Bab 2. Landasan Teori. Pada bab ini Penulis akan menjabarkan tentang teori yang digunakan Penulis

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN KERANGKA TEORI. Berdasarkan data-data yang dikumpulkan baik berupa penelitian, jurnal

BAB I PENDAHULUAN. Pesan yang disampaikan dapat melalui karya sastra.

BAB I PENDAHULUAN. setidaknya jika itu mengacu pada data yang dirilis oleh UNESCO ditahun 2011.

BAB 6 PENUTUP. Terjemahan yang baik memiliki tiga kriteria, yakni ketepatan, kejelasan, dan

PENERJEMAHAN KATA DAN KALIMAT PADA KOMIK NUSANTARANGER KE DALAM BAHASA JEPANG

PENERJEMAHAN LIRIK LAGU SEPASANG MATA BOLA KARYA ISMAIL MARZUKI

BAB I PENDAHULUAN. akhir-akhir ini meningkat jumlahnya, salah satu buku atau literatur asing yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. yang dirasakannya melalui hasil karya tulisnya kepada para pembacanya. Banyak

Contoh: (1) Tsu : A, a kibun onsenyado da ne korya. (CMCJ. Tsa Wah, nikmatnya scpcrti scdang berlibur ke pemandian air paiias saja (CMCI5:42)

IDEOLOGI DALAM PENERJEMAHAN (Farida Amalia Universitas Pendidikan Indonesia)

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam teks yang sepadan dengan bahasa sasaran. Munday (2001) mendefinisikan

BAB I PENDAHULUAN. berkomunikasi atau berinteraksi antara satu dengan yang lainnya. Bahasa sangat

BAB I PENDAHULUAN. Hobi adalah kegemaran; kesenangan istimewa pada waktu senggang,

BAB I PENDAHULUAN. melakukan suatu kegiatan dalam sebuah lingkungan berkelompok maupun individu.

BAB 1 PENDAHULUAN. Sebagai alat berkomunikasi, manusia menggunakan bahasa sebagai sarananya.

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah sesuatu yang bersifat universal karena tidak memedulikan

BAB I PENDAHULUAN. Kurang lebih 30 mahasiswa dan mahasiswi masuk program studi Jepang

BAB I PENDAHULUAN. di seluruh dunia. Perbedaan bahasa kini sudah tidak menjadi pengahalang lagi

BAB I PENDAHULUAN. Jepang merupakan negara yang mempunyai empat musim, yaitu haru

BAB I PENDAHULUAN. Membaca buku bermanfaat bagi manusia, mulai dari anak-anak hingga

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Bab 1. Pendahuluan. Bahasa merupakan alat untuk menyampaikan suatu ide, pikiran, hasrat, dan

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN KERANGKA TEORI. Pada kajian pustaka dicantumkan beberapa penelitian terdahulu yang

Bab 5. Ringkasan. negeri sakura, Jepang. Dewasa ini, manga tidak hanya dikenal di Jepang. Saat ini manga

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Negara Jepang adalah salah satu negara yang kerap dijadikan acuan dalam

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. KATA PENGANTAR... ii. ABSTRAK... vi. DAFTAR ISI... viii. DAFTAR SINGKATAN... xi. DAFTAR TABEL...

BAB I PENDAHULUAN. bernama Hamuro Rin. Pria kelahiran Kitakyushu, Jepang ini memulai debutnya

BAB 3 METODE PENELITIAN

Bab 1. Pendahuluan. Bahasa adalah penggunaan kode yang merupakan gabungan fonem sehingga

BAB I PENDAHULUAN. sasaran (selanjutnya disingkat Bsa) se-alami mungkin baik secara arti dan secara

BAB I PENDAHULUAN. bahasa dari tingkat kata, frasa hingga teks untuk menyampaikan makna teks

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. berdasarkan hasil penelitian dan analisis data yang telah diperoleh pada bab-bab

BAB 1 PENDAHULUAN. Novel adalah cerita rekaan yang panjang, yang menonjolkan tokoh-tokoh

BAB I PENDAHULUAN. Penerjemahan bisa mencakup beberapa pengertian. Ahli linguistik telah

BAB 1 PENDAHULUAN. fonologi, morfologi, sintaksis, maupun semantik (Tarigan dan

PENILAIAN PENERJEMAHAN EKSPLISIT ARTIKEL KLASIK DALAM MAJALAH TRIWULAN EDISI 39 TAHUN 2006 (Studi Penerjemahan Bahasa) Dance Wamafma

Bab 1. Pendahuluan. sarana yang dipakai oleh manusia dalam berkomunikasi, sehingga bahasa itu menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Seorang anak yang sudah terbiasa dibacakan ataupun membaca buku cerita

PROSEDUR DAN METODE PENERJEMAHAN BAHASA SLANG DALAM KOMIK CRAYON SHINCHAN KARYA YOSHITO USUI

BAB I PENDAHULUAN. Hyde mulai dari masa anak-anak hingga dewasa, yang awalnya ingin menjadi. seorang komikus kemudian beralih menjadi seorang pemusik.

BAB II LANDASAN TEORI. A. Bahasa Mandarin

BAB I PENDAHULUAN. Linguistik, merupakan sebuah ilmu yang mepelajari tentang bahasa secara

PENTINGNYA PENGETAHUAN IDEOLOGI PENERJEMAHAN BAGI PENERJEMAH

PROSEDUR DAN METODE PENERJEMAHAN LIRIK LAGU DALAM FILM FROZEN

ANALISIS BUDAYA MATERIAL DALAM TERJEMAHAN KUMPULAN CERITA PENDEK MADEMOISELLE FIFI KARYA GUY DE MAUPASSANT

BAB I PENDAHULUAN. penerjemah tersebut adalah teks sastra berupa novel dengan judul Madame

STRATEGI DAN PROSEDUR PENERJEMAHAN IDIOM BAHASA JEPANG DALAM KOMIK DORAEMON TEEMA BETSU KESSAKU SEN EDISI 1 17

BAB 1 PENDAHULUAN. suatu kerja sama, baik dalam bidang pendidikan, ekonomi, politik maupun kebudayaan.

ANALISIS STRUKTUR FRASA NOMINA DALAM LAGU ANAK PELANGI-PELANGI DAN PENERJEMAHAN BAHASA INGGRISNYA, RAINBOWS

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Setelah mengumpulkan dan menganalisis data dari hasil tes dan angket

BAB I PENDAHULUAN. penting guna menyimpan uang serta barang-barang berharga yang dianggap

Bab 2. Landasan Teori. Pada bab ini, penulis akan mengemukakan beberapa teori mengenai pengertian

BAB I PENDAHULUAN. Dalam berkomunikasi kita memerlukan bahasa. Bahasa merupakan alat

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan manusia. Bahasa adalah satu-satunya milik manusia yang tidak. kegiatan manusia yang tidak disertai oleh bahasa.

Bab 2. Landasan Teori. dari definisi langsung dan penyusunan bagian-bagiannya, melainkan merupakan suatu

BAB I PENDAHULUAN. penelitian, manfaat penelitian, dan kerangka teori yang digunakan.

BAB I PENDAHULUAN. Penerjemahan kalimat pada suatu karya tulis biasanya diterjemahkan secara

Bab 1. Pendahuluan. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Sutedi bahwa bahasa digunakan sebagai alat

BAB 2 KERANGKA TEORI DAN METODOLOGI

BAB V. Simpulan dan Saran. pertanyaan yang diungkapkan di BAB 1 mengenai kesalahan apa saja yang muncul

BAB 2 KONSEP IDIOM DAN PENERJEMAHAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Dalam memahami konsep mengenai teori kebahasaan, linguistik

Bab 1. Pendahuluan. tulisan maupun isyarat) orang akan melakukan suatu komunikasi dan kontak sosial.

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya metafora adalah suatu bentuk kekreatifan makna dalam

BAB I PENDAHULUAN. Tinjauan sintak..., Vandra Risky, FIB UI, 2009

BAB I PENDAHULUAN. berjalan dengan baik. Sarana itu berupa bahasa. Dengan bahasa masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Jepang maupun luar negeri, mulai dari anak-anak hingga orang tua.

2015 ANALISIS MAKNA KANYOUKU DALAM BAHASA JEPANG YANG MENGGUNAKAN KATA MIZU

BAB 1 PENDAHULUAN. pergaulan dan mempengaruhi kehidupan untuk berkomunikasi dalam masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. Penerjemahan merupakan suatu kegiatan transformasi bentuk yakni

Ragam Penerjemahan. Kardimin UIN Sunan Kalijaga Yogyakarata Abstract

BAB I PENDAHULUAN. Penerjemahan merupakan suatu kegiatan pengalihan makna atau pengungkapan

BAB I PENDAHULUAN. berbeda. Dalam menghadapi masalah ini, kegiatan penerjemahan memberikan solusi karena

PENINGKATAN PROFESIONALISME WIDYAISWARA MELALUI PENGENALAN TEORI PENERJEMAHAN TEKS BAHASA INGGRIS (SEBUAH KAJIAN TEORITIS)

BAB I PENDAHULUAN. tanah liat, clay juga ada yang terbuat dari bermacam-macam bahan tetapi adonannya

BAB I PENDAHULUAN. seperti fabel yang menceritakan tentang binatang, hikayat yang merupakan cerita

BAB I PENDAHULUAN. lazim disebut sebagai bahasa sumber (BSu), dan mengungkapkan pemahaman

BAB 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

Bab 1. Pendahuluan. Bahasa memungkinkan sesama manusia berkomunikasi satu sama lain begitu

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah bahan utama kesusastraan. Harus disadari bahwa bahasa

BAB I PENDAHULUAN. bahasa mempunyai kaidah-kaidah ataupun aturan-aturan masing-masing yang baik dan

TERJEMAH DWIBAHASA Pengantar ke Arah Pendekatan Linguistik

BAB I PENDAHULUAN. Luar angkasa adalah ruang hampa yang berada di luar bumi dan terdiri dari

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini menarik minat pemerhati bahasa khususnya di bidang penerjemahan untuk

BAB I PENDAHULUAN. berbeda. Berbagai macam problematika pada proses komunikasi juga turut

Septianingrum Kartika Nugraha Universitas Sebelas Maret Surakarta

UNIVERSITAS INDONESIA PROBLEMATIKA PENERJEMAHAN CERITA RAKYAT LOKAL INDONESIA DARI BAHASA INDONESIA KE DALAM BAHASA INGGRIS

BAB I PENDAHULUAN. terjadi pergeseran makna pada BT, oleh sebab itu seorang penerjemah harus

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

MAKNA PENERJEMAHAN IDIOM BAHASA JEPANG PADA KOMIK DORAEMON EDISI SEBELAS

PERGESERAN BENTUK DALAM TERJEMAHAN ARTIKEL DI MAJALAH KANGGURU INDONESIA

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. keniscayaan karena kebutuhan informasi dan ilmu pengetahuan yang semakin

2 2. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1994 tentang Jabatan Fungsional Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 22,

Bab 3. Pembahasan. Penulis akan menerjemahkan lirik lagu Sepasang Mata Bola karya Ismail Marzuki

BAB I PENDAHULUAN. Buku cerita bilingual Kumpulan Cerita Anak Kreatif - Tales for Creative

BAB II LANDASAN TEORI

TEKNIK PENERJEMAHAN BSu BSa

Transkripsi:

Bab 2 Landasan Teori Pada bab ini Penulis akan menjabarkan tentang teori yang digunakan Penulis dalam menerjemahkan lirik lagu Sepasang Mata Bola karya Ismail Marzuki. Penerjemahan lirik lagu ini membutuhkan dua buah teori, yakni teori penerjemahan dan teori semantik. Kedua teori ini saling berhubungan dalam proses penerjemahan lirik lagu Sepasang Mata Bola ke dalam bahasa Jepang agar menjadi terjemahan yang paling sesuai dan paling mendekati lirik lagu aslinya. 2.1. Teori Penerjemahan Seorang guru besar teori terjemahan di Universitas Rikkyo di Tokyo, Torikai Kumiko mengungkapkan bahwa penerjemahan tertulis ( 翻訳 ) adalah upaya menerjemahkan secara tertulis isi informasi dari teks tertulis satu bahasa ke dalam bahasa lainnya (Torikai, 1998:3). Menurut Hoed (2006), penerjemahan adalah upaya mengalihkan pesan yakni makna yang terkandung dari teks suatu bahasa (bahasa sumber/bsu) ke dalam teks bahasa yang lain (bahasa sasaran/bsa) yang dikemas dengan penyesuaian terhadap dari dan untuk siapa serta dengan tujuan apakah penerjemahan tersebut dibuat. Proses menerjemahkan sendiri kemudian dapat diartikan sebagai proses mengungkapkan kembali (Ingriasari, 2012). Pada dasarnya terdapat dua sistem yang berbeda dalam penerjemahan (Nida dan Taber, 1974). Sistem pertama terdiri dari aturan-aturan baku yang diterapkan 10

dengan ketat yang bertujuan agar terdapat kesesuaian dari bahasa sumber dengan bahasa sasaran. Dengan demikian, sistem pertama dapat diformulasikan menjadi: BSu (X) BSa (X) merupakan struktur menengah yang dapat digunakan secara universal untuk semua bahasa. Sementara itu, sistem kedua memiliki tiga prosedur bertahap dalam menerjemahkan pesan yaitu analisis terhadap hubungan gramatikal serta makna kata dan kombinasi kata dalam pesan, peralihan hasil analisis tersebut dari bahasa sumber ke bahasa sasaran, dan kemudian restrukturisasi hasil analisis yang telah dialihkan ke bahasa sasaran menjadi pesan akhir yang dapat sepenuhnya dimengerti dalam bahasa sasaran. Sistem kedua ini dapat digambarkan menjadi: BSu (analisis) X (peralihan) Y (restrukturisasi) BSa Pada tahap pertama, dibutuhkan analisis gramatikal serta analisis semantik untuk mendapatkan hasil analisis. Analisis gramatikal dilakukan dengan cara membaca keseluruhan TSu dan memahami isi pesan teks tersebut secara umum. Pada tahap kedua, penerjemah menangkap pesan teks secara detil dan rinci dengan melepaskan diri dari struktur TSu. Dalam tahap ini, penerjemah kembali membutuhkan penyesuaian semantik, misalnya idiom, untuk mengalihkan TSu ke TSa. Terakhir, penerjemah harus meninjau ulang serta memastikan penggunaan bahasa yang tepat dalam bahasa sasaran, misalnya penyesuaian penggunaan bahasa dengan kisaran usia pembaca, gaya bahasa lisan dan tertulis, dialek dan sebagainya. Dalam tahap ini penerjemah menghasilkan struktur bahasa baru yakni BSa. 11

Setelah ketiga tahap tersebut dilakukan, dibutuhkan uji coba terhadap hasil penerjemahan tersebut, misalnya dari kesetaraan makna, panjang kalimat, dan sebagainya. Dengan demikian, pesan yang telah diterjemahkan dapat menjadi pesan yang setara dengan pesan dalam bahasa sumber. Proses menerjemahkan memiliki beberapa hambatan, misalnya aturan yang ditetapkan atas dasar bahasa itu sendiri (Catford, 1965), perbedaan struktur, semantik bahasa, latar belakang budaya pun mempengaruhi Teks Sumber (TSu) dan Teks Sasaran (TSa) (Newmark, 1988), yang mana faktor kebudayaan sendiri dapat berupa perbedaan bahasa, sistem sosial, sistem religi, kebudayaan material, ekologi, dan sebagainya (Hoed, 2006). Penerjemahan yang baik dan benar mengacu pada kesetaraan fungsi dari kalimat yang diterjemahkan, yang mana menitikberatkan pada penyesuaian makna yang didukung oleh berbagai faktor seperti budaya, perkembangan masyarakat dan penggunaan kosakata (Nida dan Taber, 1974). Pernyataan ini disebut dengan istilah functional equivalent. Kesulitan dalam menemukan padanan yang tepat di dalam BSa kerap kali terjadi. Masalah ini disebut dengan istilah non-equivalence at word level yakni kondisi di saat BSa tidak mempunyai padanan yang langsung terhadap kata yang muncul dalam BSu (Baker, 1992). Lorscher (dalam Baker dan Saldana, 1998: 283) mengemukakan bahwa untuk memecahkan masalah-masalah dalam proses menerjemahkan, dibutuhkan prosedur yang disebut sebagai strategi penerjemahan. Terdapat berbagai istilah yang mengacu pada penggantian yang dilakukan penerjemah dalam proses penerjemahan untuk mengalihkan TSu menjadi TSa, misalnya operation (Kludy, 2010), methods dan procedures (Vinay dan Darbelnet 1958, 1995), techniques of adjustment (Nida, 12

1964), shifts (Catford, 1965), dan transformations (Retsker 1974 dan Barkhudarov 1975). Strategi penerjemahan terdiri dari pemilihan ideologi, metode dan teknik penerjemahan yang akan menghasilkan terjemahan yang baik dan sesuai. 2.1.1. Ideologi Penerjemahan Ideologi didefinisikan sebagai kumpulan konsep bersistem yang dijadikan asas pendapat (kejadian) yang memberikan arah dan tujuan untuk kelangsungan hidup (KBBI). Ideologi dalam penerjemahan oleh Hoed (2006: 83) diungkapkan sebagai prinsip atau keyakinan tentang betul-salah atau baik-buruk, yakni terjemahan seperti apa yang terbaik bagi masyarakat pembaca BSa atau terjemahan seperti apa yang sesuai dan disukai oleh masyarakat. Venuti (1995: 23-31) mengemukakan dua macam ideologi dalam penerjemahan, yaitu domestication yakni ideologi penerjemahan yang berorientasi pada BSa dan foreignization yakni ideology penerjemahan yang berorientasi pada BSu. Domestication mengusung ide bahwa terjemahan yang dianggap baik adalah yang sesuai dengan kebudayaan atau cita rasa masyarakat BSa sehingga pembaca tidak merasa bahwa itu adalah hasil terjemahan, sedangkan foreignization merupakan kebalikan dari domestication. Terjemahan yang betul, berterima dan baik adalah yang sesuai dengan harapan pembaca yang menginginkan kehadiran budaya BSu atau yang menganggap kehadiran budaya asing bermanfaat bagi masyarakat (Ingriasari, 2012). 2.1.2. Metode Penerjemahan 13

Metode penerjemahkan digolongkan menjadi delapan metode yang dibagi menjadi dua kelompok (Newmark, 1988: 45-47). Kelompok pertama terdiri dari empat metode yang berorientasi pada source language (BSu), yaitu: 1. Word-of-word translation. Dalam metode ini, penerjemahan dilakukan kata demi kata tanpa mengubah susunan kalimat dalam TSu, dan kata-kata yang berhubungan yang mengandung faktor budaya dialihkan apa adanya. Metode ini baik digunakan sebagai langkah penerjemahan teks BSu yang memiliki struktur yang sangat berbeda dengan BSa; 2. Literal translation. Penerjemahan dalam metode ini dilakukan secara harafiah dengan mempertahankan kata-kata dan gaya bahasa dalam TSu namun mengubah struktur BSu menjadi BSa. Metode ini bermanfaat untuk memberi sudut pandang pada penerjemah dalam menanggulangi masalah, misalnya penerjemahan idiom. 3. Faithful translation. Dalam metode penerjemahan ini, aspek format atau aspek bentuk TSu dipertahankan sejauh mungkin. Metode ini banyak digunakan dalam menerjemahkan puisi. 4. Semantic translation. Penerjemahan dengan metode ini menitikberatkan pada makna kata sehingga terdapat istilah atau kata kunci yang harus dihadirkan dalam TSa, misalnya penerjemahan bidang politik. Kelompok kedua dalam metode penerjemahan terdiri dari empat metode yang lebih berorientasi pada target language (BSa), yaitu: 1. Adaptation. Metode ini lebih menekankan pada isi pesan dengan bentuk yang disesuaikan dengan kebudayaan BSa, misalnya dalam penerjemahan dongeng anak-anak. 14

2. Free translation. penerjemahan ini menitikberatkan pada pengalihan pesan sementara pengungkapannya dalam TSa disesuuaikan dengan kebutuhan calom pembaca. Pada umumnya, penerjemahan dengan metode ini menghasilkan TSa berupa rangkuman. 3. Idiomatic translation. Dalam metode ini, penerjemahan dilakukan dengan mengupayakan penerjemaha padanan, istilah, ungkapan dan idiom ke dalam BSa, misalnya dalam penerjemahan metafora. 4. Communicative translation. Dalam metode ini, penerjemahan tidak harus dilakukan secara bebas tetapi cenderung mementingkan isi pesan. Metode ini banyak digunakan dalam menerjemahkan pengumuman. 2.1.3. Teknik Penerjemahan Kesulitan dalam penerjemahan pada tataran kata, kalimat atau paragraf dapat ditanggulangi dengan menggunakan teknik penerjemahan (Hoed, 2006: 72). Terdapat beberapa teknik khusus yang dapat menjadi solusi untuk mengatasi hambatan-hambatan dalam penerjemahan, antara lain: 1. Transposisi, yaitu penyesuaian struktur kalimat dalam BSu menjadi struktur kalimat dalam BSa. Catford (1965: 73) mengemukakan bahwa terdapat dua jenis transposisi, yaitu level shift (pergeseran tingkatan) dan category shift (pergeseran kategori). Level shift terjadi jika unsur dalam BSu yang berada pada tingkat linguistik tertentu memiliki padanan terjemahan dengan tingkat linguistik yang berbeda dalam BSa. Pergeseran ini dapat terjadi pada tingkatan fonologi, grafologi, gramatikal dan leksikal (Ingriasari, 2012). 15

Category shift terjadi jika transposisi BSu menghasilkan perbedaan struktur, kelas kata, unit dan intrasistem dalam BSa; 2. Modulasi, yaitu memberikan isi pesan yang sama tetapi mengubah sudut pandang atau lingkup semantik. Hoed membagi modulasi menjadi dua jenis, yaitu modulasi sudut pandang yang terjadi jika unsur BSu mendapat sudut pandangnya dalam BSa, dan modulasi lingkup makna atau area semantik, yang terjadi jika unsur BSu mendapatkan padanan BSa yang berbeda lingkup maknanya, misalnya meluas atau sebaliknya; 3. Penerjemahan deskriptif, yaitu penguraian makna kata yang tidak dapat ditemukan padanannya dalam BSu; 4. Penjelasan tambahan, yaitu memberikan kata-kata khusus sebagai penjelasan atas suatu kata yang dianggap asing oleh calom pembaca TSa agar kata tersebut menjadi mudah dimengerti; 5. Catatan kaki, yaitu menyertakan keterangan dalam bentuk catatan kaki untuk memperjelas makna dari kata terjemahan yang dimaksud, karena diperkirakan apabila tidak ada penjelasan atas kata tersebut maka pembaca tidak dapat mengerti makna kata tersebut secara baik; 6. Penerjemahan fonologis, yaitu pengunaan kata dalam BSu dengan penyesuaian pengucapan dengan BSa. Biasanya teknik ini digunakan saat penerjemah tidak dapat menemukan padanan yang sesuai dalam BSa; 7. Penerjemahan resmi, yaitu penggunaan secara langsung sejumlah istilah, ungkapan, dan nama yang sudah resmi dalam BSa, misalnya Egypt menjadi Mesir, New York tetap menjadi New York; 16

8. Tidak diberikan padanan, yaitu penerjemahan yang dikutip dari bahasa aslinya, biasanya dilengkap dengan catatan kaki. Teknik ini digunakan saat penerjemah tidak dapat menemukan terjemahan dalam BSa; 9. Padanan budaya, yaitu menerjemahkan dengan memberikan padanan dengan unsur budaya yang ada dalam BSa. 2.1.4. Teori Functional-Equivalent Nida mengemukakan teori penerjemahan dynamic-equivalent pada tahun 1964 yang kemudian bersama Jan de Waard direvisi menjadi functional-equivalent pada tahun 1986 (Tjandra, 2005:39). Teori ini mengusung konsep bahwa terjemahan yang baik adalah terjemahan yang memiliki kesetaraan fungsi baik dalam BSu maupun dalam BSa. Kesetaraan fungsi tersebut berarti memiliki makna yang paling mendekati. Teori ini sangat diperlukan dalam penerjemahan lagu, dengan pertimbangan dibutuhkannya kesesuaian ketukan, irama dan hal-hal baku lainnya yang menuntut hasil terjemahan harus dapat dinyanyikan dengan melodi yang sama. Setiap negara memiliki bahasa dan budaya yang berbeda. Hal ini memberi pengaruh yang sangat besar dalam penerjemahan. Salah satu pengaruh yang cukup signifikan adalah penerjemahan kata atau frase atau ungkapan yang menggunakan perlambangan dari anggota tubuh. Setiap bahasa memiliki kebudayaan yang berbedabeda yang menyebabkan penggunaan anggota tubuh sebagai perlambangan pun disesuaikan dengan budaya masyarakatnya (Zouheir, 2011). Sebagai contoh, istilah buah hati dalam bahasa Indonesia yang berarti orang tersayang, dalam bahasa Jepang tidak diterjemahkan secara harafiah melainkan menggunakan istilah 目に入れても痛くない dan dalam bahasa Inggris merupakan apple of eye. Setiap 17

bahasa memiliki budaya masing-masing yang menyebabkan penggunaan anggota tubuh sebagai perlambangan dalam proses menerjemahkan harus diperhatikan agar fungsinya tetap sesuai dengan makna yang paling mendekati, namun tidak boleh terasa seperti kalimat tidak lazim dalam BSa. Maksudnya adalah, terjemahan tersebut selain memiliki kesetaraan fungsi dan makna yang paling mendekati, juga tidak boleh terasa janggal. Hasil terjemahan harus bisa memberikan kesan bahwa teks yang diterjemahkan merupakan teks asli dalam BSa, bukan merupakan teks terjemahan. Proses penerjemahan menurut teori functional equivalent dijabarkan menjadi sebagai berikut: 1. Analisis teks bahasa sumber berdasarkan tata bahasa dan makna. Kalimatkalimat BSu dipecah-pecah menjadi komponen-komponen bermakna missal menjadi kata atau frase, kemudian komponen-komponen tersebut dicari maknanya dengan menggunakan teknik analisis komponen makna. 2. Pengalihbahasaan dari BSu menjadi BSa. Komponen-komponen tersebut dialihkan ke bahasa sasaran dengan mempertimbangkan kesesuaian makna. 3. Penyusunan ulang teks terjemahan. Dalam tahap ini, komponen-komponen tersebut disusun kembali menjadi satu kalimat utuh dengan catatan harus mempertimbangkan prinsip kewajaran bahasa sasaran. Dalam penerjemahan lagu tentunya juga harus mempertimbangkan kesesuaian ketukan. Salah satu penerjemah dan editor majalah bulanan Cosmo (penerbit Yunibasu Shuppansha) bernama Kowata Takao pernah menuliskan dalam majalah tersebut mengenai hasil pemikirannya tentang penerjemahan sebagai berikut, dikutip 18

langsung dari tulisan Prof. Dr. Sheddy N. Tjandra, M.A. dalam buku Masalah Penerjemahan Dan Terjemahan Jepang-Indonesia (2005). (1) Waktu menerjemahkan teks biologi dan kedokteran, sering kali perlu menelusuri asal usul suatu istilah sampai pada bahasa sumbernya yang berasal dari bahasa Latin. (2) Penerjemah harus menangkap betul makna keseluruhan dari sebuah kalimat atau alurnya di dalam teks. (3) Penerjemah harus bisa menginterpretasikan keseluruhan konsep yang ada di dalam teks, tidak boleh hanya terbatas pada kata-kata saja. (4) Seringkali perlu diberikan penjelasan tambahan. (5) Penerjemah harus punya keleluasaan dalam pemilihan kata agar supaya hasil terjemahannya menjadi berkreasi. (6) Satu ciri khas penerjemahan ke dalam bahasa Jepang (dari bahasabahasa Barat terutama Inggeris) ialah penggunaan ortografi. Penerjemah harus tangkas dalam menentukan pilihan kapan dia harus memakai katakana (maksudnya transliterasi) dan kapan harus memakai kanji (maksudnya diterjemahkan). Poin-poin di atas terutama poin ke-2 dan ke-3 mendukung teori ekuivalenfungsional yang dikemukakan Nida. Penerjemah harus dapat menilik konsep yang ada dalam teks agar dapat menemukan padanan kata dengan makna yang paling mendekati. Apabila dibatasi oleh kata-kata, maka teori ekuivalen-fungsional tidak dapat diterapkan karena terbentur pada faktor pilihan kata, sedangkan pilihan kata merupakan hal yang sangat penting dalam penerjemahan lagu yang memiliki ketukan sebagai salah satu faktor pertimbangan terbesar. Tobita Shigeo, penulis buku 翻訳の技法 menyimpulkan teori Nida bahwa yang dimaksud ekuivalen-fungsional adalah kesamaan fungsi dan nilai yang harus dicapai dari materi asli bahasa sumber di dalam suatu penerjemahan, misalnya puisi atau lagu terjemahan harus memiliki nilai hiburan yang sama dengan materi 19

aslinya. Ia mengembangkan proses penerjemahan dengan basis teori ekuivalenfungsional menjadi enam tahap yakni sebagai berikut. 1. Membaca materi asli dengan teliti. 2. Menganalisis dan menemukan isi pesan/informasi dalam materi asli. 3. Mengalihkan materi dari BSu ke dalam bahasa Jepang secara tepat. 4. Menyusun ulang stilistika bahasa Jepang yang digunakan. 5. Memeriksa ulang dan memoles hasil terjemahan. 6. Melakukan minimal tiga kali revisi. (Tjandra, 2005:70-71) 2.2. Teori Semantik Semantik didefinisikan sebagai salah satu cabang studi linguistik umum serta analisis tentang makna-makna linguistik (Parera, 1990). Terdapat beberapa teori semantik tentang makna, misalnya analisis kombinasi makna, analisis komponen makna dan sebagainya. Jose Daniel Parera (1990: 89-90) mengemukakan bahwa kandungan makna kata atau komposisi makna dapat ditemukan dengan menggunakan analisis komponen makna. Parera mendefinisikan analisis komponen makna sebagai penelitian terhadap komponen makna kata untuk mendeteksi pertentangan yang terkecil antara kata-kata tersebut. 20