Gambar 7 Hasil elektroforesis gen sitokrom b pada kuda Indonesia

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 4. Hasil Amplifikasi Gen FSHR Alu-1pada gel agarose 1,5%.

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAHAN DAN METODE. Adapun bahan yang digunakan adalah kuda yang sudah dewasa kelamin

PENDUGAAN REPITABILITAS SIFAT KECEPATAN DAN KEMAMPUAN MEMPERTAHANKAN KECEPATAN PADA KUDA PACU SULAWESI UTARA

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Gen Pituitary-Specific Positive Transcription Factor 1 (Pit1) Exon 3

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Analisis Deskriptif Tinggi Pundak dan Panjang badan dengan panjang langkah Trot kuda delman.

HASIL DAN PEMBAHASAN

menggunakan program MEGA versi

HASIL DAN PEMBAHASAN. koordinat 107º31-107º54 Bujur Timur dan 6º11-6º49 Lintang Selatan.

PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Tabel.1 Data Populasi Kerbau Nasional dan Provinsi Jawa Barat Sumber : Direktorat Jendral Peternakan 2008

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Rataan, Simpangan Baku dan Koefisien Keragaman pada Domba Ekor Gemuk dan Domba Ekor Tipis pada Kelompok Umur I 0.

PENDAHULUAN. meningkat dari tahun ke tahun diperlihatkan dengan data Badan Pusat Statistik. menjadi ekor domba pada tahun 2010.

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan merupakan indikator terpenting dalam meningkatkan nilai

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Hasil Analisis Ukuran Tubuh Domba. Ukuran Tubuh Minimal Maksimal Rata-rata Standar Koefisien

Gambar 5. Hasil Amplifikasi Gen Calpastatin pada Gel Agarose 1,5%.

PENDAHULUAN. sapi Jebres, sapi pesisir, sapi peranakan ongole, dan sapi Pasundan.

HUBUNGAN ANTARA UKURAN-UKURAN TUBUH DENGAN BOBOT BADAN DOMBOS JANTAN. (Correlation of Body Measurements and Body Weight of Male Dombos)

PENGANTAR. Latar Belakang. Itik yang dikenal saat ini adalah hasil penjinakan itik liar (Anas Boscha atau

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN. Oligonukleotida sintetis daerah pengkode IFNα2b sintetis dirancang menggunakan

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. yang berasal dari pulau Bali. Asal usul sapi Bali ini adalah banteng ( Bos

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Kacang, kambing Peranakan Etawa (PE) dan kambing Kejobong

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Daerah D-loop M B1 B2 B3 M1 M2 P1 P2 (-)

I PENDAHULUAN. Kuda merupakan mamalia ungulata yang berukuran paling besar di

I PENDAHULUAN. dijadikan sebagai simbol status sosial pada kebudayaan tertentu. Seiring

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Gen GH Exon 2

PRAKATA. Alhamdulillah syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Allah swt., atas

TINJAUAN PUSTAKA Kurban Ketentuan Hewan Kurban

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA Domba Lokal Domba Ekor Tipis

HASIL DAN PEMBAHASAN. olahraga polo. Tinggi kuda polo berkisar antara 142 sampai dengan 159 cm

PEMBAHASAN UMUM. Keadaan Umum Lokasi Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi ransum merupakan jumlah ransum yang dikonsumsi dalam

BAHAN DAN METODE. Adapun lokasi penelitian ini dilaksanakan ialah : 1. Kambing Kacang di desa Paya Bakung, desa Hamparan Perak dan desa

HASIL DAN PEMBAHASAN. Rancabolang, Bandung. Tempat pemotongan milik Bapak Saepudin ini

HASIL DAN PEMBAHASAN

2011) atau 25,10% ternak sapi di Sulawesi Utara berada di Kabupaten Minahasa, dan diperkirakan jumlah sapi peranakan Ongole (PO) mencapai sekitar 60

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peternakan adalah ternak kambing. Kambing merupakan ternak serba guna yang

KAJIAN KEPUSTAKAAN. berkuku genap dan termasuk sub-famili Caprinae dari famili Bovidae. Semua

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Friesian Holstein

TINJAUAN PUSTAKA Kuda

TINJAUAN PUSTAKA. menurut Pane (1991) meliputi bobot badan kg, panjang badan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Domba Ekor Gemuk yang secara turun-temurun dikembangkan masyarakat di

HASIL DAN PEMBAHASAN. dan pengembangan perbibitan ternak domba di Jawa Barat. Eksistensi UPTD

HASIL DAN PEMBAHASAN. Desa Karyawangi, Kecamatan Parongpong, Kabupaten Bandung Barat, Provinsi Jawa

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Kalimantan Tengah

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. mahoni dan mimba. Hasil seleksi primer yang dilakukan terhadap 13 primer spesifik dari

HASIL DAN PEMBAHASAN. divisualisasikan padaa gel agarose seperti terlihat pada Gambar 4.1. Ukuran pita

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kawasan Usaha Peternakan (KUNAK) Sapi Perah berada di Kecamatan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. berumur 4 7 tahun sebanyak 33 ekor dari populasi yang mengikuti perlombaan

I PENDAHULUAN. Salah satu sumber daya genetik asli Indonesia adalah domba Garut, domba

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. Sapi Bali (Bos sondaicus) merupakan salah satu bangsa sapi lokal asli

KAJIAN PUSTAKA. (Ovis amon) yang berasal dari Asia Tenggara, serta Urial (Ovis vignei) yang

PENDAHULUAN. tubuh yang akhirnya dapat dijadikan variable untuk menduga bobot badan. Bobot

III. KARAKTERISTIK AYAM KUB Sifat Kualitatif Warna Bulu, Shank dan Comb

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Pendataan dan Identifikasi Domba Penelitian

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi Sapi. Sapi Bali

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Kuantitas dan Kualitas DNA

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Bangsa domba secara umum diklasifikasikan berdasarkan hal-hal tertentu,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan dan telah menjadi ternak yang terregistrasi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 113 Tahun 2009 tentang Ornagisasi dan

MATERI DAN METODE. Tabel 3. Jumlah Kuda Delman yang Diamati pada Masing-masing Lokasi

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN. prolifik (dapat beranak lebih dari satu ekor dalam satu siklus kelahiran) dan

DAFTAR ISI 1 GENETIKA DASAR 1

HASIL DAN PEMBAHASAN

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi. Tabel 1. Jumah Sampel Darah Ternak Sapi Indonesia Ternak n Asal Sapi Bali 2 4

PENDAHULUAN. terbang tinggi, ukuran relatif kecil dan berkaki pendek. Puyuh merupakan burung liar

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. MATERI DAN METODE. Penelitian telah dilakukan pada bulan Mei sampai Juni 2013 di Kecamatan. Koto Tangah Kota Padang Sumatera Barat (Lampiran 1).

BIO306. Prinsip Bioteknologi

PERFORMA TURUNAN DOMBA EKOR GEMUK PALU PRASAPIH DALAM UPAYA KONSERVASI PLASMA NUTFAH SULAWESI TENGAH. Yohan Rusiyantono, Awaludin dan Rusdin ABSTRAK

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Kambing merupakan hewan-hewan pertama yang didomestikasi. oleh manusia. Diperkirakan pada mulanya pemburu-pemburu membawa

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Pakan, Bobot Badan dan Mortalitas Puyuh

HASIL DAN PEMBAHASAN. (a)

Daging itik lokal memiliki tekstur yang agak alot dan terutama bau amis (off-flavor) yang merupakan penyebab kurang disukai oleh konsumen, terutama

HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi DNA Genomik Sengon

HASIL DAN PEMBAHASAN. Fenotipe organ reproduktif kelapa sawit normal dan abnormal.

L a j u P e r t u m b u h a n D o m b a L o k a l 1

HUBUNGAN ANTARA BOBOT POTONG DENGAN YIELD GRADE DOMBA (Ovis aries) GARUT JANTAN YEARLING

NILAI PEMULIAAN. Bapak. Induk. Anak

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Indonesia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ketenangan dan akan menurunkan produksinya. Sapi Friesien Holstein pertama kali

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kabupaten Sumba Timur terletak di wilayah Provinsi Nusa Tenggara Timur

Gambar 10. Peta Lokasi Pengamatan di Provinsi Sulawesi Utara

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Domba Domba Lokal Indonesia Domba Ekor Tipis

DAFTAR ISI. Halaman HALAMAN PERSETUJUAN... iii PERNYATAAN... PRAKATA... INTISARI... ABSTRACT... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR...

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

HUBUNGAN ANTARA UKURAN UKURAN TUBUH TERHADAP BOBOT BADAN DOMBA WONOSOBO JANTAN DI KABUPATEN WONOSOBO JAWA TENGAH

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boerawa merupakan kambing hasil persilangan antara kambing Boer

PENDAHULUAN. atau kuda Sandelwood Pony, hasil perkawinan silang kuda poni lokal (grading

KAJIAN KEPUSTAKAAN. kuda Pony dengan tinggi pundak kurang dari 140 cm. dianggap sebagai keturunan kuda-kuda Mongol (Przewalski) dan kuda Arab.

Transkripsi:

HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis DNA Analisis Gen Sitokrom b Analisis dengan menggunakan primer sitokrom b untuk mengamplifikasi bagian DNA mitokondria dilakukan pada kuda lokal Indonesia (Sumbawa). Produk PCR yang dihasilkan dielektroforesis dengan menggunakan gel agarose dan hasil elektroforesis disajikan pada Gambar 7. DNA Marker Produk PCR gen sitokrom b Kuda Indonesia 350 300 Gambar 7 Hasil elektroforesis gen sitokrom b pada kuda Indonesia Berdasarkan hasil elektroforesis pada Gambar 7 diketahui berdasarkan marker pada baris 1 bahwa gen sitokrom b pada kuda Indonesia yang terdapat pada baris kedua ternyata teramplifikasi dan berada pada range marker 300 bp. Untuk mengetahui lebih lanjut keberadaan susunan gen dari sitokrom b tersebut, maka dilakukan kegiatan sekuensing. Hasil sekuensing dari produk PCR tersebut ditampilkan pada Gambar 8.

1 0 0 1 1 0 G A G C T C C T CC 1 T A G G A T C T G C C T 0 2 A T C C T C C A A A 0 3 T C T T A A C A G G C C T A T T C C T A 0 4 0 5 0 6 G C C A T A C A C T A C A C A T C A G A C A C A A C A A C C G C C T T C T C 0 7 0 8 0 9 A T C C G T C A C T C A C A T C T G C C A C G T G A A C T 1 2 A C G G A 1 3 0 1 4 1 6 0 1 8 0 2 0 0 2 2 0 2 4 0 2 5 0 T C A A T T A T C C G C T A C 0 1 5 C T C C A T G C C A A C G G A G C A T C C A T A T T C T T T 1 7 A T C T G C C T C T T C A T T C A C 1 9 G T A G G A C G C G G C C T C T A C T A C G 2 1 G C T C C T A C A C C T T C C T A G A A 2 3 A C A T G A A A C A T T G G A A T C A C T A C T 2 6 0 2 7 0 2 8 0 2 9 0 3 0 0 3 1 0 3 2 0 C T T T T T A C A G T T A T A G C T A C A G C A T T C A T G G G C T A T G T C C T A C C A T G A G G A C A A A T A T C A T T C T G A G G G G C A Gambar 8 Hasil sekuensing gen sitokrom b pada kuda Indonesia

Berdasarkan Gambar 8 diketahui bahwa jumlah basa nukleotida yang tersekuen pada gen sitokrom yang dilakukan pada kuda Indonesia adalah 326 bp dengan persentase basa nukleotida T = 27.2%; C = 30%; A = 26.9%; G = 15.8%. Berdasarkan Gambar 4 tersebut juga dapat dilihat hasil sekuensing cukup baik, dimana dalam setiap grafik yang menunjukan satu basa nukleotida hanya ditunjukan oleh singel fic dominan yang muncul, tanpa terjadi penumpukan. Hasil sekuensing hanya pada awal sekuensing terlihat kurang baik karena terjadi penumpukan grafik. Hasil blast dari sekuen kuda Indonesia dengan data genbank disajikan pada Gambar 9. Kuda Ind 4 CCTCCTAGGA-TCTGCCTA-TCCTCCAAATCTTAACAGGCCTATTCCTAGCCATACACT 60 DQ223539 105...A...A... 163 DQ297662 105...A...A... 163 DQ297661 105...A...A... 163 DQ297658 105...A...A... 163 Kuda Korea 14292...A...A... 14350 Kuda Aus 14292...A...A... 14350 Kuda Ind 61 ACACATCAGACACAACAACCGCCTTCTCATCCGTCACTCACATCTGCCGAGACGTGAACT 120 DQ223539l 164...G...T...T... 223 DQ297662l 164...G...T...T... 223 DQ297661l 164...G...T...T... 223 DQ297658l 164...G...T...T... 223 Kuda Korea 14351...G...T...T... 14410 Kuda Aus 14351...G...T...T... 14410 Kuda Ind 121 ACGGATGAATTATCCGCTACCTCCATGCCAACGGAGCATCCATATTCTTTATCTGCCTCT 180 DQ223539 224...A...T... 283 DQ297662 224...A...T... 283 DQ297661 224...A...T... 283 DQ297658 224...A...T... 283 Kuda Korea 14411...T...A...T... 14470 Kuda Aus 14411...T...A...T... 1447 Kuda Ind 181 TCATTCACGTAGGACGCGGCCTCTACTACGGCTCCTACACCTTCCTAGAAACATGAAACA 240 DQ223539 284...T...A...G... 343 DQ297662 284...T...A...G... 343 DQ297661 284...T...A...G... 343 DQ297658 284...T...A...G... 343 Kuda Korea 14471...T...A...G... 14530 Kuda Aus 14471...T...A...G... 14530 Kuda Ind 241 TTGGAATCATCCTACTTTTTACAGTTATAGCTACAGCATTCATGGGCTATGTCCTACCAT 300 DQ223539 344...C... 403 DQ297662 344...C... 403 DQ297661 344...C... 403 DQ297658 344...C... 403 Kuda Korea 14531...C... 14590 Kuda Aus 14531...C... 14590 Kuda Ind 301 GAGGACAAATATCATTCTGAGGGGCA 326 DQ223539 404...C...C..T... 425 DQ297662 404...C...C..T... 425 DQ297661 404...C...C..T... 425 DQ297658 404...C...C..T... 425 AY584828 14591...C...C..T... 14612 79547 14591...C...C..T... 14612 Gambar 9 Hasil blast gen sitokrom b kuda Indonesia dengan genbank

Berdasarkan hasil blast pada Gambar 9 diketahui bahwa homologi gen terjadi pada basa nukleotida ke-4 sampai dengan ke-326. sehingga data basa nukleotida ke- 1 sampai 3 tidak digunakan. Pada susunan basa ke-4 sampai 60 terdapat dua basa nukleotida yang hilang dibandingkan dengan basa dari genbank, sedangkan pada basa 61 sampai dengan 300 terdapat 9 basa yang tidak tersekuen dengan baik dimana basa tersebut tidak cocok dengan genbank dan juga berdasarkan pensejajaran grafik menggunakan program trace editor ternyata hasilnya kurang baik, sehingga data basa tersebut mengikuti basa yang telah ada di genbank. Basa nukleotida yang tidak tersekuen dengan baik tersebut ditandai dengan huruf basa yang berwarna merah. Pada sekuen sitokrom b pada Gambar 5 terdapat 4 pasang basa yang tidak dimiliki genbank tetapi hasilnya menunjukan grafiknya bagus ketika diperiksa dengan trace editor, sehingga empat situs basa tersebut yang terletak pada basa 133, 305, 314 dan 317 dapat dikategorikan situs variable, sedangkan motif konservatif ditemui pada susunan basa 3-132, 134-303, 305-313, dan 318-326. Motif konservatif dan juga variabel tersebut dapat menjelaskan keberadaan lokal Indonesia yang akan menjadi penanda genetik yang cukup diperlukan untuk identifikasi dan karakteristik kuda Indonesia dibandingkan dengan kuda bangsa lain. Menurut Aripin (2004) mengemukakan bahwa analisis homologi dapat dipergunakan untuk mempelajari struktur basa nukleotida gen, identifikasi gen dan juga melihat kekerabatan. Keberadaan lokal perlu dijaga kemurniannya sebagai bahan baku genetik. Untuk menjaganya perlu pengembangan bibit murni terutama diwilayah aslinya dengan strategi pada wilayah tersebut tidak boleh ada introduksi kuda dari luar, sehingga tidak terjadi kehilangan atau penurunan genetik bibit unggul kuda lokal Indonesia. Berdasarkan nilai homologi dapat disusun pohon kekerabatan antar kuda.. Hasil perhitungan jarak genetik kuda Indonesia dengan data kuda di genbank pada gen sitokrom b disajikan pada Tabel 5. Tabel 5 Jarak genetik kuda Indonesia dengan kuda di genbank Kode Kuda 1 2 3 4 5 6 1 2 0.00935 3 0.00935 0.00000 4 0.00935 0.00000 0.00000 5 0.00935 0.00000 0.00000 0.00000 6 0.01566 0.00623 0.00623 0.00623 0.00623 7 0.01566 0.00623 0.00623 0.00623 0.00623 0.00000 Keterangan : kuda Indonesia = 1; kuda LN (luar negeri) = 2, 3, 4, 5; kuda Jeju Korea = 6; Kuda Australia = 7

Berdasarkan Tabel 5 diketahui bahwa jarak genetik kuda Indonesia dengan kuda dari data genbank cukup jauh terutama kuda Korea dan kuda dari Australia yang memiliki basa mitokondria lengkap 16660 bp (Nilson et al. 2003), maupun dengan kuda luar negeri (LN) lainnya. Kuda Korea dengan kuda Australia mempunyai jarak genetik sangat dekat sehingga tidak terjadi evolusi yang berarti diantara mereka, sedangkan jarak genetik keempat kuda LN adalah sangat dekat, kemungkinan berasal dari breed kuda yang sama. Rata-rata jarak genetik dari overall semua kuda tersebut adalah 0.00563. Sebuah konstruksi dari pohon filogenetik yang berasal dari jarak genetik disajikan pada Gambar 10. 84 18 24 89 DQ297662 DQ297658 DQ223539 DQ297661 Kuda Lokal Jeju Korea Kuda dari Australia Kuda Indonesia (Sumba) Gambar 10 Pohon filogenetik kuda lokal Indonesia dengan kuda di genbank. Berdasarkan pohon filogenetik pada Gambar 10 diketahui bahwa nilai bootstrep dari pembentukan pohon genetik tersebut cukup naik karena memiliki nilai lebih dari 85%.Dari pohon filogenetik tersebut kuda Indonesia memiliki perbedaan dengan kuda lain dari genbank. Hal tersebut dapat dilihat dari posisi kuda Indonesia yang berada diluar cluster kuda lain. Jauhnya jarak genetik dan jauhnya cluster kuda Indonesia menunjukan adanya aliran genetik dan juga kekerabatan yang cukup jauh dengan kuda lain, sehingga program persilangan untuk mencapai heterosis maksimal dapat dilakukan dengan baik kerena jauhnya kekerabatan. Analisis Gen 12S RNA Pada sampel kuda lokal Indonesia (Sumbawa) yang diamplifikasi dengan sitokrom b, seperti pada penjelasan sebelumnnya. Maka pada bagian ini akan dibahas mengenai amplifikasi bagian dari DNA mitokondria kuda lokal Indonesia yaitu 12S RNA dengan menggunakan primer 12S. Hasil PCR dengan primer 12S telah dielektroforesis dan hasilnya di tampilkan pada Gambar 11.

DNA Marker Produk PCR gen 12S RNA Kuda Indonesia 400 350 300 Gambar 11 Hasil elektroforesis gen 12S RNA pada kuda Indonesia Berdasarkan hasil elektroforesis pada Gambar 11 diketahui bahwa DNA yang teramplifikasi menggunakan primer 12S mempunyai jumlah basa nukleotida pada range marker 400 bp. Hasil PCR yang telah dielektroforesis tersekun kemudian di sekuen. Hasil sekuensing dari DNA mitokondria 12S RNA tersebut ditampilkan pada Gambar 12.

1 0 2 0 3 0 4 0 5 0 6 0 7 0 8 0 9 0 1 0 0 1 1 0 1 2 0 1 3 0 A A A T T T T G G C C T T T T A T C C A C A A C A A A A G C T A T T C G C C A G A G T A C T A C T A G C A A C A G C C T A A A A C T C A A A G G A C T T G G C G G T G C T T T A C A T C C C T C T A G A G G A G C C T G T T C C A T A A T C G A T A A A C C C C G A 1 4 0 1 5 0 1 6 0 1 7 0 1 8 0 1 9 0 2 0 0 2 1 0 2 2 0 2 3 0 2 4 0 2 5 0 2 6 0 T A A A C C C C A C C A T C C C T T G C T A A T T C A G C C T A T A T A C C G C C A T C T T C A G C A A A C C C T A A A C A A G G T A C C G A A G T A A G C A C A A A T A T C C A A C A T A A A A A C G T T A G G T C A A G G T G T A G C C C A T G G G A T G G A G 2 7 0 2 8 0 2 9 0 3 0 0 3 1 0 3 2 0 3 3 0 3 4 0 3 5 0 3 6 0 3 7 0 3 8 0 A G A A A T G G G C T A C A T T T T C T A C C C T A A G A A C A A G A A C T T T A A C C C G G A C G A A A G T C T C C A T G A A A C T G G A G A C T A A A G G A G G A T T T A G C A G T A A A T T A A G A A T A G A G A G C T T A A T T G A A T C A G G C C A T 9 0 4 0 0 4 1 0 A A G C G C G C A C A C A C C G C C C G T C A C C C T C T Gambar 12 Hasil sekuen 12S RNA pada kuda lokal Indonesia

Berdasarkan hasil sekuen pada Gambar 12 menunjukan bahwa ternyata hasil PCR tersebut tersekuen basa nuklueotida sebanyak 419 bp. Hasil sekuen tersebut terdiri dari basa nukleotida T = 20.4%; C = 26.0%; A = 34.4%; G = 19.1%. Berdasarkan grafik pada Gambar 8 dapat dilihat bahwa terdapat single pic dominan sebagai representasi dari basa nukleotida, sehingga hasil sekuen tersebut dapat dikategorikan hasil sekuen yang cukup baik. Hasil sekuen tersebut kemudian di alignment dengan program blast. Hasil blast tersebut disajikan pada Gambar 13. Kuda Ind 27 AAAGCTATTCGCCAGAGTACTACTAGCAACAGCCTAAAACTCAAAGGACTTGGCGGTGC 85 Kuda Korea 550... 608 Kuda Aus 550... 608 AY012147(LN1) 478... 536 U02581(LN2) 34... 92 Kuda Ind 86 TTTACATCCCTCTAGAGGAGCCTGTTCCATAATCGATAAACCCCGATAAACCCCACCATC 145 Kuda Korea 609... 668 Kuda Aus 609... 668 AY012147(LN1) 537... 596 U02581(LN2) 93... 152 Kuda Ind 146 CCTTGCTAATTCAGCCTATATACCGCCATCTTCAGCAAACCCTAAACAAGGTACCGAAGT 205 Kuda Korea 669... 728 Kuda Aus 669... 728 AY012147(LN1) 597... 656 U02581(LN2) 153... 212 Kuda Ind 206 AAGCACAAATATCCAACATAAAAACGTTAGGTCAAGGTGTAGCCCATGGGATGGAGA 262 Kuda Korea 729... 785 Kuda Aus 729... 785 AY012147(LN1) 657... 713 U02581(LN2) 213...C... 269 Kuda Ind 263 GAAATGGGCTACATTTTCTACCCTAAGAACAAGAACTTTAACCCGGACGAAAGTCTCCAT 322 Kuda Korea 786... 845 Kuda Aus 786... 845 AY012147(LN1) 714... 773 U02581(LN2) 270... 329 Kuda Ind 323 GAAACTGGAGACTAAAGGAGGATTTAGCAGTAAATTAAGAATAGAGAGCTTAATTGAA 380 Kuda Korea 846... 903 Kuda Aus 846... 903 AY012147(LN1) 774... 831 U02581(LN2) 330...G... 387 Kuda ind 381 TCAGGCCATGAAGCGCGCACACACCGCCCGTCACCCTC 418 Kuda Korea 904... 941 Kuda Aus 904... 941 AY012147(LN1) 832... 869 U02581(LN2) 388... 405 Gambar 13 Hasil blast sekuen 12s RNA pada kuda Indonesia Berdasarkan hasil blast terhadap kuda lokal Indonesia yang ditampilkan pada Gambar 13 menunjukan bahwa situs atau motif konservatif ditemui disemua sekuen. Situs yang dapat dijadikan situs variabel terdapat pada basa ke-215 dan 335 dan itupun hanya ditemui pada kuda LN 2. Berdasarkan situs konservatif dan variabel pada kuda lokal Indonesia maka pada 12S RNA tersebut tidak dapat dijadikan penanda genetik

yang baik untuk keberadaan lokal, karena tidak memiliki motif yang spesifik pada kuda lokal Indonesia. Hasil dari homologi gen, kemudian dihitung jarak genetiknya. Hasil perhitungan jarak genetik ditampilkan pada Tabel 6. Tabel 6 Nilai jarak genetik kuda Indonesia dengan data genbank. Kode Kuda Kuda Indonesia (1) Kuda Jeju Korea (2) Kuda LN 1 (3) Kuda dari Australia (4) 1 2 0.00000 3 0.00000 0.00000 4 0.00000 0.00000 0.00000 5 0.00541 0.00541 0.00541 0.00541 Keterangan : LN 1 = Kuda luar negeri 1; LN 2 = Kuda luar negeri 2 Kuda LN 2 (5) Berdasarkan Tabel 6 diketahui bahwa kuda Indonesia dibandingkan dengan kuda Korea, kuda LN1 dan kuda dari Australia memiliki jarak genetik yang sangat dekat. Jarak genetik yang cukup jauh terdapat pada kuda LN2. Rata-rata jarak genetik diantara kuda-kuda tersebut adalah 0.00216. Berdasarkan jarak genetik kemudian dibuat sebuah pohon filogenetik yang disajikan pada Gambar 14. 32 26 Kuda Indonesia(Sumbawa) kuda Jeju Kuda LN 1 Kuda dari Australia Kuda LN 2 Gambar 14 Pohon filogenetik kuda Indonesia dengan data genbank pada gen 12 S RNA Berdasarkan pohon filogenetik pada Gambar 14 diketahui bahwa kuda Indonesia satu cluster dengan kuda Korea, serta memiliki kekerabatan yang cukup dekat dengan kuda Austalia dan LN1, tetapi mempunyai kekerabatan yang jauh dengan kuda LN2. Kuda lokal Indonesia (Sumbawa) kemudian dialignment dan dibuat sebuah pohon filogenetik yang membandingkannya dengan kuda Thorougbred, Kuda G4 dan KPI yang juga telah diamplifikasi menggunakan primer 12 s yang sama digunakan pada kuda lokal Indonesia (sumbawa). Sebuah pohon filogenetika antara kuda lokal Indonesia dibandingkan keturunan grading up serta kuda import Thorougbred disajikan pada Gambar 15.

Kuda G4 (keturunan Priangan) Kuda Thorougbred (Australia) Kuda KPI (keturunan Sumba) Kuda G0 (Sumbawa) Gambar 15 Filogenetik kuda lokal Indonesia dengan kuda grading up dan Thorougbred Berdasarkan pohon filogenetik pada Gambar 14 diketahui bahwa kuda lokal Indonesia (G0) memiliki kekerabatan dekat dengan kuda KPI dan mempunyai kekerabatan yang cukup jauh dengan kuda Thorougbred dan G4. Sehingga grading up yang dilakukan dengan kuda lokal Indonesia dengan kuda Thorougbred merupakan strategi yang cukup bagus mengingat pentingnya muncul efek heterosis akan terjadi jika kekerabaatan bangsa kuda yang disilangkan cukup jauh. Pola Pemotongan Enzim Restriksi Sebagai upaya untuk mengetahui kespesifikan gen sitokrom b pada kuda lokal Indonesia maupun kuda LN dari genbank, maka digunakan beberapa enzim restriksi untuk melihat motif situs pemotongan dengan enzim pemotong tertentu. Enzim yang digunakan adalah EcoNI, HaeII, HaeIII, HindIII, HinfI, EaeI, EcoRI, EcoRV, NheI, BamHI, MstII, TaqI, NotI, AluI. Hasil pemotongan pada sekuen kuda lokal Indonesia dan kuda di Genbank disajikan pada Gambar 16

Kuda lokal Indonesia (Sumba) CCTCCTAGGA-TCTGCCTA- HaeIII TCCTCCAAATCTTAACAGGICCTATTCCTAGCCATACACTACACATCAGACACGACAACTGCCTTCTCATCCGTCACTCACATCTGCC GAGACGTTAACTACGGATGAATTATCCGCTACCTCCATGCCAACGGAGCATCAATATTTTTTATCTGCCTCTTCATTCACGTAGGACG HaeIII AluI CGGICCTCTACTACGGCTCTTACACATTCCTAGAGACATGAAACATTGGAATCATCCTACTTTTCACAGTTATAGICTACAGCATTCA TGGGCTATGTCCTACCATGAGGACAAATATCATTCTGAGGGGC Fragmen sitokrom b (321bp) terbentuk 3 fragmen oleh HaeIII 37bp 159bp 125bp 2 fragmen oleh AluI 266 bp 55 bp Kuda Luar Negeri (Genbank) HinfI HaeIII CCTCCTAGGIAATICTGCCTAATCCTCCAAATCTTAACAGGICCTATTCCTAGCCATACACTACACATCAGACACGACAACTGCCTTC TCATCCGTCACTCACATCTGCCGAGACGTTAACTACGGATGAATTATCCGCTACCTCCATGCCAACGGAGCATCAATATTTTTTATCT HaeIII HinfI ccctcttcattcacgtaggacgcggicctctactacggctcttacacattcctagagacatgaaacattggiaaticatcctactttt AluI HaeIII cacagttatagictacagcattcatgggctatgtcctaccatgaggiccaaatatccttttgaggggca Fragmen sitokrom b (321bp) terbentuk 5 fragmen oleh hinfi 9 bp, 3 bp, 232bp, 3 bp, 79 bp 4 fragmen oleh HaeIII 39 bp, 159 bp, 105 bp, 22 bp 2 fragmen oleh AluI 269 bp, 56 bp Gambar 16 hasil pemotongan enzim restriksi pada sitokrom b Berdasarkan Gambar 16 diketahui bahwa penggunaan 14 enzim restriksi hanya dua yang dapat memotong kuda lokal Indonesia yaitu HaeIII (tiga situs pemotongan) dan AluI (satu situs pemotongan), tetapi pada sekuen kuda dari genbank terdapat 3 enzim restriksi yang dapat memotongnnya yaitu HinfI (dua situs pemotongan), HaeIII (tiga situs pemotongan) dan AluI (satu situs pemotongan). Situs pemotongan tersebut sebagai marker untuk mengetahui keberadaan lokal kuda Indonesia. Pada gen 12S dicoba digunakan 14 enzim restriksi yang hasilnya disajikan pada Gambar 17. AluI CCACAACAAAGICTATTCGCCAGAGTACTACTAGCAACAGCCTAAAACTCAAAGGACTTGGCGGTGCTTTACATCCCTCTAGAGGAGC TaqI CTGTTCCATAATICGATAAACCCCGATAAACCCCACCATCCCTTGCTAATTCAGCCTATATACCGCCATCTTCAGCAAACCCTAAACA AGGTACCGAAGTAAGCACAAATATCCAACATAAAAACGTTAGGTCAAGGTGTAGCCCATGGGATGGAGAGAAATGGGCTACATTTTCT ACCCTAAGAACAAGAACTTTAA Fragmen 12S RNA (284bp) terbentuk 2 fragmen oleh AluI 11bp 273bp 2 fragmen oleh TaqI 99bp 185bp Gambar 17 Hasil pemotongan enzim restriksi pada gen 12S pada kuda Indonesia

Berdasarkan Gambar 16 diketahui bahwa penggunakan 14 enzim restriksi untuk memotong sekuen gen 12S pada kuda lokal Indonesia dapat dilakukan oleh AluI (satu situs pemotongan) dan TaqI (satu situs pemotongan). Pemotongan dengan enzim restriksi sebagai penanda menjadi kurang baik jika dilakukan pada gen 12S karena motif konservatifnya dimiliki pula oleh sekuen kuda lain sehingga akan menyulitkan dalam mengidentifikasi kelokalan kuda Indonesia dan gen 12S ini sepertinya memiliki aliran genetik evolusi yang sangat lambat.

Analisis Ukuran Tubuh Kuda Ukuran-ukuran tubuh ternak dipengaruhi oleh umur dan jenis kelamin. Peningkatannya akan terjadi seiring dengan bertambahnya umur ternak, begitu pula, ternak jantan mempunyai ukuran tubuh yang lebih besar dari betina. Hasil pencatatan dan pengukuran terhadap 18 ekor kuda persilangan didapatkan ukuranukuran tubuh ternak yang dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7 Penampilan kecepatan pacu dan ukuran tubuh kuda yang berprestasi Parameter Rerata + SD Koefisien Keragaman (%) Kecepatan Tinggi Pundak Panjang badan Lebar dada Panjang bahu Tinggi punggung 15.707 m/det + 0.692 154.89 cm + 4.17 144.08 cm + 8.56 34.167 cm + 1.79 68 cm + 2.68 148.62 cm + 3.19 4.4 2.7 5.9 5.2 3.9 2.1 Berdasarkan hasil analisis pada Tabel 7 tersebut menunjukkan bahwa rerata kecepatan pacu, dan ukuran tubuh relatif tidak bervariasi. Nilai kecapatan dan ukuran tubuh seperti yang ditampilkan pada Tabel 7 merupakan niali ideal untuk menjadi kuda pacu yang unggul. Koefisien keragaman sebagai suatu ukuran keragaman relatif pada ternak kuda yang di amati tidak menunjukan koefisien keragaman yang tinggi pada parameter yang diamati, hal tersebut dapat disebabkan diambilnya sampel yang hanya berasal dari kuda yang berprestasi, sehingga mempunyai nilai yang relatif seragam dan hanya sedikit menunjukan sedikit keragaman dimana pada nilai koefisien keragamannya tidak ada yang melebihi 7 %. Nilai keragaman yang kecil tersebut menunjukan adanya variasi ukuran tubuh antar individu kuda yang rendah. Pertumbuhan merupakan tampilan dari suatu perubahan ukuran, bentuk, komposisi dan struktur tubuh yang secara normal akan meningkatkan ukuran dan bobot hidup hewan.. Apabila ditelusuri lebih lanjut, ukuran-ukuran tubuh tertentu mengalami peningkatan seiring bertambahnya umur dan ukuran-ukuran tubuh tersebut nantinya akan mengalami kondisi tetap. Kondisi tubuh yang hampir tetap dan tidak berubah dengan keragaman yang rendah biasanya terjadi pada waktu 39

tertentu (dewasa tubuh). Perkembangan tulang kerangka yang telah sempurna terjadi pada kondisi dewasa tubuh dan ukuran-ukuran tubuh yang terkait langsung dengan tulang kerangka ukurannya relatif tidak berubah. Hubungan antara Ukuran Tubuh Kuda Analisis korelasi secara umum digunakan untuk mengetahui keterkaitan antara dua peubah atau lebih peubah pada satu sampel yang sama. Beberapa teknik analisis dapat digunakan untuk melihat ada tidaknya hubungan antara peubah tersebut. Analisis korelasi yang digunakan adalah korelasi dua peubah dengan kesimpulan bahwa semakin besar koefisien korelasi atau mendekati + 1 atau 1, berarti hubungan antara dua peubah tersebut sangat erat. Korelasi yang bernilai positif atau negatif dapat terjadi karena beragamnya ukuran tubuh ternak yang di amati. Korelasi positif dicirikan dengan meningkatnya suatu sifat, maka akan meningkatkan sifat yang lain, sedangkan korelasi negatif ditunjukan dengan meningkatnya suatu sifat, maka akan menurunkan sifat yang lain. Berdasarkan analisis korelasi terhadap ternak kuda didapat hasil korelasi seperti yang dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8 Korelasi antara ukuran-ukuran tubuh kuda Ukuran Tubuh TP PB LD PBH PB 0.341 LD -0.012 0.195 PBH 0.404 0.225 0.221 TPG 0.899 0.330-0.081 0.464 Keterangan : TP = tinggi pundak; PB = panjang badan; LD = lebar dada; PBH = panjang bahu Berdasarkan nilai koefisien korelasi pada Tabel 8 di ketahui bahwa korelasi tertinggi terdapat pada tinggi pundak dengan tinggi punggung (0.899) dan korelasi terendah terdapat pada lebar dada dengan tinggi punggung (-0.081) Hubungan Kecepatan dengan Ukuran Tubuh Penampilan luar dari kuda yang dilihat berdasarkan ukuran tubuh digunakan untuk menentukan tipe kuda dengan kemampuan pacu yang cepat. Ukuran-ukuran tubuh yang digunakan untuk menduga kemampuan pacu kuda adalah tinggi pundak, panjang badan, lebar dada, panjang bahu, dan tinggi punggung. 40

Penggunaan ukuran-ukuran tubuh untuk menduga kecepatan pacu dilakukan karena kepraktisan dan memudahkan dalam penilaian. Sehingga didapatkan kisaran pendekatan kecepatan pacu yang mendekati hasil sebenarnya dari seekor kuda. Oleh sebab itu perlu diketahui keeratan hubungan antara kecepatan pacu dengan ukuran-ukuran tubuh tersebut sebagai penduga. Meski demikian, penggunaan alat yang memudahkan dalam pengerjaannya juga perlu diperhatikan. Apabila faktor penduga kecepatan telah didapat, tetapi pengadaan alat pendukung untuk mendapatkan data penduga tersebut sulit didapat dan harganya relatif mahal maka perlu dicari faktor penduga lainnya, maka sebaiknya dicari penduga lain yang memudahkan untuk aplikasinya dilapangan, yaitu mudah dan murah. Hubungan antara ukuran tubuh dan kecepatan pacu disajikan pada Tabel 9. Tabel 9 Nilai korelasi antara kecepatan pacu dengan ukuran-ukuran tubuh kuda Ukuran Tubuh Koefisien Korelasi Panjang Badan (cm) Lebar Dada (cm) Tinggi Pundak (cm) Tinggi Punggung (cm) Panjang Bahu (cm) Keterangan : P>0.05 (tn= tidak nyata); P<0.05 (* = nyata) -0.523* -0.277 tn -0.108 tn -0.036 tn -0.014 tn Analisis korelasi ukuran-ukuran tubuh terhadap kecepatan pacu didapatkan hasil yang sangat beragam, karena penampilan seekor kuda terkait dengan hasil dari suatu proses yang berkesinambungan dalam seluruh hidup kuda tersebut. Kecepatan pacu kuda secara umum mempunyai hubungan yang negatif dengan ukuran-ukuran tubuh. Berdasarkan Tabel 9 diketahui bahwa korelasi tertinggi terjadi pada panjang badan dengan kecepatan pacu (-0.523), diikuti dengan lebar dada (-0.277 tn ), tinggi pundak (-0.108 tn ), tinggi punggung (-0.036 tn ), panjang bahu (-0.014 tn ) dengan kecepatan pacu. Berdasarkan uraian tersebut dapat disebutkan, bahwa tidak semua ukuran tubuh berkorelasi nyata dengan kecepatan pacu. Identifikasi sifat yang berkorelasi dengan kecepatan pacu mempunyai arti penting dengan berbagai sifat yang dapat diukur. Sehingga menjadi penting bagi 41

penilik dalam memilih kuda dengan memperhatikan ukuran tubuhnya.dengan melihat bagian panjang badannya atau lebar dadanya. Keeratan hubungan secara tidak langsung bisa terjadi, kondisi tersebut mengisyaratkan bahwa korelasi sangat mungkin terjadi bukan sebagai akibat saling pengaruh-mempengaruhi secara lansung, tetapi akibat satu atau lebih faktor lain yang mempengaruhi kedua ciri tersebut. Kuda dengan kecepatan kuda yang cukup tinggi memiliki lebar dada yang tidak terlalu besar dan juga panjang badan yang tidak terlalu panjang. Berdasarkan penjelasan sebelumnya kecepatan pacu merupakan performa yang sangat dipengaruhi banyak gen (poligen), sehingga memperhatikan sedikit parameter kurang mewakili kondisi yang menyebabkan kemampuan pacu. Keeratan hubungan telah diperlihatkan antara kecepatan pacu dengan ukuran-ukuran tubuh. Berdasarkan keeratan tersebut dapat dibuat suatu persamaan regresi berdasarkan analisis regresi terbaik. Persamaan Regresi Kecepatan dengan Ukuran Tubuh Analisis regresi yang digunakan untuk mengetahui peubah yang paling sesuai digunakan untuk menggambarkan hubungan antara kecapatan pacu dengan ukuran-ukuran tubuh, meliputi analisis regresi linear dan analisis regresi ganda. Penggunaan kedua analisis regresi ini dimaksudkan karena model yang relatif sederhana, realistik dengan tingkat akurasi yang cukup tinggi dan mudah dalam penerapannya dilapangan. Pemilihan kedua model ini memperhatikan ketepataan peubah yang digunakan, sehingga didapatkan model yang sesuai. Analisis dengan persentase koefisien determinasi (R 2 ) tertinggi atau mendekati 100% adalah yang diambil sebagai model persamaan regresi. Faktor penduga yang digunakan dalam persamaan regresi menggunakan metode best subset. Metode tersebut merupakan metode mencari kombinasi peubah yang dapat digunakan sebagai penduga dengan memperhatikan (R 2 ) dan c-p, dimana persamaan terbaik mempunyai nilai (R 2 ) yang tinggi dengan c-p yang kecil. Kombinasi penduga berdasarkan best subset disajikan pada Tabel 10 yang menunjukan persamaan regresi dengan penggunaan peubah-peubah yang paling sesuai untuk menduga kecepatan pacu. 42

Tabel 10 Kombinasi peubah berdasarkan best subset (R 2 ) c-p Tinggi pundak 27.4-0.8 7.7 2.7 30.6 0.6 29.5 0.8 32.6 2.2 32.0 2.3 32.9 4.1 32.9 4.2 33.8 6.0 Panjang badan Lebar dada Panjang bahu Tinggi punggung Berdasarkan Tabel 10 diketahui bahwa penggunaan kombinasi penduga yang semakin banyak akan meningkatkan kehandalan sebuah persamaan regresi. berdasarkan informasi nilai (R 2 ) dan c-p dengan pertimbangan jumlah penduga yang lebih sedikit agar memudahkan aplikasi dilapangan, maka persamaan regresi yang cukup baik adalah dengan menggunakan persamaan regresi linear dengan peubah panjang badan sebagai predictor kecepatan pacu sebagai respon. Untuk melihat bentuk persamaan regresi berdasarkan best subset di atas, disajikan pada tabel 11. Tabel 11 Persamaan regresi kecepatan pacu dengan ukuran-ukuran tubuh kuda Bentuk Regresi Regresi Linear Kec = 19.3632 0.107 LD Kec = 21.8-0.0423 PB Persamaan Regresi R 2 (%) P 7.7 27.4 0.266 0.026 Regresi Kubik Kec = 64.2223-0.625071 PB + 0.0019946 PB 2 34.8 0.041 Regresi Kuadratik Regresi Berganda Kec = 724.778-14.1974 PB + 0.0946728 PB 2-0.0002103 PB 3 Kec = 23.8 0.0394 PB 0.0702 LD Kec = 17.4 0.0464 PB + 0.0334 TPG Kec = 21.9 0.0417 PB 0.0808 LD + 0.0384 PBH Kec = 20.0 0.0431 PB 0.0628 LD + 0.0276 TPG Kec = 19.0 0.0378 TB 0.0424 PB 0.0582 LD + 0.072 TPG Kec = 20.1 0.0433 PB 0.0743 LD + 0.0301 PBH + 0.0155 TPG Kec = 19.2 0.0350 TB 0.0426 PB 0.0692 + 0.0278 PBH + 0.057 TPG 40.8 30.6 29.5 32.6 32.0 32.9 32.9 33.8 0.056 0.065 0.073 0.127 0.134 0.234 0.234 0.356 Keterangan : P>0.05 (tn= tidak nyata); P<0.05 (* = nyata); TP = tinggi pundak; PB = panjang badan; LD = lebar dada; PBH = panjang bahu; Kec = kecepatan Berdasarkan Tabel 11 pasangan kombinasi pada persamaan regresi linear ganda tidak perlu berkaitan dengan derajat koefisien korelasi yang dimiliki masing-masing peubah bila berdiri sendiri-sendiri. Pengkombinasian antar peubah-peubah bebas dalam menentukan kecepatan dapat meningkatkan atau malah menurunkan dugaan Hal tersebut berkaitan dengan pengaruh komplementer 43

dari pola kombinasi yang ada. Berdasarkan analisis pada Tabel 10 dapat diketahui bahwa persamaan regresi terbaik dengan factor penduga kecepatan pacu yang paling handal adalah penggunaan panjang badan (PB) dalam regresi kuadratik, kubik dan linear. Pada Penggunaan model regresi berganda penggunaan model yang cukup handal dapat menggunakan kombinasi peubah panjang badan, lebar dada dengan panjang bahu untuk menduga kecepatan pacu kuda. Model-model tersebut adalah persamaan regresi yang cukup handal dari percobaan penggunaan peubah bebas lain pada masing-masing analisis, tetapi dalam penerapannya dilapangan untuk regresi berganda kurang praktis dibandingkan regresi linear, karena memerlukan informasi pendukung yang lebih banyak untuk menentukan respon yang akan diduga. Sehingga penggunaan regresi sederhana dengan model linear, kubik maupun kuadratik untuk menduga kecepatan pacu lebih sesuai untuk diterapkan dilapangan, selain itu penggunaannya didukung oleh nilai koefisien determinasi yang cukup tinggi serta tingkat signifikansi persamaan regresi yang nyata. Penggunaan persamaan regresi dengan peubah panjang badan merupakan penduga kecepatan pacu paling handal. 44

Analisis Silsilah Prestasi atau tidaknya keturunan kuda sangat dipengaruhi asal tetuanya. Untuk mengetahui pengaruh dari asal tetua terhadap prestasi kuda keturunan up grading nya ditampilkan pada Tabel 12. Tabel 12 Prestasi keturunan G1, G2, G3, G4 dan KPI dari kuda lokal (G0) yang berbeda Kuda Lokal Lokal sumba Lokal Priangan Lokal Jawa Timur Keturunan Prestasi Tidak Prestasi Tidak Prestasi Tidak Prestasi Prestasi Prestasi G1 2 4 3 0 1 0 G2 1 4 2 5 1 0 G3 2 3 4 3 2 0 G4 4 2 1 5 0 2 KPI 0 2 - - - - Total 9 15 10 13 4 2 % 37.5 62.5 43 57 67 33 Lokal Minahasa Prestasi 0 0 0 - - 0 0 Tidak Prestasi 1 1 1 - - 3 100 Berdasarkan Tabel 12 diketahui bahwa persentase keturunan kuda yang banyak berprestasi berasal dari tetua kuda betina lokal Jawa Timur yang diikuti oleh lokal Priangan, Sumba dan Minahasa. Tetapi keberadaan keturunan lokal Jawa Timur kurang mewakili dalam populasi begitupula untuk lokal Minahasa sehingga belum bisa menggambarkan kondisi sebenarnya. Pada perbandingan antara kuda keturunan lokal Priangan dan Sumba, maka keturunan lokal Priangan lebih banyak menghasilkan kuda yang lebih berprestasi (44%) dibandingkan keturunan kuda Sumba (39%). Hal tesebut kemungkinan disebabkan adanya pengaruh gen lain yang dihasilkan dari kuda Priangan yang berasal dari persilangan kuda Sumba dengan kuda Pakistan atau LN Australia, dimana pada persilangan kuda Sumba dengan dengan kuda Pakistan menghasilkan satu kuda berprestasi dan 2 tidak berprestasi, sedangkan pada persilangan pembentuk kuda lokal Priangan antara kuda Sumba dengan LN Australia menghasilkan keturunan 10 kuda berprestasi dan 12 kuda tidak berprestasi. Untuk mengetahui trend penurunan sifat prestasi kepada keturunannya disajikan pada Gambar 18. Berdasarkan Gambar 18 diketahui bahwa kuda keturunan ketiga (G3) mempunyai prestasi yang lebih baik dibandingkan dengan keturunan G2, G4, dan KPI. Hal tersebut sedikit mengindikasikan bahwa persilangan pada tahap menghasilkan G3 merupakan persilangan terbaik dalam komposisi genetik yang 45

menghasilkan kuda pacu yang berprestasi. Peluang penurunan sifat prestasi tetua kepada keturunan dari G2 ke G3 lebih tinggi dibandingkan G3 ke G4. hal tersebut kemungkinan disebabkan komposisi gen yang dibutuhkan untuk kuda pacu di lingkungan Indonesia yang cocok untuk mengembangkan potensi prestasinya terjadi pada G3 dan sedikit berkurang pada keturunan G4 yang mempunyai presentase gen lokal hanya 6.25 %. Berdasarkan Gambar 18 juga dapat diketahui bahwa penurunan sifat tidak berprestasi pada seekor kuda adalah 100 % diturunkan pada G2 dan mulai menurun pada generasi G3 dan diikuti generasi G4. Gambaran kondisi tersebut diilustrasikan pada Gambar 18. Jumlah Kuda (%) 60 50 40 30 20 10 0 55 50 44 37,5 33 0 0 G2 G3 G4 KPI Asal tetua Tetua berprestasi Tetua tidak berprestasi Gambar 18 Trend penurunan sifat prestasi kuda Berdasarkan Gambar 18 diketahui bahwa pola penurunan tetua tidak berprestasi akan semakin meningkat mulai dari G3 prestasinya. Hal tersebut dapat disebabkan karena komposisi gen lokal yang tidak berprestasi masih cukup banyak, tetapi jika diteruskan ke G4, maka sifat tidak berprestasinya menurun karena adanya pengaruh faktor gen Thorougbred yang semakin banyak pada generasi ke-4. Analisis Kondisi Pacuan Kuda Acuan menilai perkembangan pacuan kuda akan sangat jelas dengan melihat kondisi pacuan kuda di gelanggang pacu. Representasi pacuan ini dapat di amati di Gelanggang Pacu Pulomas Jakarta. Persaingan kuda jantan dan betina yang dipacukan bersama-sama dapat diketahui pada Tabel 13. 46

Tabel 13 Prestasi kuda berdasarkan jenis kelamin Urutan Jenis Kelamin Nilai % Posisi 1 Jantan 43%(73/170) Betina 57%(97/170) Posisi 2 Jantan 51%(87/170) Betina 49%(83/170) Posisi 3 Jantan 51%(87/170) Betina 49%(83/170) Berdasarkan Tabel 13 dapat diketahui bahwa prestasi kuda betina dibandingkan jantan yang dipacukan pada pacuan yang sama memperlihatkan prestasi yang tidak signifikan antara betina (57%) dibandingkan jantan (43%) pada posisi finish ke-1, begitupula pada posisi finish 2 dan posisi finish 3 betina relatif hampir sama dengan jantan. Secara deskriptif kondisi betina yang lebih banyak berprestasi kemungkinan disebabkan secara alamiah kondisinya lebih baik jika dibandingkan dengan jantan dimana betina pada pola kehidupan hewan harus bisa lebih survive dalam kondisi alam liar, terutama karena kuda merupakan hewan yang dimangsa dan sepertinya kondisi tersebut berlaku pada kuda. Perbedaan dalam sistim organ juga dapat menyebabkan perbedaan prestasi kuda, sistem saraf akan bertanggung jawab dalam mengontrol dan meregulasi sistem lain. Kardiovaskular dan sistem respirasi menyediakan nutrisi dan oksigen untuk otot yang akan diubah dari energi biokimiawi menjadi energi mekanik. Aparatus lokomotor yang ada di bawah kontrol neurosensor memungkinkan mengkoordiasikan semuanya dengan baik (Saatomomen dan Barrey 2000). Untuk melihat bagaimana perbandingan kuda dengan warna bulu tertentu bersaing dalam pacuan kuda. Maka disajikan Tabel 14 yang menampilkan sebuah persentase perbandingan kuda dengan warna tertentu dalam menempati posisi finish pertama. 47

Tabel 14 Prestasi kuda berdasarkan warna Urutan Warna Nilai % Jeragem 33.52% (57/170) Napas 26.47% (45/170) Posisi 1 Hitam 12.945 (22/170) Merah 22.94% (39/170) Bopong 3.52% (6/170) Kelabu 0.58% (1/170) Berdasarkan Tabel 14 diketahui bahwa prestasi kuda yang menjadi juara dalam pacuan kuda memponyai warna yang berturut-turut dari yang terbanyak hingga yang terendah adalah Jeragem, Napas, Merah, Bopong dan Kelabu. Hal tersebut masih belum jelas bagaimana mekanisme yang terjadi antara korelasi pigmen bulu terhadap prestasi pacu, tetapi diyakini ada hubungannya, seperti pelari kulit hitam pada manusia prestasi larinya lebih baik dibandingkan pelari kulit putih Komponen genetik dari performa pacu atau balapan mungkin sangat kompleks dan melibatkan banyak fungsi dari anatomi, pola fisiologi, neurologi, dan endokriniologi. Kemampuan genetik dalam kecepatan berlari tidak diragukan lagi merupakan faktor penting dalam menentukan pemenang dan yang kalah, sehingga seleksi pemenang dalam pacuan merupakan cara yang efisien dalam mencari kuda yang mempunyai kecepatan tinggi. Kemenangan pada kuda sangat dipengaruhi mental dan fisik kuda dalam bereaksi terhadap lingkungan seperti kompetitor, signal dari joki, dan variasi kecepatan pada fase yang berbeda pada sebuah pacuan, kemampuan memobilisasi metabolisme anaerob perototan serta fighting spirit akan menjadi penentu kemenangan (Arnason dan Van Vleck 2000). Dalam menilai kondisi persaingan kuda di Indonesia dapat dilihat dari bagaimana persaingan di pacuan kuda,. Pacuan kuda yang menampilkan persaingan ketika finish dengan selisish jarak yang pendek menjadi catatan tersendiri bahwa persaingan pacuan kuda cukup merata di Indonesia. Persaingan pacuan kuda ketika finih ditampilkan pada Tabel 15. 48

Tabel 15 Kondisi persaingan pacuan Posisi Posisi 1 Posisi 2 Posisi 3 Perbedaan jarak Moncong Kepala 1 Badan 2 Badan 3 Badan ------------------------- % ------------------------- 3 4 5 2 2 4 48 54 58 28 24 18 19 16 15 Berdasarkan Tabel 15 diketahui bahwa persaingan pacuan kuda yang dipacukan di Pulomas Jakarta yang menghimpun kuda pilihan berlangsaung cukup bersaing terlihat dari posisi finish yang kebanyakan hanya berbeda satu badan (1.5 meter). Hal tersebut juga memberikan gambaran bahwa peta persaingan kuda di Indonesia cukup merata terlihat dari persaingan pacuannya yang cukup sengit. Akan tetapi untuk kedepannya perebutan posisi finish pertama dengan selisih kepala harus lebih diperbanyak sehingga akan menambah anemo masyarakat terhadap dunia pacuan kuda 49

50