara (dubbing) dan/ atau mixing film r. Jasa maklon s. Jasa rekruitment/ penyediaan tenaga kerja t. Jasa sehubungan dengan software komputer, termasuk perawatan/ pemeliharaan dan perbaikan. Jasa perencanaan konstruksi Jasa pengawasan konstruksi

27 4. 13,33% dari jumlah bruto tidak termasuk PPN. 5. 10% dari jumlah bruto tidak termasuk PPN. Jasa pelaksanaan konstruksi Jasa pembasmian hama Jasa selain jasa-jasa tersebut diatas yang pembayarannya dibebaskan pada Anggaran Pendapatan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. 14. Tahap-tahap pengenaan Pajak Penghasilan Pasal 23 a. Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 23 Terutang pada akhir bulan dilakukan pembayaran atau pada akhir bulan terutangnya penghasilan yang terutang. b. Pajak Penghasilan Pasal 23 harus disetorkan oleh Pemotong Pajak selambat-lambatnya tanggal 10 (sepuluh) bulan takwim berikutnya setelah bulan saat terutangnya pajak. c. Pemotong Pajak Penghasilan Pasal 23 diwajibkan menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa (SPT Masa) selambat-lambatnya 20 (dua puluh) hari setelah Masa Pajak Berakhir. d. Pemotong Pajak Penghasilan Pasal 23 harus memberikan tanda bukti pemotongan kepada orang pribadi atau badan yang dibebani membayar Pajak Penghasilan yang dipotong. e. Pelaksanaan pemotongan, penyetoran & pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 23 dilakukan secara desentralisasi, artinya dilakukan di tempat terjadinya pembayaran atau terulangnya penghasilan yang merupakan objek Pajak Penghasilan Pasal 23. B. ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

28 1. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 23 Atas Jasa Maklon. Sebuah perusahaan dalam negeri yang bergerak di bidang jasa maupun dagang dan telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) wajib melakukan kegiatan perpajakan. Perusahaan tersebut wajib melakukan kegiatan perpajakan karena mereka sudah termasuk sebagai Wajib Pajak dalam negeri. Untuk itu, setiap perusahaan tersebut dikenakan pemotongan dari penghasilan yang mereka peroleh. Selain dikenakan pemotongan terhadap Pajak Penghasilan Pasal 23 apabila perusahaan memperoleh atau menerima penghasilan yang berasal dari penyerahan jasa. Dalam pelaksanaan pemotongan berdasarkan PPH pasal 23 terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi atas pemotongan pajak penghasilan Pasal 23 atas jasa maklon yaitu jumlah bruto dan jumlah netto sebagai dasar pengenaan pajak. Jika perusahaan pemotongan pajak berdasarkan atas penghasilan bruto-nya, adalah obyek-obyek pajak yang untuk memperoleh penghasilan tersebut sama sekali tidak ada cost/expense, sedangkan pemotongan obyek yang menggunakan jumlah neto sebagai DPP adalah obyek-obyek (penyerahan jasa) yang sungguhsungguh (obviously) ada pengorbanan secara ekonomis (cost/expense) untuk memperoleh pendapatan tersebut. Dalam melaksanakan kegiatan produksinya, PT. Agung Pelita Industrindo dibantu oleh pihak ketiga. Pihak ketiga yang dimaksud dalam

29 perusahaan (jasa maklon) yang membantu PT. Agung Pelita Industrindo dalam proses penyelesaian barang. Dalam proses penyelesaian barang tersebut perusahaan (jasa maklon) mendapatkan imbalan atas jasa yang telah diberikan. Oleh karena itu, perusahaan (jasa maklon) wajib dikenakan potongan PPH Pasal 23 atas penyerahan jasa, yaitu sebagai jasa maklon dalam melakukan proses penyelesaian suatu barang. Sedangkan PT. Agung Pelita Industrindo bertindak sebagai pemotong PPH Pasal 23 atau sebagai pihak pemberi penghasilan, yang wajib melaporkan pemotongan PPH Pasal 23 tersebut pada SPT Tahunan. Tarif PPh Pasal 23 atas deviden ditentukan perusahaan PT. Agung Pelita Industrindo adalah sebesar 6% (Rekapitulasi Pemotongan PPH Pasal 23 tahun 2007/2008 PT. API) pada setiap Transaksi Jasa Maklon dalam bulan yang bersangkutan, sehingga besarnya PPh Pasal 23 yang dipotong kepada masing-masing perusahaan dihitung dengan formula:

PPH Pasal 23 = Tarif x Jumlah Bruto 30

31 No Tabel 2.2 Pemotongan PPH Pasal 23 atas pendapatan maklon pada PT Agung Pelita Industrindo tahun 2007 adalah sebagai berikut Bulan Januari 2007 Januari 2008 Bulan Penghasilan Bruto (Rp) 2007 2008 Tarif (6%) Jumlah transaksi* PPH Dipungut dan Disetor Total PPH pasal 23 2007 2008 2007 2008 2007 2008 I II III IV V VI VII VIII IX X XI 1. Januari 679.954.578 679.954.578 6 24 24 1.699.886,46 1.699.886,46 407.972.750,2 407.972.750,4 2. Februari 363.443.381 363.443.381 6 15 15 1.453.773,54 1.453.773,54 218.066.031 218.066.031 3. Maret 599.867.779 599.867.779 6 17 17 211.718,04 211.718,04 359.920.669 359.920.668 4. April 812.330.854 812.330.854 6 26 26 1.874.609,64 1.874.609,64 487398.506,4 487.398.506,4 5. Mei 818.336.693 818.336.693 6 22 22 2.231.827,32 2.231.827,32 491.002.010,4 491.002.010,4 6. Juni 400.344.069 400.344.069 6 26 26 923.870,94 923.870,94 240.206.44,4 240.206.444,4 7. Juli 544.588.493 544.588.493 6 22 22 1.485.241,32 1.485.241,32 326.753.090,4 326.753.090,4 8. Agustus 494.620.790 14.596.764 6 16 4 1.854.827,94 5.547.489,84 296.772.470,4 221.881.959,36 9. September 110.446.229 154.084.692 6 9 31 736.308,18 298.228,44 66.267.736,2 92.450.816,4 10. Oktober 25.767.168 25.675.280 6 6 8 257.671,68 192564,6 15.460300,8 15.405.168 11. Nopember 129.502.580 12.195.528 6 6 5 1.295.025,78 146.346,36 77.701.546,8 7.317.318 12. Desember 33.716.628 42.971.540 6 6 16 337.166,28 161.143,26 20.229.976,8 25.782.921,6 * : Jumlah yang transaksi dibayar PT. API 1

32 Dari perhitungan diatas dapat diketahui bahwa faktor-faktor yang secara prinsipil mempengaruhi atas pemotongan pajak penghasilan Pasal 23 atas jasa maklon yang besar tarif sudah diatur di dalam peraturan perundang-undangan khususnya di bidang perpajakan. Perkiraan pemotongan pajak PPH Pasal 23 atas dasar pemotongan penghasilan neto ditetapkan PT. Agung Pelita Industrindo sebesar 6%. Sedangkan yang berlaku atas pendapatan adalah 15% yang diambil dari beban tarif PPH pasal 23, dan perkiraan penghasilan sebagai dasar pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 23. Sedangkan jumlah penghasilan bruto yang merupakan jumlah penghasilan keseluruhan sebelum dikurangi biaya-biaya dan pajak berdasarkan tarif PPH pasal 23 atau sebesar 15% dari pendapatan bruto. Sehingga faktor yang paling berpengaruh di dalam potongan pajak penghasilan Pasal 23 adalah besarnya pembebanan tarif pada setiap jumlah penghasilan bruto perusahaan. Hal ini berarti apabila jumlah penghasilan bruto tinggi maka pajak yang dibayarkan juga mengikuti tingginya jumlah penghasilan bruto, dan apabila jumlah penghasilan bruto turun secara tidak langsung pajak yang dibayarkan juga turun. 2. Dampak Yang Ditimbulkan Pajak Penghasilan Pasal 23 Atas Jasa Maklon Pada Pendapatan PT. Agung Pelita Industrindo. Berdasarkan Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 pengertian Jasa maklon adalah pemberian jasa dalam rangka proses penyelesaian suatu barang tertentu yang proses pengerjaannya dilakukan oleh pemberi

33 jasa (disubkontrakkan), yang spesifikasi, bahan baku dan atau barang setengah jadi dan atau bahan penolong/ pembantu yang akan diproses sebagian atau seluruhnya disediakan oleh pengguna jasa, dan kepemilikan atas barang jadi berada pada pengguna jasa. Dilihat dari pengertian jasa maklon di atas dapat analisis bahwa jasa maklon adalah pemberian jasa sebagian atau seluruh penyelesaian suatu barang hasil produksi, dan barang yang dihasilkan masih di dalam kepemilikan pengguna jasa. Sehingga beban pajak dalam hal ini ditanggung oleh pihak penerima jasa (pihak ketiga) dan pihak yang memungut pajak adalah pihak pengguna jasa. Pajak pada prinsipnya adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Sehingga tanpa disadari pajak adalah beban yang ditanggung oleh pihak yang disebut wajib pajak.

34 PT. Agung Pelita Industrindo Laporan Laba Rugi Per 31 Desember 2008 Kontribusi realisasi pemotongan pajak penghasilan PPH Pasal 23 yang terdiri atas jasa teknik, konsultan, sewa, recruitment, konstruksi, pembuangan limbah, pembasmi hama, dan lain sebagainya terhadap penerimaan Pendapatan PT Agung Pelita Industrindo diakui dan dicatat sebagai pajak. Hal ini pajak pendapatan atas PPH Pasal 23 yang dipungut dan disetor akan mengurangi laba perusahaan sebelum pajak yang kemudian diperoleh laba bersih setelah pajak.

35 Pemungutan pajak atas jasa maklon mempunyai peranan sebagai salah satu komponen pajak yang harus dibayar perusahaan yang akibatnya pengurangan laba perusahaan sesuai dengan perolehan pendapatan setiap tahunnya. PT. Agung Pelita Industrindo Laporan Neraca Per 31 Desember 2008

36 Dalam laporan neraca, pencatatan pemotongan PPH Pasal 23 atas jasa maklon dikelompokkan ke dalam pajak dibayar dimuka. Besarnya penerimaan pajak dibayar di muka dalam Neraca per 31 Desember 2007 sebesar Rp 3.578.132.233, dan tahun 2008 sebesar Rp 2.404.669.940. Efisiensi biaya atas pemberian produksi kepada pihak penerima jasa/ perusahaan partner oleh PT Agung Pelita Industrindo meningkatkan aktiva lancar yang relatif kecil terhadap peningkatan pendapatan perusahaan secara keseluruhan, karena pendapatan PPH pasal 23 bukan salah satu sumber pendapatan utama perusahaan. Kontribusi penerimaan dari realisasi pemotongan pajak penghasilan PPH Pasal 23 terhadap realisasi penerimaan Pendapatan yang dipungut dan disetor adalah belum berdampak baik dan mempunyai peranan yang relatif kecil sebagai salah satu penerimaan atau sumber perusahaan yang di tujukan dalam mewujudkan efisiensi baik dari segi biaya maupun dari segi waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan setiap order pemesanan yang diberikan PT Agung Pelita Industrindo kepada perusahaan penerima jasa. Dalam jasa maklon pihak yang menanggung pajak penghasilan adalah pihak penerima jasa baik oleh PT Agung Pelita Industrindo dan pihak penerima jasa, dampak yang ditimbulkan atas pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 23 Atas Jasa Maklon pada hakekatnya akan mengurangi jumlah pertanggungan yang seharusnya dipungut dan disetor oleh pihak pemberi jasa (maklon), dan pihak

37 penerima jasa. Selain menerima sejumlah pendapatan efisiensi waktu dalam penyelesaian produksi akan tercipta pada setiap penyelesaian produksi. Dalam menentukan besarnya pemungutan pajak. PT. Agung Pelita Industrindo sebagai pemberi jasa pada pihak ke dua, yang secara langsung membebankan beban pajaknya dari pihak pertama kepada pihak ke dua, karena dalam hal ini PT. Agung Pelita Industrindo adalah pihak yang pemungut pajak dan pihak yang membuat SPT bulanan serta rekapitulasi potongan Pajak Penghasilan Pasal 23 dalam membayar pajak kepada pihak kedua sebagai penerima jasa. Sedangkan dampak yang ditimbulkan diluar dari potongan Pajak Penghasilan Pasal 23 atas pendapatan PT. Agung Pelita Industrindo adalah dengan adanya pemberian jasa maklon pada sistem pengerjaan atau finishing dari sebagian atau keseluruhan dari proses yang dilimpahkan kepada penerima jasa maklon memberikan keuntungan dalam efisiensi biaya maupun efisiensi waktu penyelesaian barang produksi serta pungutan Pajak Penghasilan Pasal 23 yang dilimpahkan pada penerima jasa maklon dan PT. Agung Pelita Industrindo hanya sebagai pemungut pajak serta pihak yang menerbitkan SPT.Efisiensi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah usaha untuk mencapai keberhasilan dengan pengorbanan dan biaya yang seadanya (Khasan, 1994 : 86). Suatu usaha atau kegiatan dikatakan efisien jika hasil yang didapat lebih besar dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan. Efisien merupakan suatu perbandingan rasio antara keluaran (output) dengan masukan (Suadi, 1995 : 6). Sehingga tingkat

38 efisiensi dapat dihitung dengan mengetahui perbandingan antara out put dengan input-nya. Untuk mengetahui tingkat efisiensi pemungutan pajak PPH Pasal 23 atas Jasa Maklon, dilakukan dengan cara membandingkan pencairan atau realisasi penerimaaan pendapatan sebagai output. Dari hasil perolehan data realisasi penerimaan Pendapatan PPH Pasal 23 PT. Agung Pelita Industrindo Bulan Januari 2007 Januari 2008 adalah: Tabel 2.3 Realisasi Penerimaan Pendapatan PPH Pasal 23 Januari 2007 Januari Tahun 2008 No Bulan Pendapatan Maklon tahun 2007 Pertambahan % Pendapatan Maklon tahun 2008 Pertambahan % 1 Januari 1699886,46 0 0% 1699886,46 0 0% 2 Februari 1453773,54 246.112,92 14,47 1453773,54 246.112,92 14,48 3 Maret 211718,04 1.242.055,5 85,44 211718,04 1.242.055,5 85,44 4 April 1874609,64-1.662.891,6-78,54 1874609,64-1662.891,6 785,73 5 Mei 2231827,32-357.217,68 19,05 2231827,32-357.217,68 19.05 6 Juni 923870,94 1.307.956,38 58,6 923870,94 1.307.956,38 58,6 7 Juli 1485241,32-561.370,38 60,76 1485241,32-561.370,38 60,76 8 Agustus 1854827,94-369.586,62 24,88 5547489,84-4063.248,52 273,57 9 September 736308,18 1.118.519,76 60,3 298228,44 249.261,4 4,49 10 Oktober 257671,68 478.636,5 65 192564,6 105.663,84 35,43 11 Nopember 1295025,78-1.037.354,1 402,58 146346,36 46.218,24 24 12 Desember 337166,28 957.859,5 73,96 161143,26-14.796,9 10,11 Jumlah 14361927,12 1362720,18-0,095 16226699,76-4770213,18 0,044 Realisasi biaya yang dikeluarkan oleh PT. Agung Pelita Industrindo untuk membiayai pengeluaran jasa maklon kepada induk perusahaan diketahui sebesar

39 Rp 530.601.583,- sedangkan biaya yang harus dikeluarkan pada perusahaaan lain diluar PT. Agung Pelita Industrindo diketahui sebesar Rp 725.560.630,- oleh karena itu dapat disimpulkan perusahaan yang tergabung pada PT. Agung Pelita Industrindo lebih efisien dibandingkan jika harus memilih perusahaan lain. Hal ini diketahui dari adanya selisih besarnya biaya yang harus dibayarkan kepada perusahaan lain sebesar Rp 194.959.047,-. Jadi, efisiensi biaya atas pemberian produksi kepada pihak penerima jasa / perusahaan partner oleh PT Agung Pelita Industrindo lebih memilih perusahaan yang tergabung pada PT. Agung Pelita Industrindo yang lebih efisien pada setiap pengeluaran biaya yang relatif kecil dibandingkan perusahaan lain. Efektif adalah cara-cara yang ditempuh untuk mencapai keberhasilan sesuai dengan tujuan atau target awal (Khasan, 1994 : 85) usaha yang efektif adalah suatu usaha yang dapat memenuhi atau mencapai tujuan yang tepal ditetapkan, atau dengan kata lain tepat sasaran. Efektifitas merupakan suatu konsep matematik atau rasio antara output dengan tujuan awal (Saudi, 1995 :7). Sehingga efektifitas dapat diketahui dengan membandingkan antara output dari masing-masing jumlah pendapatan bruto perusahaan. Tingkat efektifitas penambahan penerimaan pajak seperti pada tabel di atas dapat diketahui bahwa realisasi penerimaan sebagai output mengalami fluktuatif. Sebagaimana formulasi penghitungan efektivitas yang disajikan oleh Devas sebagai berikut:

40 Realisasi penerimaan pajak x 100% Potensi adalah : Maka, efektivitas yang dicapai oleh PT Agung Pelita Industrindo 31.836.095,- Efektivitas pajak 2007 = x 100% 3.578.132.233,- Efektivitas pajak 2007 = 0,89% Realisasi penerimaan pajak sebesar Rp 31.836.095,- diperoleh dari hasil perhitungan tarif sebesar 6% pada PT Agung Pelita Industrindo, sedangkan potensi pajak penghasilan PPH pasal 23 pada perusahaan atas jasa maklon adalah Rp 3.578.132.233, Jadi efektifitas pembayaran pajak yang dipungut dan disetor oleh PT Agung Pelita Industrindo tahun anggaran 2007 sebesar 0,89% pada pihak pemberian jasa (maklon). Sedangkan efektifitas pajak perusahaan tahun 2008 adalah : 31.836.895,- Efektivitas tahun 2008 = x 100% 2.404.669.940,- Efektivitas tahun 2008 = 1,32% Realisasi penerimaan pajak atas perhitungan tarif sebesar 6% pada PT Agung Pelita Industrindo sebesar Rp 31.836.895 dan potensi pajak penghasilan PPH pasal 23 perusahaan atas jasa maklon tahun 2008 adalah Rp 2.404.669.940,-, jadi

41 efektifitas pembayaran pajak yang dipungut dan disetor oleh PT Agung Pelita Industrindo lebih efektif. Hal ini disebabkan karena besar kecilnya penerimaan pajak ditentukan oleh besarnya jumlah penambahan bruto dan jumlah realisasinya