PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK Saccharomyces cerevisiae Hansen TERHADAP KANDUNGAN GOSIPOL PADA KULTUR KALUS Gossypium hirsutum L.

dokumen-dokumen yang mirip
Diterima Desember 2004 disetujui untuk diterbitkan Januari 2006

BAB I PENDAHULUAN. alami untuk pembuatan obat, pestisida, parfum, penyedap rasa dan zat

Metode Elisitasi Menggunakan Ragi Sacharomyces cerevisiae H. untuk Meningkatkan Kandungan Bioaktif Kuinon Kalus Morinda citrifolia L.

Pengaruh Pemberian Elisitor Homogenat Jamur Pythium aphanidermatum (Edson) Fitzp. terhadap Kandungan Ajmalisin dalam Kultur Akar Catharantus roseus

Revis Asra Jurusan Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Jambi ABSTRAK

BAB III METODE PENELITIAN

El. Jujun Ratnasari, Arbayah H Siregar**, dan Rizkita RE***

DAFTAR PUSTAKA. Achmad, S.A. (1986). Kimia Organik Bahan Alam. Jakarta : Universitas Terbuka

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

58. HUBUNGAN KANDUNGAN AJMALISIN DENGAN PERTUMUBUHAN KALUS Kalus Catharanthus roceus [L.] G. Don DENGAN PEMBERIAN NAA dan BAP

Peningkatan Produksi Azadirahtin dalam Kultur Suspensi Sel Azadirachta indica A.Juss melalui Penambahan Skualen

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan Jurusan

HASIL DAN PEMBAHASAN. eksplan hidup, persentase eksplan browning, persentase eksplan kontaminasi,

GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PEMBELAJARAN (GBPP)

BAB III METODE PENELITIAN. Maulana Malik Ibrahim Malang pada bulan Januari-Juli 2014.

PRODUKSI KATEKIN PADA KULTUR IN VITRO KALUS TEH (Camellia sinensis L.) DENGAN ELISITASI Saccharomyces cerevisiae SKRIPSI NURHAYATI

BAHAN DAN METODE. Bahan dan Alat

Pengaruh Retardan dan Aspirin dalam Menginduksi Pembentukan Umbi Mikro Kentang (Solanum tuberosum) Secara In Vitro

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN. Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Maulana

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

ELISITASI FUNGI ENDOFIT F 9 DAN PENGARUHNYA TERHADAP KADAR ARTEMISININ KALUS Artemisia annua L. PADA MEDIA MURASHIGE & SKOOG YANG DIPERKAYA AIR KELAPA

DAFTAR LAMPIRAN. Lampiran 1. Alur Kerja Subkultur Bakteri Penghasil Biosurfaktan dari Laut dalam Mendegradasi Glifosat

Gambar 4. A=N0K0; B=N0K1; C=N0K2

DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU LAMPIRAN

BAB III METODE PENELITIAN

PENGGUNAAN 2,4 D UNTUK INISIASI KALUS JARINGAN NUCELLUS Mangifera odorata Griff. MELALUI BUDIDAYA JARINGAN

Cobalah pahami isi kuliah dengan topik protoplas dengan mempelajari pertanyaan-pertanyaan yang diberikan.

Effect of ammonium concentration on alcoholic fermentation kinetics by wine yeasts for high sugar content

Pertumbuhan Kalus dan Produksi Antrakuinon Mengkudu (Morinda citrifolia L.) pada Media Murashige-Skoog (MS) dengan Penambahan Ion Ca 2+ dan Cu 2+

LAMPIRAN. Lampiran A: Alur Kerja Isolasi Bakteri Penghasil Biosurfaktan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di laboratorium Plant Physiology and Culture

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan 2

SKRIPSI. PENGARUH KINETIN DAN ASAM 2,4 DIKLOROFENOKSIASETAT TERHADAP KANDUNGAN METABOLIT SEKUNDER KALUS DAUN POHPOHAN (Pilea trinervia Wight)

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial yaitu pemberian

Prosiding Seminar Nasional Biotik 2015 ISBN:

A Study of forming cell suspension culture Camelia sinensis and the detection of secondary metabolite Epicathecin Gallate ABSTRACT

BAB III METODE PENELITIAN. lengkap (RAL) pola faktorial yang terdiri dari 2 faktor. Faktor pertama adalah variasi

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan April 2012 sampai dengan bulan Juni 2012 di

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan Peremajaan Aktinomiset dari Kultur Penyimpanan Perbanyakan Sclerotium rolfsii dari Kultur Penyimpanan

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan Acak Lengkap (RAL) Faktorial yang terdiri dari 2 faktor. Faktor

I. PENDAHULUAN. lalapan karena memiliki cita rasa yang khas. Daun muda pohpohan memiliki

Produksi Senyawa Metabolit Sekunder Melalui Kultur Jaringan dan Transformasi Genetik Artemisia Annua L.

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i. DAFTAR ISI... iii. DAFTAR TABEL...v. DAFTAR GAMBAR... vi. DAFTAR LAMPIRAN... vii. Abstract... viii. INTISARI...

BAB III METODE PENELITIAN. konsentrasi limbah cair tapioka (10%, 20%, 30%, 40%, 50% dan 0% atau kontrol)

III. METODE PENELITIAN A.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. AKTIVITAS KUALITATIF ENZIM KITINOLITIK (INDEKS KITINOLITIK)

bio.unsoed.ac.id METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Pelaksanaan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitaian ini di lakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan

PENENTUAN AKTIVITAS SPESIFIK HEKSOKINASE DARI LIMBAH ANGGUR PISANG BIJI.

TRANSFORMASI STRUKTUR AGLIKON ZAT MANIS STEVIA

PENGARUH IAA DAN BAP TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN NILAM (Pogestemon cablin Benth) IN VITRO

Kultur Sel. Eksplan Kultur Sel

Staf pengajar PS Pemuliaan Tanaman, Jurusan BDP FP USU Medan

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret-November 2012 di

3 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat

HASIL DAN PEMBAHASAN

Oleh: Wahyu Surakusumah * Jurusan Pendidikan Biologi Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Pendidikan Indonesia

IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Air leri merupakan bahan organik dengan kandungan fosfor, magnesium

LAPORAN PRAKTIKUM. ISOLASI DNA, Isolasi Protein dan PCR (Elektroforesis agarose dan Acrylamic)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH KONSENTRASI SUKROSA TERHADAP PERTUMBUHAN. Saccharomyces cerevisiae PADA PRODUKSI PROTEIN SEL TUNGGAL DENGAN MEDIA LIMBAH CAIR TAHU.

PENGARUH KONSENTRASI ALUMINIUM DALAM MEDIA SELEKSI KULTUR KALUS PADI PADA PERTUMBUHAN KALUS.

RESPONS PERTUMBUHAN TANAMAN ANGGREK (Dendrobium sp.) TERHADAP PEMBERIAN BAP DAN NAA SECARA IN VITRO

HASIL DA PEMBAHASA. Kadar Air

BAB I PENDAHULUAN. komersial dengan beragam khasiat pada seluruh bagian tanamannya. Tanaman

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. seni), dan tonik (mampu meningkatkan stamina tubuh). Seperti yang

LAMPIRAN. Lampiran 1. Komposisi Media MGMK Padat dan Cara Pembuatannya Bahan: Koloidal kitin 12,5% (b/v) 72,7 ml. Agar 20 g.

BAB III METODE PENELITIAN. digunakan yaitu perbedaan pemberian konsentrasi ion logam Cu 2+

METODOLOGI PENELITIAN

ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

Lampiran A : Komposisi Media MS

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan pangan penduduk selalu meningkat dari tahun ke tahun. Terdapat. yaitu beras merah dan beras hitam (Lee, 2010).

Seminar Proposal Tugas Akhir SB Oleh: Daniar Robbiani ( ) Dosen Pembimbing Tutik Nurhidayati, S.Si.,M.Si. Nurul Jadid, S.Si.,M.Sc.

III. BAHAN DAN METODE

BAB III METODE PENELITIAN. terdiri atas 5 perlakuan dengan 3 ulangan yang terdiri dari:

I. PENDAHULUAN. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) memiliki peran strategis dalam pangan

BAB IV Pemilihan Jamur untuk Produksi Lakase

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan acak lengkap (RAL) faktorial dengan 2 faktor yaitu:

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Murashige-Skoog dengan penambahan zat pengatur tumbuh 2,4-D dan

I. PENDAHULUAN. sebutan lain seruni atau bunga emas (Golden Flower) yang berasal dari

Penyerapan Logam Berat Timbal (PB) Dengan Enzim Protease Dari Bakteri Bacillus Subtilis

Metode Pengukuran Spektrofotometri (Bergmeyer et al. 1974) Pembuatan Media Heterotrof Media Heterotrof Padat. Pengaruh ph, Suhu, Konsentrasi dan

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai Juni 2014 bertempat di

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

LAMPIRAN. Lampiran 1. Alur Kerja Isolasi Bakteri Endofit dari Batang dan Akar Tanaman Dara metode Radu & Kqueen (2002) yang dimodifikasi

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat

Bab IV Data dan Hasil Pembahasan

BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei-Agustus Uji potensi

BAB III BAHAN, ALAT DAN METODA

PENINGKATAN PRODUKSI KATARANTIN MELALUI TEKNIK ELISITASI PADA KULTUR AGREGAT SEL Catharanthus roseus

PERTUMBUHAN MIKROORGANISME

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Alat dan Bahan Prosedur Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. Chlorella sp. tiap perlakuan. Data di analisa menggunakan statistik One Way

BAHA DA METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

Kalus Daun Cabe Jawa (Piper retrofractum Vahl.) The effect of culture media on piperine content of Cabe jawa (Piper retrofractum Vahl.

Transkripsi:

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK Saccharomyces cerevisiae Hansen TERHADAP KANDUNGAN GOSIPOL PADA KULTUR KALUS Gossypium hirsutum L. [The Effect of Saccharomycetes Cerevisiae Hansen Extract on Gosipol Content of Gossypium hirsutum L. Callus Cultures] Rama Riana Sitinjak 1, Arbayah H Siregar 2 dan Rizkita RE 2 1 Biologi, IKIP Gunungsitoli, P. Nias 2 Biologi, Institut Teknologi Bandung ABSTRACT 777/s study concentrated on the effect of Saccharomyces cerevisiae Hansen extract on gosipol content of Gossypium hirsutum L callus cultures. There were many ways commonly used to obtain high secondary metabolites product by using tissue culture, i.e. elicitation. The objective of this study was to increase the production ofgossypol on G. hirsutum callus cultures using elicitor derived from S. cerevisiae. The callus grew optimally and produced gossypol on Linsmaierand Skoog (LS) medium with the addition of 10 s M NAA and 10' 6 M 2,4-D. Callus derived from cotyledon was subcultured five times. Callus was then elicited with elicitor derived from autoclaved S. cerevisiae and concentration of elicitor tested were 0.5, 1.0 and 2.5% (b/v). The harvesting times were 0, 2, 4, dan 6 days after elicitation. The gossypol was analyzed qualitatively and quantitatively by using High Performance Liquid Chromatography (HPLC). Gossypol content was influenced significantly by concentration of elicitor and harvesting time. The maximum ofgossypol content was obtained on the 4 lh day after elicitation i.e. 469.233 ± 2.332 pg/g dry weight in the elicited callus of G. hirsutum. Kate kunci/ Keywords: gosipol/gossypol, tumbuhan kapas/gossypium hirsutum, khamir/saccharomyces cerevisiae, elisitasi/elicitation, Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)/High Performance Liquid Chromatography (HPLC). PENDAHULUAN Gosipol adalah senyawa hasil metabolisme sekunder pada tanaman kapas-kapasan dan suku Malvaceae lainnya (Robinson, 1991), dan akhirakhir ini tengah dilakukan penelitian intensif tentang toksisitasnya terhadap sel kanker (Jaroszewski et al., 1991). Gosipol juga telah digunakan sebagai senyawa antifertilitas (Tang dan Einsenbrand, 1992). Kultur jaringan tumbuhan merupakan teknik alternatif yang dapat digunakan untuk menghasilkan metabolit sekunder karena memiliki banyak keuntungan antara lain tidak tergantung pada faktor lingkungan (iklim, hama/penyakit, serta hambatan-hambatan geografis dan musim), sistem produksinya dapat diatur sehingga kualitas dan produksinya lebih konsisten untuk memenuhi kebutuhan pasar serta dapat mengurangi penggunaan lahan (Wiendi et al., 1992). Meskipun banyak keuntungannya, teknik kultur jaringan ini masih mempunyai kekurangan yaitu produksi metabolit sekunder pada beberapa kultur tumbuhan masih rendah. Untuk mengatasi hal ini perlu dilakukan teknik elisitasi (Buitelaar dantramper, 1991). Elisitasi merupakan salah satu teknik untuk merangsang pembentukan fitoaleksin dan meningkatkan kandungan senyawa konstitutif atau metabolit sekunder yang terakumulasi akibat cekaman (Barz et al., 1990). Elisitor yang diberikan dapat berupa elisitor abiotik seperti radiasi UV, detergen, ion logam berat dan dapat juga berupa elisitor biotik seperti homogenat kultur kompleks yang berasal dari jamur, bakteri, khamir, atau fraksi-fraksinya (Wiendi et al, 1992). Penggunaan khamir sebagai bahan elisitor mempunyai beberapa kelebihan antara lain mudah diperoleh, siklus hidupnya relatif pendek, tidak patogen bagi manusia dan dapat tumbuh pada ph 131

rendah (Hariyum, 1986). Kandungan gosipol pada tanaman kapas telah dapat ditingkatkan dengan memberikan beberapa jenis elisitor biotik. Hasil penelitian Heinstein (1985) menunjukkan bahwa kandungan gosipol meningkat pada kultur suspensi sel Gossypium arboreum dengan penambahan elisitor Saccharomyces cerevisiae dan konidia Verticillium dahliae. Yulia (1999) berhasil meningkatkan kandungan gosipol 50,643% pada kultur kalus G. hirsutum L. dan 41,110% pada kultur kalus G. herbaceum dengan pemberian elisitor Rhizoctonia solani Kuhn. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kandungan gosipol pada kultur kalus G. hirsutum L. dengan pemberian elisitor S. cerevisiae dan untuk menentukan konsentrasi elisitor terbaik serta waktu kontak optimum yang dapat meningkatkan kandungan gosipol pada kultur kalus G. hirsutum L. dikeringkan dalam oven hingga mencapai berat kering konstan kemudian digerus hingga diperoleh serbuk khamir. Serbuk khamir ditimbang dan dilarutkan dalam akuades dengan konsentrasi yang ditentukan yaitu 0,5, 1,0 dan 2,5% (b/v). Ekstrak S. cerevisiae kemudian disterilkan dalam autoklaf pada suhu 121 C dengan tekanan 15 psi (pound per square inch) selama 20 menit (Suvarnalatha et al., 1994). Kotiledon kapas Medium induksi kalus Medium yang digunakan untuk induksi kalus adalah medium dasar Linsmaier dan Skoog (1965). Konsentrasi zat pengatur tumbuh yang ditambahkan untuk induksi kalus G. hirsutum adalah 10" 6 M 2,4-diklorofenoksiasetat (2,4-D) dan 10" 5 M asam naftalen asetat (NAA) (Purwianingsih, 1997). BAHAN DAN METODA Khamir S. cerevisiae Medium pemeliharaan S. cerevisiae ditumbuhkan pada medium selektif 'Glucose Yeast Extract' (GYE) padat, pada suhu kamar. Pembuatan kurva tumbuh Khamir dari biakan murni (S. cerevisiae) yang dipelihara pada medium GYE padat, selama dua hari pada suhu kamar, diinokulasikan pada medium GYE cair. Sampel diambil setiap dua jam untuk dihitung jumlah sehiya dengan menggunakan metoda 'Total Plate Count'. Kurva pertumbuhan dibuat untuk menggambarkan hubungan jumlah sel terhadap waktu inkubasi. Persiapan bahan elisitor S. cerevisiae yang telah mencapai awal fase stasioner diautoklaf pada suhu 121 C. Sel-sel dipisahkan dari medium dengan sentrifugasi pada kecepatan 1500 g selama 5 menit (Roos et ah, 1998). Sel dicuci dengan akuades steril dan Penentuan kurva tumbuh kalus Kalus pada subkultur V dipanen dan ditimbang setiap 2 hari sekali, dimulai dari hari ke 0. Kalus dikeringkan dalam oven pada suhu 50 C, lalu ditimbang hingga mencapai berat kering konstan. Kurva pertumbuhan ditentukan dari berat kering kalus terhadap waktu. Penimbangan dihentikan setelah seluruh fase pertumbuhan kalus diketahui. Penentuan kurva kandungan gosipol Kalus yang telah mencapai berat kering konstan diekstraksi, lalu dianalisis sehingga dapat diketahui kandungan gosipol yang diproduksi oleh kalus tersebut pada setiap fase pertumbuhan kalus. Dari kurva tumbuh kalus dan kurva kandungan gosipol dapat ditentukan waktu yang tepat untuk elisitasi. Elisitasi kalus Kalus yang akan dielisitasi adalah kalus yang telah mengalami 5 kali subkultur. Elisitasi dilakukan dengan menambahkan ekstrak S. 132

cerevisiae dengan konsentrasi 0,5, 1,0 dan 2,5% (b/v), sedangkan pada kalus kontrol ditambahkan akuades steril. Dilakukan 5 kali ulangan untuk masing-masing perlakuan maupun kontrol. Ekstraksi bahan Bahan kering berupa kalus diekstraksi dengan metode modifikasi Schmidt dan Wells (1990). Selanjutnya ekstrak disimpan pada suhu -20 C (Nomier dan Abou-Donia, 1992). Analisis data Analisis kualitatif dan kuantitatif Analisis kualitatif dan kuantitatif untuk gosipol dilakukan dengan menggunakan KCKT dan jenis kolom yang digunakan adalah Shim-pack CLC-ODS 0,15 m dengan diameter 6,0 mm. Kromatopak yang digunakan adalah Shimadzu CR-7A Plus. Hasihiya dideteksi pada panjang gelombang 230 nm (Schmidt dan Wells, 1990; Nomeir dan Abou-Donia, 1982). Uji statistik Uji statistik terhadap kandungan gosipol dalam kalus G. hirsutum, sebelum dan sesudah elisitasi, dengan analisis varian (ANAVA) dalam rancangan acak lengkap (RAL) dengan tingkat kepercayaan 95%. Jika terlihat ada beda nyata, maka dilanjutkan dengan 'Duncan's Multiple Range Test' (DMRT) pada tingkat kepercayaan 95%. Uji statistik dilakukan dengan menggunakan program statistik "Statistica for Windows Release 4,3 Statsoft Inc. 1993. HASIL Kalus yang diberi elisitor memperlihatkan warna lebih gelap (coklat kekuning-kuningan) serta pertumbuhannya sangat lambat, sementara kalus kontrol memperlihatkan warna lebih terang (coklat keputih-putihan). Kalus yang telah dielisitasi ini kemudian dianalisis. Berdasarkan analisis data diperoleh hasil bahwa elisitasi dapat meningkatkan kandungan gosipol secara nyata. Perbedaan konsentrasi elisitor dan waktu panen memberikan pengaruh peningkatan yang berbeda nyata terhadap kandungan gosipol bila dibandingkan dengan kultur kalus tanpa perlakuan elisitor. Kalus yang dielisitasi dengan konsentrasi elisitor khamir 0,5% (b/v) memproduksi kandungan gosipol tertinggi sebesar 469,233 ug/g BK setelah 4 hari dielisitasi. Persentase peningkatan ini mencapai 207,345% bila dibandingkan dengan kontrol. Sementara konsentrasi elisitor 1,0% (b/v) memproduksi kandungan gosipol sekitar 354,757 ug/g BK dan konsentrasi elisitor 2,5% (b/v) memproduksi kandungan gosipol sekitar 256,609 ug/g BK. Hasil ini menunjukkan bahwa konsentrasi elisitor 1,0% (b/v) dan 2,5% (b/v) tidak menyebabkan produksi gosipol lebih tinggi lagi. PEMBAHASAN Kurva tumbuh ragi Ekstrak sel khamir yang akan digunakan sebagai bahan elisitor diambil pada saat sel mencapai awal fase stasioner (Suvarnalatha et al., 1994), karena pada awal fase ini kerapatan sel dalam keadaan maksimum dan beberapa enzim tetap dalam keadaan aktif (Moat dan Foster, 1995). Kurva tumbuh 5. cerevisiae dapat dilihat pada Gambar 1. Elisitor dari ekstrak khamir mempunyai struktur yang serupa dengan struktur dinding dari miselium Phytophthora megasperma. Elisitor yang efektif dapat diisolasi dari S. cerevisiae adalah yang mempunyai struktur dinding sel glukan (Hahn dan Albersheim, 1978). Hubungan pertumbuhan dan kandungan gosipol pada kalus G. hirsutum. Eksplan kotiledon yang ditanam dalam medium LS dengan penambahan zat pengatur konsentrasi 10" 6 M 2,4-D dan 10' 5 M NAA dapat membentuk kalus. Penambahan 2,4-D akan menginisiasi pembelahan sel untuk terbentuknya kalus (George dan Sherrington, 1984) dan pemberian NAA dengan konsentrasi tinggi dapat menginisiasi pembentukan kalus yang kompak 133

pada kultur kalus kapas (Ammirato et al., 1984). Menurut Heinstein dan El-Shagi (1981) eksplan kotiledon yang ditanam pada medium LS dengan penambahan 2,4-D dan NAA pada konsentrasi tertentu akan menghasilkan pertumbuhan kalus, sebaik produksi gosipolnya. terhadap enzim yang mengkatalisis pembentukannya (Byun et al., 1992). is 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 Hari - Kandungan gosipol Berat kering 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 Umur (jam) -Jumlahsel(log) Gambar 1. Kurva pertumbuhan S. cerevisiae pada medium GYE cair. Hubungan pertumbuhan kalus dengan kandungan gosipol pada G. hirsutum dapat dilihat pada Gambar 2. Pada umur 0 hari hingga 10 hari pertumbuhan kalus dan sintesis kandungan gosipol berlangsung bersamaan. Jadi proses sintesis metabolisme primer sejalan dengan proses sintesis metabolisme sekunder (Endress, 1994). Pada umur kalus lebih dari 10 hari kandungan gosipol menurun, sementara fase pertumbuhan kalus meskipun relatif lambat namun berlangsung hingga umur 16 hari. Menurut Heinstein dan El-Shagi (1981) kultur yang diinkubasi pada kondisi gelap memproduksi gosipol maksimal, namun pertumbuhannya sangat lambat. Hal ini diperkirakan karena adanya kompetisi untuk prekursor bagi proses pertumbuhan dan sintesis metabolisme sekunder (Van der Plas et al., 1995). Sedangkan Threlfall dan Whitehead (1991) menyatakan bahwa konsentrasi senyawa gosipol dapat menurun akibat terdegradasi menjadi bentuk kadalen dan lansilen serta adanya lisis. Kemungkinan lain penurunan ini disebabkan adanya penghambatan balik oleh gosipol itu sendiri Gambar 2. Hubungan pertumbuhan dan kandungan gosipol pada kalus G. hirsutum Pengaruh pemberian elisitor terhadap kandungan gosipol. Kalus yang dielisitasi berwarna lebih gelap (coklat kekunging-kuningan) serta pertum-buhannya lebih lambat dan kandungan gosipolnya lebih tinggi bila dibanding dengan kalus kontrol. Hal ini kemungkinan merupakan suatu respons hipersensitif yang ditunjukkan oleh jaringan tumbuhan akibat adanya cekaman. Menurut Bell (1969) gosipol yang merupakan metabolit sekunder diproduksi oleh tumbuhan kapas yang mengalami cekaman secara biologi, kimia dan fisika. Jadi elisitor S. cerevisiae yang diinkubasikan pada kalus menyebabkan kalus tersebut mengalami cekaman, sehingga memperlihatkan warna gelap (kecoklatan). Pencoklatan kalus di samping karena adanya akumulasi fitoaleksin, juga adanya sintesis senyawa fenolik (Isaac, 1992). Peningkatan kandungan gosipol pada kalus yang dielisitasi disebabkan oleh adanya aktivitas enzim setelah pengikatan elisitor oleh reseptor. Pada Gambar 3 diketahui bahwa pada kalus G. hirsutum terjadi peningkatan kandungan gosipol yang dielisitasi. Joost et al. (1995) menyatakan bahwa pada tanaman kapas yang dielisitasi akan terjadi peningkatan transkripsi mrna untuk enzim 3-hidroksi-3-metil glutari KoA 134

reduktase (HMGR). Enzim ini bertanggung jawab untuk mengkatalisis pembentukan asam mevalonat yang menjadi prekursor dalam pembetukan gosipol. Kalus yang dielisitasi dengan konsentrasi elisitor S. cerevisiae 0,5% (b/v) memproduksi kandungan gosipol tertinggi, yaitu sebesar 469,233 ug/g BK, setelah 4 hari dielisitasi. Hal ini menunjukkan bahwa konsentrasi elisitor merupakan faktor pembatas dalam sintesis gosipol, karena untuk meningkatkan kandungan gosipol diperlukan konsentrasi elisitor optimum. Isaac (1992) menyatakan bahwa jika elisitor sebagai efektor, maka konsentrasi elisitor optimum sangat bergantung pada jumlah reseptor yang terdapat pada sel tumbuhan. elisitasi dipengaruhi oleh konsentrasi elisitor dan waktu pemanenan. KESIMPULAN 1. Pemberian elisitor ekstrak Saccharomyces cerevisiae dengan konsentrasi dan waktu pemanenan vang berbeda berpengaruh secara nyata terhadap peningkatan produksi gosipol pada kultur kalus Gossypium hirsutum (13,764%-207.345%). Konsentrasi terbaik elisitor ekstrak S. cerevisiae adalah 0.5% (b/v) dengan waktu panen hari ke 4. Kondisi ini meningkatkan kandungan gosipol pada kultur kalus G. hirsutum dari 114,460 ± 0.258 µ.g/g BK.hingga 469,233 ± 2,427 ng g BK. SARAN Konsentrasi elisitor dan waktu panen termasuk faktor yang berperan dalam mempengaruhi produksi metabolit sekunder pada kultur kalus atau sel tumbuhan yang dielisitasi. Untuk memperoleh metabolit sekunder yang sangat tinggi, perlu diberikan konsentrasi elisitor yang lebih efektif dan waktu panen yang tepat. Gambar 3. Pengaruh elisitasi terhadap kandungan gosipal pada kalus G. hirsutum. K = konsentrasi elisitor Waktu pemanenan juga dapat mempengaruhi kandungan gosipol karena adanya efek "post binding". Jadi untuk memproduksi gosipol kemungkinan diperlukan waktu untuk meningkatkan, menghambat, atau menurunkan aktivitas enzim setelah pengikatan elisitor oleh reseptor. Hasil penelitian Joost et al. (1995) menunjukkan bahwa peningkatan aktivitas mrna untuk enzim HMGR pada tanaman kapas G. hirsutum terjadi 48 jam setelah dinjeksi dengan konidia V. dahliae yang telah diautoklaf. Setelah 96 jam ekspresi mrna untuk enzim HMGR tersebut menurun mendekati produksi kontrol. Jadi produksi gosipol pada kultur kalus G. hirsutum setelah DAFTAR PUSTAKA Ammirato PV, Evans DA, Sharp WR and Yamada Y. 1984. Handbook of Plant Cell Culture, 487-5 lothird edition. Collier Macmillan London. Barz W, Bless W, Borger-Papendorf G, Gunia W, Makenborck U, Meier D, Otto CH and Super E. 1990. Phytoalexin as the part ofinduced defense reaction in plants: Their elicitation, function, and metabolism. Dalam: Bioactive Compound of Plants, 141-156. Ciba Foundation Symposium 154. Wiley, Chichester. Bell AA. 1969. Phytoalexin Production and Verticillium Wilt Resistence in Cotton. Phytopathology 59, 1119-1126. Buitelaar RM and Tramper I. 1991. Strategies to Improve the Production of Secondary Metabolites With Plant Cell Culture, A Literature Review. Dalam: Production and Excretion of Secondary Metabolites by 135

Plant Cell Cultures of Tagetes, 5-15. Buitelaar, R.M. (Ed). Wageningen. Byun SY, Ryu YW, Kim P and Pederson H. 1992. Elicitation of Sanguinarine Production on Two-Phase Culture of Eschschsoltzia californica. Fermentation andbioengineering. 73, 380-385. Endress, R. 1994. Plant Cell Biotecnology, 240-245. Springer-verlag, Berlin Heidelberg. George EF and Sherrington PD. 1984. Plant Propagation By Tissue Culture, 326-328. Exegetics. Hanh MG and Albersheim P. 1978. Host- Pathogen Interactions. Plant Physiology 62,107-111. Hariyum A. 1986. Pembuatan Protein Sel Tunggal, 12-19. Waca Utama Pramesti. Jakarta. Heinstein PF. 1985. Future Approaches to the Formation of Secondary Natural Products in Plant Cell Suspension Cultures. Journal of Natural Products 48 (1), 1-9. Heinstein PF and El-Shagi H. 1981. Formation of Gossypol by Gossypium Hirsutum L. Cell Suspension Cultures. J. Natural Production 44,1-6. Isaac S. 1992. Fungal plant interaction, 186-206. Chapman and Hall, London. Jaroszewski JW, Hansen TS, Hansen SH, Thastrup O dan Kefod H. 1991. On the Botanical Distribution of Chinal Forms of Gossypol. Planta Media 58, 454-458. Joost O, Bianchini G, Bell AA, Benedict CR and Magil CW. 1995. Differential Induction of 3-Hydroxy-3-Methylglutanyl Coa Reductase iln Two Cotton Species Following Inoculation with Verticillium. MPMI 8 (6), 880-885. Moat AG and Foster JW. 1995. Microbial Physiolog, Ed 3, 21-22. John Wiley & Sons, New York. Nomeir AA and Abou-Donia MB. 1982. Gossypol: High-Performance Liquid Chromatographic Analysis and Stability in Various Solvents. JAOCS. 59 (12), 546-549. Wiendi NMA, Wattimena GA dan Gunawan LW. 1992. Produksi Senyawa Metabolit Sekunder dengan Kultur Jaringan. Dalam: Bioteknologi Tanaman, 169-219. Depdikbud- Direktorat Pendidikan Tinggi, Pusat Antar Universitas. IPB. Bogor. Purwianingsih W. 1997. Efek Pemberian Homogenat Verticillium dahliae Kleb dan Rhizoctonia solani Kuhn sebagai Elisitor terhadap Kandungan Gosipol dalam Kultur Kalus Gossypium hirsutum L. Tesis Paska Sarjana ITB, 20-27. Bandung. Robinson T. 1991. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi, 154. Penerjemah Padmawinata, K. ITB. Bandung. Roos W, Evers S, Hieke M, Tschope M and Schumann B. 1998. Shifts of intracelluler Ph Distribution as Part of the Signal Mechanism Leading to the Elicitation of Benzophenonanthrodine Alkaloids. Plant Physiol. 118, 349-364. Schmidt JH and Wells R. 1990. Evidence for the Presence of Gossypol in Malvaceous Plant Other Than Those In The Cotton Tribe. Agric and Food Chem. 38, 505-50. Suvarnalatha G, Rajendran L, Ravishandar GA and Venkataraman LV. 1994. Elicitation of Anthocyanin Production in Cell Cultures of Carrot (Daucus Carota L.) by Using Elicitors and Abiotic Stress. Biotechnology Letters. 16 (12), 1275-1280. Tang W and Eisenbrand G. 1992. Chinese Drugs of Plant Origin, 403-404Springer-Verlag. Berlin Heidelberg. Threlfall DR and Whitehead IM. 1991. Terpenoid Phytoalexins: Aspects of Biosynthesis, Catabolism, and Regulation. Dalam: Ecological Chemistry and Biochemistry of Plant Terpenoids, 159-208. Oxford University. Van der Plas LHW, Eijkelboom C and Hagendoom MJM. 1995. Relation between Primary and Secondary Metabolism in Plant Cell Suspension. Competition between Secondary Metabolite Production and Growth in a Model System (Morinda citrifolia). Plant Cell Tissue and Organ Culture 43,111-116. Yulia D. 1999. Perbandingan Kandungan Gosipol pada Kalus Gossypium Hirsutum L. dan Gossypium herbaceum L. yang Dielisitasi dengan Rhizoctonia. Tesis Paska Sarjana ITB, 48, Bandung. 136