BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III RANCANGAN PENELITIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. sawit kasar (CPO), sedangkan minyak yang diperoleh dari biji buah disebut

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan (Pembuatan Biodiesel)

Bab IV Hasil dan Pembahasan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODE PENELITIAN

: Dr. Rr. Sri Poernomo Sari ST., MT.

Bab IV Hasil dan Pembahasan. IV.2.1 Proses transesterifikasi minyak jarak (minyak kastor)

Karakteristik Biodiesel Dari Minyak Jelantah Dengan Menggunakan Metil Asetat Sebagai Pensuplai Gugus Metil. Oleh : Riswan Akbar ( )

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Januari Februari 2014.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4:1, MEJ 5:1, MEJ 9:1, MEJ 10:1, MEJ 12:1, dan MEJ 20:1 berturut-turut

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

Jurnal Flywheel, Volume 3, Nomor 1, Juni 2010 ISSN :

LAMPIRAN 1 DATA BAHAN BAKU

BAB 2 DASAR TEORI. Universitas Indonesia. Pemodelan dan..., Yosi Aditya Sembada, FT UI

Bab III Pelaksanaan Penelitian

METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan a. Bahan Baku b. Bahan kimia 2. Alat B. METODE PENELITIAN 1. Pembuatan Biodiesel

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

LAMPIRAN 1 DATA BAHAN BAKU

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHAN

BAB I PENDAHULUAN. Isu kelangkaan dan pencemaran lingkungan pada penggunakan bahan

LAMPIRAN A DATA BAHAN BAKU

METANOLISIS MINYAK KOPRA (COPRA OIL) PADA PEMBUATAN BIODIESEL SECARA KONTINYU MENGGUNAKAN TRICKLE BED REACTOR

Sintesis Metil Ester dari Minyak Goreng Bekas dengan Pembeda Jumlah Tahapan Transesterifikasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Potensi PKO di Indonesia sangat menunjang bagi perkembangan industri kelapa

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

LAMPIRAN A DATA PENGAMATAN. 1. Data Pengamatan Ekstraksi dengan Metode Maserasi. Rendemen (%) 1. Volume Pelarut n-heksana (ml)

BAB III METODA PENELITIAN. yang umum digunakan di laboratorium kimia, set alat refluks (labu leher tiga,

HASIL DAN PEMBAHASAN

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran

BAB I PENDAHULUAN. oksigen. Senyawa ini terkandung dalam berbagai senyawa dan campuran, mulai

III. METODA PENELITIAN

LAMPIRAN 1 DATA BAHAN BAKU

BAB III RENCANA PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1. Karakteristik Bahan Baku Biodiesel. Propertis Minyak Kelapa (Coconut Oil)

LAMPIRAN A DATA PENGAMATAN

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

PENGARUH STIR WASHING, BUBBLE WASHING, DAN DRY WASHING TERHADAP KADAR METIL ESTER DALAM BIODIESEL DARI BIJI NYAMPLUNG (Calophyllum inophyllum)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Kadar air % a b x 100% Keterangan : a = bobot awal contoh (gram) b = bobot akhir contoh (gram) w1 w2 w. Kadar abu

Reaksi Transesterifikasi Multitahap-Temperatur tak Seragam untuk Pengurangan Kadar Gliserol Terikat

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

LAMPIRAN 1 DATA BAHAN BAKU

BAB II DISKRIPSI PROSES

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Bab IV Hasil dan Pembahasan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Proses Pembuatan Biodiesel (Proses Trans-Esterifikasi)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Perumusan Masalah

PROSES TRANSESTERIFIKASI MINYAK BIJI KAPUK SEBAGAI BAHAN DASAR BIODIESEL YANG RAMAH LINGKUNGAN

PEMBUATAN BIODIESEL. Disusun oleh : Dhoni Fadliansyah Wahyu Tanggal : 27 Oktober 2010

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

4 Pembahasan Degumming

III. METODOLOGI A. Bahan dan Alat 1. Alat 2. Bahan

Judul PRODUKSI BIODIESEL ETIL ESTER. Kelompok B Pembimbing

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. Erlenmeyer 250 ml Pyrex. Kondensor kolom hempel

PERBANDINGAN PEMBUATAN BIODIESEL DENGAN VARIASI BAHAN BAKU, KATALIS DAN TEKNOLOGI PROSES

: Muhibbuddin Abbas Pembimbing I: Ir. Endang Purwanti S., MT

Bab IV Hasil dan Pembahasan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. ketercukupannya, dan sangat nyata mempengaruhi kelangsungan hidup suatu

APLIKASI PENGGUNAAN BIODIESEL ( B15 ) PADA MOTOR DIESEL TIPE RD-65 MENGGUNAKAN BAHAN BAKU MINYAK JELANTAH DENGAN KATALIS NaOH 0,6 %

HASIL DAN PEMBAHASAN A. ANALISIS GLISEROL HASIL SAMPING BIODIESEL JARAK PAGAR

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

III. METODE PENELITIAN

PENDAHULUAN TINJAUAN PUSTAKA

Pembuatan Biodiesel dari Minyak Kelapa dengan Katalis H 3 PO 4 secara Batch dengan Menggunakan Gelombang Mikro (Microwave)

PENGGUNAAN CANGKANG BEKICOT SEBAGAI KATALIS UNTUK REAKSI TRANSESTERIFIKASI REFINED PALM OIL

Bab III Metode Penelitian

LAMPIRAN 1 DATA BAHAN BAKU

Oleh : Wahyu Jayanto Dosen Pembimbing : Dr. Rr. Sri Poernomo Sari ST., MT.

LAMPIRAN 1 DATA BAHAN BAKU

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

Transesterifikasi parsial minyak kelapa sawit dengan EtOH pada pembuatan digliserida sebagai agen pengemulsi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sebelum mengenal bahan bakar fosil, manusia sudah menggunakan biomassa

Lampiran 1. Prosedur analisis sifat fisikokimia minyak dan biodiesel. 1. Kadar Air (Metode Oven, SNI )

BAB 1 TINJAUAN PUSTAKA

Bab III Metodologi Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGARUH PENAMBAHAN KARBON AKTIF TERHADAP REAKSI TRANSESTERIFIKASI MINYAK KEMIRI SUNAN (Aleurites trisperma) YANG SUDAH DIPERLAKUKAN DENGAN KITOSAN

Bab III Metodologi Penelitian

PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK KELAPA MELALUI PROSES TRANS-ESTERIFIKASI. Pardi Satriananda ABSTRACT

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. sehingga mengakibatkan konsumsi minyak goreng meningkat. Selain itu konsumen

BABffl METODOLOGIPENELITIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA

LAPORAN SKRIPSI PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK KELAPA SAWIT DENGAN KATALIS PADAT BERPROMOTOR GANDA DALAM REAKTOR FIXED BED

LAMPIRAN A. Pembuatan pelumas..., Yasir Sulaeman Kuwier, FT UI, 2010.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PEMBUATAN BIODIESEL DARI ASAM LEMAK JENUH MINYAK BIJI KARET

Transkripsi:

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian dapat dilaporkan dalam dua analisa, yakni secara kuantitatif dan kualitatif. Data analisa kuantitatif diperoleh dari analisa kandungan gliserol total, gliserol bebas dan gliserol terikat, sementara analisa kualitatif diperoleh dari pengamatan atas serangkaian fenomena visual yang terjadi selama keseluruhan proses produksi biodiesel etil ester berlangsung. Sepanjang penelitian, temperatur diatur konstan pada suhu 75 o C dan jumlah katalis adalah 2%-berat RBDPO, yaitu sebanyak 4 gram KOH. Sementara jumlah stoikiometri etanol dan waktu reaksi dijadikan sebagai variabel penelitian 4.1 Analisa Kuantitatif Penelitian 4.1.1. Kadar Gliserol Terikat Kadar gliserol terikat merupakan besaran yang secara tidak langsung menunjukkan kesempurnaan berlangsungnya reaksi. Kadar gliserol terikat merupakan kadar gliserol yang ada dalam etil ester dalam bentuk monogliserida, digliserida dan trigliserida. Dalam reaksi transesterifikasi, trigliserida merupakan reaktan, sementara monogliserida dan digliserida merupakan zat antara dari reaksi. Sehingga kadar gliserol terikat yang tinggi menunjukkan bahwa reaksi belum berlangsung sempurna. Kadar gliserol terikat diperoleh dari selisih antara kadar gliserol total dengan kadar gliserol bebas. 4.1.1.1 Reaksi Transesterifikasi 2 Tahap Pada percobaan ini reaksi dilangsungkan dalam 2 tahap dengan 2 kali pengumpanan etanol. 80% etanol dan katalis dimasukkan pada tahap 1 dan sisanya dimasukkan pada tahap 2. Kandungan gliserol terikat hasil percobaan ditampilkan pada gambar 4.1 dan 4.2 berikut. B.67.3.01 33

Gliserol Terikat (%) 0.55 0.5 0.45 0.4 2 x 1 jam 2 x 2 jam 2 x 3 jam 0.35 1 1.5 2 2.5 3 Umpan Stoikiometris Etanol Gambar 4.1 Grafik Perbandingan Kandungan Gliserol Terikat Terhadap Variasi Input Etanol (T=75 o C, katalis 4 gram KOH) Gliserol Terikat (%) 0.55 0.5 0.45 0.4 1,5 stoi 2 stoi 2,5 stoi 0.35 0 1 2 3 4 Waktu Reaksi (2 x X jam) Gambar 4.2 Grafik Perbandingan Kandungan Gliserol Terikatl Terhadap Variasi Waktu Reaksi (T=75 o C, katalis 4 gram KOH) Gambar 4.1 menampilkan kecenderungan perubahan kadar gliserol terikat terhadap perubahan umpan stoikiometrik etanol pada berbagai variasi waktu reaksi. Gambar 4.1 di atas menunjukkan bahwa jumlah alkohol yang berlebih B.67.3.01 34

akan menghasilkan perolehan etil ester yang lebih besar. Reaksi transesterifikasi merupakan reaksi reversibel, sehingga penambahan reaktan akan menggeser kesetimbangan ke arah produk. Sementara gambar 4.2 memperjelas bahwa pada komposisi reaktan yang sama, reaksi dengan selang waktu yang lebih panjang akan menghasilkan konversi yang lebih baik. Secara keseluruhan reaksi transesterifikasi dengan dua tahap pada penelitian ini belum berhasil karena tidak memenuhi standar mutu biodiesel SNI-04-7182-2006 dengan kandungan gliserol terikat harus lebih kecil dari 0,23%. Kondisi ini diduga muncul karena kurangnya waktu reaksi, sehingga reaksi belum berjalan dengan sempurna. Data hasil reaksi dengan waktu reaksi yang lebih panjang akan dibahas lebih lanjut pada subbab selanjutnya. Dari 9 tempuhan transesterifikasi dua tahap yang dilakukan, konfigurasi operasi yang menghasilkan biodiesel dengan kandungan gliserol terikat paling kecil adalah pada waktu reaksi 2x2 jam dan kebutuhan etanol stoikiometris 2,5 kali kebutuhan etanol normal. Pada konfigurasi tersebut, kandungan gliserol terikat yang dihasilkan adalah 0,37%. 4.1.1.2 Reaksi Transesterifikasi 1 Tahap Reaksi satu tahap ini dilakukan sebagai tindak lanjut dari belum berhasilnya reaksi dengan dua tahap. Belum berhasilnya reaksi dua tahap ini diduga karena adanya reaksi balik saat proses pemisahan. Reaksi balik ini terjadi karena penambahan gliserol yang menyebabkan kesetimbangan bergeser ke arah reaktan. Hal ini mengakibatkan konversi reaksi secara keseluruhan menurun. Pada reaksi transesterfikasi 1 tahap, seluruh umpan etanol langsung dimasukkan ke dalam reaktor. Kandungan gliserol total reaksi setelah keseluruhan proses reaksi ditampilkan pada gambar 4.3 dan 4.4 berikut. B.67.3.01 35

Gliserol Terikat (%) 1 0.9 0.8 0.7 0.6 0.5 0.4 0.3 0.2 0.1 4 Jam 5 jam 6jam 1 1.5 2 2.5 3 Umpan Stoikiometris Etanol Gambar 4.3 Grafik Perbandingan Kandungan Gliserol Terikat Terhadap Variasi Input Etanol (T=75 o C, katalis 4 gram KOH) Gliserol Terikat (%) 1 0.9 0.8 0.7 0.6 0.5 0.4 0.3 0.2 0.1 1,5 stoi 2 stoi 2,5 stoi 3 4 5 6 7 Waktu Reaksi (Jam) Gambar 4.4 Grafik Perbandingan Kandungan Gliserol Terikat Terhadap Variasi Waktu Reaksi (T=75 o C, katalis 4 gram KOH) Gambar 4.3 menampilkan kecenderungan bahwa pada selang waktu yang sama, nilai gliserol terikat yang kecil muncul pada jumlah alkohol yang lebih besar. B.67.3.01 36

Berdasarkan gambar 4.4, jumlah alkohol yang berlebih akan menghasilkan perolehan etil ester yang lebih besar. Reaksi transesterifikasi merupakan reaksi reversibel, sehingga penambahan reaktan akan menggeser kesetimbangan ke arah produk. Menurut standar SNI-04-7182-2006, syarat kadar gliserol terikat yang diperkenankan untuk biodiesel adalah lebih kecil dari 0,23%. Berdasarkan hasil analisis yang diperoleh, dapat dilihat bahwa ada empat data yang memenuhi kriteria tersebut. Berdasarkan gambar 4.3, pembuatan biodiesel dengan waktu reaksi 4 jam dapat dikategorikan tidak layak untuk dioperasikan karena kadar gliserol terikat biodiesel yang dihasilkan masih jauh di atas 0,23%. Sementara untuk proses dengan waktu reaksi 5 jam dan 6 jam menunjukkan hasil yang cenderung sama, meskipun jika dilihat lebih detail, reaksi dengan waktu 6 jam menghasilkan biodiesel dengan kadar gliserol yang lebih rendah. Dengan pertimbangan keekonomisan proses produksi, reaksi pembuatan biodiesel sebaiknya dilakukan dalam waktu 5 jam. Berdasarkan gambar 4.4, pembuatan biodiesel dengan perbandingan etanol stoikiometri 1,5 kali etanol stoikiometris dapat dikategorikan tidak layak untuk dioperasikan karena kadar gliserol terikat biodiesel yang dihasilkan masih jauh di atas 0,23%. Sementara untuk proses dengan perbandingan etanol stoikiometri 2 kali dan 2,5 kali etanol stoikiometris menunjukkan hasil yang mirip. Namun apabila dilihat lebih mendetail reaksi dengan jumlah etanol stoikiometri 2,5 kali etanol normal akan menghasilkan produk dengan kualitas yang lebih baik. Untuk memperoleh produk dengan biaya yang lebih ekonomis reaksi disarankan untuk dijalankan dengan perbandingan etanol stoikiometri 2 kali kebutuhan etanol normal. B.67.3.01 37

Secara keseluruhan proses produksi biodiesel etil ester ini akan berjalan paling optimal pada waktu reaksi 5 jam dan kebutuhan etanol stoikiometris 2 kali etanol normal. 4.1.2 Kadar Gliserol Bebas Kadar gliserol bebas menampilkan jumlah gliserol yang tidak terpisahkan pada tahap settling dan tidak terambil saat proses pencucian. Sehingga masih tertinggal di dalam fasa biodiesel. Kadar gliserol bebas ini merupakan besaran yang menggambarkan baik buruknya pencucian yang telah dilakukan. Hasil analisis penelitian, sejumlah 18 tempuhan, ditampilkan pada gambar berikut. 0.03 0.025 Gliserol Bebas (%) 0.02 0.015 0.01 0.005 0 1,5 stoikiometri 2 stoikiometri 2,5 stoikiometri 0 1 2 3 4 5 6 7 Waktu Reaksi (jam) Gambar 4.5 Grafik Perbandingan Kandungan Gliserol Bebas Terhadap Variasi Waktu Reaksi Hasil analisa menunjukkan bahwa kadar gliserol bebas bervariasi tergantung lama waktu reaksi. Hal ini tidak terlalu berpengaruh pada kualitas biodiesel karena sebagian besar tempuhan telah memenuhi syarat SNI-04-7182-2006, yakni kandungan maksimal kadar gliserol bebas 0,02%. Untuk biodiesel yang masih memiliki kadar gliserol bebas di atas 0,02%, kualitasnya dapat dinaikkan dengan mengulang proses pencucian. B.67.3.01 38

4.1.3 Perbandingan Transesterifikasi 2 Tahap dan Transesterifikasi 1 Tahap Hasil percobaan menunjukkan untuk total waktu yang sama, reaksi dengan satu tahap menghasilkan biodiesel yang lebih baik jika dilihat dari kandungan gliserol totalnya. Sebagai perbandingan, untuk reaksi dengan etanol 2,5 kali kebutuhan stoikiometri, biodiesel hasil reaksi selama 2 x 3 jam mengandung 0,475% gliserol terikat. Nilai ini tidak memenuhi syarat yang ditetapkan dalam standar SNI-04-7182-2006. Sedangkan dengan komposisi reaktan yang sama, reaksi satu tahap selama 6 jam menghasilkan biodiesel dengan kandungan hanya 0,209% gliserol terikat. 4.2 Analisa Kualitatif Pada bagian ini, bagian yang disorot adalah perbedaan yang timbul selama proses pembuatan biodiesel etil ester dan pembuatan biodiesel metil ester. Terdapat tiga perbedaan utama di antara kedua proses tersebut, yakni di bagian pemisahan, pencucian dan pasca-produksi. 4.2.1 Pemisahan Tabel 4.1 Perbandingan karakteristik pemisahan metil ester dan etil ester Metil Ester Etil Ester waku pemisahan sekitar 5 menit 20-30 menit metode langsung penambahan gliserol murni Tabel ini menampilkan perbandingan pemisahan gliserol dari dua jenis biodiesel, yaitu biodiesel metil ester dan biodiesel etil ester. Dalam pemisahan metil eter dan gliserol, kedua senyawa akan langsung terpisah sendiri setelah didiamkan selama beberapa saat. Sementara pemisahan etil ester dan gliserol tidak dapat langsung dipisahkan meskipun didiamkan hingga 1 hari. Sulitnya pemisahan etil ester dan gliserol ini kemungkinan disebabkan adanya etanol berlebih sisa reaksi yang terdapat di dalam campuran. Pada temperatur yang tinggi, etil ester dan gliserol sama-sama larut dalam etanol. Hal ini B.67.3.01 39

menyebabkan campuran hasil reaksi hanya membentuk satu fasa (larutan etanoletil ester-gliserol) sehingga pemisahan dengan cara settling sulit dilakukan. Salah satu metode yang dapat digunakan untuk mempermudah pemisahan adalah dengan menurunkan temperatur pemisahan. Pada temperatur yang lebih rendah, kelarutan etil ester dan gliserol akan menurun sehingga etil ester dan gliserol akan berpisah dari etanol dan membentuk dua fasa yang berbeda. Dalam percobaan yang telah dilakukan, proses pemisahan dapat dipercepat dengan penambahan gliserol murni sejumlah 10% dari berat RBDPO yang digunakan dalam reaksi. Penambahan gliserol ini didasarkan pada prinsip perbedaan densitas. Pada campuran hasil reaksi terdapat gliserol (ρ=1,2 g/ml), etanol (ρ=0,8 g/ml), dan etil ester (ρ=0,87 g/ml). Jumlah etanol yang berlebih dalam produk reaksi akan melarutkan sebagian gliserol sehingga densitas campuran etanol-gliserol mendekati densitas etil ester. Densitas yang hampir sama akan menyebabkan sulitnya pemisahan dengan metode settling. Penambahan gliserol berfungsi untuk meningkatkan densitas campuran etanol-gliserol sehingga pemisahan dengan metode settling dapat dilangsungkan. 4.2.2 Pencucian Tabel 4.2 Perbandingan karakteristik pencucian metil ester dan etil ester Metil Ester Etil Ester Jumlah Pencucian 3 sampai 4 5 sampai 6 Waktu tiap tahap 10 sampai 15 menit sekitar 30 menit Tabel ini menampilkan perbandingan fenomena yang muncul dalam proses pencucian biodiesel metil ester dan biodiesel etil ester. Proses pencucian pada etil ester tampak lebih kompleks dan memerlukan waktu yang lebih panjang. Hal ini kemungkinan disebabkan banyaknya zat yang harus disingkirkan dalam proses pencucian. Pada proses pemisahan (settling), kemungkinan masih ada gliserol bebas yang tertinggal di etil ester. Selain itu, reaksi transesterifikasi pada biodiesel etil ester memerlukan waktu yang lebih lama dan etanol yang berlebih. Etanol yang berlebih ini yang harus diekstrak oleh air. Karena jumlahnya yang cukup B.67.3.01 40

banyak dan adanya sifat kelarutan antara etanol dan etil ester, proses pemisahan ini menjadi cukup rumit dan membutuhkan waktu yang lebih lama. Dalam proses pencucian ini digunakan air hangat (80 o C) guna mempercepat proses. Penggunaan air hangat ini mampu menghemat waktu hingga 10 menit. Penambahan air hangat akan meningkatkan kelarutan zat pengotor dalam air, sehingga kelarutan zat pengotor dalam biodiesel akan berkurang. 4.2.3 Pasca-Produksi Setelah proses pencucian dilakukan, terdapat fenomena pengendapan suatu zat di dalam etil ester. Endapan ini biasanya terbentuk dalam jangka waktu sekitar satu hari (24 jam). Fenomena ini tidak terjadi untuk biodiesel metil ester. Perbandingan kualitas biodiesel yang dihasilkan ditampilkan dalam gambar 4.10 berikut ini. (a) (b) (c) Gambar 4.6 Hasil Biodiesel Pasca Produksi (a) metil ester (b) etil ester transesterifikasi 2 tahap (c) etil ester transeterifikasi 1 tahap Endapan ini diduga merupakan monogliserida dan digliserida yang merupakan zat intermediet pada reaksi transesterifikasi. Pada temperatur kamar, kedua senyawa ini berbentuk padat. Keberadaan kedua senyawa ini disebabkan reaksi transesterifikasi untuk biodiesel etil ester tidak tuntas terjadi, sehingga masih ada monogliserida dan digliserida yang tertinggal. Kedua senyawa ini berpotensi B.67.3.01 41

meningkatkan viskositas cairan dan menimbulkan pengerakan (coking) dan menimbulkan penyumbatan pada nozzle, piston, dan katup pada mesin. Endapan ini juga kemungkinan merupakan etil ester yang memiliki titik leleh yang lebih tinggi dari temperatur kamar. Etil ester hasil transesterifikasi RBDPO yang paling mungkin mengendap adalah etil palmitat (titik leleh 22 o C) dan etil stearat (titik leleh 33-35 o C). Biodiesel metil ester tidak memiliki endapan karena titik beku metil ester lebih rendah dari etil ester yang memiliki rantai yang lebih panjang. B.67.3.01 42