II. TINJAUAN PUSTAKA. Karet alam dihasilkan dari tanaman karet (Hevea brasiliensis). Tanaman karet

dokumen-dokumen yang mirip
II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam SNI (2002), pengolahan karet berawal daripengumpulan lateks kebun yang

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Mei 2015, bertempat di

Gambar 8. Profil suhu lingkungan, ruang pengering, dan outlet pada percobaan I.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat

HASIL DAN PEMBAHASAN

SNI Standar Nasional Indonesia. Bahan olah karet ICS. Badan Standardisasi Nasional

Mahasiswa Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung 2,3

besarnya energi panas yang dapat dimanfaatkan atau dihasilkan oleh sistem tungku tersebut. Disamping itu rancangan tungku juga akan dapat menentukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini berlangsung dalam 2 (dua) tahap pelaksanaan. Tahap pertama

III. METODE PENELITIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA

Pengeringan Untuk Pengawetan

TINJAUAN PUSTAKA. terjadinya prakoagulasi perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut :

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai Maret 2013 di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

III. METODE PENELITIAN. dan di Ruang Gudang Jurusan Teknik Pertanian Fakultas Pertanian Universitas

I. PENDAHULUAN. Komoditas hasil pertanian, terutama gabah masih memegang peranan

BAB 3 METODE PENELITIAN. Adapun alat alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

SIMPULAN UMUM 7.1. OPTIMISASI BIAYA KONSTRUKSI PENGERING ERK

I. PENDAHULUAN. Karet (Hevea brasiliensis M.) merupakan salah satu komoditi penting dan terbesar

Prinsip proses pengawetan dengan penurunan kadar air pada bahan pangan hasil ternak. Firman Jaya

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. kaca, dan air. Suhu merupakan faktor eksternal yang akan mempengaruhi

BAB 9. PENGKONDISIAN UDARA

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Skema proses penerimaan radiasi matahari oleh bumi

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Iklim Perubahan iklim

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

KAJIAN RUMAH PLASTIK PENGERING KOPRA KASUS DESA SIAW TANJUNG JABUNG TIMUR. Kiki Suheiti, Nur Asni, Endrizal

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Deskripsi Alat Pengering Yang Digunakan Deskripsi alat pengering yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Temperatur udara masuk kolektor (T in ). T in = 30 O C. 2. Temperatur udara keluar kolektor (T out ). T out = 70 O C.

TINJAUAN PUSTAKA. Df adalah driving force (kg/kg udara kering), Y s adalah kelembaban

BAB I PENDAHULUAN. khatulistiwa, maka wilayah Indonesia akan selalu disinari matahari selama jam

BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI TANAH BUMBU NOMOR 23 TAHUN 2016 TENTANG

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH WAKTU TERHADAP KESTABILAN INTENSITAS BERKAS CAHAYA PADA LATEKS

JENIS-JENIS PENGERINGAN

TINJAUAN PUSTAKA. juga produksi kayu yang tinggi. Penelitian untuk menghasilkan klon-klon karet

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Karakterisasi Bahan Baku Karet Crepe

BAB III METODE PENELITIAN (BAHAN DAN METODE) keperluan. Prinsip kerja kolektor pemanas udara yaitu : pelat absorber menyerap

MEKANISME PENGERINGAN By : Dewi Maya Maharani. Prinsip Dasar Pengeringan. Mekanisme Pengeringan : 12/17/2012. Pengeringan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

TEKNIK PASCAPANEN UNTUK MENEKAN KEHILANGAN HASIL DAN MEMPERTAHANKAN MUTU KEDELAI DITINGKAT PETANI. Oleh : Ir. Nur Asni, MS

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 8. FOTOSINTESISLatihan Soal ph (derajat keasaman) apabila tidak sesuai kondisi akan mempengaruhi kerja...

PETUNJUK LAPANGAN 3. PANEN DAN PASCAPANEN JAGUNG

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. yang melimpah. Dalam sektor pertanian, Indonesia menghasilkan berbagai produk

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. air pada tubuh ikan sebanyak mungkin. Tubuh ikan mengandung 56-80% air, jika

UJI PERFOMANSI ALAT PENGERING RUMPUT LAUT TIPE KOMBINASI TENAGA SURYA DAN TUNGKU BERBAHAN BAKAR BRIKET

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Bagian buah dan biji jarak pagar.

UJI EKSPERIMENTAL PENGARUH BUKAAN CEROBONG PADA OVEN TERHADAP KECEPATAN PENGERINGAN KERUPUK RENGGINANG

KONSEP DASAR PENGE G RIN I GA G N

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. penggunaannya sebagai santan pada masakan sehari-hari, ataupun sebagai

PANEN DAN PASCAPANEN JAGUNG

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman jagung termasuk dalam keluarga rumput-rumputan dengan spesies Zea. sistimatika tanaman jagung yaitu sebagai berikut :

HIDROMETEOROLOGI Tatap Muka Ke 6 (KELEMBABAN UDARA)

dengan optimal. Selama ini mereka hanya menjalankan proses pembudidayaan bawang merah pada musim kemarau saja. Jika musim tidak menentu maka hasil

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

KARAKTERISTIK PENGERINGAN BAWANG MERAH (Alium Ascalonicum. L) MENGGUNAKAN ALAT PENGERING ERK (Greenhouse)

METODE PENELITIAN. Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung. Batch Dryer, timbangan, stopwatch, moisturemeter,dan thermometer.

Grafik tegangan (chanel 1) terhadap suhu

UJI KINERJA ALAT PENGERING HYBRID TIPE RAK PADA PENGERINGAN CHIP PISANG KEPOK [PERFORMANCE TEST OF HYBRID DRYER SHELVES TYPE FOR DRYING BANANA CHIPS]

Air dalam atmosfer hanya merupakan sebagian kecil air yang ada di bumi (0.001%) dari seluruh air.

Laporan Teknologi Pengolahan Komodit Perkebunan Hulu Pengolahan Lateks. oleh: Faranita Lutfia Normasari

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada Mei hingga Juli 2012, dan Maret 2013 di

Unjuk kerja Pengering Surya Tipe Rak Pada Pengeringan Kerupuk Kulit Mentah

II. TINJAUAN PUSTAKA Pengasapan Ikan. Pengasapan adalah salah satu teknik dehidrasi (pengeringan) yang dilakukan

SAINS ARSITEKTUR II Iklim (Tropis Basah) & Problematika Arsitektur

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Evaluasi kestabilan formula krim antifungi ekstrak etanol rimpang

PERANCANGAN DAN PENGUJIAN ALAT PENGERING KOPRA DENGAN TIPE CABINET DRYER UNTUK KAPASITAS 6 kg PER-SIKLUS

ALAT PENGERING HASIL - HASIL PERTANIAN UNTUK DAERAH PEDESAAN DI SUMATERA BARAT

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENANGANAN PANEN DAN PASCA PANEN

TINJAUAN PUSTAKA. euphorbiaceae, genus hevea dan spesies Hevea brasiliensis.

TINJAUAN PUSTAKA. Karakteristik Karet

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

II. PENGAWETAN IKAN DENGAN PENGGARAMAN & PENGERINGAN DINI SURILAYANI

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi tegas, kering, berwarna terang segar bertepung. Lembab-berdaging jenis

MENENTUKAN JUMLAH KALOR YANG DIPERLUKAN PADA PROSES PENGERINGAN KACANG TANAH. Oleh S. Wahyu Nugroho Universitas Soerjo Ngawi ABSTRAK

Gambar 2. Profil suhu dan radiasi pada percobaan 1

TINJAUAN PUSTAKA. Ordo : Liliales ; Famili : Liliaceae ; Genus : Allium dan Spesies : Allium

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tugas akhir BAB III METODE PENELETIAN. alat destilasi tersebut banyak atau sedikit, maka diujilah dengan penyerap

PENINGKATAN KUALITAS PENGERINGAN IKAN DENGAN SISTEM TRAY DRYING

Lampiran 1. Perhitungan kebutuhan panas

OLEH HARI SUBAGYO BP3K DOKO PROSES PENGOLAHAN BIJI KOPI

KALOR. Peristiwa yang melibatkan kalor sering kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

RANCANG BANGUN OVEN BERKAPASITAS 0,5 KG BAHAN BASAH DENGAN PENAMBAHAN BUFFLE UNTUK MENGARAHKAN SIRKULASI UDARA PANAS DI DALAM OVEN

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dibandingkan sesaat setelah panen. Salah satu tahapan proses pascapanen

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada abad ke-19, minuman kopi sangat populer di seluruh dunia dan mulai

Transkripsi:

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karet Alam Karet alam dihasilkan dari tanaman karet (Hevea brasiliensis). Tanaman karet termasuk tanaman tahunan yang tergolong dalam famili Euphorbiaceae, tumbuh baik di dataran rendah hingga menengah (0-400 dpl) dengan curah hujan 1500-2500 mm/tahun dan mampu hidup di lahan dengan keasaman tinggi (ph 4.0-4.5). Untuk mendapatkan karet alam, dilakukan penyadapan terhadap batang pohon tanaman karet hingga dihasilkan getah kekuning-kuningan yang disebut dengan lateks. Karet alam menghasilkan lateks atau emulsi lateks yang merupakan suatu sistem emulsi, dengan partikel karet sebagai fasa terdispersi dan air sebagai fasa pendispersi serta emulgator protein (Ali dkk., 2009). 2.1.1 Lateks Lateks merupakan cairan atau sitoplasma yang berisi ±30% partikel karet. Pada tanaman karet, lateks dibentuk dan terakumulasi dalam sel-sel pembuluh lateks yang tersusun pada setiap jaringan bagian tanaman, seperti pada bagian batang dan daun (Elka, 2009). Lateks pekat masih berupa cairan yang banyak mengandung air dan berwarna putih kental.

4 Persyaratan lateks pekat yaitu dapat disaring dengan saringan 40 mesh, tidak terdapat kotoran atau benda-benda lain seperti daun atau kayu, tidak bercampur dengan bubur lateks, air atau serum lateks, berwarna putih dan berbau karet segar, serta mempunyai kadar air berkisar antara 60-62%. Gambar 1. Lateks alam. Lateks pekat umumnya bersifat tidak stabil atau cepat mengalami penggumpalan. Lateks dikatakan stabil apabila sistem koloidnya tidak terjadi flokulasi atau penggumpalan selama penyimpanan. Pada proses penggumpalan lateks harus menghindari suhu yang tinggi sehingga waktu penggumpulan tidak melebihi 3 4 jam untuk menghindari prokoagulasi. Setelah lateks kebun dikumpulkan maka perlu ditentukan kadar karet kering (KKK) dengan cara mengambil sampel dari lateks yang terkumpul, kemudian digumpalkan dengan asam semut secukupnya. Terdapat beberapa persyaratan mutu lateks diantaranya dapat dilihat pada Tabel 1.

5 Tabel 1. Tabel mutu lateks. Persyaratan No Parameter Satuan Lateks Kebun Sheet Slab Lump 1 Karet Kering KK (min) Mutu 1 % 28 Mutu 2 % 20 2 Ketebalan Mutu I mm 3 50 50 Mutu II mm 5 51-100 100 Mutu III mm 10 101-150 150 Mutu IV mm >10 150 > 150 3 Kebersihan Tidak Tidak Tidak Tidak terdapat Terdapat terdapat terdapat kotoran Kotoran kotoran kotoran 4 Jenis Koagulan Asam Asam Asam semut dan semut dan semut dan bahan lain bahan bahan yang tidak penggumpal penggumapal merusak lain yang lain yang Sumber : BSN, 2002 Lateks tidak merusak lateks tidak merusak lateks Kandungan karet kering untuk sit (sheet) dan krep (crepe) adalah ±93%, sedangkan kandungan air antara 0,3-0,9%. Bila kadar air lebih tinggi yang disebabkan oleh pengeringan yang kurang sempurna atau penyimpanannya dalam ruangan yang lembab, maka pertumbuhan bakteri dan jamur akan terjadi dan biasanya disertai dengan timbulnya bintik-bintik warna di permukaan lembaran. Kualitas karet alam sekarang ini masih rendah, oleh sebab itu diperlukan peningkatan kualitas bahan olah karet alam (Sannia dkk., 2013).

6 2.2 Penanganan Pasca Panen Lateks Penanganan pasca panen lateks setelah disadap ada beberapa tahapan yaitu penggumpalan, pengeringan dan penyimpanan. Tujuan dari penanganan pasca panen adalah mencegah hilangnya kelembaban, memperlambat perubahan kimiawi yang tidak diinginkan, dan mencegah kerusakan fisik (Utomo, 2012). 2.2.1 Penggumpalan Koagulasi lateks (penggumpalan lateks) adalah suatu tahap pada pengolahan karet alam dan biasanya dilakukan dengan menggunakan asam. Asam yang banyak digunakan seperti asam sulfat dan asam format dengan ph yang biasa digunakan berkisar 1-2 (Ali dkk., 2009). Menurut Utomo (2012), tempat penggumpulan lateks skala industri yang dipakai adalah bak alumunium yang mempunyai bagian bawah lebih kecil dibandingkan dengan bagian atas serta memiliki dinding sisi miring. Ukuran penggumpal besar adalah bagian atas 65 x 30 cm, bagian bawah 60 x 25 cm, dan tinggi 9 cm; sedangkan bak ukuran kecil dengan bagian atas 40 x 25 cm, bagian bawah 40 x 20 cm, dan tinggi 9 cm. Penggunaan bak penggumpal jauh lebih menguntungkan dengan beberapa alasan antara lain : a. Lebih tepat untuk produksi dalam jumlah besar, b. Lebih sederhana, c. Kebutuhan ruang lebih kecil, d. Kebutuhan tenaga lebih sedikit, e. Kerugian akibat tumpahnya lateks lebih sedikit, dan f. Tangki penggumpalan lebih tahan terhadap aus.

7 Jenis bak penggumpal yang terbaik adalah tangki yang terbuat dari kayu jati bagian luar dan bagian dalam dilapisi dengan alumunium serta dilengkapi dengan sekat yang terbuat dari alumunium. 2.2.2 Pengeringan Karet Sheet Pengeringan karet sheet skala industri dapat dilakukan di dalam ruang asap dan dilakukan secara bertahap. Tujuan dari pengeringan ini adalah untuk memberikan warna lebih tua dan dengan adanya asap dapat menghambat pertumbuhan jamur pada permukaan lembaran karet. Pengeringan lembaran karet dibagi menjadi empat tahap, yaitu pengasapan hari ke-1 dengan suhu asap 40 45 C, pengasapan hari ke-2 dengan suhu 45-50 C, pengasapan hari ke-3 dengan suhu 50-55 C, dan hari ke-4 dengan suhu 55-60 C. Apabila karet sheet dianggap belum cukup kering maka proses pengeringan dapat dilanjutkan pada suhu maksimum 60 C (Utomo dkk., 2012). 2.3 Karakteristik Pengeringan Pengeringan didefinisikan sebagai penerapan panas dalam kondisi terkontrol untuk menghilangkan sejumlah air yang terkandung dalam bahan. Selanjutnya alat dapat berupa panas seperti bin driers, cabinet driers, tunnel driers, conveyor driers, dan vaccum driers (Fellows, 2000). Pada dasarnya pengeringan adalah terjadinya penguapan air bahan ke udara karena perbedaan kandungan uap air antara udara dengan bahan yang dikeringkan. Parameter parameter yang mempengaruhi pengeringan antara lain; waktu

8 pengeringan, suhu, kelembaban udara, laju aliran udara, kadar air awal bahan dan kadar air bahan kering. Pada proses pengeringan terdapat dua laju pengeringan, yaitu laju pengeringan konstan dan laju pengeringan buatan. Kedua periode ini dibatasi oleh kadar air kritis (critical moisture content). Berdasarkan prinsip kerjanya pengeringan merupakan metode untuk mengeluarkan atau menghilangkan sebagian air dari suatu bahan pangan dengan cara menguapkanya, sehingga kadar air seimbang dengan kondisi udara normal atau setara dengan nilai aktivitas air (aw) yang aman dari kerusakan mikrobiologis, enzimatis dan kimiawi. Suhu pengeringan yang ideal untuk komoditas pertanian pada umunya berkisar antara 60 70 ºC. Dengan demikian, jika hanya menggunakan energi panas radiasi matahari pada suhu lingkungan yang berkisar 28 32 C, maka akan membutuhkan waktu yang pengeringan yang lebih lama (Answar dkk., 2012). 2.3.1 Kadar Air Kadar air suatu bahan menunjukan banyaknya kandungan air persatuan bobot bahan yang dapat dinyatakan dalam persen berat basah (% bb) atau dalam persen berat kering (% bk). Kadar air yang dinyatakan dalam basis basah banyak digunakan dalam perdagangan, sedangkan untuk perhitungan pengeringan kadar air basis kering yang banyak dipergunakan. Menurut Tanjung (2007) penurunan kadar air bahan erat kaitannya dengan penurunan massa bahan, karena air yang menguap dari bahan yang dikeringkan dapat dilihat dari turunnya massa bahan.

9 Kadar air yang diketahui dalam pengeringan dan penyimpanan adalah kadar air kesetimbangan. Kadar air kesetimbangan adalah kadar air minimum yang dapat dicapai di bawah kondisi pengeringan yang tetap atau pada suhu dan kelembaban nisbi yang tetap. Bila uap air yang dilepaskan ke udara lingkungan sama dengan jumlah uap yang diserap maka disebut bahan dalam keadaan setimbang. Menurut Anwar (2012) definisi air kesetimbangan dapat disimpulkan bahwa kadar air terendah yang dapat dicapai atau dipertahankan pada kondisi RH dan suhu tertentu. Kadar air kesetimbangan dapat menunjukkan kekuatan bahan dalam mengikat air, sehingga nilai kadar air kesetimbangan menggambarkan karakteristik yang identik dari bahan itu sendiri (Tamrin, 2012). 2.3.2 Laju pengeringan Laju pengeringan dinyatakan dalam satuan persentase penurunan kadar air setiap satuan waktu tertentu. Suhu dan kecepatan aliran udara pengering berpengaruh pada proses pengeringan. Air dikeluarkan dari bahan dalam bentuk uap dan harus secepatnya dipindahkan dari bahan. Bila tidak segera dipindahkan maka air akan menjenuhkan atmosfer pada permukaan bahan, sehingga akan memperlambat pengeluaran air selanjutnya. Laju penguapan air bahan dalam pengeringan sangat ditentukan oleh kenaikan suhu. Semakin besar perbedaan antara suhu media pemanas dengan bahan yang dikeringkan, semakin besar pula kecepatan pindah panas ke dalam bahan pangan, sehingga penguapan air dari bahan akan lebih banyak dan cepat (Taufik, 2004). Menurut Tamrin (2013), laju pengeringan di pengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor faktor yang mempengaruhi laju pengeringan adalah kadar air, luas

10 permukaan, suhu, kecepatan udara, kelembaban udara (RH), waktu, tekanan atmosfer dan vakum. 2.3.3 Kelembaban Udara Relatif (RH) Kelembaban relatif yaitu perbandingan antara uap air di udara pada suhu yang sama, dengan jumlah uap air maksimum yang dikandung udara dan dinyatakan dengan satuan persen. Kelembaban udara berpengaruh terhadap pemindahan cairan dalam ke permukaan bahan. Kelembaban relatif juga menentukan besarnya tingkat kemampuan udara pengering dalam menampung uap air di permukaan bahan. Semakin rendah RH udara pengering maka semakin cepat pula proses pengeringan yang terjadi. Tekanan uap jenuh ditentukan oleh besarnya suhu dan kelembaban relatif udara. Semakin tinggi suhu, kelembaban relatifnya akan turun sehingga tekana uap jenuhnya akan naik, dan sebaliknya (Syafriudin dan Purwanto., 2009). 2.4 Alat Pengering Efek Rumah Kaca (ERK) Efek rumah kaca pertama kali ditemukan oleh Joseph Furier pada Tahun 1824. Peristiwa ini dikenal dengan efek rumah kaca, karena panas yang masuk akan terperangkap di dalamnya dan tidak dapat menembus ke luar kaca, sehingga menghangatkan seisi rumah kaca. Rumah kaca atau green house pada prinsipnya adalah bangunan yang terbuat dari bahan kaca atau plastik yang sangat tebal dan menutup seluruh permukaan bangunan. Fungsi rumah kaca sesungguhnya adalah penangkap panas. Iradiasi matahari mudah menerobos masuk melalui molekul molekul udara dalam rumah kaca, akibatnya suhu udara naik dalam rumah kaca. Plastik merupakan bahan pengganti dalam pembuatan rumah kaca, sehingga panas

11 yang digunakan dapat digunakan dalam pengeringan. Proses perpindahan panas dan massa yang terjadi di dalam bangunan ini adalah energi surya (gelombang pendek) yang memancar akan dipantulkan dan diserap sebagian serta sisanya diteruskan ke dalam bangunan. Energi yang masuk akan diserap oleh lantai, dinding, lapisan bahan yang akan dikeringkan kemudian merubahnya menjadi energi gelombang panjang yang terperangkap di dalamnya. Green house memiliki bentuk yang bermacam macam mulai dari bentuk sederhana hingga terbuat dari bahan yang paling mahal. Adapun bahan penutup atap dapat menggunakan kaca maupun plastik. Bahan yang terbuat dari plastik juga tidak kalah dengan kaca. Bahan plastik mempunyai beberapa kelebihan antara lain tahan pecah, bentuknya dapat disesuaikan dengan berbagai desain dan sangat mudah digunakan (Irawan, 2010). Menurut Susilo (2012), sebaran suhu dan kelembaban terbaik pada mesin pengering hybrid menggunakan kipas dengan panas matahari dengan suhu yang dicapai antara 33,2 C - 34,2 C dengan kelembaban antara 33,8% - 53,5%. Mesin pengering hybrid dengan sistem konveksi energi matahari memiliki hasil terendah dengan sebaran suhu antara 28 C sampai dengan 31,9 C dengan kelembaban antara 37,85% sampai dengan 54,6%. Intensitas cahaya matahari pada saat pengujian mesin pengering rata-rata sebesar 400,7 lux dan kecepatan angin 0,16 m/s. Hasil penelitian Sari (2014), alat pengering hybrid tipe rak menggunakan energi matahari menghasilkan energi sebesar 55.859,52 KJ untuk mengeringkan chip pisang kepok dengan bahan sebanyak 5 kg. Efisiensi pengeringan menggunakan

12 energi matahari sebesar 12,90 %. Pengeringan menggunakan energi listrik sebesar 24,19 % dan efisiensi energi matahari dan listrik sebesar 11,11%. Perubahan suhu menggunakan matahari berkisar antara 29 50 C. Pada energi listrik suhu yang dicapai berkisar antara 27 37 C dan pada penggunaan energi matahari dan listrik suhu maksimum yang dicapai sebesar 52 C. Lama pengeringan menggunakan energi matahari berkisar selama 9 jam, energi listrik selama 11 jam dan energi matahari dan listrik selama 8 jam. Kadar air akhir pada bahan rata rata 9,61 % - 10, 47 % dengan kadar air awal 61,25 % - 63,09 %