Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kedelai AGRO INOVASI I. PENDAHULUAN

dokumen-dokumen yang mirip
Ekonomi Kedelai di Indonesia

Pengembangan Kedelai Di Kawasan Hutan Sebagai Sumber Benih

POLITIK KETAHANAN PANGAN MENUJU KEMANDIRIAN PERTANIAN

BAB I. PENDAHULUAN. Kedelai merupakan komoditas yang bernilai ekonomi tinggi dan banyak memberi

Wilayah Produksi dan Potensi Pengembangan Jagung

V. KEBIJAKAN, STRATEGI, DAN PROGRAM

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

II. KONDISI AGRIBISNIS KEDELAI SAAT INI

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS KEDELAI. Edisi Kedua. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian AGRO INOVASI

1. I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Pedoman Umum Produksi Benih Sumber Kedelai 1

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS KEDELAI. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

Pengembangan Jagung Nasional Mengantisipasi Krisis Pangan, Pakan dan Energi Dunia: Prospek dan Tantangan

BAB I PENDAHULUAN. tanaman pangan. Sektor tanaman pangan adalah sebagai penghasil bahan makanan

III. RUMUSAN, BAHAN PERTIMBANGAN DAN ADVOKASI ARAH KEBIJAKAN PERTANIAN 3.3. PEMANTAPAN KETAHANAN PANGAN : ALTERNATIF PEMIKIRAN

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Hal ini seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk diiringi

BAB I PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L] Merr.) merupakan tanaman komoditas pangan

STUDI KASUS PERMASALAHAN KOMODITAS KEDELAI DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA

PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan komoditas pangan penghasil

Menanam Laba Dari Usaha Budidaya Kedelai

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI DAN IMPOR KEDELAI DI INDONESIA. Oleh : RIKA PURNAMASARI A

I PENDAHULUAN. [3 Desember 2009] 1 Konsumsi Tempe dan Tahu akan Membuat Massa Lebih Sehat dan Kuat.

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti:

PERBANYAKAN BENIH SUMBER PADI DAN KEDELAI DI SUMATERA UTARA MELALUI UPBS

PENGUATAN KELEMBAGAAN PENANGKAR BENIH UNTUK MENDUKUNG KEMANDIRIAN BENIH PADI DAN KEDELAI

I PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian

Perkembangan Produksi dan Kebijakan dalam Peningkatan Produksi Jagung

REKOMENDASI VARIETAS KEDELAI DI PROVINSI BENGKULU SERTA DUKUNGAN BPTP TERHADAP PENINGKATAN PRODUKSI KEDELAI TAHUN 2013.

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENGENDALIAN TANAMAN TERPADU KEDELAI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

TEKNOLOGI PRODUKSI DAN PENGEMBANGAN KEDELAI PADA LAHAN SAWAH SEMI INTENSIF DI PROVINSI JAMBI

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS JAGUNG. Edisi Kedua. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian AGRO INOVASI

PERBANYAKAN BENIH SUMBER PADI DI SUMATERA UTARA MELALUI UPBS 2015

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

POTENSI PENGEMBANGAN PRODUSEN/PENANGKAR BENIH KEDELAI BERSERTIFIKAT DI JAWA TENGAH ABSTRAK

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap

LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKSANAAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: ANTISIPATIF DAN RESPON TERHADAP ISU AKTUAL. Oleh :

V GAMBARAN UMUM PERKEMBANGAN DAN IMPOR KEDELAI INDONESIA

Krisis ekonomi yang melanda lndonesia sejak pertengahan bulan. Sektor pertanian di lndonesia dalam masa krisis ekonomi tumbuh positif,

IX. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. A. Kesimpulan. 1. Pada daerah sentra produksi utama di Indonesia, perkembangan luas panen,

POLICY BRIEF DAYA SAING KOMODITAS PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI DALAM KONTEKS PENCAPAIAN SWASEMBADA PANGAN. Dr. Adang Agustian

MODUL PTT FILOSOFI DAN DINAMIKA PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU KEDELAI

I. PENDAHULUAN. setiap rakyat Indonesia. Salah satu komoditas pangan yang penting di Indonesia

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang.

Gambar 3.6: Hasil simulasi model pada kondisi eksisting

KETAHANAN PANGAN: KEBIJAKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL

PENCAPAIAN TARGET SWASEMBADA JAGUNG BERKELANJUTAN PADA 2014 DENGAN PENDEKATAN SISTEM DINAMIS

PENGEMBANGAN KEDELAI DAN KEBIJAKAN PENELITIAN DI INDONESIA 1)

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS PADI. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. sangat penting untuk mencapai beberapa tujuan yaitu : menarik dan mendorong

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Selama beberapa dekade terakhir sektor pertanian masih menjadi tumpuan

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz) merupakan sumber bahan pangan ketiga di

REKOMENDASI PEMUPUKAN TANAMAN KEDELAI PADA BERBAGAI TIPE PENGGUNAAN LAHAN. Disusun oleh: Tim Balai Penelitian Tanah, Bogor

SOSIALISASI KALENDER TANAM MT II TIM GUGUS KATAM BPTP Kep. Bangka Belitung

REVITALISASI PERTANIAN

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS JAGUNG. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn)

I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Adopsi dan Dampak Penggunaan Benih Berlabel di Tingkat Petani.

Titik Poin Agribisnis Kedelai

BAB I PENDAHULUAN. Kedelai merupakan salah satu tanaman palawija penting di Indonesia.

IX. KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. dan di mata dunia internasional memiliki prospek bisnis hortikultura yang sangat

1 Universitas Indonesia

KINERJA PRODUKSI DAN HARGA KEDELAI SERTA IMPLIKASINYA UNTUK PERUMUSAN KEBIJAKAN PERCEPATAN PENCAPAIAN TARGET SUKSES KEMENTERIAN PERTANIAN

Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Jagung AGRO INOVASI I. PENDAHULUAN

Prospek Pengembangan Teknologi Budi Daya Kedelai di Lahan Kering Sumatera Selatan

KAJIAN SISTEM PEMASARAN KEDELAI DI KECAMATAN BERBAK KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR HILY SILVIA ED1B012004

Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Produksi, Produktivitas, dan Luas Areal Ubi Kayu di Indonesia Serta

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL Dalam Mendukung KEMANDIRIAN PANGAN DAERAH

TEKNOLOGI PRODUKSI BAWANG MERAH OFF-SEASON MENGANTISIPASI PENGATURAN IMPOR PRODUK B. MERAH. S u w a n d i

Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

(Shanti, 2009). Tanaman pangan penghasil karbohidrat yang tinggi dibandingkan. Kacang tanah (Arachis hypogaea) merupakan salah satu tanaman pangan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian, khususnya tanaman pangan bertujuan untuk meningkatkan

Program Studi Agribisnis, Fakutas Pertanian, Universitas Trunojoyo Telp

perluasan kesempatan kerja di pedesaan, meningkatkan devisa melalui ekspor dan menekan impor, serta menunjang pembangunan wilayah.

PENDAHULUAN. Petunjuk Teknis Lapang PTT Padi Sawah Irigasi...

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

I. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan

I. PENDAHULUAN. Tanaman kedelai (Glycine max (L.) Merril) merupakan salah satu tanaman pangan

II TINJAUAN PUSTAKA. Juni 2010] 6 Masalah Gizi, Pengetahuan Masyarakat Semakin Memprihatinkan. [10

I. PENDAHULUAN. Pertanian adalah seluruh kegiatan yang meliputi hulu sampai hilir yaitu,

KEBIJAKAN DAN STRATEGI OPERASIONAL PENGEMBANGAN BIOINDUSTRI KELAPA NASIONAL

memberikan multiple effect terhadap usaha agribisnis lainnya terutama peternakan. Kenaikan harga pakan ternak akibat bahan baku jagung yang harus

KEBIJAKAN PENINGKATAN PRODUKSI PADI PADA LAHAN PERTANIAN BUKAN SAWAH

Koro Pedang (Canavalia Sp.) komoditas multiguna yang terlupakan

KETERANGAN TW I

SEBARAN DAN POTENSI PRODUSEN BENIH PADI UNGGUL MENDUKUNG PENYEDIAAN BENIH BERMUTU DI KALIMANTAN SELATAN

V. PERKEMBANGAN PRODUKSI, USAHATANI DAN INFRASTRUKTUR PENDUKUNG PENGEMBANGAN JAGUNG

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memerlukan pertumbuhan ekonomi yang kokoh dan pesat. Pertanian

PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar

RENCANA AKSI PEMANTAPAN KETAHANAN PANGAN

DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013

I. PENDAHULUAN. menghasilkan barang dan jasa, usaha kecil mikro, dan menengah adalah usaha

Transkripsi:

I. PENDAHULUAN Kedelai merupakan komoditas tanaman pangan terpenting ketiga setelah padi dan jagung. Selain itu, kedelai juga merupakan tanaman palawija yang kaya akan protein yang memiliki arti penting dalam industri pangan dan pakan. Kedelai berperan sebagai sumber protein nabati yang sangat penting dalam rangka peningkatan gizi masyarakat karena aman bagi kesehatan dan murah harganya. Kebutuhan kedelai terus meningkat seiring dengan pertumbuhan jumlah penduduk dan kebutuhan bahan industri olahan pangan seperti tahu, tempe, kecap, susu kedelai, tauco, snack, dan sebagainya. Konsumsi per kapita pada tahun 1998 sebesar 8,13 kg meningkat menjadi 8,97 kg pada tahun 2004. Hal ini menunjukkan bahwa kebutuhan akan kedelai cenderung meningkat. Kebutuhan kedelai pada tahun 2004 sebesar 2,02 juta ton, sedangkan produksi dalam negeri baru mencapai 0,71 juta ton dan kekurangannya diimpor sebesar 1,31 juta ton. Hanya sekitar 35% dari total kebutuhan dapat dipenuhi dari produksi dalam negeri. Keadaan ini tidak dapat dibiarkan terus menerus, mengingat potensi lahan cukup luas, teknologi telah banyak tersedia dan SDM handal cukup tersedia. Upaya untuk menekan laju impor tersebut dapat ditempuh melalui strategi peningkatan produktivitas, perluasan areal tanam, peningkatan efisiensi produksi, penguatan kelembagaan petani, peningkatan kualitas produk, peningkatan nilai tambah, perbaikan akses pasar, perbaikan sistem permodalan, pengembangan infrastruktur, serta pengaturan tataniaga dan insentif usaha. Mengingat Indonesia dengan jumlah penduduk yang cukup besar, dan industri pangan berbahan baku kedelai berkembang pesat maka komoditas kedelai perlu mendapat prioritas untuk dikembangkan di dalam negeri untuk menekan laju impor. Produk kedelai sebagai bahan olahan pangan berpotensi dan berperan dalam menumbuhkembangkan industri kecil menengah bahkan sebagai komoditas ekspor. Berkembangnya industri pangan

Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kedelai berbahan baku kedelai membuka peluang kesempatan kerja dimulai dari budidaya, panen, prosesing, transportasi, pasar sampai pada industri pengolahan. Agar produksi kedelai dan olahannya mampu bersaing di pasar global, maka mutu kedelai dan olahannya masih harus ditingkatkan. Oleh karena itu, perlu dilakukan pembinaan dan pengembangan dalam proses produksi, pengolahan dan pemasarannya, khususnya penerapan jaminan mutu terpadu sejak tahapan budi daya hingga penanganan pascapanen. 2

II. KONDISI KEDELAI SAAT INI A. Produksi, Luas Panen, dan Produktivitas Data statistik dari FAO menunjukkan bahwa selama periode 1990-1995, areal panen kedelai meningkat dari 1,33 juta ha pada tahun 1990 menjadi 1,48 juta ha pada tahun 1995, atau meningkat rata-rata 2,06% per tahun. Sejak tahun 1995, terjadi penurunan areal panen secara tajam dari sekitar 1,48 juta ha menjadi sekitar 0,83 juta ha pada tahun 2000, atau menurun rata-rata 11% per tahun. Selama periode 2000 2004, areal panen kedelai masih terus menurun ratarata 9,66% per tahun. Secara keseluruhan, selama periode 15 tahun terakhir (1990 2004) luas areal kedelai di Indonesia menurun tajam dari sekitar 1,33 juta ha pada tahun 1990 menjadi 0,55 juta ha pada tahun 2004, atau turun rata-rata 6,14% per tahun, seperti terlihat pada Gambar 1. Sebagai sumber protein nabati, kedelai umumnya dikonsumsi dalam bentuk produk olahan, yaitu tahu, tempe, kecap, tauco, susu kedelai, dan berbagai bentuk makanan ringan (snack). Data statistik FAO menunjukkan bahwa konsumsi per kapita kedelai selama 1½ dekade terakhir menurun dari sekitar 11,38 kg/kapita pada tahun 1990 menjadi sekitar 8,97 kg/kapita pada tahun 2004, atau menurun rata-rata 1,69% per tahun. Penurunan terjadi sejak tahun 1995. Selama periode 1995 2000, konsumsi per kapita menurun dari 11,82 kg/kapita pada tahun 1995 menjadi 10,92 kg/kapita pada tahun 2000, atau turun rata-rata 1,57% per tahun. Selanjutnya, penurunan paling tajam terjadi pada periode 2000 2004, yaitu rata-rata 4,81% per tahun. Penurunan total konsumsi jauh lebih rendah dari pada penurunan produksi. Implikasinya ialah bahwa tanpa terobosan yang berarti, Indonesia akan menghadapi defisit yang makin besar. Artinya, bahwa Indonesia akan makin tergantung dengan impor untuk menutupi defisit. Indonesia selalu mempunyai net impor yang meningkat dari sekitar 0,54 juta ton pada tahun 1990 menjadi sekitar 1,31 juta ton 3

Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kedelai pada tahun 2004. Mengingat penurunan produksi kedelai jauh lebih tajam dari pada penurunan total konsumsi, maka ke depan impor untuk menutupi defisit diperkirakan akan terus meningkat. Padahal Indonesia pernah berswasembada kedelai sebelum tahun 1976, dengan indeks swasembada lebih besar dari satu. 2 1.8 1.6 1.4 1.2 1 0.8 0.6 0.4 0.2 Areal (juta ha) Produktivitas (t/ha) Produksi (juta ton) 0 1990 1992 1994 1996 1998 2000 2002 2004 Gambar 1. Perkembangan areal tanam, produktivitas, dan produksi kedelai di Indonesia. Keadaan demikian tidak dapat dibiarkan terus menerus, mengingat potensi lahan cukup luas, teknologi telah banyak tersedia dan SDM handal cukup tersedia. Upaya untuk menekan laju impor tersebut dapat ditempuh melalui strategi peningkatan produktivitas, perluasan areal tanam, peningkatan efisiensi produksi, penguatan kelembagaan petani, peningkatan kualitas produk, peningkatan nilai tambah, perbaikan akses pasar, perbaikan sistem permodalan, pengembangan infrastruktur, serta pengaturan tataniaga dan insentif usaha. 4

B. Permintaan Kedelai Pertumbuhan permintaan kedelai selama 15 tahun terakhir cukup tinggi, namun tidak mampu diimbangi oleh produksi dalam negeri, sehingga harus dilakukan impor dalam jumlah yang cukup besar. Harga kedelai impor yang murah dan tidak adanya tarif impor menyebabkan tidak kondusifnya pengembangan kedelai di dalam negeri. Proyeksi konsumsi kedelai dalam bahasan ini dilakukan dengan cara memproyeksikan konsumsi per kapita dan proyeksi jumlah penduduk. Proyeksi konsumsi per kapita dilakukan dengan menggunakan elastisitas pendapatan, elastisitas harga kedelai, dan elastisitas silang harga komoditas lainnya, berdasarkan hasil penelitian Simatupang et al. (2003). Pertumbuhan harga masing-masing komoditas menggunakan data FAO 1991 2002, sedangkan pertumbuhan pendapatan per kapita menggunakan data BPS (2002). Proyeksi jumlah penduduk dilakukan dengan menggunakan pertumbuhan penduduk dengan tingkat yang makin rendah. Selama periode 1990 2004, pertumbuhan penduduk adalah 1,67% per tahun. Selanjutnya, pertumbuhan penduduk diasumsikan menurun 0,03% per tahun. Dengan menggunakan elastisitas yang ada, maka proyeksi konsumsi per kapita dan total konsumsi kedelai sampai 2025 adalah seperti disajikan pada Tabel 1. 5

Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kedelai Tabel 1. Proyeksi konsumsi kedelai di Indonesia, tahun 2003 2025. Konsumsi/ Pertumbuhan Total Konsumsi Tahun kapita Proy Pddk pddk (000 ton) (kg/th) (000 jiwa) (%) 2003 9,11 221.231 1,67 2.016 2004 9,20 224.860 1,64 2.069 2005 9,29 228.480 1,61 2.124 2006 9,39 232.090 1,58 2.179 2007 9,48 235.687 1,55 2.235 2008 9,58 239.270 1,52 2.291 2009 9,67 242.835 1,49 2.349 2010 9,77 246.380 1,46 2.407 2011 9,87 249.903 1,43 2.466 2012 9,97 253.402 1,40 2.525 2013 0,07 256.874 1,37 2.585 2014 0,17 260.316 1,34 2.646 2015 0,27 263.726 1,31 2.708 2016 0,37 267.102 1,28 2.770 2017 0,47 270.440 1,25 2.833 2018 0,58 273.740 1,22 2.896 2019 0,68 276.997 1,19 2.960 2020 0,79 280.210 1,16 3.024 202 0,90 283.377 1,13 3.089 2022,01 286.494 1,10 3.154 2023,12 289.559 1,07 3.219 2024,23 292.571 1,04 3.286 2025,34 295.526 1,01 3.352 Sumber: perhitungan proyeksi penulis. Dari Tabel 1 terlihat bahwa total kebutuhan konsumsi kedelai terus meningkat dari 2,02 juta ton pada tahun 2003 menjadi 2,71 juta ton pada tahun 2015 dan 3,35 juta ton pada tahun 2025. Jika sasaran produktivitas rata-rata nasional 1,5 ton/ha bisa dicapai, maka kebutuhan areal tanam kedelai diperkirakan sebesar 1,81 juta ha pada tahun 2015, dan 2,24 juta ha pada tahun 2025. Tantangannya adalah bagaimana mencapai areal tanam seluas itu, sementara lahan yang tersedia terbatas dan digunakan untuk berbagai tanaman palawija, terutama yang lebih kompetitif. 6

C. Profil Teknologi Kedelai Senjang produktivitas kedelai di tingkat petani (rata-rata 1,29 t/ha) dengan potensi genetik tanaman masih cukup tinggi (potensi genetik >2 t/ha). Rendahnya produktivitas disebabkan sebagian besar petani belum menggunakan benih unggul dan teknik pengelolaan tanaman masih belum optimal. Teknologi produksi meliputi varietas unggul dan teknik pengelolaan lahan, air, tanaman, dan organisme pengganggu tanaman (LATO) telah tersedia. Pengelolaan LATO dimaksudkan agar potensi hayati yang dimiliki oleh varietas dapat terekspresikan secara optimal. Varietas unggul merupakan inovasi teknologi yang mudah diadopsi petani dan memberikan kontribusi yang signifikan dalam meningkatkan produksi. Varietas unggul memiliki sifat seperti hasil tinggi, umur genjah, dan tahan/toleran terhadap cekaman biotik (hama dan penyakit) dan abiotik (lingkungan fisik). Teknik produksi merupakan sintesis dari varietas unggul dan teknik pengelolaan LATO (lahan, air, tanaman, dan organisme pengganggu). Inovasi teknologi dengan penggunaan benih bermutu, pembuatan saluran drainase, pemberian air yang cukup, pengendalian hama dan penyakit dengan sistem PHT, panen dan pascapanen dengan alsintan mampu meningkatkan produksi kedelai sesuai dengan potensi genetiknya. D. Profil Usaha Tani Tanaman kedelai merupakan tanaman cash crop yang dibudidayakan di lahan sawah dan di lahan kering. Sekitar 60% areal pertanaman kedelai terdapat di lahan sawah dan 40% lainnya di lahan kering. Areal pertanaman kedelai tersebar di seluruh Indonesia dengan luas masing-masing seperti disajikan pada Tabel 2. 7

Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kedelai Tabel 2. Penyebaran areal kedelai menurut wilayah Wilayah 992 2003 ha % ha % Sumatera 480.714 28,86 40.896 7,76 Jawa 879.650 52,81 374.346 71,06 Kalimantan 3.148 1,39 9.591 1,82 Bali & NTB 152.388 9,15 73.944 14,04 Sulawesi 124.551 7,48 22.987 4,36 Maluku & Papua 5.255 0,32 5.031 0,96 Jumlah.665.706 00,00 526.796 00,00 Tabel 2 menunjukkan bahwa luas areal tanam mencapai puncaknya tahun 1992, yaitu 1,67 juta ha. Namun sejak tahun 2000 areal tanam terus menurun menjadi 0,53 juta ha pada tahun 2003. Penurunan areal tanam ada kaitannya dengan banjirnya kedelai impor sehingga nilai kompetitif dan komparatif tanaman kedelai merosot. Secara finansial, usahatani kedelai di tingkat petani cukup menguntungkan dengan pendapatan bersih yang diperoleh sekitar Rp 2.048.500/ha (R/C 2,14). 8

III. POTENSI, KENDALA DAN PELUANG Potensi, kendala, dan peluang dalam pengembangan kedelai dipilih berdasarkan aspek penelitian dan pengembangan (litbang), sistem produksi, penanganan panen dan pascapanen, distribusi dan pemasaran, serta kelembagaan. A. Potensi 1. Aspek penelitian dan pengembangan Potensi kedelai berdasarkan aspek penelitian dan pengembangan cukup menjanjikan. Rakitan varietas unggul baru mampu meningkatkan produktivitas >2 t/ha. Varietas unggul yang dikemas dalam sistem pengelolaan tanaman terpadu (PTT) dapat meningkatkan hasil dan pendapatan petani. Varietas unggul (Tabel 3) merupakan inovasi teknologi Badan Litbang Pertanian yang mudah diadopsi petani dan memberikan kontribusi yang signifikan dalam meningkatkan produksi. Perakitan varietas unggul baru yang mempunyai karakter produktivitas tinggi dan toleran terhadap cekaman lingkungan biotik dan abiotik sangat diperlukan dalam rangka peningkatan produksi kedelai. Varietas unggul kedelai tersebut merupakan faktor produksi yang penting untuk diterapkan pada peningkatan produktivitas. Masalahnya, hingga saat ini baru 10% petani yang menggunakan benih varietas unggul yang berlabel. Upaya sosialisasi penggunaan varietas unggul sangat diperlukan untuk meningkatkan produksi. Teknik produksi merupakan sintesis dari varietas unggul dan teknik pengelolaan LATO. Inovasi teknologi dengan penggunaan benih bermutu, pembuatan saluran drainase, pemberian air yang cukup, pengendalian hama dan penyakit dengan sistem PHT, panen dan pascapanen dengan alsintan mampu meningkatkan produksi kedelai sesuai dengan potensi genetiknya. 9

Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kedelai Komponen teknologi produksi yang dikemas dalam PTT pada tanaman kedelai mampu meningkatkan produksi hingga lebih dari 2 t/ha. Pemasyarakatan PTT dilakukan melalui sosialisasi, pelatihan, sekolah lapang dan membangun kembali lembaga penyuluhan yang pada era otonomi daerah kurang mendapat perhatian. Tabel 3. Varietas unggul baru kedelai yang dilepas tahun 2001 2004. Varietas Potensi Umur Ukuran Adaptasi hasil (t/ha) (hari) biji Sinabung 2,5 88 Sedang Lahan sawah Kaba 2,6 85 Sedang Lahan sawah Anjasmoro 2,5 85 Besar Lahan sawah Mahameru 2,5 87 Besar Lahan sawah Panderman 2,5 85 Besar Lahan sawah Ijen 2,5 85 Sedang Lahan sawah, toleran UG* Tanggamus 2,7 88 Sedang Lahan kering Sibayak 2,5 89 Sedang Lahan kering Nanti 2,5 91 Sedang Lahan kering Ratai 2,6 90 Sedang Lahan kering Seulawah 2,7 90 Sedang Lahan kering *UG=ulat grayak Peningkatan stabilitas hasil kedelai di lahan sawah, lahan kering, dan lahan bukaan baru, maupun kedelai sebagai tanaman sela perlu mendapat perhatian. Gangguan stabilitas hasil pada tanaman kedelai banyak disebabkan oleh cekaman biotik dan abiotik. Gangguan hama, penyakit dan gulma dapat menyebabkan kehilangan hasil mencapai 80% bahkan puso apabila tidak ada tindakan pengendalian. Penerapan pengendalian hama terpadu (PHT) perlu disosialisasikan. Program pelatihan, sekolah lapang PHT perlu ditingkatkan. Pemanfaatan varietas toleran terhadap cekaman biotik (hama dan penyakit) misalnya varietas Ijen toleran serangan ulat grayak dan potensi hasil tinggi (>2 t/ha). Varietas toleran cekaman abiotik (kekeringan, tahan naungan, dll) perlu dirakit. Varietas 10

Tanggamus, Nanti, Sibayak, Seulawah, dan Ratai merupakan varietas baru dengan potensi produksi tinggi dan adaptif pada lahan kering (masam dan non-masam). Perakitan VUB berdaya hasil tinggi dan teknologi budidaya (PTT) pada tingkat litbang sangat dimungkinkan dengan adanya kekuatan seperti: (1) tersedianya sumber daya genetik yang banyak, (2) besarnya perhatian pemerintah dalam penelitian dan pengembangan, dan (3) kualitas peneliti bidang kedelai cukup memadai. 2. Aspek perbenihan Potensi aspek benih bermutu yang merupakan kekuatan dalam pengembangan agribisnis kedelai antara lain adalah: (1) tersedianya Unit Pengelola Benih Sumber (UPBS), Balai Benih Induk (BBI) dan Balai Benih Umum (BBU), (2) teknologi benih sudah tersedia, dan (3) varietas unggul tersedia. UPBS di balai komoditas telah terbentuk dengan tugas untuk memproduksi benih inti (NS) dan benih penjenis (BS). Benih penjenis yang dihasilkan akan disalurkan ke BBI untuk diproduksi menjadi benih dasar (FS) dan benih pokok (SS). Benih pokok disalurkan kepada BBU atau penangkar untuk dijadikan benih sebar (ES). Lembaga untuk memproduksi benih telah terbentuk namun efektivitas perlu ditingkatkan. Benih bermutu varietas unggul merupakan salah satu faktor yang menentukan produktivitas pertanaman kedelai. Varietas unggul dengan potensi hasil tinggi (>2 t/ha) telah tersedia. Dalam mendukung penyediaan benih bermutu, industri benih untuk komoditas kedelai belum berkembang dengan baik. Produsen benih nasional maupun penangkar lokal masih kurang berperan. Berbeda dengan komoditas padi dan jagung, usaha perbenihan untuk tanaman kedelai masih tertinggal. Petani lebih banyak memakai benih asalan atau turunan dari pertanaman sebelumnya. Pemakaian benih unggul bersertifikat pada tanaman kedelai kurang dari 10% (Ditjentan, 2004). Hal ini merupakan salah satu penyebab rendahnya produktivitas kedelai nasional. 11

Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kedelai 3. Aspek sistem produksi Potensi kedelai berdasarkan aspek sistem produksi meliputi: (1) teknologi budidaya relatif sudah maju, (2) VUB potensi hasil tinggi tersedia, dan (3) lahan yang sesuai untuk tanaman kedelai masih tersedia cukup luas. Potensi lahan yang sesuai untuk pengembangan kedelai dapat diarahkan ke propinsi-propinsi yang pernah berhasil menanam kedelai seperti disajikan pada Tabel 4. Peta wilayah potensial sumber pertumbuhan baru produksi kedelai dan Location Quotient (LQ) digunakan sebagai indikator kesesuaian agroekosistem bagi usaha tani kedelai. Wilayah sasaran pengembangan intensifikasi terletak di propinsi penghasil kedelai utama (LQ tinggi) diikuti propinsi penghasil kedelai dengan LQ sedang. Tabel 4. Potensi lahan untuk pengembangan kedelai. Wilayah Luas (ha) Sumatera 480.714 Jawa 879.650 Kalimantan 23.148 Bali & NTB 1 52.388 Sulawesi 1 24.551 Maluku & Papua 5.255 Jumlah.665.706 Sumber: Ditjentan (2004). Pengembangan areal tanam kedelai dapat dilakukan pada lahan sawah, lahan kering (tegalan), lahan bukaan baru dan lahan pasang surut yang telah direklamasi. Secara rinci peluang penambahan areal panen dapat dilakukan pada: Lahan sawah MK II (Juli Oktober) yang biasanya diberikan seperti: jalur pantura Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, Lampung, Sumatera Utara, Nusa Tenggara Barat, dan Kalimantan Selatan. 12

Lahan sawah tadah hujan MK I (Maret Juni) awal musim hujan sebelum ditanami padi sawah seperti Jawa dan NTB. Lahan kering (tegal), kedelai ditanam pada MH I (Oktober Januari) atau MH II (Februari Maret). Pertanaman kedelai ini lebih banyak di Lampung, Jambi, Sumatera Barat, Aceh, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat. Ladang yang belum ditanami. Tumpangsari pada lahan peremajaan perhutani. Tumpangsari tanaman perkebunan. Lahan bukaan baru, bekas alang-alang. Lahan pasang surut yang telah direklamasi. Tanah yang sesuai untuk budi daya kedelai adalah tekstur berlempung atau berliat, solum tanah sedang-dalam, drainase sedangbaik, hara NPK dan unsur mikro sedang-tinggi, ph tanah 5,6-6,9. Jenis tanah yang sesuai untuk kedelai adalah tanah Aluvial, Regosol, Andosol, Latosol, Gromusol, dan Ultisol/Oxisol dengan amelioran kapur, fosfat dan bahan organik. Lahan gambut yang sudah direklamasi juga sesuai untuk tanaman kedelai. Senjang hasil produktivitas kedelai di tingkat petani (rata-rata 1,2 t/ha) dengan potensi genetik dari tanaman kedelai masih cukup tinggi (potensi genetik >2 t/ha). Rendahnya produktivitas disebabkan sebagian besar petani belum menggunakan benih unggul dan teknik pengelolaan tanaman masih belum optimal. Teknologi produksi kedelai meliputi varietas unggul dan teknik pengelolaan lahan, air, tanaman, dan organisme pengganggu tanaman (LATO). Pengelolaan LATO dimaksudkan agar potensi hayati yang dimiliki oleh varietas dapat terekspresikan secara optimal. Varietas unggul merupakan inovasi teknologi yang mudah diadopsi petani dan memberikan kontribusi yang signifikan dalam meningkatkan produksi. Varietas unggul memiliki sifat seperti hasil tinggi, umur genjah, dan tahan/toleran 13

Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kedelai terhadap cekaman biotik (hama dan penyakit) dan abiotik (lingkungan fisik). Teknik produksi merupakan sintesis dari varietas unggul dan teknik pengelolaan LATO. Inovasi teknologi dengan penggunaan benih bermutu, pembuatan saluran drainase, pemberian air yang cukup, pengendalian hama dan penyakit dengan sistem PHT, panen dan pascapanen dengan alsintan mampu meningkatkan produksi kedelai sesuai dengan potensi genetiknya. Sebagai sumber protein nabati, kedelai umumnya dikonsumsi dalam bentuk produk olahan, yaitu tahu, tempe, kecap, tauco, susu kedelai, dan berbagai bentuk makanan ringan (snack). Data statistik FAO menunjukkan bahwa konsumsi per kapita kedelai selama 1½ dekade terakhir menurun dari sekitar 11,38 kg/kapita pada tahun 1990 menjadi sekitar 8,97 kg/kapita pada tahun 2004, atau menurun rata-rata 1,69% per tahun. Penurunan terjadi sejak tahun 1995. Selama periode 1995-2000, konsumsi per kapita menurun dari 11,82 kg/kapita pada tahun 1995 menjadi 10,92 kg/kapita pada tahun 2000, atau turun rata-rata 1,57% per tahun. Selanjutnya, penurunan paling tajam terjadi pada periode 2000-2004, yaitu rata-rata 4,81% per tahun. Namun demikian, total konsumsi hanya turun rata-rata 0,05% per tahun (Tabel 5). Penurunan total konsumsi jauh lebih rendah dari pada penurunan produksi. Implikasinya ialah bahwa tanpa terobosan yang berarti, Indonesia akan menghadapi defisit yang makin besar. Artinya, bahwa Indonesia akan makin tergantung pada impor untuk menutupi defisit. Seperti disajikan pada Tabel 5, bahwa Indonesia selalu mempunyai net impor yang meningkat dari sekitar 0,54 juta ton pada tahun 1990 menjadi sekitar 1,31 juta ton pada tahun 2004. Mengingat penurunan produksi kedelai jauh lebih tajam dari pada penurunan total konsumsi, maka ke depan impor untuk menutupi defisit diperkirakan akan terus meningkat. Padahal Indonesia pernah berswasembada kedelai sebelum tahun 1976, dengan indeks swasembada lebih besar dari satu (Swastika, 1997). 14

Tabel 5. Neraca produksi, konsumsi dan perdagangan kedelai di Indonesia tahun 1990-2004. Tahun Prod Konsumsi Defisit Impor Ekspor Net impor (000 ton) (ton) (000 ton) (000 ton) (ton) (000 ton) 1990 1.487 2.028 541 541 0,24 541 1991 1.555 2.228 673 673 0,27 672 1992 1.870 2.560 690 694 3,91 690 1993 1.709 2.431 723 724 0,75 723 1994 1.565 2.365 800 800 0,03 800 1995 1.680 2.287 607 607 0,08 607 1996 1.517 2.263 746 746 0,24 746 1997 1.357 1.973 616 616 0,01 616 1998 1.306 1.649 343 343 0,00 343 1999 1.383 2.684 1.301 1.302 0,02 1.302 2000 1.018 2.294 1.276 1.278 0,52 1.277 2001 827 1.960 1.133 1.136 1,19 1.135 2002 673 2.017 1.344 1.365 0,24 1.365 2003 672 2.016 1.343 1.193 0,43 1.192 2004 707 2.015 1.307 1.307 0,00 1.307 Pertumb (%) 5,17-0,05 6,51 6,50-6,51 Sumber FAO (2004) diolah. Perkembangan manfaat kedelai di samping sebagai sumber protein, makanan berbahan kedelai dapat dipakai sebagai penurun kolesterol darah yang dapat mencegah penyakit jantung. Selain itu, kedelai dapat berfungsi sebagai antioksidan dan dapat mencegah penyakit kanker. Oleh karena itu, ke depan proyeksi kebutuhan kedelai akan meningkat seiring dengan pengetahuan dan kesadaran masyarakat tentang makanan sehat. 4. Aspek panen dan pascapanen Untuk aspek panen dan pascapanen, telah diidentifikasi potensi kekuatan sebagai berikut: (1) teknologi panen dan pascapanen telah tersedia, (2) Alsintan tersedia di pasaran, dan (3) teknologi pengolahan tersedia. 15

Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kedelai Teknologi panen dan pascapanen kedelai yang efektif dan efisien telah tersedia bahkan alsintan untuk proses panen dan pascapanen telah tersedia di pasaran. Karena bersifat multiguna, kedelai dapat diolah untuk menghasilkan berbagai produk yang sangat dibutuhkan bagi kehidupan manusia, baik sebagai produk pangan, farmasi (obat-obatan), aplikasi dalam bidang teknik (industri) dan sebagai pakan (Gambar 2). Sebelum memasuki pengolahan sekunder menjadi produk olahan, kedelai selayaknya mendapat pengolahan primer untuk meningkatkan kualitas kedelai sebagai bahan baku industri. Dengan demikian, harga jual kedelai akan lebih baik. Pengolahan primer, dengan memanfaatkan teknologi pascapanen, dilakukan di tingkat petani. Produk pangan olahan kedelai yang utama dan populer di kalangan masyarakat Indonesia adalah produk fermentasi seperti tempe, kecap, tauco, natto, dan produk non-fermentasi seperti tahu, susu, daging tiruan (meat analog). Produk fermentasi lain yang populer adalah natto (di Jepang), dan produk non-fermentasi lainnya seperti keju kedelai, yuba, dan lain-lain. Produk utama lain dari kedelai adalah minyak kasar, isolat protein, lesitin, dan bungkil kedelai. Minyak kedelai dapat diolah untuk aplikasi produk pangan dan kegunaan dalam bidang teknik atau industri. Produk pangan yang menggunakan minyak kedelai antara lain adalah minyak salad, minyak goreng, mentega putih, margarine, mayonaise. Isolat protein dan lesitin banyak digunakan dalam berbagai produk industri makanan antara lain rerotian, es krim, yogurth, makanan bayi (infant formula), kembang gula, dan lain-lain. Bungkil kedelai yang mengandung protein tinggi sangat diperlukan dalam pembuatan ransum ternak (pakan). 5. Aspek distribusi dan pemasaran Potensi aspek distribusi dan pemasaran yang telah teridentifikasi antara lain adalah: (1) infrastruktur distribusi telah memadai, (2) transportasi lancar, dan (3) sentra produksi telah terbentuk. 16

Pemasarannya mulai dari daerah sentra produksi ke industri pengolahan melalui pedagang, dan bermuara ke konsumen akhir. Selain dari petani, kedelai di pasar domestik juga sebagian berasal dari impor. Kedelai impor umumnya dibeli oleh koperasi pengrajin tahu dan tempe (KOPTI), untuk selanjutnya dipasarkan ke pengrajin tahu dan tempe. Secara umum rantai tataniaga kedelai disajikan pada Gambar 3. PANGAN FERMENTASI Tempe, kecap tauco, natto, dll PANGAN NON FERMENTASI Tahu, susu, dll KEDELAI MINYAK KASAR PANGAN (minyak salad, minyak goreng, mentega putih, margarine) LESITIN TEKNIK/ INDUSTRI (wetting agent, pelarut, pengemulsi, penstabil, pelumas dll) KONSENTRAT PROTEIN PANGAN (rerotian eskrim, yogurth, makanan bayi (infant formula), kembang gula) FARMASI (Obat-obatan, kecantikan) BUNGKIL PAKAN TERNAK Gambar 2. Pohon industri kedelai. 17

Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kedelai Petani P Importir PedagangP Pengumpul P DDesa KOPTI K O P GrosirG Pengecer P Pengolah P Konsumen K akhir Akhir Gambar 3. Rantai tataniaga kedelai di Indonesia. Dari Gambar 3 terlihat bahwa kedelai di tingkat petani dibeli oleh pedagang pengumpul yang kemudian dijual ke pedagang grosir dan pengolah. Dalam pemasaran kedelai, petani umumnya berada dalam posisi tawar yang lemah, sehingga harga kedelai di tingkat petani lebih banyak ditentukan oleh pedagang. Oleh karena itu, harga riil di tingkat produsen (petani) selama 15 tahun terakhir cenderung terus menurun. Terbentuknya sentra produksi kedelai akan mempermudah konsumen untuk mendapatkan kedelai secara langsung. Dalam pengembangan kedelai, diperlukan perbaikan tataniaga kedelai dari produsen hingga konsumen. Dengan adanya infrastruktur distribusi produk yang memadai dan tranportasi yang lancar, diharapkan arus produk dari produsen ke konsumen lebih lancar, sehingga tataniaga kedelai lebih efektif dan efisien. 6. Aspek kelembagaan Potensi yang dapat dimanfaatkan dalam program pengembangan kedelai antara lain: (1) telah berkembangnya kelembagaan 18

permodalan (kredit) dalam berbagai skim, (2) berkembangnya kelembagaan alih teknologi, dan (3) telah terbentuknya kelembagaan kelompok tani. Berkembangnya berbagai skim lembaga permodalan seperti LUEP, KKP, dan lembaga keuangan mikro lainnya yang lebih mudah diakses petani merupakan potensi yang besar bagi petani dalam memperoleh modal untuk menerapkan teknologi maju. Dalam alih teknologi, lembaga alih teknologi juga makin berkembang. Hal ini dipacu oleh: (1) terbentuknya BPTP di tiap propinsi yang berfungsi ganda, yaitu perakitan teknologi spesifik lokasi, dan (2) revitalisasi penyuluhan pertanian untuk mempercepat proses alih teknologi dari lembaga penelitian ke pengguna. Kelembagaan keuangan mikro dan kelembagaan alih teknologi merupakan dua ujung tombak yang memungkinkan petani mengadopsi teknologi maju, sehingga mampu meningkatkan produktivitas sumber daya dan pendapatan petani. Selain itu, keberadaan kelompok tani merupakan wadah yang efektif, baik dalam penyaluran kredit, diseminasi teknologi, maupun pemasaran hasil pertanian meskipun diakui dalam hal pemasaran hasil kelompok tani belum banyak berfungsi, namun di masa mendatang peran ini dapat diaktualisasi dan terus ditingkatkan. B. Kendala 1. Aspek penelitian dan pengembangan Kendala dalam aspek Litbang dapat dipilah berdasarkan kelemahan dan ancaman. Kelemahan internal meliputi: (1) keterbatasan tenaga peneliti, (2) belum optimalnya diseminasi, dan (3) program penelitian yang masih kurang konsisten. Sedangkan untuk ancaman eksternal antara lain adalah: (1) sistem diseminasi dan alih teknologi belum memadai, (2) penerimaan tenaga peneliti belum memadai, dan (3) penghargaan hasil karya peneliti kurang memadai. Jumlah tenaga peneliti yang terbatas sehingga potensi untuk mengembangkan rakitan teknologi unggul dalam satu paket PTT belum dapat diterapkan di setiap sentra produksi kedelai. Hasil penelitian 19

Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kedelai rakitan teknologi PTT kedelai dapat meningkatkan produksi 30-40% untuk lahan sawah dan 50-60% untuk lahan kering masam. Diseminasi/promosi yang belum optimal menyebabkan tingkat adopsi teknologi rendah sehingga varietas unggul baru dan teknik budi daya kedelai kurang dapat diterapkan petani. Hasil penelitian menunjukkan bahwa senjang hasil produksi kedelai di tingkat petani dengan potensi hasil genetik kedelai masih tinggi. Potensi hasil varietas unggul dengan budi daya anjuran dapat mencapai > 2 t/ha, sedang rata-rata produktivitas di tingkat petani hanya 1,29 t/ha. Hasil rata-rata kedelai yang masih rendah di tingkat petani dan harga yang murah menyebabkan petani beralih usahatani nonkedelai. Dampak dari kelemahan tersebut menyebabkan usahatani kedelai belum dapat mencapai produksi yang maksimal dan keuntungan finansial yang masih rendah. 2. Aspek perbenihan Kendala internal aspek perbenihan kedelai adalah (1) inkonsistensi alur benih dari benih sumber sampai benih sebar, (2) umur label sertifikat benih sangat singkat, dan (3) industri benih belum berkembang dengan baik. Sedangkan ancaman eksternal adalah: (1) kurangnya insentif harga benih bagi penangkar, (2) menurunnya kepercayaan petani terhadap mutu benih dari kios, dan (3) petani lebih suka membuat benih asalan. 3. Aspek sistem produksi Hambatan internal yang teridentifikasi dalam aspek sistem produksi meliputi: (1) ketersediaan sarana produksi yang makin terbatas, (2) sistem penyuluhan masih lemah, dan (3) akses petani terhadap sumber modal terbatas. Ketersediaan benih varietas unggul baru masih sangat terbatas, sehingga produktivitas hasil kedelai masih rendah. Hingga kini penggunaan varietas unggul baru mencapai 20% dan penggunaan benih yang bersertifikat hanya 10%. Benih bersertifikat merupakan jaminan pemerintah untuk menyediakan benih bermutu, namun hingga kini 20

belum banyak petani yang menggunakan benih bersertifikat. Hal ini dikarenakan jumlah penangkar yang masih sangat terbatas, proses sertifikasi kedelai yang rumit dan keuntungan menjadi penangkar benih kedelai yang sangat kecil. Selain benih bermutu, pupuk dan pestisida makin mahal, sehingga makin tidak terjangkau oleh petani. Pada era otonomi daerah, penyuluh kurang berfungsi sebagaimana tugas pokoknya, sehingga penyuluh beralih profesi menjadi bukan penyuluh. Selain itu, jumlah penyuluh semakin berkurang (pensiun), pembinaan penyuluh untuk mengakses teknologi baru kurang mendapat perhatian, serta sarana dan prasarana penyuluhan banyak berubah fungsi. Hal ini merupakan salah satu penyebab tidak sampainya informasi teknologi kepada petani. Akses petani terhadap sumber modal terbatas. Umumnya petani kedelai adalah petani miskin yang kekurangan modal. Modal petani yang terbatas dan usahatani kedelai yang kurang menguntungkan menyebabkan petani enggan menanam kedelai, sehingga areal dan produksi kedelai terus menurun. Selain kelemahan internal, agribisnis kedelai masih dihadapkan pada ancaman eksternal seperti: (1) masih tingginya impor kedelai yang menyebabkan usahatani kedelai dalam negeri kurang kompetitif, (2) adanya cekaman OPT, dan (3) anomali iklim yang dapat menyebabkan kegagalan panen. 4. Aspek panen dan pascapanen Kendala dalam aspek panen dan pascapanen adalah: (1) kehilangan hasil tinggi, (2) penerapan teknologi panen dan pascapanen belum memadai, dan (3) modal untuk membeli alsintan sangat terbatas. Selain itu, ancaman eksternalnya adalah: (1) belum ada insentif harga yang memadai bagi produk bermutu, (2) makin meningkatnya biaya operasional alsintan, dan (3) tenaga kerja pengolah relatif terbatas. Kehilangan hasil kedelai pada saat panen maupun prosesing masih cukup besar. Sistem panen yang dijemur di lapangan tanpa lantai jemur dan alas menyebabkan biji tercecer cukup banyak dan 21

Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kedelai menyebabkan kehilangan hasil cukup tinggi. Alat pengering dinilai masih cukup mahal bagi petani kedelai. Penerapan teknologi panen dan pascapanen belum memadai, umumnya petani melakukan pemanenan dan prosesing masih dengan cara tradisional. Panen dengan menggunakan sabit dan proses pengeringan sebagian besar masih di lapang. Sedangkan pemakaian alat mesin untuk panen dan pengeringan, sebagian besar petani belum menggunakan. Keterbatasan modal, menyebabkan petani kedelai tidak mampu untuk membeli alat mesin. Hal ini yang menyebabkan kehilangan hasil panen cukup besar dan proses produksi menjadi tidak efisien. 5. Aspek distribusi dan pemasaran Kendala internal berdasarkan aspek pemasaran adalah: (1) daya tawar petani lemah, (2) sistem informasi pasar lemah, dan (3) belum adanya tarif impor. Sedangkan kendala eksternalnya antara lain adalah: (1) tingginya impor kedelai dengan harga murah, (2) rantai pemasaran yang panjang sehingga tidak efisien, dan (3) biaya transportasi yang mahal. Panjangnya rantai dari produsen sampai kepada konsumen menyebabkan tidak efektifnya proses pemasaran. Memperbaiki dan memperpendek simpul mata rantai dari produsen ke konsumen perlu dibentuk dan difungsikan sebagaimana mestinya sehingga dapat efektif dan efisien dalam pendistribusian produk. Sistem informasi pasar belum terbentuk sehingga titik temu antara produsen dan konsumen sering tidak ketemu. Hal ini yang menyebabkan nilai jual produk berfluktuatif dan cenderung menurun. Harga komoditas kedelai hampir tidak tersentuh oleh kebijakan pemerintah. Harga kedelai ditentukan oleh mekanisme pasar, yang ditentukan oleh permintaan dan persediaan (Demand and Supply). Harga nominal kedelai di tingkat petani berfluktuasi, disaat panen raya harga jatuh hingga Rp 2.500. Belum berlakunya tarif impor 22

menyebabkan jumlah kedelai impor semakin banyak, sehingga harga kedelai di dalam negeri jatuh dan petani enggan menanam kedelai. 6. Aspek kelembagaan Kendala berdasarkan aspek kelembagaan terdiri dari kelemahan dan ancaman. Kelemahan internal yakni: (1) sistem penyuluhan masih lemah, (2) kelembagaan kelompok tani belum berfungsi optimal dan (3) akses petani terhadap lembaga modal terbatas. Sedangkan ancaman eksternal adalah: (1) menurunnya kepercayaan petani terhadap kelembagaan yang ada, (2) rendahnya komitmen pimpinan kelembagaan atas pelaksanaan peraturan, serta (3) inkonsistensi peraturan antara pusat dengan daerah. Kinerja penyuluhan pertanian yang lemah menyebabkan transfer teknologi kedelai terhambat, sehingga upaya untuk meningkatkan produktivitas juga terhambat. Lemahnya kinerja penyuluhan juga akan mengakibatkan kinerja kelompok tani lemah, sehingga petani akan sulit untuk mengatasi masalah yang dihadapi. C. Peluang Peluang pengembangan kedelai cukup besar dari berbagai aspek, yakni: (1) aspek penelitian dan pengembangan, (2) aspek perbenihan, (3) aspek sistem produksi, (4) aspek panen dan pascapanen, (5) aspek distribusi dan pemasaran, dan (6) aspek kelembagaan. 1. Aspek penelitian dan pengembangan Peluang pengembangan berdasarkan aspek litbang meliputi: (1) kebutuhan teknologi makin meningkat, (2) tuntutan terhadap alih teknologi semakin meningkat, dan (3) prospek kerja sama penelitian. Penelitian untuk mengatasi senjang hasil antara petani dan hasil penelitian sesuai dengan potensi genetik, pemetaan lahan sesuai, efisiensi penggunaan sarana produksi, diversifikasi produk untuk meningkatkan nilai tambah perlu dilakukan agar dapat meningkatkan produktivitas dan daya guna kedelai. 23

Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kedelai Tuntutan alih teknologi untuk mengatasi senjang hasil sangat diperlukan. Peran aktif BPTP dan penyuluh untuk mengakses teknologi dari balai penelitian perlu ditingkatkan. Revitalisasi penyuluhan diharapkan dapat menjadi jembatan dalam upaya meningkatkan arus teknologi dari balai penelitian kepada pengguna atau petani. Untuk mewujudkan tujuan mempercepat alih teknologi diperlukan kerja sama yang baik antara peneliti, penyuluh dengan kelompok tani. Kerja sama dengan swasta sangat diperlukan, peran swasta sebagai bapak angkat yang dapat memberikan jaminan harga yang layak pada saat harga jatuh. 2. Aspek perbenihan Peluang pengembangan pemanfaatan benih kedelai bermutu terbuka lebar, karena hingga kini penggunaan benih bersetifikat kurang dari 10%. Upaya pengembangan pemanfaatan benih bermutu ditempuh melalui: (1) peningkataan kemampuan petugas/penangkar untuk memproduksi benih sumber, (2) peningkatan pembinaan penangkar benih di daerah sentra produksi kedelai, dan (3) peningkatan produksi benih sumber dan penyebaran varietas-varietas unggul baru kedelai di daerah sentra produksi. Untuk membangun penyebaran benih varietas unggul diperlukan penguatan SDM dan fasilitas untuk memproduksi benih sumber. Meningkatnya kemampuan SDM yang terkait dalam produksi benih dasar (FS), benih pokok (SS), dan benih sebar (ES) diharapkan dapat meningkatkan produksi benih dan dapat didisribusikan ke daerah sentrasentra produksi. Eskalasi dan akselerasi produksi dan distribusi benih sumber varietas unggul tanaman kedelai dilakukan dengan pelatihan pengenalan varietas melalui sosialisasi varietas dan pembekalan teknik produksi benih kepada penangkar di daerah yang melibatkan pemangku kepentingan (stakeholder) terkait. Dengan strategi tersebut terjadi percepatan waktu, peningkatan kadar, dan perluasan prevalensi adopsi teknologi inovatif yang dibawa oleh varietas unggul kedelai, sehingga dapat meningkatkan produksi benih berkualitas yang berbasis komunitas. Oleh karena itu, diperlukan peningkatan kemahiran petugas dalam sistem produksi benih sumber kedelai melalui pelatihan. 24

3. Aspek sistem produksi Peluang pengembangan kedelai berdasarkan aspek produksi meliputi: (1) penggunaan benih bermutu masih rendah, (2) penggunaan sarana produksi, (3) subsidi benih, dan (4) program pengembangan varietas unggul berdaya hasil tinggi. Varietas unggul merupakan inovasi teknologi yang mudah diadopsi petani dan memberikan kontribusi yang signifikan dalam meningkatkan produksi. Varietas unggul memiliki sifat seperti hasil tinggi, umur genjah, dan tahan/ toleran terhadap cekaman biotik (hama dan penyakit) dan abiotik (lingkungan fisik). Teknik produksi merupakan sintesis dari varietas unggul dan teknik pengelolaan LATO. Inovasi teknologi dengan penggunaan benih bermutu, pembuatan saluran drainase, pemberian air yang cukup, pengendalian hama dan penyakit dengan sistem PHT, panen dan pascapanen dengan alsintan mampu meningkatkan produksi kedelai sesuai dengan potensi genetiknya. Oleh karena itu, program pengenalan dan sosialisasi varietas unggul baru serta teknik produksi benih sangat diperlukan. Keterbatasan modal di tingkat petani untuk usahatani kedelai perlu mendapat perhatian. Oleh karena itu, diperlukan adanya subsidi, baik untuk pengadaan benih varietas unggul baru maupun untuk pengadaan pupuk dan insektisida. 4. Aspek panen dan pascapanen Peluang pengembangan kedelai berdasarkan aspek panen dan pascapanen meliputi: (1) tuntutan terhadap hasil panen bermutu, (2) jenis olahan beragam, dan (3) industri produk olahan berbahan baku kedelai makin berkembang. Mutu hasil panen kedelai saat ini masih perlu ditingkatkan. Preferensi konsumen terhadap mutu kedelai semakin meningkat. Industri pengolahan produk berbahan baku kedelai membutuhkan jenis kedelai yang bermutu tinggi sesuai dengan produk yang akan dihasilkan. Sebagian besar konsumen menghendaki biji besar/sedang, warna kuning mengkilap dan kebersihan biji. Varietas kedelai sesuai 25

Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kedelai d engan kehendak konsumen dan sesuai dengan bahan baku industri telah tersedia, biji besar/sedang, warna kuning mengkilap (Argomulya, Burangrang, Anjasmoro, Kaba) bahkan kedelai hitam yang sesuai dengan industri kecap juga telah tersedia (Merapi, Cikuray, dan Malika). Upaya untuk meningkatkan nilai tambah dan daya saing lebih tinggi adalah memperbaiki bentuk makanan olahan berbahan baku kedelai, makanan segar dengan kualitas polong maupun biji yang seragam, menarik, dan kuantitas serta kualitas biji untuk bahan industri cukup memadai. Bentuk makanan olahan yang menarik, rasa sesuai dengan selera konsumen dan kemasan yang menarik akan mempunyai daya tarik bagi konsumen. Sebagai ilustrasi PT Garuda Food telah berhasil membidik konsumen tingkatan menengah ke atas dengan memproduksi snack kedelai oven dengan rasa enak dan dikemas dalam kemasan yang menarik dan terkesan elite, serta telah tersebar di seluruh pasar swalayan. Penguatan industri pedesaan skala kecil maupun industri besar yang bermitra dengan produsen kedelai perlu ditindak lanjuti. Upaya peningkatan daya saing selain bentuk produk diperlukan juga penyuluhan, promosi secara gencar, sehingga bisa mengendalikan konsumen untuk mengkonsumsi produk olahan kedelai. Promosi makanan berbahan baku kedelai susu, tempe, tauco, kecap, snack kaya akan protein, gizi tinggi dan menyehatkan perlu diinformasikan pada media cetak maupun elektronik. 5. Aspek distribusi dan pemasaran Peluang pengembangan kedelai berdasarkan aspek distribusi dan pemasaran meliputi: (1) industri pengolahan kedelai berkembang, (2) jaringan transportasi memadai, dan (3) permintaan kedelai terus meningkat. 26

Berbagai macam produk olahan berbahan baku kedelai berkembang dengan pesat. Industri pengolahan bahan pangan (tahu, tempe, tauco, kecap, snack), farmasi (obat-obatan), aplikasi dalam bidang teknik (industri) dan sebagai pakan ternak menyebabkan kebutuhan akan kedelai semakin meningkat. Di Indonesia konsumsi tertinggi adalah untuk bahan industri tahu dan tempe. Berdasarkan perhitungan, konsumsi kedelai untuk tahu dan tempe pada tahun 2002 mencapai 1,776 juta ton atau 88% dari total kebutuhan dalam negeri. Sedang 12% sisanya dipergunakan berbagai keperluan makanan olahan lain dan bahan baku industri lainnya. Jaringan transportasi sudah baik dan ditunjang oleh alat angkut yang memadai, sehingga memudahkan mobilitas bahan baku kedelai dari produsen ke konsumen. 6. Aspek kelembagaan Peluang pengembangan kedelai berdasarkan aspek kelembagaan berupa (1) program revitalisasi alih teknologi, (2) program revitalisasi penyuluhan, dan (3) minat swasta dalam industri pengolahan kedelai semakin meningkat. Revitalisasi alih teknologi dan revitalisasi penyuluhan saling berhubungan erat. Program alih teknologi berupa diseminasi memperoleh prioritas utama, namun demikian teknologi yang dihasilkan oleh Badan Litbang Pertanian belum sampai kepada petani. Oleh karena itu, melalui diseminasi diharapkan adanya kerja sama yang baik antara peneliti, penyuluh, pemerintah daerah, dan petani. Revitalisasi di bidang penyuluhan diharapkan penyuluh dapat berperan sebagai ujung tombak dan mampu memberdayakan kemandirian petani, kelompok tani, kelompok usaha/asosiasi petani dalam usaha pengembangan kedelai. Asosiasi Petani Kacang Kedelai Indonesia (APKKI) telah terbentuk di beberapa propinsi sentra produksi kedelai dan merupakan media yang cukup efektif dalam pengembangan kedelai berbasis agribisnis. Asosiasi tersebut berpeluang dikembangkan di setiap propinsi sentra kedelai dengan penyuluh pertanian sebagai mediator dan Pemerintah Daerah sebagai fasilitator. 27

Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kedelai IV. TUJUAN DAN SASARAN Pengembangan kedelai diarahkan untuk tujuan jangka pendekmenengah dan jangka panjang. Tujuan jangka pendek-menengah adalah meningkatkan produksi untuk memenuhi 60% kebutuhan. Dengan kata lain, impor kedelai yang saat ini mencapai 60-65% dari total kebutuhan dapat ditekan menjadi 40%. Tujuan jangka panjang adalah swasembada kedelai. Upaya peningkatan produksi diikuti dengan upaya peningkatan efisiensi, kualitas, dan nilai tambah produksi, penguasaan pasar, dan perluasan peranan pengguna. Dalam hal ini diperlukan dukungan dari pemerintah dan swasta. Sasaran yang ingin dicapai dari pengembangan kedelai secara nasional adalah (i) terciptanya harga yang wajar yang dapat memberikan insentif bagi petani untuk meningkatkan produksi; (ii) terbentuknya kelembagaan pemasaran yang kuat di tingkat petani, (iii) terciptanya mata rantai pemasaran yang efisien sehingga dapat memberikan keuntungan dan meningkatkan pendapatan petani, dan (iv) berkembangnya industri yang menggunakan bahan baku kedelai di dalam negeri. 28

V. ARAH DAN SASARAN Kebutuhan akan kedelai pada tahun 2004 sebesar 2,02 juta ton, sedangkan produksi dalam negeri baru mencapai 0,71 juta ton dan kekurangannya diimpor sebesar 1,31 juta ton. Hanya sekitar 35% dari total kebutuhan dapat dipenuhi dari produksi dalam negeri. Keadaan demikian tidak dapat dibiarkan terus menerus, mengingat potensi lahan cukup luas, teknologi telah tersedia dan SDM handal cukup tersedia. Upaya untuk menekan laju impor tersebut dapat ditempuh melalui strategi peningkatan produktivitas, perluasan areal tanam, peningkatan efisiensi produksi, penguatan kelembagaan petani, peningkatan kualitas produk, peningkatan nilai tambah, perbaikan akses pasar, perbaikan sistem permodalan, pengembangan infrastruktur, serta pengaturan tataniaga dan insentif usaha. Mengingat Indonesia dengan jumlah p enduduk yang cukup besar, dan industri pangan berbahan baku kedelai berkembang pesat maka komoditas kedelai perlu mendapat prioritas untuk dikembangkan dalam upaya menekan laju impor. A. Arah dan Sasaran Pengembangan Pengembangan kedelai diarahkan kepada sistem agribisnis berbasis agroindustri, di mana kedelai sebagai bahan baku industri, baik industri pangan maupun pakan. Di tingkat petani, usahatani dilakukan dengan teknologi maju yang efisien melalui pendekatan PTT, sehingga dapat menekan biaya per satuan produk dengan tetap memperhatikan kelestarian kesuburan tanah. Selain itu, petani juga dapat dilakukan pengolahan primer kedelai dengan industri rumah tangga di tingkat petani dan kelompok tani, menjadi produk olahan seperti tepung kedelai, tahu, tempe, bungkil kedelai sehingga petani memperoleh nilai tambah. Di tingkat agroindustri, sektor swasta membeli kedelai dari petani untuk diolah lebih lanjut menjadi produk olahan sekunder, seperti pangan dan pakan. Pola agribisnis seperti ini akan membangun kemitraan yang sinergis antara petani dengan perusahaan swasta. Dengan demikian, nilai tambah akan terdistribusi ke petani, pedagang, dan perusahaan swasta. 29

Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kedelai Sasaran utama dari pengembangan kedelai adalah untuk meningkatkan produksi kedelai dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan yang terus meningkat. Sebagai bahan baku industri pangan dan pakan, dampak swasembada kedelai akan bermuara pada peningkatan pendapatan petani dan pelaku agribisnis lainnya. B. Proyeksi Pertumbuhan Proyeksi konsumsi kedelai dalam bahasan ini dilakukan dengan cara memproyeksikan konsumsi per kapita dan proyeksi jumlah penduduk. Proyeksi konsumsi per kapita dilakukan dengan menggunakan elastisitas pendapatan, elastisitas harga kedelai, dan elastisitas silang harga komoditas lainnya, berdasarkan hasil penelitian Simatupang et al. (2004). Pertumbuhan harga masingmasing komoditas menggunakan data FAO 1991-2002, sedangkan pertumbuhan pendapatan per kapita menggunakan Data BPS (2002). Proyeksi jumlah penduduk dilakukan dengan menggunakan pertumbuhan penduduk dengan tingkat yang makin rendah. Selama periode 1990-2003, pertumbuhan penduduk adalah 1,67% per tahun. Selanjutnya, pertumbuhan penduduk diasumsikan menurun 0,03% per tahun. Tiga skenario diajukan untuk mencapai sasaran jangka menengah maupun jangka panjang pengembangan kedelai sesuai dengan kebijakan pemerintah untuk mewujudkan swasembada kedelai ke depan. Proyeksi pertumbuhan produksi untuk masingmasing skenario disajikan pada Tabel 6. 30

Tabel 6. Proyeksi pertumbuhan areal tanam, produktivitas, dan produksi kedelai periode 2005-2025. Konsumsi Kontribusi Tahun Pddk Provitas Area Impor Prod Prod (jt jiwa) (t/ha) (rb ha) (rb ton) (rb ton) (kg/kap) (rb ton) (%) Skenario 1 Pertumb (%) 2005-2009 1,30 4,50 10,00-6,89 14,95 1,25 2,55 12,09 2010-2014 1,15 2,50 7,50-14,86 10,19 1,23 2,39 7,61 2015-2019 1,00 1,50 5,00-65,80 6,58 1,19 2,21 4,27 2020-2025 0,84 0,50 3,50 51,37 4,02 1,15 2,00 1,98 Rataan 1,08 2,25 6,50-9,04 8,93 1,21 2,29 6,49 Skenario 2 Pertumb (%) 2005-2009 1,30 4,50 12,50-9,84 17,56 1,25 2,55 14,64 2010-2014 1,15 2,50 10,00-64,78 12,75 1,23 2,39 10,11 2015-2019 1,00 1,50 5,00 61,45 6,58 1,19 2,21 4,27 2020-2025 0,84 0,50 1,50 2,04 2,01 1,15 2,00 0,01 Rataan 1,08 2,25 7,25-2,78 9,72 1,21 2,29 7,26 Skenario 3 Pertumb (%) 2005-2009 1,30 4,50 7,50-4,36 12,34 1,25 2,55 9,55 2010-2014 1,15 2,50 7,50-10,63 10,19 1,23 2,39 7,61 2015-2019 1,00 1,50 5,00-19,24 6,58 1,19 2,21 4,27 2020-2025 0,84 0,50 3,25-39,08 3,77 1,15 2,00 1,73 Rataan 1,08 2,25 5,81-18,33 8,22 1,21 2,29 5,79 Skenario 1 (1) Proyeksi peningkatan produksi rata-rata 8,93% per tahun dalam periode 2005-2025. (2) Peningkatan produksi tersebut diperoleh dari upaya perluasan areal tanam dan peningkatan produktivitas masing-masing 6,5% per tahun dan 2,25% per tahun dalam periode yang sama. 31

Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kedelai (3) Dengan skenario 1, swasembada kedelai akan dicapai pada tahun 2020. Skenario 2 (1) Produksi kedelai dalam negeri diproyeksi meningkat rata-rata 9,72% per tahun dalam periode yang sama. (2) Areal tanam dan produktivitas kedelai diproyeksikan meningkat masing-masing 7,25% per tahun dan 2,25% per tahun untuk mencapai tingkat pertumbuhan produksi 9,72% per tahun. (3) Dengan skenario ini swasembada kedelai akan dicapai pada tahun 2015. Skenario 3 (1) Proyeksi peningkatan produksi kedelai dalam periode yang sama rata-rata mencapai 8,22% per tahun. (2) Proyeksi pertumbuhan perluasan areal tanam dan peningkatan produktivitas masing-masing 5,81% per tahun dan 2,25% per tahun dalam periode 2005-2025. (3) Dengan skenario 3, swasembada kedelai akan dicapai pada tahun terakhir yaitu 2025. C. Arah Pengembangan Pengembangan kedelai ke depan diarahkan untuk mencapai tujuan jangka pendek-menengah dan jangka panjang yaitu Indonesia mampu meningkatkan produksi kedelai secara bertahap untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Dengan kata lain, impor yang saat ini mencapai 60-65% secara substansial dapat ditekan menjadi minimal 45% pada 2010. Program peningkatan produktivitas diprioritaskan di wilayah-wilayah sentra produksi yang produktivitasnya masih tergolong rendah, di mana tingkat penerapan teknologi oleh petani masih kurang. Wilayah-wilayah yang sesuai untuk program ini antara lain adalah beberapa kabupaten di Jawa Timur, Jawa Tengah, Nusa Tenggara Barat, Jawa Barat, Lampung, Sumatera Utara, dan Sulawesi Selatan. 32

Program perluasan areal tanam melalui peningkatan indeks pertanaman (IP) ditujukan ke wilayah-wilayah yang memiliki potensi sumber daya lahan cukup baik di Jawa Timur, Jawa Tengah, Nusa Tenggara Barat, Jawa Barat, Lampung, Sumatera Utara, dan Sulawesi Selatan. Sedang perluasan areal dapat di lakukan pada sawah tadah hujan/irigasi sederhana, dan lahan kering yang cukup luas, namun belum optimal dimanfaatkan. Wilayah-wilayah yang tergolong kategori tersebut antara lain adalah Jambi, Sumatera Selatan, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Bengkulu, Kalimantan Selatan. D. Sasaran Sasaran jangka panjang adalah swasembada kedelai (ontrend). Peningkatan produksi diikuti dengan proses produksi yang efisien, kualitas dan nilai tambah yang berdaya saing, penguasaan pasar yang luas, meluasnya peran pengguna, serta adanya dukungan pemerintah yang kondusif. Dalam Rencana Pembangunan Pertanian Jangka Menengah (RPPJM: 2005 2010) Departemen Pertanian, telah menyatakan bahwa sasaran pengembangan kedelai adalah meningkatkan produksi nasional sebesar 7% per tahun. Produksi kedelai tahun 2005 diproyeksikan 774 ribu ton biji kering, tahun 2006 sebesar 825 ribu ton, tahun 2007 sebesar 900 ribu ton, tahun 2008 sebanyak 975 ribu ton, dan tahun 2009 sebesar 1,03 juta ton atau meningkat rata-rata 7,00% per tahun. Apabila sasaran peningkatan produksi diproyeksikan sebagaimana dikemukakan di atas, maka pada tahun 2009 impor diperkirakan masih sebesar 1,36 juta ton dan ini berarti tidak terjadi pengurangan impor. Agar sasaran pengurangan impor dapat dicapai, misalnya dari 60 65% menjadi 45% dari kebutuhan dalam negeri, dan kapan kemungkinan pencapaian swasembada perlu disusun beberapa alternatif skenario. Sasaran pengembangan kedelai dalam 20 tahun ke depan adalah untuk memanfaatkan seluruh potensi dan peluang yang ada untuk mencoba memenuhi kebutuhan kedelai nasional dari kemampuan produksi dalam negeri. Pertanyaannya kemudian adalah kapan sasaran itu dapat dicapai? Inilah tantangan yang harus dijawab dengan memanfaatkan 33

Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kedelai sumber daya secara optimal yang dihela oleh kemajuan Iptek di bidang pangan dengan tetap memperhatikan kelestarian lingkungan dan sumberdaya alam. Sasaran lain adalah mengembalikan keunggulan kompetitif di tingkat on farm dan keunggulan komparatif di pasar global. Dengan demikian, ketergantungan Indonesia terhadap kedelai impor untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri secara gradual dapat dikurangi dan pada akhirnya mampu memenuhi seluruh kebutuhan dari kemampuan produksi dalam negeri. Perluasan areal tanam dilakukan melalui peningkatan indeks pertanaman (IP) pada lahan sawah irigasi sederhana, lahan sawah tadah hujan atau lahan kering. Wilayah sasaran perluasan areal adalah Nusa Tenggara Barat, Jawa, Lampung, Sumatera Utara, Aceh dan Sulawesi Selatan. Teknologi utama yang diperlukan dalam program ini adalah penggunaan benih varietas unggul yang bermutu, pengendalian gulma, hama dan penyakit (OPT) secara terpadu, waktu atau musim tanam yang sesuai serta rotasi tanaman. 1. Pencapaian sasaran menurut skenario 1 Perkiraan pencapaian sasaran atas dasar skenario 1 disajikan pada Tabel 7. Pada tabel tersebut dapat dilihat bahwa perluasan areal tanam harus diupayakan meningkat rata-rata 10% per tahun dalam periode 2005-2009 dengan sasaran areal tanam mencapai sekitar 833 ribu ha pada 2009. Laju peningkatan areal tanam sedikit menurun pada lima tahun berikutnya (2010-2014) yaitu rata-rata 7,5% per tahun dan berturut-turut menurun menjadi rata-rata 5,0% per tahun dan 3,5% per tahun masing-masing pada periode 2015-2019 dan 2020-2025. Sedangkan peningkatan produktivitas kedelai dalam empat periode yang sama masing-masing diproyeksi rata-rata 4,5%, 2,5%, 1,5% dan 0,5% per tahun pada periode 2005-2009, 2010-2014, 2015-2019, dan 2020-2025. Dengan kata lain, produktivitas pada 2025 harus mencapai sekitar 1,99 ton/ha secara nasional. Melalui kedua upaya tersebut di atas, maka produksi diproyeksikan meningkat rata-rata 14,95% per tahun pada 2005-2009, masing- 34

masing 10,19% dan 6,58% per tahun pada 2010-2014 dan 2015-2019 serta rata-rata 4,02% per tahun pada periode 2020-2025. Di sisi lain, total konsumsi diproyeksikan meningkat rata-rata 2,55% per tahun pada 2005-2009, sedikit menurun menjadi 2,39% dan 2,21% per tahun masing-masing pada periode 2010-2014 dan 2015-2019. Penurunan laju pertumbuhan konsumsi terus menurun rata-rata 2,00% per tahun pada periode 2020-2025. Dengan skenario 1, swasembada kedelai diperkirakan dapat dicapai pada tahun 2020 (Tabel 7). Tabel 7. Arah dan sasaran pengembangan kedelai pada jangka menengah dan jangka panjang (skenario 1). Pert Pddk Provitas Area Impor Prod Konsumsi Kontri No. Tahun Pdd (jt (t/ha) (rb ha) (rb (rb (kg/ (rb Prod (%) jiwa) ton) ton) kap) ton) (%) 0 2005 1,35 226 1,33 569 1.367 757 9,40 2.124 35,63 1 2006 1,32 229 1,39 626 1.309 870 9,52 2.179 39,92 2 2007 1,29 232 1,45 688 1.235 1.000 9,63 2.235 44,74 3 2008 1,26 235 1,52 757 1.142 1.149 9,76 2.291 50,17 4 2009 1,23 238 1,59 833 1.028 1.321 9,88 2.349 56,25 Pertumb (%) 1,30 4,50 10,00-6,89 14,95 1,25 2,55 12,09 5 2010 1,20 241 1,63 896 951 1.456 10,00 2.407 60,49 6 2011 1,17 244 1,67 963 862 1.604 10,12 2.466 65,05 7 2012 1,14 247 1,71 1.035 757 1.768 10,25 2.525 70,01 8 2013 1,11 250 1,75 1.113 637 1.948 10,37 2.585 75,35 9 2014 1,08 252 1,79 1.196 500 2.146 10,50 2.646 81,11 Pertumb (%) 1,15 2,50 7,50-14,86 10,19 1,23 2,39 7,61 10 2015 1,05 255 1,82 1.256 422 2.287 10,62 2.709 84,42 11 2016 1,02 258 1,85 1.319 333 2.438 10,75 2.770 87,99 12 2017 0,99 260 1,88 1.385 234 2.598 10,88 2.832 91,74 13 2018 0,96 263 1,90 1.454 125 2.769 11,01 2.894 95,67 14 2019 0,93 265 1,93 1.526 6 2.951 11,14 2.957 99,80 Pertumb (%) 1,00 1,50 5,00-65,80 6,58 1,19 2,21 4,27 15 2020 0,90 268 1,94 1.580-51 3.069 11,27 3.018 101,69 16 2021 0,87 270 1,95 1.635-112 3.193 11,40 3.081 103,64 17 2022 0,84 273 1,96 1.692-178 3.321 11,53 3.143 105,66 18 2023 0,81 275 1,97 1.752-248 3.454 11,66 3.206 107,75 19 2024 0,78 277 1,98 1.813-324 3.593 11,79 3.269 109,91 20 2025 0,75 279 1,99 1.876-405 3.737 11,93 3.332 112,15 Pertumb (%) 0,84 0,50 3,50 51,37 4,02 1,15 2,00 1,98 35

Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kedelai 2. Pencapaian sasaran menurut skenario 2 Upaya peningkatan produksi menurut skenario 2, akan ditempuh melalui program peningkatan produktivitas yang sejalan dengan skenario 1 yaitu rata-rata 4,5% per tahun pada periode 2005-2009, serta 2,5%, 1,5%, dan 0,5% per tahun masing-masing pada periode 2010-2014, 2015-2019, dan 2020-2025. Yang berbeda dalam laju perluasan areal yang sangat agresif yaitu rata-rata 12,5%, 10,0%, 5,0%, dan 1,5% per tahun untuk masing-masing periode yang sama. Dengan asumsi laju konsumsi sama dengan skenario 1, maka upaya peningkatan produksi menurut skenario 2 akan mencapai swasembada pada tahun 2015 atau lima tahun lebih cepat dari skenario 1 (Tabel 8). Perluasan areal tanam dilakukan melalui peningkatan indeks pertanaman (IP) pada lahan sawah irigasi sederhana, lahan sawah tadah hujan atau lahan kering. Wilayah sasaran perluasan areal adalah NTB, Jawa, Lampung, Sumatera Utara, Aceh, dan Sulawesi Selatan. Untuk peningkatan IP terutama pada musim tanam kedua (MT-II) dan MT-III sangat diperlukan dukungan pengairan melalui pompanisasi dan ini tentu tidak mudah dan tidak pula murah. Teknologi utama yang diperlukan dalam program ini adalah penggunaan benih VUB yang bermutu, pengendalian gulma dan hama (OPT) secara terpadu, perbaikan kesuburan tanah dengan pemupukan sesuai kebutuhan (spesifik lokasi), waktu/musim tanam yang sesuai dan rotasi tanaman. 36

Tabel 8. Arah dan sasaran pengembangan kedelai pada jangka menengah dan jangka panjang (skenario 2). Pert Pddk Provitas Area Impor Prod Konsumsi Kontri No. Tahun Pdd (jt (t/ha) (rb ha) (rb (rb (kg/ (rb Prod (%) jiwa) ton) ton) kap) ton) (%) 0 2005 1,35 226 1,33 569 1.367 757 9,40 2.124 35,63 1 2006 1,32 229 1,39 640 1.289 890 9,52 2.179 40,83 2 2007 1,29 232 1,45 720 1.189 1.046 9,63 2.235 46,80 3 2008 1,26 235 1,52 810 1.061 1.230 9,76 2.291 53,67 4 2009 1,23 238 1,59 911 903 1.446 9,88 2.349 61,54 Pertumb (%) 1,30 4,50 12,50-9,84 17,56 1,25 2,55 14,64 5 2010 1,20 241 1,63 1.003 777 1.630 10,00 2.407 67,71 6 2011 1,17 244 1,67 1.103 628 1.838 10,12 2.466 74,52 7 2012 1,14 247 1,71 1.213 453 2.072 10,25 2.525 82,06 8 2013 1,11 250 1,75 1.334 249 2.336 10,37 2.585 90,37 9 2014 1,08 252 1,79 1.468 12 2.634 10,50 2.646 99,55 Pertumb (%) 1,15 2,50 10,00-64,78 12,75 1,23 2,39 10,11 10 2015 1,05 255 1,82 1.541-98 2.807 10,62 2.709 103,61 11 2016 1,02 258 1,85 1.618-221 2.992 10,75 2.770 107,99 12 2017 0,99 260 1,88 1.699-357 3.189 10,88 2.832 112,59 13 2018 0,96 263 1,90 1.784-504 3.398 11,01 2.894 117,42 14 2019 0,93 265 1,93 1.873-665 3.622 11,14 2.957 122,49 Pertumb (%) 1,00 1,50 5,00 61,45 6,58 1,19 2,21 4,27 15 2020 0,90 268 1,94 1.902-676 3.694 11,27 3.018 122,39 16 2021 0,87 270 1,95 1.930-688 3.768 11,40 3.081 122,33 17 2022 0,84 273 1,96 1.959-701 3.844 11,53 3.143 122,30 18 2023 0,81 275 1,97 1.988-715 3.921 11,66 3.206 122,31 19 2024 0,78 277 1,98 2.018-731 4.000 11,79 3.269 122,36 20 2025 0,75 279 1,99 2.048-748 4.080 11,93 3.332 122,44 Pertumb (%) 0,84 0,50 1,50 2,04 2,01 1,15 2,00 0,01 3. Pencapaian sasaran menurut skenario 3 Diantara ketiga skenario dalam upaya peningkatan produksi kedelai dalam negeri, skenario 3 tampaknya yang paling moderat. Menurut skenario 3, swasembada kedelai baru bisa dicapai pada tahun 2025. Waktu pencapai swasembada kedelai yang cukup lama ini sebagai konsekuensi peningkatan areal tanam baik lewat peningkatan IP maupun pemanfaatan lahan tidur masing-masing 7,5% per tahun pada periode 2005-2009 dan periode 2010-2014. Kemudian laju 37

Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kedelai peningkatan areal tanam kedelai tersebut turun menjadi rata-rata 5,0% dan 3,25% masing-masing untuk periode 2015-2029 dan 2020-2025 (Tabel 9). Tabel 9. Arah dan sasaran pengembangan kedelai pada jangka menengah dan jangka panjang (skenario 3). Pert Pddk Provitas Area Impor Prod Konsumsi Kontri No. Tahun Pdd (jt (t/ha) (rb ha) (rb (rb (kg/ (rb Prod (%) jiwa) ton) ton) kap) ton) (%) 0 2005 1,35 226 1,33 569 1.367 757 9.40 2,124 35.63 1 2006 1,32 229 1,39 612 1.329 850 9.52 2,179 39.01 2 2007 1,29 232 1,45 658 1.280 955 9.63 2,235 42.73 3 2008 1,26 235 1,52 707 1.218 1,073 9.76 2,291 46.83 4 2009 1,23 238 1,59 760 1.144 1,205 9.88 2,349 51.31 Pertumb (%) 1,30 4,50 7,50-4,36 12.34 1,079 2.55 9.55 5 2010 1,20 241 1,63 817 1.003 1,328 10.00 2,407 55.17 6 2011 1,17 244 1,67 878 913 1,463 10.12 2,466 59.34 7 2012 1,14 247 1,71 944 808 1,612 10.25 2,525 63.86 8 2013 1,11 250 1,75 1.015 688 1,777 10.37 2,585 68.73 9 2014 1,08 252 1,79 1.091 1.063 1,958 10.50 2,646 73.98 Pertumb (%) 1,15 2,50 7,50-10,63 10.19 547 2.39 7.61 10 2015 1,05 255 1,82 1.145 462 2,086 10.62 2,709 77.00 11 2016 1,02 258 1,85 1.203 369 2,223 10.75 2,770 80.26 12 2017 0,99 260 1,88 1.263 265 2,370 10.88 2,832 83.68 13 2018 0,96 263 1,90 1.326-19.24 2,525 11.01 2,894 87.27 14 2019 0,93 265 1,93 1.392 225 2,692 11.14 2,957 91.04 Pertumb (%) 1,00 1,50 5,00-19.24 6.58 136 2.21 4.27 15 2020 0,90 268 1,94 1.438 85 2,793 11.27 3,018 92.53 16 2021 0,87 270 1,95 1.484 31 2,898 11.40 3,081 94.08 17 2022 0,84 273 1,96 1.533-28 3,007 11.53 3,143 95.68 18 2023 0,81 275 1,97 1.582-39.08 3,121 11.66 3,206 97.33 19 2024 0,78 277 1,98 1.634 1,367 3,238 11.79 3,269 99.05 20 2025 0,75 279 1,99 1.687 1,329 3,360 11.93 3,332 100.83 Pertumb (%) 0,84 0,50 3,25-39.08 3.77 1,218 2.00 1.73 38

Pencapaian swasembada kedelai pada tahun 2025 dengan catatan bahwa konsumsi per kapita maupun total konsumsi sama dengan skenario 1 dan skenario 2. Perluasan areal tanam dilakukan melalui peningkatan indeks pertanaman (IP) pada lahan sawah irigasi sederhana, lahan sawah tadah hujan atau lahan kering. Wilayah sasaran perluasan areal adalah Nusa Tenggara Barat, Jawa, Lampung, Sumatera Utara, Aceh, dan Sulawesi Selatan. Teknologi utama yang diperlukan dalam program ini adalah penggunaan benih unggul yang bermutu, pengendalian gulma dan hama (OPT) secara terpadu, perbaikan kesuburan lahan dengan pemupukan sesuai kebutuhan (spesifik lokasi), waktu/musim tanam yang sesuai dan rotasi tanaman. E. Perluasan Areal Peta wilayah potensial sumber pertumbuhan baru produksi kedelai dan Location Quotient (LQ) digunakan sebagai indikator kesesuaian agroekosistem bagi usahatani kedelai. Penjabaran arti dari LQ adalah: LQ = Eir / Ein di mana Eir adalah sumbangan kedelai (i) terhadap ekonomi propinsi (r), Ein adalah sumbangan kedelai (i) terhadap ekonomi nasional (n). Nilai LQ diklasifikasikan sebagai berikut: 3,0 > LQ > 2,0 nilai tinggi 2,0 > LQ > 1,0 nilai sedang 1,0 > LQ > 0 nilai rendah 39

Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kedelai Tabel 10. Prioritas program peningkatan produksi dan perluasan areal kedelai berdasarkan nilai LQ propinsi. Nilai LQ dan Propinsi Peningkatan Perluasan Areal Produktivitas (PP) Tanam (PAT) 3,0 > LQ > 2,0 NTB, Jatim, Yoyakarta +++ + 2,0 > LQ >1,0 Aceh, Lampung, Jabar, Jateng, Sulsel +++ + 1,0 > LQ > 0,5 Bali, Sulut, Sumbar, Sumut ++ + 0,5 > LQ > 0,1 Jambi, Sumsel, Sultra, Bengkulu, Kalsel, + +++ Papua +++ Prioritas utama; ++ Prioritas sedang; + Prioritas rendah Wilayah sasaran intensifikasi terletak di propinsi penghasil kedelai utama (LQ) tinggi diikuti propinsi penghasil kedelai (LQ sedang). Skala prioritas pengembangan kedelai berdasarkan nilai LQ disajikan pada Tabel 10. Tabel 11 menunjukkan bahwa potensi lahan yang sesuai untuk tanaman kedelai, baik untuk program peningkatan produktivitas maupun perluasan areal. Namun untuk pengembangan tanaman kedelai masih banyak kendala antara lain nilai komparatif dan kompetitif kedelai paling rendah di antara komoditas lainnya. Sedangkan wilayah sasaran di Jawa dan Sulawesi khususnya Sulawesi Selatan perlu mempertimbangkan lahan dengan LQ tinggi sampai sedang. 40

Tabel 11. Daerah sasaran peningkatan produktivitas di propinsi penghasil kedelai utama dan propinsi penghasil kedelai sedang. Nilai LQ Propinsi Kabupaten 1 Penghasil 1 Yogyakarta Gunung Kidul Bantul, kedelai utama (40.050 ha) Wonosari, Slemen (LQ Tinggi) 2 Jawa Timur Tuban, Lamongan, Bojonegoro, (279.500 ha) Lumajang, Jember, Banyuwangi, Malang, Blitar, Tulungagung, Kediri, Mojokerto, Jombang, Nganjuk, Ponorogo, Madiun, Magetan, Ngawi, Bangkalan, Sampang, Pamekasan, Sumenep. 3 NTB Sumbawa, Dompu, Lombok (139.520 ha) Tengah, Lombok Barat 2 Penghasil 1 Aceh Aceh Besar, Pidie, Aceh Utara, kedelai Sedang (181.390 ha) Aceh Barat, Aceh Selatan. (LQ Sedang) 2 Lampung Lampung Selatan, Lampung (164.500 ha) Tengah, Lampung Utara 3 Jawa Barat Pandeglang, Lebak, Serang, (327. 500 ha) Sukabumi, Cianjur, Tasikmalaya, Ciamis, Garut, Sumedang, Majalengka, Cirebon, Subang, Purwakarta, Karawang, Bekasi 4 Jawa Tengah Purworejo, Tegal, Pemalang, (379.500 ha) Pekalongan, Batang, Demak, Boyolali, Sukoharjo, Sragen, Karanganyar, Wonogiri, Kudus, Jepara, Pati, Blora 5 Sulawesi Bone, Enrekang, Gowa, Majene, Selatan Maros, Pangkajene Kepulauan, (322.100 ha) Polewali, Selayar, Sidenreng Rappang, Soppeng, Wajo 41

Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kedelai F. Peningkatan Produktivitas Upaya peningkatan produktivitas (PP) dibedakan atas tingkat produktivitas yang telah ada selama ini. Berdasarkan metoda perhitungan LQ, maka lahan dengan 3,0>LQ>2,0 (LQ tinggi) merupakan lahan yang sesuai untuk peningkatan produktivitas yang tersebar di Nusa Tenggara Barat, Jawa Timur, dan Yogyakarta. Bagi daerahdaerah yang telah memiliki produktivitas tinggi diarahkan untuk dimantapkan, dan bagi daerah-daerah yang tingkat produktivitasnya masih rendah dilakukan upaya akselerasi melalui penggunaan benih varietas unggul, pupuk berimbang, penerapan teknologi spesifik lokasi, pengelolaan usahatani terpadu lahan kering. Perluasan areal tanam (PAT) diarahkan ke daerah di luar Jawa yang memiliki potensi cukup luas melalui penambahan baku lahan, mengoptimalkan lahan kering, rehabilitasi dan konservasi lahan, serta pengembangan lahan rawa/lebak/pasang surut. Perluasan areal disesuaikan dengan kecocokan lahan dengan 2,0>LQ>1,0 di Aceh, Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Sulawesi Selatan. Untuk mendukung tercapainya sasaran-sasaran tersebut, perlu dukungan aspek hulu antara lain penyediaan lahan, perbaikan pengairan, sarana produksi, alsintan, permodalan, sarana transportasi/jalan usahatani. 42

VI. STRATEGI, KEBIJAKAN, DAN PROGRAM A. Strategi Pemecahan Masalah Perumusan strategi, kebijakan, dan program pengembangan agribisnis kedelai di Indonesia disusun dengan menggunakan analisis SWOT. Penyusunan strategi dikelompokkan menjadi 6 bagian berdasarkan bidang masalah yang dihadapi yaitu: (1) litbang, (2) perbenihan, (3) produksi, (4) panen dan pascapanen, (5) distribusi dan pemasaran, serta (6) kelembagaan. Dari masing-masing isu tersebut kemudian dirangking atas dasar indikator prioritas yaitu urgent, seriousness, dan growth. Dari masing-masing isu kemudian ditentukan tiga masalah prioritas. Masalah tersebut kemudian di analisis dengan SWOT yang terdiri atas faktor internal (strength, weakness) dan faktor ekternal (opportunity, threat). Dari hasil analisis ditentukan prioritas masing-masing isu untuk kekeuatan (strength), kelemahan (weakness), peluang (opportunity), dan ancaman (threat). Berdasarkan masing-masing masalah disusun strategi agresif, diversifikatif, konsolidatif, dan defensif. 1. Penelitian dan pengembangan Berdasarkan identifikasi dan seleksi faktor internal dan eksternal, maka faktor-faktor kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman yang dominan dari aspek penelitian dan pengembangan (litbang) adalah sebagai berikut. Strategi Agresif (SO). Strategi ini memanfaatkan kekuatan eksternal dan peluang eksternal yang ada antara lain: pemanfaatan secara optimal sumber daya genetik dan peneliti yang berkualitas dalam merakit varietas unggul, guna memenuhi teknologi yang meningkat, pemanfaatan dukungan pemerintah untuk revitalisasi penyuluhan guna meningkatkan proses alih teknologi, dan pemanfaatan peneliti yang berkualitas untuk menjalin kerja sama penelitian (KSP) dalam perakitan teknologi. 43

Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kedelai Strategi Diversifikatif (WO). Strategi ini dimaksudkan untuk memanfaatkan peluang eksternal dengan memperbaiki kelemahan internal. Alternatif strategi yang termasuk kelompok diversifikatif adalah: optimalisasi program diseminasi guna memenuhi kebutuhan teknologi yang meningkat, pemanfaatan KSP untuk mendukung konsistensi program penelitian, dan prioritasi penelitian sesuai dengan keterbatasan tenaga peneliti. Strategi Konsolidatif (ST). Strategi untuk memanfaatkan kekuatan internal sekaligus mengurangi ancaman eksternal yang ada, meliputi: pemberdayaan peneliti melalui perbaikan sistem reward bagi peneliti berprestasi, pemanfaatan perhatian pemerintah untuk memperbaiki sistem diseminasi teknologi, dan kaderisasi peneliti berkualitas melalui perbaikan rekruitmen yang sesuai dengan kebutuhan. Strategi Defensif (WT). Strategi untuk mengatasi kelemahan internal dan sekaligus mengurangi ancaman eksternal, antara lain: fokus penelitian pada isu-isu yang paling mendesak, dan perbaikan rekruitmen tenaga peneliti sesuai kebutuhan. 2. Strategi sistem produksi benih Secara lebih rinci, formulasi strategi dalam pengembangan sistem produksi benih kedelai berdasarkan kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman. Alternatif strategi sistem perbenihan juga dikelompokkan atas dasar kombinasi antara faktor internal dan eksternal yang terdiri atas strategi agresif (SO), strategi diversifikatif (ST), strategi konsolidatif (WO), dan strategi defensif (ST). 44

Strategi Agresif (SO). Strategi untuk memanfaatkan kekuatan internal dan peluang eksternal yang cukup besar dalam pengembangan sistem produksi benih kedelai mendukung peningkatan produksi nasional, antara lain: peningkatan peran UPBS, BBI, dan BBU dalam penyediaan benih bermutu, pemanfaatan varietas unggul yang tersedia dalam perakitan VUB berdaya hasil tinggi didukung oleh teknologi benih yang maju, dan pemanfaatan subsidi benih untuk penyediaan varietas unggul. Strategi Diversifikatif (WO). Alternatif strategi untuk memanfaatkan peluang eksternal secara optimal untuk mengurangi ancaman eksternal dalam pengembangan perbenihan kedelai nasional, antara lain: perbaikan sistem alur benih dari benih sumber sampai benih sebar, penyederhanaan sistem sertifikasi, dan pemanfaatan subsidi untuk pengembangan industri benih. Memanfaatkan peluang eksternal secara optimal antara lain: (1) pemanfaatan teknologi untuk menekan biaya produksi benih unggul dan (2) pemanfaatan UPBS, BBI, dan BBU untuk meningkatkan mutu benih guna meningkatkan kepercayaan petani. Strategi ini bersifat konsolidasi internal untuk menghadapi tantangan dari luar. Strategi Defensif (WT). Strategi ini dimaksudkan untuk mengurangi kelemahan internal dengan memanfaatkan sumber daya yang ada untuk mengurangi ancaman eksternal baik yang bersifat biotik, abiotik maupun sosial-ekonomi dalam pengembangan sistem perbenihan kedelai. Strategi ini meliputi: peningkatan peran penyuluh untuk menanggulangi OPT dan anomali iklim, pembatasan impor melalui tarif. 45

Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kedelai 3. Strategi sistem produksi Strategi pengembangan sistem produksi (on-farm) kedelai diformulasikan dengan memperhatikan keterkaitan antara faktor internal dan eksternal. Strategi Agresif (SO). Strategi ini diformulasikan untuk memanfaatkan kekuatan internal yang dimiliki dan optimalisasi pemanfaatan peluang eksternal. Strategi ini meliputi antara lain: pemanfaatan VUB dan teknologi budidaya untuk meningkatkan produksi, guna memenuhi permintaan yang terus meningkat, pemanfaatan lahan yang masih luas untuk perluasan areal tanam kedelai, baik sebagai tanaman utama maupun tanaman sela, dan pemanfaatan VUB untuk penyediaan kedelai berprotein tinggi. Strategi Diversifikatif (WO). Strategi ini dimaksudkan untuk mengatasi kelemahan internal dan mencoba secara optimal untuk memanfaatkan peluang ekternal yang ada agar kinerja produksi makin membaik. Strategi ini meliputi: penerapan teknologi produksi biaya rendah dengan sarana produksi terbatas, penyediaan kredit lunak yang mudah diakses petani, dan revitalisasi penyuluhan untuk mendiseminasikan budidaya kedelai sebagai tanaman sela. Strategi Konsolidatif (ST). Strategi ini diarahkan untuk memanfaatkan secara optimal kekuatan internal dengan mengurangi atau menekan ancaman serendah mungkin baik yang bersifat sosialekonomi, biotik, maupun abiotik. Strategi ini meliputi: penerapan teknologi maju dalam peningkatan produksi untuk menekan laju impor, dan perakitan varietas unggul hasil tinggi toleran terhadap cekaman lingkungan seperti OPT dan Iklim. 46

Strategi Defensif (WT). Strategi ini dimaksudkan untuk meningkatkan kinerja produksi di mana secara internal banyak kelemahan dan secara eksternal juga cukup banyak ancaman sehingga strategi ini harus diformulasikan secara hati-hati. Strategi ini meliputi: pemanfaatan tenaga yang terbatas untuk menekan kehilangan hasil, dan penggunaan alsintan sederhana yang terjangkau sesuai dengan keterbatasan modal. 4. Strategi penanganan panen dan pascapanen Formulasi strategi pengembangan kedelai ditinjau dari aspek penanganan panen dan pascapanen didasarkan atas pengelompokan yang sama, juga dilakukan terhadap formulasi strategi pada aspek ini yaitu agresif, diversifikatif, konsolidatif, dan defensif. Formulasi strategi berdasarkan keterkaitan antara masing-masing faktor internal dan eksternal. Strategi Agresif (SO). Strategi ini diformulasikan untuk memanfaatkan kekuatan internal yang dimiliki dan optimalisasi pemanfaatan peluang eksternal. Strategi ini antara lain: penerapan teknologi panen dan pascapanen untuk meningkatkan mutu hasil, pemanfaatan teknologi pengolahan untuk menghasilkan berbagai produk guna mendukung perkembangan agroindustri, dan pemanfaatan alsitan untuk pengolahan hasil panen. Strategi Diversifikatif (WO). Strategi ini dimaksudkan untuk mengatasi kelemahan internal dan mencoba secara optimal untuk memanfaatkan peluang eksternal yang ada agar nilai tambah produksi kedelai dapat dinikmati oleh petani produsen maupun pengolah. Penanganan hasil panen dan pascapanen dalam pengembangan kedelai sangat menentukan, selain manajemen pemeliharaan tanaman pada saat kegiatan usahatani. Penerapan teknologi pascapanen tidak hanya menekan kehilangan hasil secara kuantitas juga meningkatkan mutu hasil. Strategi diversifikatif antara lain: 47

Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kedelai peningkatan teknologi panen dan pascapanen untuk meningkatkan hasil panen bermutu, dan penyediaan kredit lunak untuk pengadaan alsintan guna meningkatkan produk olahan berbahan baku kedelai. Strategi Konsolidatif (ST). Strategi ini diarahkan untuk memanfaatkan secara optimal kekuatan internal dalam peningkatan nilai tambah hasil dengan mengurangi atau menekan ancaman baik yang bersifat teknis maupun sosial-ekonomi. Strategi ini antara lain: penerapan teknologi panen dan pascapanen untuk meningkatkan mutu produk dan meningkatkan harga jual dan penggunaan alsintan untuk mengatasi keterbatasan tenaga kerja dalam pengolahan Strategi Defensif (WT). Strategi ini diarahkan untuk mengatasi kondisi internal yang masih banyak kelemahan dan eksternal yang juga cukup banyak ancaman. Strategi ini tampaknya harus diformulasikan secara hati-hati. Strategi ini antara lain: pemanfaatan tenaga yang terbatas untuk menekan kehilangan hasil, dan penggunaan alsintan sederhana yang terjangkau sesuai dengan keterbatasan modal. 5. Strategi distribusi dan pemasaran Hasil analisis keterkaitan antar faktor-faktor internal seperti kekuatan dan kelemahan serta faktor-faktor eksternal yaitu peluang dan ancaman dalam aspek distribusi dan pemasaran kedelai dan produk olahannya dikelompokkan ke dalam empat strategi, yaitu agresif, diversifikatif, konsolidatif, dan defensif. Strategi Agresif (SO). Strategi ini diformulasikan untuk memanfaatkan kekuatan internal dan optimalisasi pemanfaatan peluang eksternal. Strategi ini meliputi: 48

pemanfaatan infrastruktur guna mendukung pengembangan industri pengolahan, pemanfaatan jaringan transportasi guna mendukung pengembangan industri pengolahan, dan intensifikasi di daerah sentra produksi untuk memenuhi permintaan kedelai yang meningkat. Strategi Diversifikatif (WO). Strategi ini dimaksudkan untuk mengatasi kelemahan internal dan mencoba secara optimal untuk memanfaatkan peluang pasar eksternal yang ada agar kelancaran arus kedelai dari petani produsen maupun pengolah sampai ke pasar baik di desa maupun di kota terjamin. Penerapan teknologi informasi akan memperlancar arus data dan informasi dari pasar ke produsen dan ke pengolah begitu pula sebaliknya. Strategi diversifikatif terdiri atas: kerja sama petani dengan pengusaha pengolahan untuk meningkatkan daya tawar petani, perbaikan sistem informasi pasar melalui penerapan teknologi informasi, dan penerapan tarif terhadap kedelai impor secara proporsional. Strategi Konsolidatif (ST). Strategi ini diharapkan mampu meningkatkan nilai tambah distribusi dan pemasaran di tingkat petani produsen dengan mengurangi atau menekan ancaman baik yang bersifat teknis maupun sosial-ekonomi. Strategi ini meliputi: pemanfaatan infrastruktur guna mempersingkat rantai pemasaran, pemanfaatan transportasi yang lancar untuk menekan biaya transportasi, dan peningkatan intensifikasi di sentra produksi guna menekan laju impor. Strategi Defensif (WT). Strategi ini diarahkan untuk mengatasi kondisi internal yang masih banyak kelemahan pada tingkat petani produsen maupun pengolah dan masalah eksternal yang juga tidak 49

Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kedelai kalah banyaknya. Strategi ini harus diformulasikan secara tepat dan hati-hati. Strategi ini meliputi: pemanfaatan informasi pasar yang ada guna memperpendek rantai pemasaran, dan penerapan tarif impor untuk menekan volume impor dan meningkatkan daya tawar petani. 6. Strategi penguatan kelembagaan Percepatan penerapan revitalisasi kelembagaan petani, penyuluhan, dan permodalan pada tingkat pedesaan tampaknya akan merupakan katalisator dalam upaya peningkatan produksi kedelai dalam negeri. Seperti halnya pada aspek-aspek lainnya, formulasi strategi dalam aspek kelembagaan juga dikelompokkan ke dalam empat magnitude sesuai dengan analisis SWOT yaitu agresif, diversifikatif, konsolidatif, dan defensif. Strategi Agresif (SO). Strategi ini diformulasikan untuk memanfaatkan kekuatan internal yang ada pada tingkat organisasi petani, penyuluhan maupun permodalan serta optimalisasi pemanfaatan peluang eksternal. Strategi agresif dari aspek kelembagaan, antara lain: pemanfaatan lembaga perkreditan untuk mendorong swasta dalam industri pengolahan, sinkronisasi kelembagaan alih teknologi dengan program revitalisasi penyuluhan, dan pemberdayaan kelompok tani guna mendukung program alih teknologi, penyuluhan, dan industri pengolahan. Strategi Diversifikatif (WO). Strategi ini dimaksudkan untuk mengatasi kelemahan internal dan mencoba secara optimal memanfaatkan peluang eksternal yang ada agar seluruh kelembagaan baik di tingkat petani produsen maupun prosesing di pedesaan. Kelembagaan petani produsen yang ditangani secara profesional akan mampu meningkatkan posisi tawar petani dalam pasar produk 50

kedelai yang secara alami bersifat kompetitif. Penerapan teknologi informasi dan manajemen usaha yang efisien akan memperlancar arus barang dan jasa dari produsen ke konsumen dan sebaliknya. Strategi diversifikatif terdiri atas: pemanfaatan program alih teknologi dan penyuluhan untuk perbaikan sistem penyuluhan, serta peningkatan peran dan fungsi kelompok, dan kerja sama petani dengan swasta guna meningkatkan ketersediaan modal bagi petani. Strategi Konsolidatif (ST). Strategi ini diharapkan mampu melakukan konsolidasi manajemen usaha agribisnis kedelai untuk nilai tambah pada tingkat petani produsen dengan mengurangi atau menekan ancaman baik yang bersifat manajemen maupun sosialekonomi. Strategi ini meliputi: perbaikan kinerja lembaga permodalan dan alih teknologi untuk meningkatkan kepercayaan petani terhadap kelembagaan yang ada, penegasan komitmen pimpinan kelembagaan dalam pelaksanaan peraturan, guna meningkatkan fungsi kelembagaan, dan sinkronisasi peraturan dan kelembagaan antara pusat dengan daerah. Strategi Defensif (WT). Strategi ini diarahkan untuk mengatasi kondisi internal institusi yang masih banyak kelemahan pada tingkat petani produsen maupun pengolah dan masalah eksternal yang merugikan petani. Strategi defensif yang terkait dengan masalah distribusi dan pemasaran harus diformulasikan secara tepat dan hatihati. Strategi ini antara lain: percepatan penerapan revitalisasi penyuluhan dan lembaga permodalan, revitalisasi kelompok tani guna meningkatkan kepercayaan petani, dan 51

Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kedelai peningkatan akses petani terhadap sumber modal melalui perbaikan komitmen pimpinan kelembagaan. B. Prioritas Kebijakan dan Program Pengembangan 1. Kebijakan dan program penelitian dan pengembangan Kebijakan dan Program Agresif (SO). Dari aspek litbang, kebijakan pengembangan yang tertapis dua strategi, yaitu: (1) percepatan implementasi revitalisasi penyuluhan, dan (2) fasilitasi KSP antara peneliti litbang dengan lembaga penelitian lain, baik nasional maupun internasional. Dalam mempercepat revitalisasi penyuluhan, kebijakan tersebut harus ditindaklanjuti dalam bentuk program operasional, yaitu: (1) pemantapan lembaga penyuluhan dan keterkaitannya dengan lembaga penelitian, dan (2) penerimaan tenaga penyuluh disertai dengan penyediaan fasilitas pendukungnya. Implementasi dari kerja sama penelitian (KSP) dapat dilakukan dalam bentuk konsorsium, baik nasional maupun internasional. Dengan demikian, sebagian keterbatasan dana penelitian dari Badan Litbang Pertanian dapat diatasi melalui kerja sama ini. Kebijakan dan Program Diversifikatif (WO). Kebijakan yang tertapis adalah: (1) penajaman prioritas penelitian sesuai dengan SDM yang tersedia, dan (2) pemantapan program penelitian untuk menjalin KSP dengan pihak luar, dalam rangka konsistensi program penelitian. Kedua strategi ini berpijak dari keterbatasan tenaga peneliti dan inkonsistensi program penelitian, namun tetap berupaya memanfaatkan peluang KSP dengan pihak luar. Dua program operasional yang dirumuskan sebagai tindak lanjut dari kebijakan tersebut adalah: (1) penelitian unggulan sesuai kebutuhan stakeholders, dan (2) melakukan KSP jangka menengah dan panjang dengan lembaga penelitian lain, baik nasional maupun internasional. Jika pendanaan tidak bisa dilakukan oleh satu pihak, maka KSP dapat dilakukan dengan sistem cost sharing. Kebijakan dan Program Konsolidatif (ST). Satu kebijakan tertapis dan yang paling dominan yaitu penyediaan insentif bagi peneliti berprestasi melalui penerapan HaKI dan tunjangan peneliti yang memadai. 52

Untuk mengoperasionalkan kebijakan tersebut, maka program yang harus dilaksanakan adalah perbaikan sistem tunjangan fungsional peneliti dan penerapan HaKI secara konsekwen. Kebijakan dan program ini diharapkan dapat mendorong kreativitas peneliti dalam menghasilkan teknologi dan rumusan kebijakan baru yang prospektif. Kebijakan dan Program Defensif (WT). Kebijakan yang dibutuhkan untuk perbaikan kinerja tenaga peneliti adalah rekruitmen tenaga peneliti sesuai kebutuhan lembaga penelitian. Sedangkan program yang mendesak untuk diimplementasikan adalah penerimaan pegawai sesuai kebutuhan lembaga penelitian. Dengan demikian kesinambungan antara peneliti senior dengan peneliti yunior akan berjalan dengan baik. 2. Kebijakan dan program sistem perbenihan Dari hasil analisis tapisan, maka strategi kebijakan dan program yang relevan dalam pengembangan kedelai tertapis lima kebijakan dan program yang terkait dengan sistem perbenihan kedelai. Kebijakan dan Program Agresif (SO). Dari aspek perbenihan, strategi yang bersifat agresif (SO) adalah: (1) pemanfaatan subsidi benih untuk penyediaan varietas unggul, dan (2) peningkatan peran UPBS, BBI dan BBU dalam penyediaan benih bermutu. Sedangkan kebijakan pengembangan yang berkaitan dengan strategi SO tersebut adalah: (1) implementasi disertai pengawasan subsidi benih untuk penyediaan varietas unggul, dan (2) peningkatan kemampuan UPBS, BBI, dan BBU dalam penyediaan benih bermutu. Formulasi kebijakan tertapis tersebut bertujuan untuk: (1) memanfaatkan subsidi benih dari pemerintah secara optimal, dan (2) meningkatkan peran UPBS, BBI, dan BBU yang ada. Sedangkan program yang relevan untuk mendukung kebijakan tersebut adalah: (1) program benih tepat sasaran, dan (2) penyediaan fasilitas dan pengangkatan tenaga yang dibutuhkan UPBS, BBI, dan BBU. Dengan demikian, diharapkan subsidi benih dari pemerintah dapat dimanfaatkan secara tepat sasaran, dan UPBS, BBI, dan BBU dapat berperan lebih baik dalam penyediaan benih unggul bermutu. 53

Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kedelai Kebijakan dan Program Diversifikatif (WO). Pada strategi WO, kebijakan yang tertapis dan dominan adalah perbaikan dan penyederhanaan peraturan sertifikasi. Program pendukungnya adalah penerapan sertifikasi singkat dan tepat sasaran. Kebijakan dan program ini ditujukan untuk mengatasi masalah birokrasi yang panjang pada sistem sertifikasi saat ini yang memakan waktu paling cepat satu bulan. Sementara itu, umur sertifikat benih kedelai hanya tiga bulan sejak mulai pengujian, sehingga masa penjualan benih relatif singkat, yaitu hanya dua bulan. Kondisi ini kurang kondusif bagi industri benih kedelai di Indonesia. Kebijakan dan Program Konsolidatif (ST). Kebijakan ini untuk menanggulangi keterbatasan dan mahalnya sarana produksi dalam upaya pengembangan teknologi hemat biaya (least cost technology) untuk produksi benih unggul. Program yang terkait dengan kebijakan ini adalah pengembangan teknologi produksi benih hemat lahan, air, tenaga kerja, dan input kimiawi. Contoh bentuk teknologi tersebut antara lain adalah budi daya benih kedelai tanpa olah tanah (zero tillage), penggunaan bahan organik (pupuk kandang atau mulsa jerami), dan insektisida hayati. Kebijakan dan Program Defensif (WT). Dalam rangka pembinaan penangkar benih lokal, kebijakan yang dibutuhkan adalah fasilitasi pelatihan penangkar benih di tiap daerah. Sedangkan program yang relevan untuk merealisasikan kebijakan tersebut adalah pelatihan penangkar benih di tiap daerah. Kebijakan dan program ini dibutuhkan untuk meningkatkan kemampuan penangkar benih dalam memproduksi benih kedelai bermutu. Kunci keberhasilan yang pernah dicapai Indonesia pada awal tahun 1990an adalah adanya program jalur benih antara musim dan lapang (Jabalsim). Program ini bisa dihidupkan lagi dengan memperbaiki sistem perbenihan mulai dari benih inti dan benih sumber pada Balit Nasional, benih dasar dan benih pokok pada tingkat BBI-BBU dan benih sebar pada tingkat penangkar. 54

3. Kebijakan dan program sistem produksi Kebijakan dan Program Agresif (SO). Alternatif kebijakan yang diformulasikan adalah intensifikasi kedelai untuk meningkatkan produktivitas. Sedangkan program yang relevan untuk mendukung kebijakan peningkatan produktivitas adalah penggunaan varietas unggul dan pemupukan berimbang yang dikemas dalam pengelolaan sumber daya dan tanaman terpadu (PTT). Kegiatan lain yang juga perlu mendapat perhatian dalam upaya peningkatan produktivitas kedelai adalah pemanfaatan sumber-sumber pertumbuhan produksi, antara lain: (1) menekan senjang hasil antara tingkat penelitian atau pengkajian dengan tingkat petani, (2) meningkatkan stabilitas hasil melalui peringatan dini terhadap ledakan hama dan penyakit maupun anomali iklim, (3) mengurangi kehilangan hasil, dan (4) pemanfaatan potensi genetik tanaman melalui kemajuan iptek pertanian. Kebijakan dan Program Diversifikatif (WO). Alternatif kebijakan yang diformulasikan adalah introduksi teknologi biaya rendah untuk menekan biaya produksi. Sedangkan program pendukung yang relevan adalah budidaya kedelai hemat lahan, air, tenaga kerja, dan input kimiawi. Kebijakan dan Program Konsolidatif (ST). Kebijakan yang terkait adalah: (1) pengembangan teknologi PTT, dan (2) perluasan areal tanam untuk meningkatkan luas panen dan produksi kedelai. Sedangkan program yang relevan untuk mendukung kebijakan ini adalah: (1) penyediaan kredit dan pendampingan untuk penerapan teknologi PTT, dan (2) penanaman kedelai pada musim kering di lahan tidur. Kebijakan dan Program Defensif (WT). Alternatif kebijakan yang dibutuhkan adalah peningkatan pengetahuan dan keterampilan tenaga penyuluh dalam identifikasi dan penanggulangan OPT dan anomali iklim. Sedangkan program dibutuhkan untuk mendukung kebijakan tersebut adalah pelatihan penyuluh dalam identifikasi dan penanggulangan OPT serta anomali iklim. Kebijakan dan program ini dibutuhkan untuk meningkatkan produksi kedelai di tingkat petani. 55

Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kedelai 4. Kebijakan dan program panen dan pascapanen Kebijakan dan Program Agresif (SO). Alternatif kebijakan yang diperlukan untuk merealisasikan strategi ini adalah: (1) promosi teknologi pengolahan berbagai produk berbahan baku kedelai, dan (2) revitalisasi fungsi dan peran penyuluh dalam alih teknologi panen dan pascapanen. Sedangkan program yang relevan untuk mendukung kebijakan tersebut adalah: (1) demonstrasi teknologi pengolahan berbagai produk berbahan baku kedelai, dan (2) pelatihan penyuluh dalam teknologi panen dan pascapanen. Kebijakan dan Program Diversifikatif (WO). Alternatif kebijakan yang diformulasikan adalah: (1) penyaluran kredit lunak untuk pengadaan alat pengolahan, dan (2) penyaluran kredit lunak untuk alsintan praproduksi dan produksi. Sedangkan program yang dibutuhkan untuk implementasi kebijakan tersebut adalah: (1) optimalisasi penyaluran kredit lunak untuk pengadaan alat pengolah kedelai, dan (2) optimalisasi penyaluran kredit lunak untuk alsintan. Kebijakan dan Program Konsolidatif (ST). Kebijakan yang terkait untuk menekan kehilangan hasil adalah pengembangan industri rumah tangga untuk pengolahan kedelai. Sedangkan program yang relevan untuk mendukung kebijakan yang bersifat konsolidatif adalah pelatihan pengolahan kedelai menjadi produk olahan. Kebijakan dan Program Defensif (WT). Alternatif kebijakan yang terkait adalah penigkatan pengetahuan dan keterampilan petani dalam penanganan hasil panen. Sedangkan program yang dibutuhkan untuk mendukung kebijakan tersebut adalah pelatihan pengolahan hasil bagi petani untuk menekan kehilangan hasil panen. Kebijakan dan program ini dibutuhkan untuk memanfaatkan sumber daya yang ada untuk menekan kehilangan hasil panen dan pascapanen. 5. Kebijakan dan program distribusi dan pemasaran Kebijakan dan Program Agresif (SO). Kebijakan yang diperlukan adalah: (1) perbaikan jaringan transportasi untuk memperlancar arus barang, dan (2) peningkatan kuantitas dan kualitas infrastruktur guna 56

mendukung pengembangan industri pedesaan. Sedangkan program yang relevan untuk mendukung kebijakan tersebut adalah: (1) demonstrasi teknologi pengolahan berbagai produk berbahan baku kedelai, dan (2) pelatihan penyuluh dalam bidang teknologi panen dan pascapanen. Kebijakan dan Program Diversifikatif (WO). Alternatif kebijakan yang sesuai adalah: (1) penyaluran kredit lunak untuk pengadaan alat pengolahan, dan (2) penyaluran kredit lunak untuk alsintan praproduksi dan produksi. Sedangkan program yang dibutuhkan untuk implementasi kebijakan tersebut adalah: (1) pengadaan dan perbaikan sarana angkutan darat, laut dan udara, dan (2) pembangunan dan perbaikan infrastruktur untuk mendukung kelancaran pemasaran hasil industri pangan. Kebijakan dan Program Konsolidatif (ST). Alternatif kebijakan yang terkait adalah perbaikan jaringan transportasi untuk menekan biaya transportasi. Sedangkan program yang dibutuhkan untuk mendukung implementasi kebijakan tersebut di atas adalah pengadaan dan perbaikan sarana angkutan darat, laut dan udara. Kebijakan dan Program Defensif (WT). Alternatif kebijakan yang terkait adalah peningkatan pelaksanaan dan pengawasan tarif impor. Sedangkan program yang dibutuhkan untuk mendukung kebijakan tersebut adalah peningkatan kualitas SDM dan fasilitas dalam pelaksanaan pengawasan tarif impor. Kebijakan dan program ini dibutuhkan untuk memanfaatkan sumber daya yang ada untuk mengkonsolidasikan manajemen distribusi dan pemasaran yang secara internal masih banyak kelemahan dan ancaman dari faktor eksternal pun masih cukup banyak. 6. Kebijakan dan program kelembagaan Kebijakan dan Program Agresif (SO). Alternatif kebijakan yang diperlukan adalah: (1) pengembangan teknologi siap terap sebagai bahan penyuluhan, dan (2) peningkatan kemampuan dan keterampilan petani dalam penerapan teknologi pengolahan hasil. Sedangkan 57

Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kedelai program yang relevan untuk mendukung kebijakan tersebut adalah: (1) penyebarluasan teknologi siap terap dan alat peraga bagi penyuluh, dan (2) pelatihan petani dalam penerapan teknologi pengolahan hasil. Kebijakan dan Program Diversifikatif (WO). Alternatif kebijakan yang sesuai adalah: (1) fasilitasi kemitraan dalam penyediaan sarana produksi dan pemasaran hasil, dan (2) fasilitasi kemitraan dalam penyediaan sarana produksi dan pemasaran hasil. Sedangkan program yang dibutuhkan untuk implementasi kebijakan tersebut adalah: (1) pengembangan pola kemitraan dalam penyediaan sarana produksi dan pemasaran hasil, dan (2) demplot inovasi teknologi baru dengan melibatkan peneliti-penyuluh-kelompok tani. Kebijakan dan Program Konsolidatif (ST). Alternatif kebijakan yang terkait adalah revitalisasi kelembagaan permodalan dan alih teknologi. Sedangkan program yang dibutuhkan untuk mendukung implementasi kebijakan tersebut adalah pengembangan lembaga keuangan mikro (micro finance) guna mendukung alih teknologi. Kebijakan dan Program Defensif (WT). Alternatif kebijakan yang terkait adalah percepatan revitalisasi kelompok tani guna meningkatkan kepercayaan petani. Sedangkan program yang dibutuhkan untuk mendukung kebijakan tersebut adalah pemberdayaan kelompok tani melalui konsolidasi manajemen kelompok dan penguatan modal kelompok. 58

VII. PETA JALAN MENUJU PENCAPAIAN SASARAN PENGEMBANGAN A. Peta Jalan Menuju Sasaran Jangka Menengah Kedelai merupakan salah satu komoditas industri baik industri pangan maupun pakan. Produksi kedelai nasional cenderung menurun sejak tercapainya produksi tertinggi pada tahun 1992 yang mencapai sekitar 1,6 juta ton. Berkurangnya luas areal tanam adalah penyebab utama menurunnya produksi sekalipun produktivitas dapat ditingkatkan. Namun peningkatan produktivitaspun sangat lambat dan sulit karena belum ditemukannya varietas unggul baru yang mampu meningkatkan produktivitas secara nyata. Usahatani kedelai dihadapkan kepada resiko yang cukup tinggi dibandingkan dengan tanaman pangan lain sehingga kurang memiliki keunggulan kompetitif di tingkat on farm. Ancaman lain terhadap upaya peningkatan produksi kedelai adalah harga kedelai impor yang lebih murah dan mudah diperoleh. Kondisi ini makin mendorong menurunnya produksi kedelai domestik pasca 1992. Varietas unggul baru (VUB) kedelai yang telah dilepas oleh Badan Litbang Pertanian, menunjukkan potensi hasil yang berkisar antara 2,0-2,5 ton biji kering/ha. Rendahnya produktivitas di tingkat petani antara lain disebabkan oleh penggunaan varietas lokal setempat dengan hasil rendah dan penggunaan benih produksi sendiri oleh petani. Di sisi lain, belum tersedianya benih bermutu secara luas dan belum diadopsinya teknologi spesifik lokasi secara luas turut berperan menyulitkan upaya peningkatan produktivitas kedelai. Peluang peningkatan produksi kedelai menuju swasembada masih cukup besar terutama melalui peningkatan produktivitas dan perluasan area panen. Untuk memanfaatkan peluang tersebut diperlukan strategi, dukungan kebijakan dan program pengembangan yang kondusif yang mampu memberikan insentif bagi petani kedelai untuk meningkatkan produktivitas per satuan luas lahan. Oleh karenanya, peta jalan menuju pencapaian sasaran jangka menengah peningkatan produksi kedelai diawali dengan kegiatan penelitian dan pengembangan untuk menemukan inovasi teknologi baru pada masing-masing agroekosistem. Secara simultan program litbang diikuti dengan diseminasi dan promosi inovasi 59

Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kedelai teknologi baru baik VUB maupun PTT kedelai di lahan kering maupun lahan sawah, diikuti dengan pembentukan jaringan pasar (Gambar 4). Peta jalan pengembangan kedelai perlu dibuat secara cermat agar tahapan pengembangan dan langkah-langkah operasional tetap berada pada upaya pencapaian swasembada kedelai. Peta jalan menuju pencapaian sasaran jangka menengah menggambarkan lima program utama yaitu: (1) penelitian dan pengembangan, (2) diseminasi inovasi teknologi, (3) program aksi atau scaling up, (4) program masalisasi (produksi nasional), dan (5) pembentukan jaringan pasar. Pada hirarki ke-4 dan ke-5 masing-masing adalah calon penerima manfaat dan dampak yang diharapkan. Program litbang diawali dengan pembentukan database dan delineasi lahan-lahan potensial yang sesuai untuk pengembangan kedelai. Secara simultan dilakukan perakitan teknologi produksi dengan pendekatan PTT. Sedangkan perakitan VUB baru kedelai masih diprioritaskan untuk mencapai target hasil per hektar mendekati potensi genetiknya. Pengkayaan materi genetik dan plasma nutfah sangat penting untuk perbaikan varietas unggul baru untuk masing-masing agroekosistem. Perakitan varietas kedelai yang lebih toleran terhadap lahan kering masam dan lahan kering beriklim kering tetap menjadi prioritas untuk membantu petani agar memiliki pilihan varietas yang lebih luas dalam melakukan usahataninya. Perakitan VUB juga dirancang atas dasar kesesuaian terhadap preferensi dan selera pengguna serta permintaan pasar (demand driven). Di sisi lain, VUB yang akan dihasilkan juga dirakit dengan pertimbangan setelah dilepas varietas tersebut mampu menciptakan pasar (demand driving). Untuk lebih memacu upaya peningkatan produktivitas, VUB kedelai tipe baru akan menjadi salah satu program unggulan ke depan. Selanjutnya, untuk menekan risiko dalam usahatani dan memperluas sumber pendapatan petani, maka kedelai perlu diusahakan terintegrasi dengan komoditas lain termasuk ternak dalam suatu pola usahatani terpadu. Pada lahan kering, kedelai dapat diusahakan terintegrasi dengan tanaman lain seperti ubi kayu, padi gogo, jagung dan aneka kacang lainnya. Kedelai juga sangat potensial diusahakan dalam suatu sistem integrasi tanaman ternak bebas limbah (SITT-BL). Sisa tanaman pada saat panen dapat dijadikan pakan ternak terutama pada musim kemarau, sedangkan 60

pupuk kandang dan kompos sisa tanaman dapat dijadikan pupuk organik untuk memperkaya kandungan bahan organik dalam tanah. Dari aspek diseminasi dan promosi, kegiatan difokuskan kepada upaya untuk mempercepat penyebaran dan adopsi inovasi teknologi. Program ini dapat dilakukan dengan penyuluhan langsung pada petani, ekspose, pameran, dan demontrasi di lahan petani (dem-farm). Demonstrasi teknologi di lahan petani dapat meliputi antara lain: teknologi budidaya dan teknologi penanganan hasil panen dan pascapanen termasuk pengolahan hasil sekunder. Selain dengan memperagakan secara langsung di lahan petani, pemasyarakatan inovasi teknologi kedelai juga dapat dilakukan melalui mass-media baik cetak maupun elektronik. Penerbitan dan penyebarluasan brosur, leaflet dan booklet dengan bahasa yang mudah mengerti oleh petani, diyakini mampu meningkatkan pengetahuan dan keterampilan petani dalam melakukan agribisnis kedelai. Pengembangan kedelai juga harus diikuti dengan program aksi, masalisasi atau program nasional dan diversifikasi pengembangan produk olahan di tingkat pedesaan. Pada hirarki berikutnya, pengembangan jaringan pasar perlu dilakukan melalui penyediaan informasi pasar yang cepat dan akurat termasuk market intelligence dan membangun database tentang perkembangan pasar komoditas unggulan masing-masing daerah termasuk kedelai. Di sisi lain penganekaragaman produk olahan berbahan baku kedelai perlu diperluas dengan memperkuat jaringan pasar produk kedelai. Pemasaran kedelai di tingkat petani umumnya adalah dalam bentuk biji kering. Namun pada jangka menengah petani didorong untuk mampu menciptakan nilai tambah baik secara individu maupun berkelompok, misalnya dalam bentuk korporasi pengolahan kedelai. Dengan demikian, nilai tambah dari penanganan hasil ini dapat langsung diminati oleh petani sekaligus meningkatkan posisi tawar petani. Usaha berkelompok dapat dilakukan oleh petani dalam bentuk koperasi, korporasi, atau asosiasi yang berbadan hukum. Hal ini dimaksudkan untuk meningkatkan akses kelompok usaha agribisnis kedelai terhadap sumber modal. Kinerja manajemen usaha pengolahan kedelai harus terus ditingkatkan sehingga bisnis komoditas ini dapat bersaing dengan bisnis komoditas lainnya sehingga kedelai mampu merebut kembali keunggulan kompetitifnya di tingkat on farm. 61

Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kedelai Gambar 4. Peta jalan (road map) menuju sasaran jangka menengah (5 tahun ke depan) pengembangan kedelai. 62

Pada hirarki selanjutnya, penerima manfaat dari upaya peningkatan produksi kedelai adalah petani produsen yang mengembangkan sistem integrasi tanaman ternak dalam usaha tani terpadu bebas limbah (SITT-BL). Pengembangan diversifikasi vertikal melalui pengolah hasil tidak hanya bermanfaat bagi prosesor, juga petani dalam pola kemitraan yang saling membutuhkan dan menguntungkan. Melalui pengembangan model integrasi tanaman ternak ini petani akan mampu meningkatkan indek pertanaman dalam pola tanam setahun, memperluas sumber pendapatan, mengurangi risiko kegagalan dan sekaligus mempertahankan kesuburan tanah. Di sisi lain, pengusaha yang bergerak di bidang industri pengolahan juga mendapat keuntungan dari proses peningkatan nilai tambah dan jaminan pasokan bahan baku melalui pola kemitraan yang disepakati oleh kedua belah pihak. B. Peta Jalan Menuju Sasaran Jangka Panjang Sasaran jangka panjang pengembangan kedelai adalah berkembangnya industri pengolahan baik untuk pakan maupun industri pangan di pedesaan yaitu antara 2,5-5,0% per tahun. Konsumsi kedelai diproyeksikan meningkat 2,0-2,55% per tahun sampai 2025. Sedangkan pendapatan rumah tangga tani diperkirakan akan terus meningkat dan mencapai US$ 2500/kk/tahun pada akhir program. Muara dari pencapaian sasaran jangka panjang peningkatan produksi dan pengembangan industri pengolahan kedelai adalah tumbuh dan berkembangnya nilai tambah dan ekonomi pedesaan. Dengan demikian muara dari manfaat tersebut adalah meningkatnya pendapatan dan kesejahteraan rumah tangga tani dan masyarakat pedesaan. Namun demikian, pengembangan industri pengolahan kedelai di pedesaan hendaknya memperhatikan daerah sentra produksi untuk menekan biaya transportasi kedelai sebagai bahan baku industri. Peta jalan menuju sasaran jangka panjang pengembangan industri pengolahan kedelai di pedesaan disajikan pada Gambar 5. Empat keterkaitan utama dapat dilihat antara lain: (1) keterkaitan institusional (kelembagaan), (2) keterkaitan horisontal (diversifikasi horizontal), (3) keterkaitan vertikal (penciptaan nilai tambah melalui pengolahan hasil), (4) keterkaitan regional (pewilayahan komoditas unggulan dan industri pengolahannya). Keempat keterkaitan tersebut 63

Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kedelai akan m emberikan dampak positif bagi calon penerima manfaat baik di tingkat produsen maupun konsumen akhir, di wilayah surplus maupun defisit berupa arus barang dan jasa yang lancar. Semua hirarki dalam peta jalan tersebut, baik untuk jangka menengah maupun jangka panjang akan menjadi lintasan utama menuju peningkatan produksi dan pengembangan industri pengolahan kedelai di pedesaan. Muara dan manfaat dari peta jalan tersebut berujung kepada membaiknya tingkat pendapatan dan kesejahteraan rumah tangga tani dan masyarakat di pedesaan. Keterkaitan institusional atau kelembagaan merupakan pra-syarat (pre-requisite) dan pilar utama pengembangan agribisnis komoditas kedelai baik sebagai bahan baku maupun produk olahan industri pangan maupun pakan. Keterkaitan kelembagaan meliputi: (1) revitalisasi kelembagaan petani, (2) revitalisasi program penyuluhan untuk percepatan proses diseminasi dan adopsi inovasi teknologi pertanian, (3) pemberdayaan kelembagaan permodalan pertanian, (4) konsolidasi manajemen usaha agribisnis dalam bentuk sistem usaha agribisnis korporasi (integrated corporate agribusiness system, ICAS), dan (5) pengembangan sistem agribisnis kemitraan yang saling membutuhkan, menguntungkan dan saling ketergantungan, serta dikehendaki oleh kedua belah pihak. Sedangkan keterkaitan horizontal dalam pengembangan kedelai adalah pelaksanaan program peningkatan produksi dan pengembangan industri pengolahan secara konsisten yang diawali dengan: (1) karakterisasi dan dileniasi agroekosistem yang sesuai (agro-ecosystem zoning, AEZ), (2) varietal selection and testing, (3) penelitian dan pengkajian (litkaji) PTT kedelai untuk masing-masing agroekosistem atau yang bersifat spesifik lokasi, dan (4) integrasi kedelai ke dalam sistem usahatani terpadu di tingkat petani. PTT spesifik lokasi kedelai dapat menggunakan varietas unggul baru dengan potensi hasil tinggi yang mendekati potensi genetiknya. Pengembangan sistem usahatani tumpang sari dalam pola setahun pada sentra-sentra produksi kedelai. Mengintegrasikan kedelai ke dalam sistem integrasi tanaman ternak bebas limbah (SITT-BL) terutama di lahan kering yang pada umumnya kurang subur dapat memperluas dan memperkuat sumber pendapatan rumah tangga tani di wilayah ini. 64

Gambar 5. Peta jalan (road map) menuju pencapaian sasaran jangka panjang 20 tahun ke depan. 65