CATATAN MENGENAI DEINDUSTRIALISASI (Referensi)

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Dalam pembangunan jangka panjang, sektor industri merupakan tulang

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian

Perkembangan Terakhir Sektor Industri Dan Inflasi KADIN INDONESIA

Grafik 1 Laju dan Sumber Pertumbuhan PDRB Jawa Timur q-to-q Triwulan IV (persen)

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi yang dilakukan oleh pemerintah saat ini tidak lain

I. PENDAHULUAN. dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

SURVEI KEGIATAN DUNIA USAHA

DISAMPAIKAN OLEH : DIREKTUR JENDERAL INDUSTRI AGRO PADA RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2013 JAKARTA, FEBRUARI 2013 DAFTAR ISI

PDB per kapita atas dasar harga berlaku selama tahun 2011 mengalami peningkatan sebesar 13,8% (yoy) menjadi Rp30,8 juta atau US$ per tahun.

BAB I PENDAHULUAN. tercapainya perekonomian nasional yang optimal. Inti dari tujuan pembangunan

TABEL - VII.1 PERKEMBANGAN NILAI INVESTASI MENURUT SKALA USAHA ATAS DASAR HARGA KONSTAN 1993 TAHUN

TABEL - IV.1 PERKEMBANGAN NILAI PRODUK DOMESTIK BRUTO (PDB) MENURUT SKALA USAHA ATAS DASAR HARGA KONSTAN 1993 TAHUN

SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN PADA ACARA BREAKFAST MEETING PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI NASIONAL JUMAT, 10 JUNI 2011

Perkembangan Sektor Industri di Awal 2008 Oleh: Didik Kurniawan Hadi*

BAB I PERTUMBUHAN EKONOMI TRIWULAN II (SEMESTER I) TAHUN 2014

II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN. 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara

Industrialisasi Sektor Agro dan Peran Koperasi dalam Mendukung Ketahanan Pangan Nasional. Kementerian Perindustrian 2015

Dinamika Pengembangan Subsektor Industri Makanan dan Minuman Di Jawa Timur: Pengaruh Investasi Terhadap Penyerapan Jumlah Tenaga Kerja

BAB I PENDAHULUAN. melonjak, dan krisis energi yang dibarengi dengan harga minyak dunia yang terus

BAB I PENDAHULUAN. kebangkitan kembali sektor manufaktur, seperti terlihat dari kinerja ekspor maupun

BAB I PENDAHULUAN. berkembang bahwa industri dipandang sebagai jalan pintas untuk meningkatkan

Potensi Kerentanan Ekonomi DKI Jakarta Menghadapi Krisis Keuangan Global 1

BAB V GAMBARAN INFRASTRUKTUR JALAN, STRUKTUR PEREKONOMIAN DAN KETENAGAKERJAAN DI JAWA BARAT

LAPORAN PERKEMBANGAN KOMODITI INDUSTRI TERPILIH

II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN. 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional

BAB I PENDAHULUAN. Sektor industri merupakan salah satu kegiatan ekonomi yang berperan

BAB I PENDAHULUAN. sektor nonmigas lain dan migas, yaitu sebesar 63,53 % dari total ekspor. Indonesia, seperti yang ditunjukkan pada Tabel 1.1.

Statistik KATA PENGANTAR

ANALISIS SEKTOR UNGGULAN PEREKONOMIAN KABUPATEN MANDAILING NATAL PROVINSI SUMATERA UTARA

SURVEI KEGIATAN DUNIA USAHA

I. PENDAHULUAN. Kinerja perekonomian di suatu wilayah dapat diketahui dari perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. integral dan menyeluruh. Pendekatan dan kebijaksanaan sistem ini telah

BERITA RESMI STATISTIK

Produk Domestik Bruto (PDB)

Analisis Perkembangan Industri

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Setiap negara di dunia ini pasti akan melakukan interaksi dengan negaranegara

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi ekonomi telah membawa pembaharuan yang sangat cepat

BERITA RESMI STATISTIK

SURVEI KEGIATAN DUNIA USAHA

SURVEI KEGIATAN DUNIA USAHA

BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA

Analisis Perkembangan Industri

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi yang dilakukan oleh negara-negara berkembang

Statistik Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) Tahun

KATA PENGANTAR. Jakarta, Januari 2010 Pusat Data dan Informasi

LAPORAN LIAISON. Triwulan I Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2015 diperkirakan masih tumbuh

BERITA RESMI STATISTIK

Statistik KATA PENGANTAR

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan di berbagai bidang perekonomian. Pembangunan ekonomi secara

Pengkajian Pendanaan Pendidikan Secara Masal

V. PERKEMBANGAN MAKROEKONOMI INDONESIA. dari waktu ke waktu. Dengan kata lain pertumbuhan ekonomi merupakan proses

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi dunia cenderung bergerak lambat, sedangkan

Menteri Perindustrian Republik Indonesia PAPARAN MENTERI PERINDUSTRIAN PADA ACARA RAKER KEMENTERIAN PERDAGANGAN JAKARTA, 27 JANUARI 2016

VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

Analisis Perkembangan Industri

PERUBAHAN POLA PENGGUNAAN ENERGI DAN PERENCANAAN PENYEDIAAN ENERGI

LAPORAN PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN I/2001 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001

5. HASIL DAN PEMBAHASAN

LAPORAN PERKEMBANGAN KOMODITI INDUSTRI TERPILIH

I. PENDAHULUAN. kantong-kantong kemiskinan sebagian besar berada di sektor pertanian.

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN BULAN JANUARI 2002

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi, dan (4) keberlanjutan pembangunan dari masyarakat agraris menjadi

Perkembangan Indikator Makro Usaha Kecil Menengah di Indonesia

Kinerja Perekonomian Indonesia dan Amanat Pasal 44 RUU APBN 2012

ANALISIS KEBERADAAN TRADEOFF INFLASI DAN PENGANGGURAN (KURVA PHILLIPS) DI INDONESIA

ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, KINERJA DAN DAYA SAING INDUSTRI ELEKTRONIKA DI INDONESIA JOHANNA SARI LUMBAN TOBING H

Perluasan Lapangan Kerja

GROWTH (%) SHARE (%) JENIS PENGELUARAN 2011** 2012*** Q.1 Q.2 Q.3 Q.4 Q.1 Q.2 Q.3 Q.4 Q.1 Q.2 Q.3 Q.4 Q.1 Q.2 Q.3 Q.

BAB I PENDAHULUAN. dengan pemasaran barang dan jasa. Dalam merebut pangsa pasar, kemampuan suatu

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI GULA RAFINASI DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI AGRO KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN JAKARTA, OKTOBER 2013

BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi,

KATA PENGANTAR. Lubuklinggau, September 2014 WALIKOTA LUBUKLINGGAU H. SN. PRANA PUTRA SOHE

I. PENDAHULUAN. perkembangan suatu perekonomian dari suatu periode ke periode. berikutnya. Dari satu periode ke periode lainnya kemampuan suatu negara

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi ialah untuk mengembangkan kegiatan ekonomi dan

DAMPAK PERTUMBUHAN INDUSTRI TERHADAP TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA DI KABUPATEN SIDOARJO

Keterangan * 2011 ** 2012 ***

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA PERDAGANGAN BESAR

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BERITA RESMI STATISTIK

LAPORAN PERKEMBANGAN KOMODITI INDUSTRI TERPILIH

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tantangan yang cukup berat. Kondisi perekonomian global yang kurang

Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN Nomor. 01/ A/B.AN/VI/2007 BIRO ANALISA ANGGARAN DAN PELAKSANAAN APBN SETJEN DPR RI

BAB 18 DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI SELATAN TRIWULAN I-2014

PERTUMBUHAN EKONOMI BANTEN TRIWULAN IV TAHUN 2013

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan perdagangan internasional berawal dari adanya perbedaan

BAB 1 PENDAHULUAN. dikaitkan dengan proses industrialisasi. Industrialisasi di era globalisasi

M E T A D A T A INFORMASI DASAR. 1 Nama Data : Produk Domestik Bruto (PDB) 2 Penyelenggara. Departemen Statistik Ekonomi dan Moneter, : Statistik

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian merupakan salah satu pilihan strategis untuk

Indeks PMI Manufaktur Capai Posisi Terbaik Dibawah Kepemimpinan Presiden Jokowi

SURVEI KEGIATAN DUNIA USAHA

M E T A D A T A INFORMASI DASAR. Departemen Statistik Ekonomi dan Moneter, Statistik

V. SIMPULAN DAN SARAN. 1. Hasil analisis Tipologi Klassen menunjukkan bahwa:

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

PERTUMBUHAN EKONOMI BANTEN TRIWULAN II TAHUN 2015

Transkripsi:

CATATAN MENGENAI DEINDUSTRIALISASI (Referensi) A. Pendahuluan Deindustrialisasi dapat digambarkan sebagai suatu kondisi dimana industri tidak dapat lagi berperan sebagai basis pendorong utama perekonomian suatu negara atau dengan kata lain kontribusi sektor ini terhadap PDB nasional terus mengalami penurunan. Secara konseptual, deindustrialisasi terjadi karena meningkatnya biaya produksi. Tingkat upah yang meningkat namun tidak dibarengi dengan peningkatan produktivitas pekerja, bahan baku industri yang sebagian besar (±70%) merupakan produk impor, ditambah dengan kemampuan SDM yang kurang mampu menguasai teknologi, keterbatasan berkreatif dan kebijakan-kebijakan pemerintah yang seringkali dinilai menghambat pertumbuhan industri itu sendiri, menambah tingginya biaya produksi. Padahal pasar dunia mengharuskan harga yang kompetitif untuk mampu bersaing bahkan memenangkan persaingan. Kenaikan biaya produksi yang tidak dapat ditransmisikan ke harga pasar dunia pada akhirnya akan menekan sektor industri sehingga tidak ada lagi insentif bagi sektor ini untuk bergerak. Namun tutupnya beberapa perusahaan tidak lantas dapat dikatakan sebagai gejala deindustrialisasi. Diperlukan penelaahan terhadap indikator-indikator lainnya dan kinerja industri secara keseluruhan. B. Kondisi industri saat ini Kondisi industri Indonesia yang dinilai beberapa kalangan berada di ambang deindustrialisasi mengundang pro dan kontra. Beberapa kalangan menilai bahwa sebenarnya gejala deindustrialisasi tersebut mulai terlihat dari tahun 2001 namun beberapa kalangan berpendapat bahwa deindustrialisasi belum terjadi pada industri nasional. B.1. Fahmi Idris (Menteri Perindustrian) Menegaskan bahwa industri nasional belum mengarah ke deindustrialisasi atau suatu keadaan yang memperlihatkan kinerja industri yang terpuruk. Hal ini disebabkan untuk bisa memenuhi kategori tersebut harus dilihat satu per satu variabel yang mendukung deindustrialisasi. B.2. Rini MS Soewandi (Mantan Menteri Perindustrian dan Perdagangan) Menyatakan ketidaksetujuannya bila di Indonesia dianggap telah terjadi industrialisasi industri. 1

B.3. Anton J Supit (Ketua Umum Asosiasi Persepatuan Indonesia) Tidak adil jika hanya karena dua pabrik tutup kemudian dikatakan terjadi deindustrialisasi di tanah air. B.4. Mudrajad Kuncoro (Pengamat ekonomi dari Univ. Gajah Mada) Telah terjadi gejala deindustrialisasi secara regional, terutama akibat bencana alam, seperti gempa bumi di Yogyakarta dan luapan lumpur Sidoarjo. Sedangkan deindustrialisasi secara nasional belum terjadi. B.5. Muhammad Chatib Basri (Pengamat ekonomi dari LPEM Univ. Indonesia) Indonesia sedang berada di ambang deindustrialisasi B.6. Zulkieflimansyah (Ketua Dept. Kebijakan Ekonomi PKS)...Sayangnya untuk kita di Indonesia, yang terjadi bukanlah sebuah proses reindustrialisasi yang lebih terencana dan terfokus untuk menangguhkan fondasi ekonomi dan kemudian berangsur-angsur pulih, tetapi sebuah proses yang kini populer disebut dengan deindustrialisasi. B.7. Tim Bangkit Indonesia Fenomena deindustrialisasi dalam perekonomian nasional yang mulai tampak sejak pergantian milenium lalu, kini telah mencapai titik nadir. B.8. Aviliani (Pengamat ekonomi)... Dipadu dengan matinya beberapa industri lain dan hengkangnya investor ke luar negeri, maka Indonesia sungguh tengah menghadapi gejala deindustrialisasi. B.9. Rahardi Ramelan (Mantan Memperindag) Sejak krisis moneter 1998, industrialisasi di Indonesia telah mengalami kemunduran atau deindustrialisasi. B.10. Adig Suwandi (Pemerhati sosial-ekonomi dan kebijakan pembangunan) Ancaman terjadinya deindustrialisasi tengah berlangsung. Dengan membandingkan angka pertumbuhan industri manufaktur di tahun 2001 dan 2002 yang menurun sebesar 13 persen, isyarat bakal terjadinya deindustrialisasi masih terbuka. C. Indikator gejala deindustrialisasi Terjadinya deindustrialisasi ditandai dengan beberapa hal seperti disebutkan oleh beberapa ekonom berikut. C.1. Hendrawan Supratikno (Pengamat ekonomi) Beberapa indikator untuk menilai terjadi atau tidaknya deindustrialisasi, yaitu membanjirnya produk impor di pasar, cukup banyaknya perusahaan yang melakukan relokasi pabrik atau pindah ke luar negeri, semakin menurunnya pertumbuhan industri manufaktur dan pembentukan nilai tambah sektor industri, dan menurunnya pekerja formal di sektor industri. 2

Catatan: Membanjirnya produk impor di pasar juga mengindikasikan telah terjadi deindustrialisasi. Hal ini disebabkan beberapa faktor, antara lain pertama, harga produk impor lebih murah. Tidak dapat disalahkan jika masyarakat kita dengan daya beli yang lemah (dan semakin lemah dengan meningkatnya PHK) memilih untuk membeli produk dengan harga yang relatif lebih murah. Sehingga produk domestik semakin kehilangan pasarnya dan industri terpaksa menutup usahanya. Dalam tabel 2 terlihat bahwa kecuali barang yang tidak diklasifikasikan, setiap jenis produk mengalami peningkatan jumlah impor. Tabel 1. Impor menurut Golongan Barang Ekonomi (juta US$) No. Uraian 2003 2004 2005 2006 2007 1. Makanan &minuman (belum 345,1 451,7 419,3 600,4 813,6 diolah) utk RT 2. Makanan&minuman (olahan) utk 797,7 827,6 1.085,7 1.215,7 1.946,6 RT 3. Bahan bakar&pelumas (olahan) 432,6 757,0 1.294,9 836,4 1.197,8 4. Mobil penumpang 141,5 290,3 293,0 227,5 391,1 5. Alat angkutan bukan untuk 25,6 43,5 44,3 84,1 93,1 industri 6. Barang konsumsi tahan lama 256,6 314,6 342,1 351,4 414,3 7. Barang konsumsi setengah 312,3 357,7 395,9 591,9 686,9 tahan lama 8. Barang konsumsi tidak tahan lama 472,2 673,7 727,1 812,3 1.024,5 9. Barang yang tidak 79,0 70,5 18,3 18,6 136,5 diklasifikasikan Total barang konsumsi 2.862,8 3.786,5 4.620,4 4.738,2 6.704,3 Sumber : BPS diolah Dept. Perdagangan Kedua, Hampir sebagian besar industri nasional bergantung pada bahan baku impor. Kenaikan harga bahan baku impor menjadi salah satu sebab kenaikan biaya produksi yang harus dikeluarkan sementara pasar menginginkan harga yang lebih kompetitif. Hal ini menekan industri nasional. Ketergantungan industri nasional terhadap bahan baku impor tergambar dari peningkatan impor bahan baku impor untuk industri seperti dalam tabel berikut. Tabel 2. Impor Bahan Baku Impor Untuk Industri No. Uraian 2003 2004 2005 2006 2007 1. Makanan&minuman (belum diolah) untuk industri 1.127,3 1.456,7 1.325,3 1.352,2 2.087,5 2. Makanan&minuman (olahan) untuk industri 531,6 568,6 830,4 909,1 1.496,7 3. Bahan baku (belum diolah) untuk industri 1.697,9 2.236,3 2.064,4 2.438,7 2.858,0 4. Bahan baku (olahan) untuk industri 10.570,8 15.357,8 17.407,0 18.050,7 21.651,9 5. Alat angkutan untuk industri 523,2 832,3 1.525,2 2.707,7 2.644,1 Sumber : BPS diolah Dept. Perdagangan C.2. Aviliani (Pengamat ekonomi) Deindustrialisasi terlihat dari penurunan pertumbuhan industri pengolahan, penurunan kredit investasi, dan industri manufaktur yang tidak melakukan ekspansi, bahkan melakukan PHK. 3

C.3. Muhammad Chatib Basri (Pengamat ekonomi dari LPEM Univ. Indonesia) Munculnya gejala deindustrialisasi bisa dilihat dari penurunan investasi dan ekspor yang mendorong kemunduran industri manufacturing. C.4. Fahmy Radhi ( Tim ahli Pusat Studi Ekonomi Pancasila UGM) Secara makro, indikasi deindustrialisasi akan tampak dari melambatnya pertumbuhan sektor industri dan menurunnya kontribusi sektor industri terhadap PDB, serta melemahnya sektor industri dalam menyerap tenaga kerja. D. Solusi antisipasi kebijakan Diluar pro dan kontra apakah industri Indonesia mengalami deindustrialisasi, diperlukan solusi pemecahan bagi kondisi industri Indonesia yang pertumbuhannya semakin turun. D.1. Muhammad Chatib Basri (Pengamat ekonomi dari LPEM Univ. Indonesia) a. Menciptakan pasar tenaga yang bersifat fleksibel tanpa mengorbankan buruh. b. Menghapuskan ekonomi biaya tinggi dengan memangkas peraturan c. Menurunkan berbagai biaya tinggi yang timbul karena tarif bea masuk yang diberlakukan untuk bahan baku. d. Melihat potensi pasar negara berkembang dan juga peralihan pola produksi. e. Perbaikan iklim investasi dan pembenahan industri. D.2. Zulkieflimansyah (Ketua Dept. Kebijakan Ekonomi PKS) a. Pemerintah mengkomunikasikan kepada masyarakat bahwa tak ada penyelesaian singkat dalam menyelesaikan kemelut ekonomi. b. Terus menjaga momentum baiknya variabel-variabel makroekonomi demi terciptanya lingkungan yang kondusif bagi tersemainya bibit-bibit industri yang tangguh dan andal. Pada saat yang sama juga dilakukan reformasi dan vitalisasi sektor perpajakan. c. Harus ada upaya dan perencanaan yang serius untuk membangun industrial base yang tangguh. d. Menciptakan lingkungan investasi yang atraktif dan hazard free kepada perusahaan-perusahaan asing yang mau melakukan alih teknologi di Indonesia. D.3. Aviliani (Pengamat ekonomi) Memberikan solusi berupa peningkatan kualitas produk domestik agar mampu menyaingi produk impor dan meningkatkan ekspor guna menambah devisa. Namun daya saing produk domestik masih rendah, selain kualitas yang belum mampu bersaing juga dikarenakan (1) biaya modal atas pinjaman bank yang tinggi; (2) Kebijakan ketenagakerjaan yang memperkuat eksistensi serikat buruh yang menyebabkan biaya tenaga kerja relatif mahal ketimbang produktivitas; (3) Tingginya tarif listrik, BBM dan telepon; (4) Biaya-biaya terkait pelaksanaan otonomi daerah yang kerap kali menimbulkan kenaikan pajak daerah, retribusi, dan biaya-biaya lain baik legal maupun ilegal. 4

D.4. Fahmy Radhi (Tim Ahli Pusat Studi Ekonomi Pancasila UGM, Pengelola&Pengajar Program Diploma FE UGM) Memberikan solusi untuk menghentikan atau setidaknya memperlambat akselerasi proses deindustrialisasi, khususnya pada tahun 2006, yaitu: a. Mengembangkan kebijakan yang memberikan stimulus bagi sektor industri, diantaranya menurunkan bea masuk bagi impor bahan baku dan bahan penolong yang masih dibutuhkan industri dalam negeri. b. Menciptakan iklim investasi kondusif yang memungkinkan peningkatan investasi, baik PMDN maupun PMA. c. Mengupayakan adanya keseimbangan stabilitas ekonomi makro, dengan meningkatkan pertumbuhan ekonomi, serta menekan tingkat suku bunga dan tingkat inflasi. E. Pertumbuhan industri manufaktur E.1. Hendri Saparini (Managing Director Econit - Pengamat Ekonomi) Mulai tahun 2006 pertumbuhan industri manufaktur terus menurun, ditunjukkan pada gambar 1. Pada tahun 2005, penurunan yang terjadi cukup signifikan. Kondisi tersebut semakin diperparah dengan naiknya harga BBM pada Maret 2005 rata-rata sebesar 29% dan Oktober 2005 rata-rata sebesar 126%. Pasalnya kenaikan harga BBM ini otomatis menyebabkan kenaikan biaya produksi di sektor industri, sementara harga jual produk di pasar tidak dapat disetarakan dengan kenaikan harga BBM tersebut. Hal ini disebabkan menurunnya daya beli konsumen akibat kenaikan BBM itu sendiri dan akibat membanjirnya produk impor dengan harga yang lebih kompetitif. Gambar 1. Pertumbuhan Industri Manufaktur 7,20% 5.86% 5.27% 5.15% 5% 2004 2005 2006 2007 2008* Sumber: Hendri Saparini Demikian pula bila dibandingkan dengan pertumbuhan PDB (gambar 2), pertumbuhan sektor industri semakin melemah. Mulai tahun 2006 sampai dengan kwartal 2 tahun 2007 pertumbuhan industri masih menopang pertumbuhan PDB namun mulai kwartal 3 tahun 2007 pertumbuhan industri terus menurun. 5

Gambar 2. Pertumbuhan industri manufaktur dan PDB 7 6 5 4 3 2 1 0 5.5 5.4 4.6 4.7 Sumber : Hendri Saparini Sedangkan, dilihat secara per sektor, sebagian besar sektor industri mengalami pertumbuhan yang menurun bahkan minus. Hanya sektor industri alat angkut, mesin dan kendaraan saja yang terus mengalami pertumbuhan positif, ditunjukkan pada gambar 3. Gambar 3. Pertumbuhan industri manufaktur per sektor 7.22 5.05 Makanan, Minuman dan Tembakau * Jan-Agt Sumber : Hendri Saparini 6.3 6.5 6.3 6.3 6.4 6 5.3 5.5 F. Penyerapan tenaga kerja di sektor industri 4.5 2006 2007 Q1-07 Q2-07 Q3-07 Q4-07 Q1-08 Q2-08 1.23-2.36-2.68-3.43 Tekstil, Kulit dan Alas Kaki industri -0.66-1.74 PDB 3.8 2006 2007 2008* Barang Kayu dan Hasil Hutan 4.3 5.79 5.69 4.48 3.49 0.32 2.09 0.42 Kertas dan Barang Cetakan Pupuk, Kimia dan Barang Karet F.1. Fahmi Radhy-Tim Ahli Pusat Studi Ekonomi Pancasila UGM, Pengelola&Pengajar Program Diploma FE UGM Kemampuan sektor industri dalam menyerap tenaga kerja semakin melemah. Selama periode sebelum krisis, penyerapan tenaga kerja di sektor industri mencapai rata-rata sebesar 7,1 persen per tahun. Sementara, selama periode setelah krisis hingga akhir tahun 2005 penyerapan tenaga kerja sektor industri hanya mencapai rata-rata 1,9 persen per tahun. 2.4 3.4 0.53-0.48 Semen dan Bahan Nonlogam 4.73 2.98 1.69 Logam Dasar, Besi dan Baja 9.73 7.55 15.82 Alat Angkut, Mesin dan Peralatan 3.62-2.82-4.26 Barang Lainnya 6

F.2. Zulkieflimansyah (Ketua Dept. Kebijakan Ekonomi PKS) Dari sisi penyerapan tenaga kerja, terlihat bahwa dalam periode 1988-1997, pertumbuhan tenaga kerja di sektor manufaktur rata-rata 7,1 persen. Daya serap ini mengalami penurunan drastis setelah krisis (1998-2002) menjadi rata-rata 1,9 persen. Bahkan untuk tahun 2002, penyerapan tenaga kerja di sektor manufaktur hanya 0,2 persen, jauh lebih rendah dibandingkan dengan penyerapan tahun 2001 (3,8 persen). Catatan: Namun data yang dirilis BPS menyebutkan bahwa mulai Februari 2005 sampai dengan Agustus 2008, jumlah tenaga kerja yang bekerja di sektor industri semakin meningkat. Bahkan per-februari 2007, industri merupakan salah satu sektor yang mengalami peningkatan jumlah pekerja dibandingkan keadaan Februari tahun sebelumnya. Jumlah pekerja di sektor industri per-februari 2006 sempat mengalami penurunan dibanding Februari tahun 2005, namun untuk tahun selanjutnya terus meningkat, ditampilkan dalam tabel berikut. Tabel 3. Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja menurut Lapangan Pekerjaan Utama (dalam jutaan) Lapangan 2005 2006 2007 2008 Pekerjaan Utama Februari Februari Agustus Februari Agustus Februari Agustus Pertanian 41,81 42,32 40,14 42,61 41,21 53,69 41,33 Pertambangan 0,81 0,95 0,92 1,02 Industri 11,65 11,58 11,89 12,09 12,37 12,44 12,55 Listrik, gas, dan 0,19 0,21 0,23 0,25 air Konstruksi 4,42 4,37 4,70 4,40 5,25 4,73 5,44 Perdagangan 18,90 18,56 19,22 19,43 20,55 20,68 21,22 Transportasi 5,55 5,47 5,66 5,58 5,96 6,01 6,18 Keuangan 1,04 1,15 1,35 1,25 1,40 1,44 1,46 Jasa 10,58 10,57 11,36 10,96 12,02 12,78 13,10 kemasyarakatan Lainnya* 1,17 1,27 1,27 Total 94,95 95,18 95,46 97,58 99,93 102,05 102,55 * Lapangan pekerjaan utama/ sektor lainnya terdiri dari sektor pertambangan serta listrik, gas dan air Sumber : Berita resmi BPS Berdasarkan data BPS tersebut, maka terjadi peningkatan dalam penyerapan tenaga kerja di sektor industri dalam tiga tahun terakhir, karena secara logika jumlah tenaga kerja yang bekerja di satu sektor mencerminkan tingkat penyerapan sektor tersebut terhadap tenaga kerja. G. Perusahaan yang merelokasi pabrik G.1. Rahardi Ramelan (Mantan Memperindag) Jumlah industri dari tahun ke tahun juga terus mengalami penurunan, jika pada tahun 1996 masih mencapai 22.997, tahun 2000 turun menjadi 22.174, tahun 2001 menjadi 21.398, dan di tahun 2002 tinggal 21.146 industri. 7

H. Kesimpulan H.1. Berdasarkan data yang diperoleh, pasar domestik memang tengah dibanjiri oleh produk impor. Hal tersebut disebabkan harga produk impor yang lebih kompetitif dan bahan baku industri nasional bergantung pada impor. H.2. Berdasarkan data yang diperoleh, menurunnya penyerapan tenaga kerja di sektor industri tidak terjadi. H.3. Terlepas dari telah atau belumnya deindustrialisasi terjadi pada sektor industri nasional, tetap dibutuhkan langkah untuk mengantisipasi dan mengatasi hal tersebut. Pertumbuhan sektor industri yang terus menurun beberapa tahun terakhir dan membanjirnya produk impor ke dalam negeri diharapkan sudah menjadi semacam warning bahwa sektor industri nasional tengah mengalami stagnasi. 8