HASIL DAN PEMBAHASAN. Kawasan Usaha Peternakan (KUNAK) Sapi Perah berada di Kecamatan
|
|
- Hartanti Jayadi
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Umum Daerah Penelitian Kawasan Usaha Peternakan (KUNAK) Sapi Perah berada di Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor. KUNAK didirikan berdasarkan keputusan presiden (Keppres) No. 069/B/1994 dan diresmikan oleh Presiden Soeharto pada tanggal 7 Januari Secara administratif KUNAK masuk ke Desa Situ Udik. Kecamatan Cibungbulang, Desa Pasarean dan Desa Pamijahan, Kecamatan Pamijahan. Wilayah KUNAK terdiri dari dua lokasi yaitu KUNAK I dan KUNAK II. Tabel 1. Batas Wilayah KUNAK Bogor Batas Kecamatan Cibungbulang Kecamatan Pamijahan Ds. Situ Udik Ds. Pasaran Ds. Pamijahan Utara Ds. Situ Ilir Ds. Situ Udik Ds. Situ Udik Selatan Ds. Pasarean Ds. Gn. Picung Ds. Gn. Sari Barat Ds. Cimayang Ds. Pamijahan Ds. Gn. Wetan Timur Ds. Karacak Ds. Gn. Menyan Ds. Pasarean Secara geografis wilayah KUNAK terletak di daerah perbukitan pada ketinggian 460 meter di atas permukaan laut dengan curah hujan rata-rata sebesar 3009 mm/tahun dan rataan suhu 25,5 C dengan kisaran 20 C - 31 C. KUNAK dihuni oleh 120 peternak dengan luas KUNAK I yaitu 52,43 Ha dan KUNAK II 41,98 Ha. Lahan rumput dimanfaatkan dengan ditanami rumput gajah. Rumput
2 lapang dicari di daerah sekitar KUNAK. Wilayah KUNAK relatif jauh dari pusat kegiatan desa yang ada di sekitarnya. Penempatan lokasi jauh dari pusat kegiatan agar usaha ternak sapi perah tidak mengalami gangguan sehingga dapat dihasilkan susu yang baik dan limbah atau polusi dari peternakan sapi tersebut tidak mencemari lingkungan daerah sekitarnya. Meskipun jauh dari pusat kegiatan desa, namun akses transportasi menuju lokasi relatif mudah. Meskipun kondisi jalan rusak, tetapi masih bisa dilalui oleh peternak dalam mengangkut pakan dan mengangkut susu yang disetorkan ke koperasi yang selanjutnya akan diangkut oleh truk ke industri pengolahan susu. Peternak sapi perah di KUNAK dibagi menjadi enam kelompok dapat dilihat pada Tabel 2 di bawah ini : Tabel 2. Kelompok Peternak di KUNAK Bogor No Kelompok Lokasi Peternak (orang) 1 Tertib Kunak I 22 2 Segar Kunak I 21 3 Bersih Kunak I 21 4 Aman Kunak II 23 5 Indah Kunak II 19 6 Mandiri Kunak II 20 Jumlah 126
3 4.2 Tatalaksana Pemeliharaan Ternak Sapi Perah Sistem pemeliharaan yang dilakukan oleh para peternak di KUNAK adalah sistem intensif. Kandang dibuat jauh dari rumah namun ada juga yang dibuat di dekat rumah. Kandang yang dibuat adalah kandang permanen dengan lantai yang terbuat dari semen atau beton dan ditambah dengan karet hitam untuk memudahkan peternak dalam membersihkan feses. Lantai kandang dibuat miring beberapa derajat agar feses, urine maupun sisa makanan mudah dialirkan ke parit/saluran pembuangan yang terdapat di pinggir kandang. Atap kandang mayoritas menggunakan asbes. Tipe kandang yang digunakan adalah tipe tail to tail, tipe ini memudahkan tenaga kerja dalam membersihkan kandang. Cara perkawinan yang dilakukan peternak di KUNAK adalah sistem Inseminasi Buatan (IB) atau kawin suntik. Cara tersebut digunakan karena dianggap lebih praktis dan efisien jika dibandingkan dengan memelihara dan menggunakan pejantan untuk kawin alami. IB dilakukan oleh dua orang dokter hewan yang bertanggungjawab di KUNAK. Dokter hewan ini selalu bergantian bertugas, disamping sebagai inseminator, mereka juga bertugas sebagai paramedis untuk memeriksa kondisi kesehatan ternak. Pencatatan atau recording mengenai produksi, kesehatan, dan reproduksi perlu dilakukan dalam manajemen sapi perah, namun para peternak di KUNAK mayoritas belum memperhatikan hal tersebut. Pakan yang diberikan dalam peternakan sapi perah di KUNAK terdiri dari hijauan dan konsentrat. Hijauan yang diberikan adalah rumput gajah dan rumput lapang. Rumput ini diambil dari lahan sendiri yang terdapat di sekitar kandang. Jika rumput dari sekitar peternakan habis, maka peternak menggantinya dengan jerami padi ataupun membeli dari luar. Selain hijauan, sapi perah di KUNAK juga diberi pakan penguat yaitu konsentrat dan ampas tahu. Konsentrat dibeli dari KPS Bogor
4 16 ataupun membuat sendiri. Pemberian rumput dilakukan dua kali setelah pemerahan, sementara konsentrat dan ampas tahu diberikan sebelum pemerahan. Air minum diberikan secara ad libitum untuk memaksimalkan produksi susu. 4.3 Pengamatan Karakteristik Sapi Perah FH Laktasi di KUNAK Karakteristik ciri bangsa sapi perah FH di KUNAK Bogor yang diamati diantaranya adalah tanda putih pada dahi, warna ekor dan ujung ekor, serta bagian bawah carpus. Ternak yang dijadikan sampel yaitu 100 ekor sapi dengan periode laktasi yang bervariasi yaitu dari laktasi 1 sampai 4. Sapi perah yang dipelihara oleh para peternak di KUNAK Bogor seluruhnya berasal dari keturunan bibit lokal dan impor bangsa Fries Holland (FH) atau hasil persilangannya. Mayoritas peternak menggunakan straw pejantan sapi FH dari BIB Lembang, akan tetapi ada beberapa peternak yang menggunakan straw bangsa lain. Alasan para peternak menggunakan straw pejantan FH yaitu untuk memaksimalkan potensi produksi susu dari sapi FH itu sendiri Tanda Putih pada Dahi Salah satu karakteristik yang paling dikenal dari sapi FH adalah tanda segitiga putih pada dahi. Tanda putih pada dahi yang diamati diantaranya adalah keberadaan, pola, bentuk dan letak, serta ukuran Keberadaan pada dahi. Keberadaan tanda putih di dahi dilihat dari ada atau tidaknya tanda putih
5 17 (a) (b) Ilustrasi 3. Keberadaan Tanda Putih di Dahi: (a) Terdapat tanda putih di dahi (b) Tidak terdapat tanda putih di dahi. Penelitian mengenai keberadaan tanda putih di dahi telah dilakukan terhadap 100 ekor sapi FH laktasi di KUNAK Bogor. Sapi perah FH yang memiliki tanda putih pada dahi berjumlah 97 ekor dan yang tidak memiliki tanda putih pada dahi yaitu berjumlah 3 ekor. Tabel 3. Keberadaan Tanda Putih di Dahi Sapi FH Laktasi di KUNAK Bogor No Keberadaan Jumlah (ekor) Frekuensi relatif (%) 1 Ada Tidak Ada 3 3 Total Berdasarkan hasil pengamatan yang disajikan pada Tabel 3, terlihat bahwa frekuensi relatif sapi yang memiliki tanda putih sebesar 97% dan yang tidak memiliki tanda putih di dahi sebesar 3%. Maka dapat disimpulkan bahwa mayoritas sapi perah di KUNAK Bogor masih memiliki tanda putih pada dahi. Jika mengacu
6 18 pada penelitian mengenai Standarisasi Mutu Bibit Ternak yang dilakukan pada tahun 2002, keberadaan tanda putih pada dahi mengalami peningkatan dari yang semula 94,4 %. Hal tersebut terjadi karena para peternak mayoritas masih menggunakan straw FH murni Bentuk dan Letak Bentuk dan letak tanda putih pada dahi seperti halnya keberadaaan merupakan sifat yang paling dapat dikenali dari bangsa sapi FH. Bentuk dan letak yang diamati antara lain berbentuk tanda segitiga putih tegas yang berada diantara 2 mata atau tanda segitiga putih dengan pola putih yang melebar pada dahi. (a) (b) Ilustrasi 4. Bentuk dan Letak Tanda Putih di Dahi : (a) Tanda Berada Diantara 2 mata (b) Pola Segitiga Melebar pada Dahi Hasil penelitian mengenai bentuk dan letak tanda putih di dahi didapat dari pengukuran terhadap 100 ekor sapi FH laktasi di KUNAK Bogor. Sapi perah FH yang memiliki tanda putih pada dahi dengan bentuk segitiga tegas yang berada diantara 2 mata yakni berjumlah 81 ekor dan yang berbentuk pola segitiga putih yang melebar pada dahi berjumlah 16 ekor.
7 19 Tabel 4. Bentuk dan Letak Tanda Putih di Dahi Sapi Perah FH Laktasi di KUNAK Bogor No Bentuk dan Letak Jumlah (ekor) Frekuensi relatif (%) 1 Diantara 2 Mata Melebar pada Dahi Total Berdasarkan hasil pengamatan yang disajikan pada Tabel 4, dapat diketahui frekuensi relatif sapi perah FH yang memiliki tanda putih diantara 2 mata sebesar 83% dan yang meiliki tanda putih melebar pada dahi sebesar 17%. Maka dapat disimpulkan bahwa mayoritas sapi perah FH di KUNAK Bogor memiliki tanda putih pada dahi dengan bentuk berupa segitiga tegas diantara 2 mata Ukuran Ukuran tanda segitiga putih pada dahi dibagi menjadi 3 kategori yaitu besar, sedang, dan kecil. Parameter pengukuran: a. Besar: a. Segitiga tegas antara 2 mata: sudut sampai dibawah mata b. Melebar pada dahi: melebar searah tulang hidung b. Sedang: a. Segitiga antara 2 mata: sudut tepat pada mata b. Melebar pada dahi: lebih tidak menutup di ujung bawah c. Kecil:
8 20 a. Segitiga tegas antara 2 mata: sudut masih diatas mata b. Melebar pada dahi: tidak menutup di ujung bawah (a) (b) (c) Ilustrasi 5. Ukuran tanda putih pada dahi dengan bentuk tanda putih tegas antara 2 mata: (a) kecil (b) sedang (c) besar (a) (b) (c) Ilustrasi 6. Ukuran tanda putih pada dahi dengan bentuk melebar kearah dahi: (a) kecil (b) sedang (c) besar Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, sapi perah FH laktasi di KUNAK Bogor yang memiliki ukuran tanda putih di dahi besar sebanyak 58 ekor, sapi perah yang memiliki ukuran tanda putih di dahi sedang sebanyak 32 ekor dan sapi perah yang memiliki ukuran tanda putih di dahi kecil sebanyak 7 ekor.
9 21 Tabel 5. Ukuran Tanda Putih di Dahi Sapi Perah FH Laktasi di KUNAK Bogor No Ukuran Jumlah (ekor) Frekuensi relatif (%) 1 Besar Sedang Kecil 7 8 Total Dari Tabel 5 dapat dilihat bahwa frekuensi relatif sapi perah yang memiliki tanda putih dengan ukuran besar sebesar 59%, ukuran sedang sebesar 33%, dan ukuran kecil sebesar 8%. Maka dapat disimpulkan bahwa mayoritas sapi FH di KUNAK memiliki ukuran tanda putih di dahi dengan ukuran besar. Kemudian dari hasil pengamatan ukuran tersebut dibagi menjadi beberapa kriteria, yaitu : a) Jelas Kecil (ada segitiga tegas kecil) b) Jelas Sedang (ada segitiga tegas sedang) c) Jelas Besar (ada segitiga tegas besar) d) Tidak menutup diujung bawah (ada melebar kearah dahi kecil) e) Lebih tidak menutup diujung bawah (ada melebar kearah dahi sedang) f) Melebar searah tulang hidung (ada melebar kearah dahi besar) g) Tidak terdapat tanda putih (tidak ada tanda putih pada dahi) Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, didapat ternak yang memiliki kriteria (a) sebanyak 6 ekor, kriteria (b) sebanyak 27 ekor, kriteria (c) sebanyak 48 ekor, kriteria (d) sebanyak 1 ekor, kriteria (e) sebanyak 5 ekor, kriteria (f) sebanyak 10 ekor, dan kriteria (g) sebanyak 3 ekor.
10 22 Tabel 6. Tanda Putih pada Dahi Sapi Perah FH Laktasi di KUNAK Bogor No. Tanda Putih Jumlah (ekor) Frekuensi relatif (%) 1 Jelas Kecil Jelas Sedang Jelas Besar Tidak Menutup di Ujung 1 1 Bawah 5 Lebih Tidak Menutup di Ujung 5 5 Bawah 6 Melebar Searah Tulang Hidung Tidak Terdapat Tanda Putih 3 3 Total Dari hasil pengamatan yang disajikan pada Tabel 6, maka dapat disimpulkan bahwa mayoritas sapi perah FH Laktasi di KUNAK memiliki tanda putih jelas besar Warna Ekor ujung ekor. Warna ekor yang diamati yaitu warna bulu ekor bagian atas dan warna bulu
11 23 Ilustrasi 7. Warna Bulu Ekor: (a) Bagian Atas Ekor (b) Ujung Ekor Warna Ekor Bagian Atas Penelitian mengenai warna ekor bagian atas telah dilakukan terhadap 100 ekor sapi perah FH laktasi di KUNAK Bogor. Hasil yang didapat adalah sapi perah FH dengan bagian bulu ekor bagian atas yang berwarna hitam sebanyak 1 ekor, hitam-putih sebanyak 34 ekor, putih-hitam sebanyak 53 ekor, dan putih sebanyak 12 ekor. Tabel 7. Warna Ekor Bagian Atas Sapi Perah FH Laktasi di KUNAK Bogor No. Warna Ekor Bagian Atas Jumlah Frekuensi relatif (%) (ekor) 1 Hitam Hitam-putih Putih-hitam Putih Total Pada Tabel 7, terlihat bahwa frekuensi relatif untuk sapi perah dengan warna ekor bagian atas berwarna hitam sebesar 1%, warna hitam-putih sebesar 34%, warna putih-hitam sebesar 53%, dan warna putih sebesar 12%. Maka dapat
12 24 disimpulkan bahwa mayoritas sapi perah FH laktasi yang berada di KUNAK Bogor memiliki warna ekor bagian atas putih-hitam, yaitu warna dominan putih dengan sedikit bercak hitam Warna Bulu Ujung Ekor Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, didapat sapi perah FH yang memiliki bulu ujung ekor berwarna putih sebanyak 100 ekor dan tidak ada yang memiliki warna hitam, hitam-putih, maupun putih-hitam. Tabel 8. Warna Bulu Ujung Ekor Sapi Perah FH Laktasi di KUNAK Bogor No Warna Bulu Ujung Ekor Jumlah Frekuensi relatif (%) (ekor) 1 Hitam Hitam-Putih Putih-hitam Putih Total Dari hasil pengamatan yang terdapat pada Tabel 8, maka dapat disimpulkan bahwa seluruh sapi perah FH yang ada di KUNAK Bogor memiliki bulu ujung ekor yang berwarna putih. Jika mengacu pada penelitian mengenai Standarisasi Mutu Bibit Sapi Perah yang dilakukan pada tahun 2002, terdapat kemajuan dari yang semula 99,4%. Hal ini terjadi karena para peternak di KUNAK hampir seluruhnya menggunakan straw pejantan FH murni.
13 Kaki Bagian Bawah Warna kaki bagian bawah yang diamati dalam hal ini adalah bagian femur sampai batas teracak dari keempat kaki, yaitu kaki depan-kanan, depan-kiri, belakang-kanan, dan belakang-kiri. (a) (b) (c) (d) Ilustrasi 8. Warna Kaki Bagian Bawah: (a) hitam (b) hitam-putih (c) putih-hitam (d) putih Kaki Depan Kanan Hasil pengamatan yang didapat dari penelitian adalah tidak ada sapi perah FH di KUNAK yang memiliki kaki depan kanan berwarna hitam, sedangkan yang berwarna hitam-putih sebanyak 39 ekor, warna putih-hitam sebanyak 33 ekor, dan warna putih sebanyak 28 ekor.
14 26 Tabel 9. Kaki Depan Kanan Sapi Perah FH Laktasi di KUNAK Bogor No Kaki Depan Kanan Jumlah Frekuensi relatif (%) (ekor) 1 Hitam Hitam-Putih Putih-hitam Putih Total Berdasarkan hasil pengamatan yang disajikan pada Tabel 9, tampak bahwa frekuensi relatif sapi perah yang memiliki kaki depan dengan warna hitam sebesar 0%, warna hitam-putih sebesar 39%, warna putih-hitam sebesar 33%, dan warna putih sebesar 28%. Maka dapat disimpulkan bahwa mayoritas sapi perah FH di KUNAK memiliki kaki depan kanan berwarna hitam-putih Kaki Depan Kiri Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, sapi perah FH di KUNAK Bogor tidak ada yang memiliki kaki depan kiri berwarna hitam, sedangkan yang berwarna hitam-putih sebanyak 32 ekor, warna putih-hitam sebanyak 38 ekor dan warna putih sebanyak 30 ekor.
15 27 Tabel 10. Kaki Depan Kiri Sapi Perah FH Laktasi di KUNAK Bogor No Kaki Depan Kiri Jumlah Frekuensi relatif (%) (ekor) 1 Hitam Hitam-Putih Putih-hitam Putih Total Dari hasil pengamatan yang disajikan pada Tabel 10, tampak bahwa frekuensi relatif sapi perah yang memiliki kaki depan kiri dengan warna hitam sebesar 0%, warna hitam-putih sebesar 32%, warna putih-hitam sebesar 38%, dan warna putih sebesar 30%. Maka dapat disimpulkan bahwa mayoritas sapi perah FH di KUNAK memiliki kaki depan kiri dengan warna putih-hitam Kaki Belakang Kanan Dari hasil penelitian yang dilakukan terhadap 100 ekor sapi perah FH laktasi di KUNAK bogor, didapat bahwa tidak ada sapi yang memiliki kaki belakangkanan dengan warna hitam, sedangkan yang memiliki warna hitam-putih sebanyak 24 ekor, warna putih-hitam sebanyak 20 ekor, dan warna putih sebanyak 56 ekor
16 28. Tabel 11. Kaki Belakang Kanan Sapi Perah FH Laktasi di KUNAK Bogor No Kaki Belakang Kanan Jumlah Frekuensi relatif (%) (ekor) 1 Hitam Hitam-Putih Putih-hitam Putih Total Dari hasil Tabel 11, terlihat bahwa frekuensi relatif sapi perah yang memiliki kaki belakang kanan dengan warna hitam sebesar 0%, warna hitam-putih sebesar 24%, warna putih-hitam sebesar 20%, dan warna putih sebesar 56% Kaki Belakang Kiri Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, sapi perah FH di KUNAK Bogor tidak ada yang memiliki kaki belakang kiri dengan warna hitam, sedangkan yang berwarna hitam-putih sebanyak 22 ekor, warna putih-hitam sebanyak 20 ekor, dan warna putih sebanyak 58 ekor. Tabel 12. Kaki Belakang Kiri Sapi Perah FH Laktasi di KUNAK Bogor No Kaki Belakang Kiri Jumlah Frekuensi relatif (%) (ekor) 1 Hitam Hitam-Putih 22 22
17 29 3 Putih-hitam Putih Total Dari Tabel 12, dapat dilihat bahwa frekuensi relatif sapi perah yang memiliki kaki belakang kiri dengan warna hitam sebesar 0%, warna hitam-putih sebesar 22%, warna putih-hitam sebesar 20%, dan warna putih sebesar 58% Karakteristik Ideal Bangsa Sapi Perah Fries Holland di KUNAK Bogor Sapi FH di KUNAK Bogor secara umum telah memiliki sifat-sifat bangsa sapi perah FH, akan tetapi hanya beberapa ekor yang memiliki karakteristik sapi perah FH ideal. Karakteristik bangsa sapi perah ideal yang dimaksud yaitu yang memiliki tanda segitiga putih di dahi jelas sedang, ekor bagian atas dan bawah berwarna putih, serta keempat kaki berwarna putih). Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, didapat sapi perah FH di KUNAK yang memiliki karakteristik sempurna bangsa sapi FH berjumlah 6 dan yang kurang sempurna berjumlah 94 ekor. Tabel 13. Sapi Perah FH Laktasi di KUNAK Bogor yang Memiliki Ciri Bangsa Sapi FH Ideal No Karakteristik Ideal Jumlah (ekor) Frekuensi relatif (%) 1 Sempurna Kurang Sempurna Total
18 30 Berdasarkan hasil pengamatan yang disajikan pada Tabel 13, dapat dilihat bahwa frekuensi relatif sapi perah FH di KUNAK yang memiliki karakteristik bangsa sapi perah ideal hanya sebesar 6%. Ilustrasi 9. Contoh Sapi Perah yang memiliki Kriteria Ciri Bangsa Sapi FH yang sempurna Sapi perah yang ditunjukkan pada Ilustrasi 9 memiliki kriteria ciri bangsa sempurna, sapi tersebut masih tergolong ternak galur murni dimana belum banyak terjadi persilangan dengan bangsa sapi lain. 4.4 Pengamatan Ukuran Tubuh Sapi Perah FH Laktasi di KUNAK Bogor Pengamatan ukuran tubuh meliputi panjang badan, tinggi pundak, dan lingkar dada telah dilakukan terhadap 100 ekor sapi FH laktasi di KUNAK Bogor. Hasil yang diperoleh adalah sebagai berikut.
19 Panjang Badan Data pengukuran panjang badan sapi perah Fries Holland yang terdiri dari 23 ekor laktasi 1, 37 ekor laktasi 2, 25 ekor laktasi 3, dan 15 ekor laktasi 4 adalah sebagai berikut. Tabel 14. Data Pengamatan Panjang Badan Sapi Perah FH Laktasi di KUNAK Bogor Periode N Koefisien Variasi x PB (cm) Min (cm) Max (cm) Laktasi (ekor) (KV) ,2±10,6 131,4 185,2 6, ,4±14,0 158,1 199,5 8, ,3±16,4 152,9 199,7 9, ,1±9,9 160,3 195,2 5,7 Total ,0±14,4 131,4 199,7 8,6 Panjang badan diukur dari tepi tulang humerus sampai tulang duduk (tuber ischii) sapi perah. Pada Tabel 14, panjang badan sapi perah pada tiap periode laktasi menunjukkan adanya perbedaan. Hal ini disebabkan oleh perbedaan umur ternak tersebut ketika pertama kali mengalami pubertas, pada saat tersebut ternak mengalami titik infleksi. Titik infleksi merupakan titik maksimum pertumbuhan, pada titik tersebut terjadi peralihan perubahan yang asalnya percepatan pertumbuhan menjadi perlambatan sampai relatif konstan (Tazkia dan Anggraeni,
20 ). Selain itu, pengaruh manajemen pemberian pakan maupun dari genetik ternak itu sendiri menjadi faktor penentu ukuran tubuh tubuh ternak tersebut. Koefisien variasi pada tiap periode laktasi menunjukkan angka di bawah 10% dapat diartikan bahwa panjang badan sapi perah FH laktasi di KUNAK Bogor tergolong seragam, karena nilai koefisien variasi tersebut masih di bawah 10% (Nasution, 1992). Hal tersebut dikarenakan keseragaman pemeliharaan yang dilakukan peternak di KUNAK, salah satunya yaitu pakan yang berasal dari KPS Bogor. Kemudian panjang badan sapi perah FH laktasi hasil pengukuran di KUNAK Bogor dibandingkan dengan data panjang badan yang diambil pada penelitian mengenai Standarisasi Mutu Bibit Ternak Sapi Perah pada tahun 2002 oleh Tim Kerjasama antara Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat dengan Lembaga Penelitian Universitas Padjadjaran. Hasilnya dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15. Perbandingan Panjang Badan Sapi Perah FH Hasil Pengukuran di KUNAK Bogor dengan Hasil Standarisasi Sapi Perah FH Di Jawa Barat tahun 2002 Periode Laktasi PB (cm) Tahun 2016 Tahun 2002 Perubahan (%) Laktasi 1 158,2±10,6 143,6±9,2 10,1 Laktasi 2 169,4±14,0 148,7±8,0 13,9 Laktasi 3 171,3±16,4 150,7±9,6 13,6 Laktasi 4 174,1±9,9 149,4±10,4 16,5 Total 168,0±14,4 147,9±10,3 13,6 Dari Tabel 15, tampak bahwa panjang badan sapi perah FH laktasi di KUNAK Bogor mengalami peningkatan. Hal ini tentu saja disebabkan oleh banyaknya perubahan, salah satunya yaitu kemajuan teknologi pakan.
21 Tinggi Pundak Data pengukuran tinggi pundak sapi perah Fries Holland yang terdiri atas 23 ekor laktasi 1, 37 ekor laktasi 2, 25 ekor laktasi 3, dan 15 ekor laktasi 4 adalah sebagai berikut. Tabel 16. Data Pengamatan Tinggi Pundak Sapi Perah FH Laktasi di KUNAK Bogor Periode N Koevisien x TP (cm) Min (cm) Max (cm) Laktasi (ekor) Variasi (KV) ,5±4,7 121,2 135,6 3, ,4±4,5 122,1 144,5 3, ,4±3,8 122,5 137,4 2, ,1±4,9 124,2 141,7 3,7 Total ,9±4,5 121,2 144,5 3,5 Tinggi pundak diukur dari permukaan tanah sampai tulang titik tertinggi pundak sapi perah. Pada Tabel 16, tinggi pundak sapi perah pada tiap periode laktasi menunjukkan adanya perbedaan walaupun tidak terlalu besar. Hal ini disebabkan oleh perbedaan umur ternak tersebut ketika pertama kali mengalami pubertas, yaitu pada saat tersebut ternak mengalami titik infleksi. Selain itu, manajemen pemberian pakan dan genetik juga mempengaruhi ukuran tubuh seekor ternak. Tinggi pundak akan meningkat seiring dengan meningkatnya lingkar dada dan bobot badan. Hal ini dipertegas oleh Sugeng (1993) bahwa ada kolerasi yang nyata antara tinggi pundak, panjang badan, lingkar dada, dan bobot badan sapi perah.
22 34 Koefisien variasi pada tiap periode laktasi menunjukkan angka di bawah 10% dapat diartikan bahwa tinggi pundak sapi perah FH laktasi di KUNAK Bogor tergolong seragam, karena nilai koefisien variasi tersebut masih di bawah 10% (Nasution, 1992). Hal tersebut dikarenakan keseragaman pemeliharaan yang dilakukan peternak di KUNAK, salah satunya yaitu pakan yang berasal dari KPS Bogor. Kemudian tinggi pundak sapi perah FH laktasi hasil pengukuran dibandingkan dengan data ukuran tinggi pundak yang diambil pada penelitian mengenai Standarisasi Mutu Bibit Ternak Sapi Perah pada tahun 2002 oleh Tim Kerjasama antara Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat dengan Lembaga Penelitian Universitas Padjadjaran. Hasilnya dapat dilihat pada Tabel 17. Tabel 17. Perbandingan Tinggi Pundak Sapi Perah FH Hasil Pengukuran di KUNAK Bogor dengan Hasil Standarisasi Sapi Perah FH Di Jawa Barat tahun 2002 Periode Laktasi TP (cm) Tahun 2016 Tahun 2002 Perubahan (%) Laktasi 1 128,5±4,7 130,8±5,0 1,7 Laktasi 2 129,4±4,5 131,4±5,6 1,5 Laktasi 3 130,4±4,8 132,4±6,2 1,5 Laktasi 4 132,1±4,9 130,9±6,2 0,9 Total 129,9±4,5 131,5±5,6 1,2 Berdasarkan Tabel 17, tampak bahwa tinggi pundak sapi perah FH laktasi di KUNAK Bogor mengalami sedikit penurunan. Penurunan tinggi pundak tidak terlalu signifikan karena angka perubahan masih di bawah 10%. Perubahan tersebut dapat disebabkan oleh berbagai faktor, salah satunya yaitu faktor lingkungan.
23 Lingkar Dada Data pengukuran lingkar dada sapi perah Fries Holland yang terdiri atas 23 ekor laktasi 1, 37 ekor laktasi 2, 25 ekor laktasi 3, dan 15 ekor laktasi 4 adalah sebagai berikut. Tabel 18. Data Pengamatan Lingkar Dada Sapi Perah FH Laktasi di KUNAK Bogor Periode N Koefisien x LD (cm) Min (cm) Max (cm) Laktasi (ekor) Variasi (KV) ,4±9,7 154,0 195,1 5, ,3±9,2 160,1 202,1 5, ,9±10,4 160,7 203,4 5, ,7±11,0 163, ,0 Total ,4±10,3 154,0 203,4 5,7 Lingkar dada diukur dengan melingkarkan sekeliling rongga dada di belakang sendi bahu. Pada Tabel 18, lingkar dada sapi perah pada tiap periode laktasi menunjukkan adanya perbedaan. Hal ini disebabkan oleh perbedaan umur ternak tersebut ketika pertama kali mengalami pubertas dimana pada saat tersebut ternak mengalami titik infleksi. Faktor lain yang mempengaruhi perkembangan lingkar dada pada sapi laktasi adalah jumlah beranak. Koefisien variasi pada tiap periode laktasi menunjukkan angka di bawah 10% dapat diartikan bahwa lingkar dada sapi perah FH laktasi di KUNAK Bogor tergolong seragam, karena nilai koefisien variasi tersebut masih di bawah 10% (Nasution, 1992). Hal tersebut dikarenakan keseragaman pemeliharaan yang
24 36 dilakukan peternak di KUNAK, salah satunya yaitu pakan yang berasal dari KPS Bogor. Kemudian lingkar dada sapi perah FH laktasi hasil pengukuran di KUNAK Bogor dibandingkan dengan data ukuran lingkar dada yang diambil pada penelitian mengenai Standarisasi Mutu Bibit Ternak Sapi Perah pada tahun 2002 oleh Tim Kerjasama antara Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat dengan Lembaga Penelitian Universitas Padjadjaran. Hasilnya dapat dilihat pada Tabel 19. Tabel 19. Perbandingan Lingkar Dada Sapi Perah FH Hasil Pengukuran di KUNAK Bogor dengan Hasil Standarisasi Sapi Perah FH Di Jawa Barat tahun 2002 LD (cm) Perubahan Periode Laktasi Tahun 2016 Tahun 2002 (%) Laktasi 1 174,4±9,7 177,2±9,4 1,5 Laktasi 2 179,3±9,2 181,8±10,7 1,3 Laktasi 3 182,9±10,4 181,9±9,9 0,5 Laktasi 4 181,7±11,0 182,8±8,4 0,6 Total 179,4±10,3 180,4±10,2 0,5 Dari Tabel 19, tampak bahwa lingkar dada sapi perah FH laktasi di KUNAK Bogor secara keseluruhan mengalami sedikit penurunan. Penurunan lingkar dada tidak terlalu signifikan karena angka perubahan masih di bawah 10%. Perubahan tersebut dapat disebabkan oleh berbagai faktor, salah satunya yaitu faktor lingkungan.
IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK DAN UKURAN TUBUH SAPI PERAH FRIES HOLLAND LAKTASI DI KAWASAN USAHA PETERNAKAN BOGOR
IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK DAN UKURAN TUBUH SAPI PERAH FRIES HOLLAND LAKTASI DI KAWASAN USAHA PETERNAKAN BOGOR CHARASTERISTIC AND BODY SIZE IDENTIFICATION OF FRIES HOLLAND DAIRY COW IN KAWASAN USAHA PETERNAKAN
Lebih terperinciIII BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan sapi perah FH laktasi dengan total 100 ekor yaitu
III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Bahan Penelitian Penelitian ini menggunakan sapi perah FH laktasi dengan total 100 ekor yaitu 23 ekor laktasi 1, 37 ekor laktasi 2, 25 ekor laktasi 3, dan 15 ekor laktasi
Lebih terperinciKARAKTERISTIK SAPI PERAH LAKTASI FRIES HOLLAND (Kasus di Wilayah Kerja Koperasi Peternak Garut Selatan, Garut)
KARAKTERISTIK SAPI PERAH LAKTASI FRIES HOLLAND (Kasus di Wilayah Kerja Koperasi Peternak Garut Selatan, Garut) CHARACTERISTICS OF LACTATION DAIRY CATTLE FRIES HOLLAND (A Case at Koperasi Peternak Garut
Lebih terperinciEVALUASI KARAKTERISTIK SAPI PERAH FRIES HOLLAND (Studi Kasus pada Peternakan Rakyat di Wilayah Kerja KPSBU Lembang)
EVALUASI KARAKTERISTIK SAPI PERAH FRIES HOLLAND (Studi Kasus pada Peternakan Rakyat di Wilayah Kerja KPSBU Lembang) CHARACTERISTICS EVALUATION OF DAIRY CATTLE FRIES HOLLAND (A Case Study at KPSBU Lembang)
Lebih terperinciMATERI DAN METODE. Materi
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di usaha peternakan rakyat yang terletak di Desa Tanjung, Kecamatan Sulang, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah. Pelaksanaan penelitian
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA Sejarah dan Perkembangan Sapi Perah Menurut Sudono et al. (2003), sapi Fries Holland (FH) berasal dari
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sejarah dan Perkembangan Sapi Perah Menurut Sudono et al. (2003), sapi Fries Holland (FH) berasal dari Provinsi Belanda bagian Utara dan Provinsi Friesland Barat. Sapi FH di
Lebih terperinciMATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Prosedur
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Desa Cibeureum Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor pada Bulan Maret sampai Agustus. Pemilihan daerah Desa Cibeureum sebagai tempat penelitian
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Lokasi Penelitian
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Lokasi Penelitian Kawasan Usaha Peternakan (KUNAK) Sapi Perah berada di Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor. KUNAK didirikan berdasarkan keputusan presiden (Keppres)
Lebih terperinciPENDAHULUAN. kebutuhan susu nasional mengalami peningkatan setiap tahunnya.
I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Produksi susu sangat menentukan bagi perkembangan industri susu sapi perah nasional. Susu segar yang dihasilkan oleh sapi perah di dalam negeri sampai saat ini baru memenuhi
Lebih terperinciKAJIAN KEPUSTAKAAN. kebutuhan konsumsi bagi manusia. Sapi Friesien Holstein (FH) berasal dari
II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Karakteristik Sapi perah Sapi perah (Bos sp.) merupakan ternak penghasil susu yang sangat dominan dibanding ternak perah lainnya dan sangat besar kontribusinya dalam memenuhi
Lebih terperinciMETODE. Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Unit Pendidikan Penelitian Peternakan Jonggol (UP3J) mulai bulan Juli hingga November 2009.
METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Unit Pendidikan Penelitian Peternakan Jonggol (UP3J) mulai bulan Juli hingga November 2009. Materi Ternak Ternak yang digunakan adalah 50 ekor domba
Lebih terperinciKAJIAN KEPUSTAKAAN. sangat besar dalam memenuhi kebutuhan konsumsi susu bagi manusia, ternak. perah. (Siregar, dkk, dalam Djaja, dkk,. 2009).
II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1. Karakteristik Sapi Perah FH (Fries Hollands) Sapi perah merupakan ternak penghasil susu yang sangat dominan dibandingkan dengan ternak perah lainnya. Sapi perah memiliki kontribusi
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. untuk penggemukan dan pembibitan sapi potong. Tahun 2003 Pusat Pembibitan dan
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Keadaan Umum Wilayah Penelitian Pusat Pembibitan dan Penggemukan Ternak Wonggahu pada tahun 2002 dikelola oleh Dinas Pertanian, Peternakan dan Ketahanan Pangan Provinsi Gorontalo
Lebih terperinciBOBOT BADAN DAN UKURAN TUBUH SAPI PERAH BETINA FRIES HOLLAND DI WILAYAH KERJA KOPERASI PETERNAK GARUT SELATAN
Buana Sains Vol No : -0, 0 BOBOT BADAN DAN UKURAN TUBUH SAPI PERAH BETINA FRIES HOLLAND DI WILAYAH KERJA KOPERASI PETERNAK GARUT SELATAN Asep Permadi Gumelar dan Rian Aryanto PS. Ilmu Peternakan, Fakultas
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan salah satu penghasil protein hewani, yang dalam
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sapi perah merupakan salah satu penghasil protein hewani, yang dalam pemeliharaannya selalu diarahkan pada peningkatan produksi susu. Sapi perah bangsa Fries Holland (FH)
Lebih terperinciMATERI DAN METODE. Materi
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan dari bulan Februari 2011 sampai dengan Maret 2011. Penelitian dilakukan di lima lokasi peternakan rakyat yang memelihara kambing PE di wilayah
Lebih terperinciKAJIAN KEPUSTAKAAN. Ternak perah merupakan ternak yang mempunyai fungsi sebagai penghasil
9 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1. Peternakan Sapi Perah Ternak perah merupakan ternak yang mempunyai fungsi sebagai penghasil susu. Susu didefinisikan sebagai sekresi fisiologis dari kelenjar ambing. di antara
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Mekar, Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Lokasi
IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum PT. UPBS Pangalengan 4.1.1. Kondisi Lingkungan Perusahaan PT. UPBS (Ultra Peternakan Bandung Selatan) berlokasi di Desa Marga Mekar, Kecamatan Pangalengan, Kabupaten
Lebih terperinciKAJIAN KEPUSTAKAAN. Menurut Blakely dan Bade (1992), bangsa sapi perah mempunyai
II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Sapi Perah Fries Holland (FH) Menurut Blakely dan Bade (1992), bangsa sapi perah mempunyai klasifikasi taksonomi sebagai berikut : Phylum Subphylum Class Sub class Infra class
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 113 Tahun 2009 tentang Ornagisasi dan
IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Tempat Penelitian Balai Pengembangan Perbibitan Ternak Sapi Potong atau BPPT merupakan salah satu UPTD lingkup Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat sesuai dengan
Lebih terperinciANALISIS HASIL USAHA TERNAK SAPI DESA SRIGADING. seperti (kandang, peralatan, bibit, perawatan, pakan, pengobatan, dan tenaga
VI. ANALISIS HASIL USAHA TERNAK SAPI DESA SRIGADING A. Ketersediaan Input Dalam mengusahakan ternak sapi ada beberapa input yang harus dipenuhi seperti (kandang, peralatan, bibit, perawatan, pakan, pengobatan,
Lebih terperinciPENDAHULUAN. potensi besar dalam memenuhi kebutuhan protein hewani bagi manusia, dan
1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Domba merupakan salah satu ternak ruminansia kecil yang memiliki potensi besar dalam memenuhi kebutuhan protein hewani bagi manusia, dan sudah sangat umum dibudidayakan
Lebih terperinciIII BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Ternak percobaan dalam penelitian ini adalah sapi perah bangsa Fries
23 III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1. Bahan dan Alat Penelitian 3.1.1. Ternak Percobaan Ternak percobaan dalam penelitian ini adalah sapi perah bangsa Fries Holland, periode laktasi 1 sebanyak 10 ekor
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. merupakan kambing tipe dwiguna yaitu sebagai penghasil daging dan susu (tipe
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Peranakan Etawah (PE) Kambing Peranakan Etawah (PE) merupakan hasil persilangan antara kambing Etawah (asal India) dengan lokal, yang penampilannya mirip Etawah tetapi
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) Produktivitas Sapi Perah
TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Pemeliharaan sapi perah bertujuan utama untuk memperoleh produksi susu yang tinggi dan efisien pakan yang baik serta mendapatkan hasil samping berupa anak. Peningkatan produksi
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Friesian Holstein (FH) merupakan bangsa sapi yang paling banyak
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) merupakan bangsa sapi yang paling banyak terdapat di Amerika Serikat, sekitar 80--90 % dari seluruh sapi perah yang berada di sana. Sapi ini
Lebih terperinciBAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan febuari 2013, yang berlokasi
BAB III MATERI DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan febuari 2013, yang berlokasi di Unit Pelaksanaan Teknis Daerah ( UPTD) Ternak Ruminansia Besar Desa
Lebih terperinciMETODE. Materi. Metode
METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini telah dilaksanakan di Kawasan Usaha Peternakan (KUNAK) Sapi Perah Desa Cibungbulang, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor, Jawa Barat selama 62 hari dari bulan September
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Tempat Penelitian 4.1.1. Sejarah UPTD BPPTD Margawati Garut Unit Pelaksana Teknis Dinas Balai Pengembangan Perbibitan Ternak Domba atau disingkat UPTD BPPTD yaitu
Lebih terperinciGambar 5. Form Menu Utama Program
HASIL DAN PEMBAHASAN Sistem Aplikasi Evaluasi Pemberian Pakan Sapi Perah Peternakan yang baik memiliki data yang disimpan dan dapat digunakan untuk analisa usaha. Australia sebagai salah satu negara produsen
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Susu merupakan salah satu produk peternakan yang berperan dalam
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Susu merupakan salah satu produk peternakan yang berperan dalam memenuhi kebutuhan gizi masyarakat sebagai sumber protein hewani karena hampir 100% dapat dicerna.
Lebih terperinciMATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Penetapan Lokasi Penentuan Umur Domba
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Unit Pendidikan dan Penelitian Peternakan Jonggol (UP3J) Fakultas Peternakan IPB yang berlokasi di desa Singasari, Kecamatan Jonggol; peternakan
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. yang berasal dari pulau Bali. Asal usul sapi Bali ini adalah banteng ( Bos
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sejarah Sapi Bali Abidin (2002) mengatakan bahwa sapi bali merupakan sapi asli Indonesia yang berasal dari pulau Bali. Asal usul sapi Bali ini adalah banteng ( Bos Sondaicus)
Lebih terperinciMATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini telah dilaksanakan di Peternakan Domba CV. Mitra Tani Farm, Desa Tegal Waru RT 04 RW 05, Ciampea-Bogor. Waktu penelitian dimulai pada tanggal 24 Agustus
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. (BBPTU-HPT) Baturraden merupakan pusat pembibitan sapi perah nasional yang
IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum BBPTU-HPT Baturraden Balai Besar Pembibitan Ternak Unggul dan Hijauan Pakan Ternak (BBPTU-HPT) Baturraden merupakan pusat pembibitan sapi perah nasional yang ada
Lebih terperinciKEADAAN UMUM LOKASI Peternakan Kambing Perah Cordero
KEADAAN UMUM LOKASI Peternakan Kambing Perah Cordero Peternakan kambing perah Cordero merupakan peternakan kambing perah yang dimiliki oleh 3 orang yaitu Bapak Sauqi Marsyal, Bapak Akhmad Firmansyah, dan
Lebih terperinciPENDAHULUAN. pangan hewani. Sapi perah merupakan salah satu penghasil pangan hewani, yang
I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan merupakan bagian penting dari sektor pertanian dalam sistem pangan nasional. Industri peternakan memiliki peran sebagai penyedia komoditas pangan hewani. Sapi
Lebih terperinciKAJIAN KEPUSTAKAAN. Sapi perah termasuk kedalam famili Bovidae dan ruminansia yang
II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Karakteristik Sapi Perah Sapi perah termasuk kedalam famili Bovidae dan ruminansia yang mempunyai tanduk berongga. Sapi perah Fries Holland atau juga disebut Friesian Holstein
Lebih terperinciI PENDAHULUAN. pedesaan salah satunya usaha ternak sapi potong. Sebagian besar sapi potong
I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masyarakat pedesaan pada umumnya bermatapencaharian sebagai petani, selain usaha pertaniannya, usaha peternakan pun banyak dikelola oleh masyarakat pedesaan salah satunya
Lebih terperinciGambar 3. Peta Satelit dan Denah Desa Tegalwaru Kecamatan Ciampea (http://maps.google.com, 5 Agustus 2011)
HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Geografis Wilayah Kabupaten Bogor merupakan wilayah dari Propinsi Jawa Barat yang berbatasan langsung dengan Propinsi Banten dan bagian dari wilayah Jabotabek. Secara geografis,
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Pemeliharaan Sapi Pedet
4 TINJAUAN PUSTAKA Pemeliharaan Sapi Pedet Umur 1-8 bulan sapi masih digolongkan pedet. Pada fase sapi pedet pertumbuhan mulai memasuki fase percepatan, dimana fase ini sapi akan tumbuh dengan maskimal
Lebih terperinciPENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan merupakan salah satu subsektor yang berkembang paling pesat di negara-negara berkembang. Ternak seringkali dijadikan sebagai aset non lahan terbesar dalam
Lebih terperinciV. PROFIL PETERNAK SAPI DESA SRIGADING. responden memberikan gambaran secara umum tentang keadaan dan latar
V. PROFIL PETERNAK SAPI DESA SRIGADING A. Karakteristik Responden Responden dalam penelitian ini adalah peternak yang mengusahakan anakan ternak sapi dengan jumlah kepemilikan sapi betina minimal 2 ekor.
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Domba Lokal Domba Ekor Tipis
TINJAUAN PUSTAKA Domba Lokal Domba lokal dapat didefinisikan sebagai domba hasil perkawinan murni atau silangan yang mampu beradaptasi dengan baik pada kondisi iklim tropis dan diketahui sangat produktif
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
Kriteria aspek higiene dan sanitasi terdiri dari 7 pernyataan. Total nilai aspek ini berjumlah 7. Penilaian mengenai aspek higiene dan sanitasi yaitu: Aspek dinilai buruk jika nilai < 3 Aspek dinilai cukup
Lebih terperinciIII BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Ternak yang digunakan dalam penelitian ini adalah kerbau lokal betina
III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Bahan Penelitian 3.1.1 Objek Penelitian Ternak yang digunakan dalam penelitian ini adalah kerbau lokal betina dewasa tidak bunting sebanyak 50 ekor di Kecamatan Cibalong,
Lebih terperinciKAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Usaha Ternak Sapi Perah
II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Usaha Ternak Sapi Perah Perkembangan peternakan sapi perah di Indonesia tidak terlepas dari sejarah perkembangannya dan kebijakan pemerintah sejak zaman Hindia Belanda. Usaha
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Sapi Perah
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Sapi Perah Menurut Yusdja (2005), usaha sapi perah sudah berkembang sejak tahun 1960 ditandai dengan pembangunan usaha-usaha swasta dalam peternakan sapi perah
Lebih terperinciPENDAHULUAN. dari sapi betina yang telah melahirkan. Produksi susu merupakan salah satu aspek
I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Susu merupakan salah satu sumber kebutuhan protein hewani yang berasal dari sapi betina yang telah melahirkan. Produksi susu merupakan salah satu aspek penting dalam usaha
Lebih terperinciDEPARTEMEN PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
DEPARTEMEN PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2006 IV. MENGENAL BERBAGAI BANGSA SAPI PERAH Dari berbagai bangsa sapi perah yang terdapat di dunia pada dasarnya dapat dikelompokkan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Sumber : BPS (2009)
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan peternakan saat ini, menunjukan prospek yang sangat cerah dan mempunyai peran yang sangat penting dalam pertumbuhan ekonomi pertanian Indonesia. Usaha peternakan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. sapi yang meningkat ini tidak diimbangi oleh peningkatan produksi daging sapi
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan konsumsi daging sapi penduduk Indonesia cenderung terus meningkat sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk Indonesia dan kesadaran masyarakat akan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. ketenangan dan akan menurunkan produksinya. Sapi Friesien Holstein pertama kali
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Friesien Holstein Sapi perah adalah jenis sapi yang dipelihara dengan tujuan untuk menghasilkan susu (Blakely dan Bade, 1992) ditambahkan pula oleh Sindoredjo (1960) bahwa
Lebih terperinciKarakteristik Kuantitatif Sapi Pasundan di Peternakan Rakyat... Dandy Dharma Nugraha KARAKTERISTIK KUANTITATIF SAPI PASUNDAN DI PETERNAKAN RAKYAT
KARAKTERISTIK KUANTITATIF SAPI PASUNDAN DI PETERNAKAN RAKYAT QUANTITATIVE CHARACTERISTICS OF PASUNDAN CATTLE IN VILLAGE FARMING Dandy Dharma Nugraha*, Endang Yuni Setyowati**, Nono Suwarno** Fakultas Peternakan
Lebih terperinciBAB III MATERI DAN METODE. Kambing PE CV. Indonesia Multi Indah Farm Desa Sukoharjo Kecamatan
22 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari - Maret 2016 di peternakan Kambing PE CV. Indonesia Multi Indah Farm Desa Sukoharjo Kecamatan Margorejo Kabupaten Pati Jawa Tengah.
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Malabar, Gunung Papandayan, dan Gunung Tilu, dengan ketinggian antara 1000-
IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Wilayah Penelitian 4.1.1 Wilayah Kerja KPBS Pangalengan Wilayah kerja KPBS dikelilingi oleh tiga buah gunung, yaitu Gunung Malabar, Gunung Papandayan, dan Gunung
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Keadaan Umum Kabupaten Garut Kecamatan Leles dan Desa Dano
23 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Kabupaten Garut Kecamatan Leles dan Desa Dano 4.1.1 Keadaan Umum Kabupaten Garut Kabupaten Garut terletak di Provinsi Jawa Barat sebelah selatan, di antara 6
Lebih terperinciBAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Pendataan dan Identifikasi Domba Penelitian
BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Unit Pendidikan, Penelitian dan Peternakan Jonggol Institut Pertanian Bogor (UP3J-IPB) Desa Singasari Kecamatan Jonggol Kabupaten Bogor
Lebih terperinciPERTUMBUHAN PEDET BETINA DAN DARA SAPI FRIESIAN-HOLSTEIN DI WILAYAH KERJA BAGIAN BARAT KPSBU LEMBANG
PERTUMBUHAN PEDET BETINA DAN DARA SAPI FRIESIAN-HOLSTEIN DI WILAYAH KERJA BAGIAN BARAT KPSBU LEMBANG (Growth Performance of Holstein-Friesian Calves and Heifers in The West Area of Kpsbu Lembang) A. ANGGRAENI
Lebih terperinciLAPORAN AKHIR PRAKTIKUM PRODUKSI DOMBA DAN KAMBING IDENTIFIKASI UMUR DAN PERFORMANS TUBUH (DOMBA)
LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM PRODUKSI DOMBA DAN KAMBING IDENTIFIKASI UMUR DAN PERFORMANS TUBUH (DOMBA) Disusun Oleh : Kelompok 9 Dita Swafitriani 200110140030 Hartiwi Andayani 200110140176 Fathi Hadad 200110140242
Lebih terperinciTabel 1. Keadaan Iklim Desa Cikole Kecamatan Lembang. Temperatur Maksimal Temperatur Minimal Kelembaban 80,5 %
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Lokasi Sejarah Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Balai Pengembangan Ternak Sapi Perah dan Hijauan Makanan Ternak (BPT SP dan HMT) Cikole berdiri sejak tahun 1952 dengan
Lebih terperinciI PENDAHULUAN. Susu merupakan salah satu hasil ternak yang tidak dapat dipisahkan dari
1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Susu merupakan salah satu hasil ternak yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Ketersediaan susu sebagai salah satu bahan pangan untuk manusia menjadi hal
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Desa Sukajaya merupakan salah satu desa sentra produksi susu di Kecamatan
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Desa Sukajaya merupakan salah satu desa sentra produksi susu di Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat. Desa Sukajaya mempunyai luas 3.090,68 Ha dan jumlah penduduk
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Kacang, kambing Peranakan Etawa (PE) dan kambing Kejobong
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Kacang Kambing Kacang, kambing Peranakan Etawa (PE) dan kambing Kejobong merupakan bangsa-bangsa kambing yang terdapat di wilayah Jawa Tengah (Dinas Peternakan Brebes
Lebih terperinciII KAJIAN KEPUSTAKAAN. karena karakteristiknya, seperti tingkat pertumbuhan cepat dan kualitas daging cukup
II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Sapi Potong Sapi potong adalah jenis sapi yang khusus dipelihara untuk digemukkan karena karakteristiknya, seperti tingkat pertumbuhan cepat dan kualitas daging cukup baik. Sapi
Lebih terperinciBibit kerbau Bagian 3 : Sumbawa
Standar Nasional Indonesia Bibit kerbau Bagian 3 : Sumbawa ICS 65.020.30 Badan Standardisasi Nasional BSN 2016 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh
Lebih terperinciKEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 2841/Kpts/LB.430/8/2012 TENTANG PENETAPAN RUMPUN SAPI PERANAKAN ONGOLE DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 2841/Kpts/LB.430/8/2012 TENTANG PENETAPAN RUMPUN SAPI PERANAKAN ONGOLE DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang : a. bahwa sapi peranakan ongole
Lebih terperinciV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Keadaan Geografi Wilayah Tempat Pelayanan Koperasi (TPK) Cibedug, yang terdiri dari Kampung Nyalindung, Babakan dan Cibedug, merupakan bagian dari wilayah Desa Cikole.
Lebih terperinciIV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Keadaan Umum Daerah Penelitian Keadaan umum daerah penelitian meliputi, keadaan administratif daerah,
35 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Daerah Penelitian Keadaan umum daerah penelitian meliputi, keadaan administratif daerah, tata guna lahan, dan mata pencaharian penduduk. Keadaan umum didapat
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Organisasi merupakan suatu gabungan dari orang-orang yang bekerja sama
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Organisasi Organisasi merupakan suatu gabungan dari orang-orang yang bekerja sama dalam suatu pembagian kerja untuk mencapai tujuan bersama (Moekijat, 1990). Fungsi struktur
Lebih terperinciIII. MATERI DAN METODE. Penelitian telah dilakukan pada bulan Mei sampai Juni 2013 di Kecamatan. Koto Tangah Kota Padang Sumatera Barat (Lampiran 1).
III. MATERI DAN METODE 1.1. Tempat dan Waktu Penelitian telah dilakukan pada bulan Mei sampai Juni 2013 di Kecamatan Koto Tangah Kota Padang Sumatera Barat (Lampiran 1). 1.2. Materi Materi penelitian ini
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. peternakan adalah ternak kambing. Kambing merupakan ternak serba guna yang
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Salah satu komoditas kekayaan plasma nutfah nasional di sub sektor peternakan adalah ternak kambing. Kambing merupakan ternak serba guna yang dapat memproduksi susu,
Lebih terperinciDEPARTEMEN PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 1. SEJARAH PETERNAKAN SAPI PERAH DAN PERSUSUAN
DEPARTEMEN PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2006 I. SEJARAH BANGSA-BANGSA TERNAK PERAH 1. SEJARAH PETERNAKAN SAPI PERAH DAN PERSUSUAN Domestikasi sapi dan penggunaan susunya
Lebih terperinciIV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kabupaten Sumba Timur terletak di wilayah Provinsi Nusa Tenggara Timur
25 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Daerah Penelitian Kabupaten Sumba Timur terletak di wilayah Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Kabupaten Sumba Timur terletak di antara 119 45 120 52 Bujur
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. dan pengembangan perbibitan ternak domba di Jawa Barat. Eksistensi UPTD
IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1 Keadaan Umum Balai Pengembangan Ternak Domba Margawati merupakan salah satu Unit Pelaksana Teknis Dinas di lingkungan Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat yang mempunyai tugas
Lebih terperinciBAB VII KANDANG DAN PERKANDANGAN
SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN AGRIBISNIS TERNAK RIMUNANSIA BAB VII KANDANG DAN PERKANDANGAN KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA
Lebih terperinciIII OBJEK DAN METODE PENELITIAN. Objek penelitian adalah kuda kavaleri yang telah lulus program remonte di
III OBJEK DAN METODE PENELITIAN 3.1 Objek dan Alat Penelitian 3.1.1 Objek Penelitian Objek penelitian adalah kuda kavaleri yang telah lulus program remonte di Detasemen Kavaleri Berkuda (Denkavkud) Pusat
Lebih terperinciII KAJIAN KEPUSTAKAAN. Sapi Bali (Bos sondaicus) merupakan salah satu bangsa sapi lokal asli
II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Sapi Bali Sapi Bali (Bos sondaicus) merupakan salah satu bangsa sapi lokal asli yang dikembangkan di Indonesia. Ternak ini berasal dari keturunan asli banteng liar yang telah
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Kondisi Umum Kandang Local Duck Breeding and Production Station
29 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Umum Kandang Local Duck Breeding and Production Station Local Duck Breeding and Production Station merupakan suatu unit pembibitan dan produksi itik lokal yang berada
Lebih terperinciMETODE PENELITIAN. Metode Penelitian
17 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian pada bulan Juni 2011 sampai Januari 2012 bertempat di Kabupaten Sukabumi. Metode Penelitian Populasi studi Populasi studi dalam penelitian ini
Lebih terperinciSNI 7325:2008. Standar Nasional Indonesia. Bibit kambing peranakan Ettawa (PE)
SNI 7325:2008 Standar Nasional Indonesia Bibit kambing peranakan Ettawa (PE) ICS 65.020.30 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata... ii Pendahuluan... iii 1 Ruang lingkup... 1
Lebih terperinciKAJIAN KEPUSTAKAAN. berkuku genap dan termasuk sub-famili Caprinae dari famili Bovidae. Semua
6 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Klasifikasi Domba Berdasarkan taksonominya, domba merupakan hewan ruminansia yang berkuku genap dan termasuk sub-famili Caprinae dari famili Bovidae. Semua domba termasuk kedalam
Lebih terperinciMATERI DAN METODE. Materi
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di peternakan merpati di area Komplek Alam Sinar Sari, Desa Sinarsari, Dramaga, Bogor, Jawa Barat. Penelitian ini berlangsung selama bulan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. dimanfaatkan sebagai produk utama (Sutarto dan Sutarto, 1998). Produktivitas
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Perah Sapi perah merupakan sapi yang dapat menghasilkan susu yang dimanfaatkan sebagai produk utama (Sutarto dan Sutarto, 1998). Produktivitas susu sapi perah dipengaruhi
Lebih terperinciPEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT DINAS PETERNAKAN
I. KONDISI DAN POTENSI UPTD-BPPT DOMBA MARGAWATI GARUT A. GAMBARAN UMUM Gb. 1. Suasana UPTD BPPT Domba Margawati Garut PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT DINAS PETERNAKAN - Balai Pengembangan Perbibitan Ternak
Lebih terperinciPENDAHULUAN. percobaan, penghasil bulu, pupuk kandang, kulit maupun hias (fancy) dan
I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ternak kelinci mempunyai beberapa keunggulan sebagai hewan percobaan, penghasil bulu, pupuk kandang, kulit maupun hias (fancy) dan penghasil daging. Selain itu kelinci
Lebih terperinciI PENDAHULUAN. Salah satu sumber daya genetik asli Indonesia adalah domba Garut, domba
I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Salah satu sumber daya genetik asli Indonesia adalah domba Garut, domba Garut merupakan salah satu komoditas unggulan yang perlu dilestarikan sebagai sumber
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan kebutuhan daging sapi lebih rendah dibandingkan dengan kebutuhan daging sapi. Ternak sapi,
Lebih terperinciJURNAL GEOGRAFI Geografi dan Pengajarannya ISSN Volume 14, Nomor 1, Juni 2016
JURNAL GEOGRAFI Geografi dan Pengajarannya ISSN 1412-6982 Volume 14, Nomor 1, Juni 2016 FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP PRODUKTIVITAS SUSU SAPI PERAH DI DESA GEGER KECAMATAN SENDANG KABUPATEN TULUNGAGUNG
Lebih terperinciIdentifikasi Fenotipik Sapi Hitam- Peranakan Angus di Kabupaten Sragen
Identifikasi Fenotipik Sapi Hitam- Peranakan Angus di Kabupaten Sragen PENDAHULUAN Indonesia sudah mengenal teknologi Inseminasi Buatan (IB) sejak tahun 1952, aplikasi di peternak rakyat dimulai tahun
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. untuk memenuhi kebutuhan protein hewani adalah sapi perah dengan produk
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor peternakan merupakan salah satu kegiatan pembangunan yang menjadi skala prioritas karena dapat memenuhi kebutuhan protein hewani yang dibutuhkan oleh masyarakat.
Lebih terperinciMETODOLOGI PENELITIAN
METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada musim kemarau yaitu bulan Mei sampai Juli 2007 berlokasi di Laboratorium Lapangan Bagian Ternak Perah, Departemen Ilmu
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Perkembangan zaman dengan kemajuan teknologi membawa pengaruh pada
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Perkembangan zaman dengan kemajuan teknologi membawa pengaruh pada peningkatan pendapatan, taraf hidup, dan tingkat pendidikan masyarakat yang pada akhirnya
Lebih terperinciKEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 2389/Kpts/LB.430/8/2012 TENTANG PENETAPAN RUMPUN DOMBA SAPUDI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN,
KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 2389/Kpts/LB.430/8/2012 TENTANG PENETAPAN RUMPUN DOMBA SAPUDI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang : a. bahwa domba sapudi merupakan salah satu
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. kambing Kacang dengan kambing Ettawa. Kambing Jawarandu merupakan hasil
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Jawarandu Kambing Jawarandu merupakan bangsa kambing hasil persilangan kambing Kacang dengan kambing Ettawa. Kambing Jawarandu merupakan hasil persilangan pejantan
Lebih terperinciMATERI DAN METODE. ) diukur dari lateral tuber humerus (tonjolan depan) sampai tuber ischii dengan menggunakan tongkat ukur dalam satuan cm.
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di daerah Lengayang, Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat; UPTD RPH Pancoran Mas, Kota Depok dan Mitra Tani Farm kabupaten Ciampea, Bogor,
Lebih terperinciPERSYARATAN MUTU BENIH DAN/ATAU BIBIT TERNAK HASIL PRODUKSI DI DALAM NEGERI. No Nomor SNI Jenis Benih dan/atau Bibit Ternak
2012, No.328 8 LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 19/Permentan/OT.140/3/2012 TENTANG PERSYARATAN MUTU BENIH, BIBIT TERNAK, DAN SUMBER DAYA GENETIK HEWAN PERSYARATAN MUTU BENIH DAN/ATAU BIBIT
Lebih terperinciPENDUGAAN BOBOT BADAN SAPI PASUNDAN MENGGUNAKAN RUMUS WINTER PADA BERBAGAI SKOR KONDISI TUBUH DI KECAMATAN TEGAL BULEUD KABUPATEN SUKABUMI
PENDUGAAN BOBOT BADAN SAPI PASUNDAN MENGGUNAKAN RUMUS WINTER PADA BERBAGAI SKOR KONDISI TUBUH DI KECAMATAN TEGAL BULEUD KABUPATEN SUKABUMI ESTIMATION OF CATTLE BODY WEIGHT USING THE WINTER FORMULA OF PASUNDAN
Lebih terperinci1. Jenis-jenis Sapi Potong. Beberapa jenis sapi yang digunakan untuk bakalan dalam usaha penggemukan sapi potong di Indonesia adalah :
BUDIDAYA SAPI POTONG I. Pendahuluan. Usaha peternakan sapi potong mayoritas masih dengan pola tradisional dan skala usaha sambilan. Hal ini disebabkan oleh besarnya investasi jika dilakukan secara besar
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Populasi sapi bali di Kecamatan Benai sekitar ekor (Unit Pelaksana
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum tentang Sapi Bali Populasi sapi bali di Kecamatan Benai sekitar 1.519 ekor (Unit Pelaksana Teknis Daerah, 2012). Sistem pemeliharaan sapi bali di Kecamatan Benai
Lebih terperinci