V. PERKEMBANGAN MAKROEKONOMI INDONESIA. dari waktu ke waktu. Dengan kata lain pertumbuhan ekonomi merupakan proses
|
|
- Budi Sugiarto Sutedja
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 115 V. PERKEMBANGAN MAKROEKONOMI INDONESIA 5.1. Pertumbuhan Ekonomi Petumbuhan ekonomi pada dasarnya merupakan proses perubahan PDB dari waktu ke waktu. Dengan kata lain pertumbuhan ekonomi merupakan proses kenaikan output total dalam jangka panjang (Wijono, 2005). Pertumbuhan ekonomi Indonesia selama periode tahun 1993 hingga 2005 dapat dijelaskan pada Gambar 8. Pada periode tahun , pertumbuhan ekonomi Indonesia cukup tinggi, dengan rata-rata pertumbuhan 7.5 persen per tahun. Pada periode tersebut ekonomi Indonesia belum mengalami krisis. Namun semenjak tahun 1997 hingga 2000 dalam masa krisis, petumbuhan ekonomi mengalami penurunan dengan rata-rata negatif 0.9 persen, bahkan pada tahun 1998 pertumbuhan ekonomi negatif 12.9 persen. Indonesia mengalami krisis ekonomi yang cukup berat pada tahun itu tetapi pada periode masa pemulihan ekonomi, pertumbuhan ekonomi mulai membaik dengan pertumbuhan rata-rata 4.6 persen Pertumbuhan (%) Grow th Tahun Sumber : BPS, Pendapatan Nasional, Tahun (data diolah). Gambar 8. Pertumbuhan Ekonomi Riil Indonesia, Tahun
2 Perkembangan Makroekonomi Struktural Untuk melihat struktur perekonomian di Indonesia, dapat diketahui dari kontribusi sektor-sektor produksi terhadap PDB atau dilihat dari sisi suplai. Sektor produksi terdiri dari 9 sektor yakni, sektor pertanian; pertambangan dan penggalian; industri pengolahan; listrik, gas, dan air bersih; konstruksi; perdagangan, hotel dan restoran; pengangkutan; keuangan, dan jasa-jasa. Namun demikian adakalanya sektor-sektor tersebut dibagi menjadi 3 sektor yakni, sektor primer (pertanian), sekunder (industry pengolahan), dan tersier (sektor lainnya) Untuk mengetahui kontribusi masing-masing sektor terhadap PDB dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Distribusi Persentase PDB atas Dasar Hargan Konstan 1993 Menurut Lapangan Usaha, Tahun Lapangan Usaha Pertanian Industri Pengolahan Sektor Lainnya PDB Sumber: BPS, Pendapatan Nasional Indonesia, Tahun (%) Industri pengolahan atau manufaktur merupakan sektor yang memberikan peranan terbersar terhadap PDB, dan menunjukkan kecenderungan meningkat selama periode , dengan kontribusi tahun 2009 sebesar persen, kemudian diikuti oleh pertanian, dengan kontribusi persen. Sedangkan kontribusi sektor lainnya, terbesar adalah dari sektor perdagangan, hotel dan restoran, sementara lainnya rata-rata di bawah 10 persen seperti sektor jasa, pertambangan, keuangan, pengangkutan, konstruksi, listrik, gas, dan air bersih.
3 117 Besarnya kontribusi industri manufaktur pada PDB, disebabkan oleh besarnya kontribusi dari beberapa produk seperti : textile, chemicals and rubber, leather products and footwear, food, beverage, and tobacco, and fertilizers. Peranan dari hasil-hasil industri tersebut mencapai sekitar 80 persen dari total nilai tambah sektor industri manufaktur, dan sebagian besar industri tersebut padat modal dan teknologi tinggi (Wijono, 2005). Seperti telah disinggung sebelumnya, pertumbuhan ekonomi setelah masa krisis cenderung meningkat, terutama setelah tahun Namun dilihat dari pertumbuhan secara sektoral, menurut Wijono (2005), laju pertumbuhan rata-rata tertinggi selama periode adalah dari sektor transportasi dan komunikasi sebesar persen, sementara sektor industri pengolahan hanya tumbuh rata-rata 5.03 persen, sedangkan sektor pertanian lebih kecil lagi yakni 3.93 persen, padahal sektor pertanian bersifat padat karya yang dapat menampung sekitar 40 persen tenaga kerja, bahkan di masa krisis kecenderungan jumlah pekerja di sektor pertanian cenderung meningkat. Dengan demikian jika diperhatikan perubahan struktur perekonomian di Indonesia dari pertanian ke industri atau meningkatnya peranan industri dan jasa di Indonesia tidak diikuti oleh lapangan kerja yang tersedia, bahkan Azis (1991) telah memprediksi kondisi tersebut semenjak tahun 1991, bahwa transformasi ekonomi tidak secara otomatis terhadap penyerapan tenaga kerja, karena pengembangan industri di Indonesia lebih bersifat kapital intensif. Di samping dilihat dari sektor produksi, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya PDB juga dapat dilihat dari segi penggunaannya yang meliputi konsumsi rumah tangga (C), investasi swasta (I), konsumsi pemerintah (G),
4 118 ekspor (X) dan impor barang-barang dan jasa (M). Cara ini dikenal juga dengan sebutan pendekatan sisi permintaan. Untuk mengetahui perkembangan kontribusi konsumsi, ekspor, dan impor terhdap PDB berdasarkan, dapat dilihat pada Gambar. 80 Kontribusi pada PDB C X M Tahun Sumber : BPS, Pendapatan Nasional, Tahun (data diolah) Gambar 9. Perkembangan Distribusi Konsumsi, Ekspor, impor terhadap PDB atas Dasar Harga Konstan 1993, Tahun Kalau diperhatikan dari Gambar 9, tampaknya dari tahun , pengeluaran konsumsi rumah tangga masih memberikan peranan yang terbesar terhadap PDB Indonesia. Dengan peranan rata-rata di atas 60 persen setiap tahun, kondisi tersebut menunjukkan bahwa, pertumbuhan ekonomi Indonesia selama ini relatif lebih banyak didorong oleh tumbuhnya konsumsi masyarakat, dibandingkan dengan dorongan dari pertumbuhan investasi (pembentukan modal domestik). Kondisi ini akan membawa konsekuensi terhadap kurangnya penyerapan tenaga kerja (pengangguran meningkat), karena konsumsi masyarakat sebagian juga disuplai dari produk-produk akhir dari impor, yang akhirnya dalam jangka panjang akan mempengaruhi perkembangan perekonomian makro secara
5 119 keseluruhan. Akan berbeda hasilnya, apabila pertumbuhan ekonomi lebih banyak didorong oleh pembentukan modal (investasi). Kontribusi konsumsi rumah tangga menunjukkan trend meningkat hingga tahun 1999, setelah itu menurun, sementara perkembangan ekspor kecenderungannya meningkat, termasuk pada saat konsusmsi menurun pada tahun 1999 ke tahun Jika dicermati peranan ekspor cenderung meningkat dari tahun 2002 hingga tahun 2009, walaupun demikian impor juga meningkat, namun peningkatannya masih lebih rendah dibandingkan dengan peningkatan ekspor. Di sisi lain kontribusi konsumsi rumahh tangga masih relatif tinggi, namun sesungguhnya kemampuan untuk menyediakan lapangan kerja terbatas jika dibandingkan dengan investasi. Kendatipun demikian dari data BPS telah menunjukkan bahwa sejak pemulihan ekonomi hingga tahun 2005 pengeluaran konsumsi, khususnya konsumsi rumah tangga masih merupakan sumber utama pertumbuhan ekonomi Indonesia. Jika tahun 1993 pengeluaran konsumsi rumah tangga berperan sebesar persen dan tahun 1999 peranan konsumsi tersebut meningkat menjadi persen, hingga tahun 2005 peranan konsumsi rumah tangga masih tetap dominan yaitu sebesar persen, dan pada tahun peranan konsumsi masih tinggi, yakni di atas 56 persen. Sebenarnya peranan konsumsi rumah tangga terhadap pertumbuhan ekonomi dalam jangka pendek tidak menjadi persoalan. Namun jika hal tersebut terjadi dalam jangka panjang, maka dapat menimbulkan dampak terhadap meningkatnya impor dan jumlah pengangguran apabila produksi domestik tidak dinaikkan. Peningkatan produksi berarti perlu adanya kenaikan investasi. Apabila hingga jangka panjang kapasitas produksi nasional tidak meningkat, tapi justru
6 120 dipenuhi dengan produk impor, maka persoalan persoalan baru akan muncul seperti gejolak nilai tukar rupiah, sehingga akan memiliki dampak berantai pada berbagai sektor, dan akhirnya berpengaruh pada PDB. Oleh sebab itu peningkatan produksi melalui peningkatan investasi yang akan datang harus terus diupayakan, baik investasi bersumber dari masyarakat domestik, asing, maupun pemerintah Perkembangan Kesempatan Kerja Masalah angkatan kerja di Indonesia meliputi masalah kualitas dan kuantitas. Pertumbuhan angkatan kerja yang cepat akan membawa beban tersendiri bagi perekonomian dalam menciptakan lapangan kerja. Apabila tidak dapat menampung kecepatan pertumbuhan angkatan kerja yang baru, maka bagi angkatan kerja yang tidak tertampung akan menambah jumlah pengangguran. Oleh karena itu penciptaan lapangan kerja baru merupakan salah satu tujuan pembangunan dalam perekonomian. Namun demikian pembangunan ekonomi belum dapat menampung kenaikan angkatan kerja yang terjadi, baik dari pendatang baru maupun dari lulusan sekolah yang masuk dalam angkatan kerja. Masalah angkatan kerja di Indonesia, bukan saja masalah kuantitas, tapi juga masalah kualitas pekerja atau sumberdaya manusia. Masalah kualitas ini dapat dilihat dari tingkat pendidikan yang diselesaikan dan tingkat produktivitas kerja masih relatif rendah. Akibatnya tingkat partisipasi angkatan kerja Indonesia juga masih relatif rendah. Sejak terjadinya krisis di Indonesia pada tahun 1998 jumlah pengangguran meningkat cepat. Hal ini terjadi karena dampak krisis tersebut menyebabkan terjadinya kelesuan ekonomi hampir diseluruh sektor. Setelah terjadinya kelesuan tersebut, perusahaan-perusahaan banyak yang melakukan pemutusan hubungan
7 121 kerja (PHK), akibatnya terjadi depresi ekonomi yang ditandai dengan pertumbuhan ekonomi hingga sekitar minus 13 persen, sehingga jumlah pengangguran meningkat dengan cepat. Walaupun demikian pembangunan ekonomi terus digalakkan, karena salah satu tujuannya adalah menciptakan lapangan kerja yang cukup untuk menyerap pertambahan angkatan kerja yang masuk ke pasar kerja, yang lebih cepat dibandingkan dengan peningkatan lapangan kerja baru. Untuk mengukur kemampuan penyerapan angkatan kerja tersebut biasanya digunakan konsep elastisitas kesempatan kerja, yaitu mengukur kemampuan kualitas pertumbuhan ekonomi terhadap penyerapan angkatan kerja. Menurut perkiraan Badan Pusat Statistik (BPS), akibat pertumbuhan ekonomi yang negatip menyebabkan industri yang ada tidak mampu menyediakan lapangan kerja baru untuk menampung tambahan angkatan kerja. Kondisi tersebut terjadi karena pada saat yang sama terjadi kenaikan suku bunga pinjaman yang cukup tinggi. Sehingga perusahaan-perusahaan tidak melakukan perluasan maupun melakukan investasi baru. Kemudian akibat krisis ekonomi yang terjadi, memicu terjadinya ketidak stabilan politik dan keamanan, serta tingkat inflasi yang tinggi menyebabkan kepercayaan investor terus menurun, bahkan terjadi aliran modal keluar negeri yang juga mengakibatkan terjadinya depresiasi nilai tukar rupiah. Walaupun secara teoritis menurunnnya nilai tukar rupiah dapat meningkatkan ekspor, tapi peningkatan ekspor yang terjadi tidak terlalu besar, karena tingkat inflasi dalam negeri yang tinggi juga menyebabkan tingkat efisiensi menurun. Sebagai gambaran tentang perkembangan penyerapan angkatan kerja yang dikaitkan dengan pertumbuhan ekonomi di Indonesia, baik sebelum krisis, masa krisis, maupun setelah krisis dapat dilihat melalui Gambar 10.
8 122 Dari Gambar 10 dapat dilihat bahwa terdapat pola hubungan positif antara pertumbuhan ekonomi dengan penyerapan kesempatan kerja, walaupun pertumbuhan kesempatan kerja relatif lebih lambat dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi. Oleh karena itu untuk dapat menampung angkatan kerja yang belum bekerja, harus diupayakan dapat menciptakan lapangan kerja baru Persen Eco Gr Emp Gr Tahun Sumber : BPS, Indikator Ekonomi, tahun BPS, Keadaan Angkatan Kerja Indonesia, tahun Gambar 10. Pola Hubungan Pertumbuhan Ekonomi dan Pertumbuhan Kesempatan Kerja, Tahun Salah satu cara untuk menciptakan lapangan kerja baru adalah dengan mempercepat peningkatan pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi. Jika tidak demikian pengangguran tetap saja akan meningkat. Gambar 10, menunjukkan tingkat pertumbuhan ekonomi yang fluktuatif dan lambat, terutama semenjak krisis hingga tahun Sejak tahun 2005 pertumbuhan ekonomi rata-rata di atas 5 persen, namun pada tahun 2009 kembali menurun. Di lain pihak pertumbuhan employment lebih lambat, walaupun dari tahun 2003 hingga 2006 pertumbuhan employment cukup tinggi, namun setelah itu kembali menurun hingga tahun 2009.
9 123 Sebenarnya agar tingkat pertumbuhan ekonomi tinggi, maka iklim investasi harus diperbaiki. Sejalan dengan peningkatan investasi tersebut agar dapat terus tumbuh, daya saing juga harus ditingkatkan sehingga produksi domestik dan ekspor juga akan terus meningkat. Peningkatan investasi dan produksi dengan daya saing tinggi akan meningkatkan aktivitas perekonomian di dalam negeri sehingga penciptaan lapangan kerja baru dapat menurunkan jumlah pengangguran. Namun di samping itu, proses pembangunan akan berjalan baik, apabila diikuti berbagai kebijakan yang mendukung di setiap tahapan, misalnya kebijakan penetapan suku bunga pinjaman yang rendah, infrastruktur yang memadai, pelayanan yang cepat dan tidak korup. Peningkatan pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan investasi akan memberikan dampak lebih tinggi dalam penyediaan lapangan kerja dibandingkan dengan peningkatan pertumbuhan ekonomi yang sumber utamanya dari pengeluaran konsumsi seperti yang terjadi selama ini Daya Saing Produk Tingkat daya saing ekspor Indonesia, di samping karena persoalan efisiensi produksi yang masih rendah, juga terdapat persoalan-persoalan lain yang terkait dengan perkembangan investasi, seperti biaya birokrasi yang tidak berhubungan secara langsung dengan biaya dalam proses produksi. Keterkaitan dengan biaya birokrasi tersebut, di samping jumlah biaya yang harus dikeluarkan cukup besar, juga lamanya waktu yang diperlukan untuk mengurus suatu usaha bisnis, mulai dari pendirian hingga beroperasinya suatu perusahaan (ekonomi biaya tinggi). Peringkat daya saing Indonesia dapat dilihat pada laporan world economic forum (WEF) melalui the global competitiveness report berbagai publikasi
10 124 tahunan. Misalnya pada tahun 1996 dan tahun 1999 daya saing global Indonesia masing-masing berada pada peringkat 30, dan 37. Kemudian pada tahun 2000 berada peringkat 44, kemudian menurun lagi ke peringkat 47 pada tahun dan pada tahun 2008 mengalami kenaikan menjadi peringkat 44, namun tahun 2009 kembali menurun ke peringkat 46. Jika diperhatikan dari tahun ke tahun daya saing Indonesia mengalami naik turun, sementara di beberapa negara-negara di lingkungan ASEAN, hanya Vietnam yang berada di bawah peringkat Indonesia, yakni peringkat 48 pada tahun Oleh karena itu harus ada upaya maksimal dari segenap masyarakat yang terlibat, agar daya saing Indonesia dapat meningkat. Jika tidak ada upaya yang lebih maksimal untuk meningkatkan daya saing produk domestik, baik di pasaran dalam negeri maupun luar negri, maka akan sulit bagi Indonesia untuk menjadikan komoditas ekspor sebagai sumber utama dalam pertumbuhan ekonomi Perkembangan Perdagangan Luar Negeri Salah satu aspek penting dalam perekonomian suatu bangsa adalah perdagangan luar negeri. Pada jaman modern sekarang ini setiap negara telah melakukan hubungan perdagangan dengan negara lain, demikian halnya dengan bangsa Indonesia. Perdagangan luar negeri bagi bangsa Indonesia terasa semakin penting, bukan semata-mata dilihat dari perolehan devisa dari ekspor, akan tetapi juga terkait dengan kebutuhan impor barang-barang modal dan bahan baku dalam rangka memacu produksi baik untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri maupun untuk meningkatkan ekspor.
11 Perkembangan Ekspor Indonesia Setelah masa kejayaan penerimaan dari minyak dan gas (migas) berlalu, fokus ekspor Indonesia beralih ke ekspor non migas. Sehingga kinerja ekspor Indonesia tidak lagi ditentukan oleh ekspor migas, tapi lebih ditentukan oleh ekspor non migas. Dalam upaya meningkatkan ekspor non migas ini tampak perkembangannya masih relatif lambat. Kedaan ini disebabkan oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal terutama disebabkan oleh masalah inefisiensi, sementara fator eksternal dapat bersumber dari negara-negara kompetitor, dan juga kondisi ekonomi negara-negara tujuan ekspor, di samping itu, juga disebabkan oleh keadaan perekonomian dunia, khususnya yang berasal dari negara-negara maju sebagai tujuan ekspor. Ekspor non migas Indonesia terdiri dari berbagai macam barang dengan tujuan banyak negara, namun komposisinya sangat tidak berimbang. Komoditas ekspor Indonesia sebagian besar didominasi oleh beberapa jenis barang tertentu, demikian pula tujuan ekspor Indonesia terkonsentrasi pada beberapa negara tertentu saja. Sehingga penerimaan total ekspor Indonesia sangat tergantung pada ekspor barang-barang tertentu dan negara tujuan ekspor tertentu. Kondisi seperti ini sangat rentan terhadap perubahan-perubahan yang terjadi karena sifat ketergantungan tersebut. Misalnya jika terjadi penurunan harga dan permintaan baik terhadap komoditi utama maupun terhadap negara tujuan utama. Masalah ini akan memiliki resiko pada defisit neraca perdagangan dan berlanjut pada tekanan terhadap neraca pembayaran internasional. Apabila produksi di dalam negeri tidak tersalurkan ke pasaran internasional, berarti dampak negatip terhadap perekonomian dalam negeri akan terjadi. Dampak negatip berupa kemerosotan
12 126 ekspor dimasa lalu memang masih dapat diatasi dengan kebijakan devaluasi, namun pada regim valuta asing, seperti yang di anut oleh bank Indonesia sekarang ini, yakni kurs mengambang (floating exchange rate) maka kebijakan devaluasi tidak lagi akan efektip untuk diberlakukan. Oleh karena itu untuk mengatasi masalah ketergantungan tersebut, bangsa Indonesia telah melakukan upaya perluasan negara tujuan ekspor, serta meningkatkan diversifikasi komoditas ekspor. Karena jika tidak demikian, maka mudah sekali terkena dampak negatip akibat perubahan baik di negara tujuan ekspor maupun perubahan terhadap permintaan komoditi ekspor, sehingga penerimaan ekspor akan menurun. Kinerja ekspor suatu negara tidak hanya dilihat dari besaran nilai atau volumenya saja, tapi juga harus dilihat dari diversifikasinya, baik jenis komoditasnya, dalam arti ragam produknya, atau intensitas penggunaan teknologi terhadap suatu produk, maupun negara-negara tujuan ekspor (Francis, 2003; Tambunan, 2001; Cuaresma dan Worz, 2000). Walaupun demikian kenaikan atau pertumbuhan ekspor juga merupakan bagian dari keberhasilan dalam mengembangkan pasar produk-produk dalam negeri. (Tambunan, 2001; Dumairy, 1996). Sebagai gambaran keberhasilan dalam perkembangan ekspor Indonesia dapat dilihat melalui Tabel 8. Nilai ekspor non migas Indonesia dari tahun ke tahun cenderung meningkat. Tahun 1993 nilai ekspor non migas Indonesia adalah sebesar juta dolar Amerika, pada tahun 2000 telah meningkat menjadi juta dolar Amerika, berarti telah hampir 2 kali lipat, dan tahun 2005 nilai ekspor non migas telah menjadi juta dolar Amerika, kemudian nilai ekspor non migas terus meningkat hingga tahun 2008 menjadi juta dolar Amerika, kemudian tahun 2009 mengalami penurunan. Penurunan ekspor pada
13 127 tahun 2009 bersumber dari ekspor pertanian dan hasil industri, sedangkan ekspor pertambangan meningkat. Tabel 8, juga menunjukkan bahwa ekspor terbesar adalah berasal dari industri manufaktur, yakni rata-rata 84 persen, kemudian diikuti oleh ekspor komoditas pertanian dengan rata-rata 7 persen dan cenderung menurun, serta ekspor komoditas pertambangan rata-rata sebesar 7 persen, walaupun kecendrungannya meningkat, tapi sangat lambat. Tabel 8. Struktur Ekspor Non Migas Indonesia Menurut Sektor Ekonomi, Tahun Tahun Ekspor Non Kontribusi Sektoral Ekspor (Persen) Migas (Juta US$) Pertanian Industri Pertambang Lainnya Tahun Tahun Tahun Sumber : BPS, Indikator Ekonomi, Tahun (data diolah) Jika dilihat dari negara-negara tujuan ekspor non migas Indonesia tidak tersebar secara baik, karena terkonsentrasi pada beberapa negara tertentu yang menjadi tujuan ekspor tersebut (Tabel 9). Tabel tersebut memperlihatkan bahwa, lebih dari 40 persen dari total ekspor non migas Indonesia hanya diserap oleh tiga negara, yakni Jepang, Amerika Serikat, dan Singapura, sementara negara-negara tujuan ekspor lainnya rata-rata hanya menyerap sekitar 2 hingga 3 persen saja.
14 128 Sejak tahun 2007, negara China telah menjadi negara tujuan ekspor Indonesia yang cukup signifikan. Peranan China dalam menyerap komoditi ekpsor Indonesia semenjak tahun 2007 hingga tahun 2009 telah mencapai rata-rata di atas 8 persen. Sehingga dominasi tujuan ekspor Indonesia sudah bertambah karena sudah termasuk negara China. Demikian juga jika dilihat per wilayah tujuan ekspor, maka ekspor non migas lebih terkonsentrasi pada wilayah Asean, dari tahun 2000 hingga 2009 rata-rata 18.7 persen. Sementara tujuan ekspor Indonesia ke wilayah Australia dan Afrika daya serapnya masih sangat rendah, yakni di bawah 4 persen. Tabel 9. Komposisi dan Perkembangan Ekspor Menurut Negara dan Wilayah Tujuan, Tahun Negara/Wilayah 1 Tahun Jepang Amerika Serikat Singapura Hongkong/China Belanda Inggris Jerman ASEAN AMERIKA UNI EROPA AUSTRALIA AFRIKA Keterangan : 1 Beberapa negara tujuan ekspor tidak dimasukkan karena ekspornya masih relatif kecil. Ekspor Ke Negara China semenjak Tahun Sumber : BPS, Indikator Ekonomi, Tahun (data diolah) (%) Negara-negara yang berada di wilayah Afrika dan Australia sebenarnya merupakan potensi tujuan ekspor Indonesia yang akan datang, hanya saja langkah kearah tersebut masih perlu dioptimalkan. Di samping itu komoditas ekspor non
15 129 migas Indonesia diversifikasinya juga masih kurang. Pada hal keragaman komoditas ekspor non migas Indonesia, akan semakin meningkatkan kontribusinya terhadap nilai total ekspor Indonesia. Jika diversifikasi ekspor semakin bervariasi, berarti peranan ekspor non migas akan semakin penting dalam perekonomian nasional. Terlebih lagi penerimaan yang berasal dari migas tidak lagi menjadi andalan utama, karena kontribusinya sudah sulit untuk dinaikkan Perkembangan Impor Indonesia Sejalan dengan meningkatnya aktivitas perekonomian nasional, pengeluaran untuk impor juga terus meningkat. Pada tahun 2000 impor Indonesia bernilai juta dolar Amerika. Walaupun impor sempat menurun karena nilai rupiah terdepresiasi namun pada tahun 2004 hingga tahun 2005 impor melonjak cukup tinggi, bahkan pada tahun 2005, nilai impor telah menjadi juta dolar Amerika. Kenaikan impor tersebut tidak terlepas dari berbagai kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan tarif bea masuk, serta kemudahan dalam memperoleh ijin impor bagi banyak perusahaan. Kebijakan impor ini terkait dengan upaya pengembangan industri dalam negeri, peningkatan investasi, dan pengembangan ekspor. Dilihat dari negara asal impor, komposisi asal impor Indonesia mirip dengan komposisi ekspor menurut negara tujuan, karena impor utama berasal dari negara Jepang, Singapura, dan Amerika Serikat, serta China. Jika dilihat dari Tabel 10, nampaknya lebih dari 40 persen impor Indonesia berasal dari keempat negara tersebut. Sedangkan jika ditinjau dari wilayah regional, impor Indonesia terbesar adalah berasal dari Asean, kemudian Amerika Serikat, sedangkan wilayah
16 130 Uni Eropa dan Australia, impor Indonesia relatif lebih rendah, bahkan impor dari Afrika masih sangat kecil. Permasalahan yang muncul memang tidak seberat seperti ketergantungan terhadap ekspor, karena untuk impor dapat dilakukan dengan negara-negara lain seperti negara-negara di Eropa maupun Asia, sementara mencari mitra dagang untuk ekspor komoditas Indonesia relatif lebih sulit dibandingkan dengan impor. Komposisi dan struktur impor dapat juga dianalisis dari penggolongan barang impor berdasarkan tujuan penggunaannya. Dalam konteks ini badan pusat statistik (BPS) mengelompokkan barang-barang impor kedalam tiga kelompok barang, yaitu barang konsumsi, barang modal, dan bahan baku. Tabel 10. Perkembangan Komposisi Impor Menurut Negara Asal dan Wilayah, Tahun (Persen terhadap Total Impor) Negara/Wilayah 1 Tahun Jepang Singapura Amerika Serikat Hongkong/China Jerman Malaysia Thailand ASEAN AMERIKA UNI EROPA AUSTRALIA AFRIKA Keterangan : 1 Beberapa Negara asal impor tidak dimasukkan karena impornya masih relatif kecil. Sumber : BPS, Indikator Ekonomi, Tahun (data diolah) (%) Bahan baku dalam struktur impor Indonesia sangat dominan, rata-rata impor bahan baku lebih dari 70 persen setiap tahun. Kondisi ini mengindikasikan
17 131 bahwa industri dalam negeri sangat ketergantungan terhadap bahan baku impor. Besarnya ketergantungan ini sangat potensial menimbulkan berbagai persoalan industri di dalam negeri, terutama gangguan proses produksi industri akan tersendat. Gangguan impor tersebut dapat bersumber dari gejolak kondisi bahan baku yang bersumber dari negara asal impor. Demikan pula gejolak dapat muncul dari terdepresiasinya nlai tukar rupiah, sehingga menyebabkan biaya produksi menjadi tinggi dan dapat memicu inflasi domestik, akibatnya daya saing harga produk akan menurun baik di pasaran dalam negeri maupun di luar negeri atau gejolak kondisi bahan baku yang bersumber dari negara asal impor. Impor barang-barang konsumsi yang paling banyak berdasarkan data BPS adalah jenis makanan dan minuman, kemudian impor kendaraan pribadi yang lebih kecil, karena tarif yang dkenakan sangat tinggi. Sedangkan impor bahan baku penolong seperti makanan dan minuman, bahan baku industri, bahan bakar dan pelumas, serta suku cadang. Adapun impor barang modal antara lain terdiri atas alat angkutan untuk industri, kendaraan penumpang, dan barang modal selain alat angkut yang jumlahnya paling banyak (Badan Pusat Statistik, 2008).
18 132
BAB I PENDAHULUAN. dari keadaan ekonomi negara lain. Suatu negara akan sangat tergantung dengan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kehidupan ekonomi suatu negara pada dewasa ini tidak dapat dipisahkan dari keadaan ekonomi negara lain. Suatu negara akan sangat tergantung dengan negara lain
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Small open economic, merupakan gambaran bagi perekonomian Indonesia saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap perekonomian dunia,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara fundamental, bahwa gerak perdagangan semakin terbuka, dinamis, dan cepat yang menyebabkan
Lebih terperinciVIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan net ekspor baik dalam
219 VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 8.1. Kesimpulan 8.1.1. Berdasarkan pengujian, diperoleh hasil bahwa guncangan ekspor nonagro berpengaruh positip pada kinerja makroekonomi Indonesia, dalam
Lebih terperinciBAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA
81 BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA Negara-negara yang tergabung dalam ASEAN bersama dengan Cina, Jepang dan Rep. Korea telah sepakat akan membentuk suatu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ukuran dari peningkatan kesejahteraan tersebut adalah adanya pertumbuhan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai salah satu negara berkembang, menganut sistem perekonomian terbuka dimana lalu lintas perekonomian internasional sangat penting dalam perekonomian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara sedang berkembang selalu berupaya untuk. meningkatkan pembangunan, dengan sasaran utama adalah mewujudkan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara sedang berkembang selalu berupaya untuk meningkatkan pembangunan, dengan sasaran utama adalah mewujudkan masyarakat demokratis, yang
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Dalam konteks ekonomi pembangunan, perluasan terhadap ekspor. merupakan faktor penentu kunci pertumbuhan ekonomi di negara berkembang.
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam konteks ekonomi pembangunan, perluasan terhadap ekspor merupakan faktor penentu kunci pertumbuhan ekonomi di negara berkembang. Gouws (2005) menyatakan perluasan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. integral dan menyeluruh. Pendekatan dan kebijaksanaan sistem ini telah
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator penting untuk menganalisis pembangunan ekonomi yang terjadi disuatu Negara yang diukur dari perbedaan PDB tahun
Lebih terperinciBAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi,
BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA 4.1 Perkembangan Laju Inflasi di Indonesia Tingkat inflasi merupakan salah satu indikator fundamental ekonomi suatu negara selain faktor-faktor lainnya seperti
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Perdagangan internasional merupakan salah satu aspek penting dalam
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perdagangan internasional merupakan salah satu aspek penting dalam perekonomian setiap negara di dunia. Dengan perdagangan internasional, perekonomian akan saling terjalin
Lebih terperinciBAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2007
BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2007 4.1. Gambaran Umum awa Barat adalah provinsi dengan wilayah yang sangat luas dengan jumlah penduduk sangat besar yakni sekitar 40 Juta orang. Dengan posisi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak sedikit jumlahnya di dalam pembangunan nasional. Dalam konteks pembangunan nasional maupun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. iklimnya, letak geografisnya, penduduk, keahliannya, tenaga kerja, tingkat harga,
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap negara selalu berbeda bila ditinjau dari sumber daya alamnya, iklimnya, letak geografisnya, penduduk, keahliannya, tenaga kerja, tingkat harga, keadaan struktur
Lebih terperinciAnalisis Perkembangan Industri
JUNI 2017 Analisis Perkembangan Industri Pusat Data dan Informasi Juni 2017 Pendahuluan Membaiknya perekonomian dunia secara keseluruhan merupakan penyebab utama membaiknya kinerja ekspor Indonesia pada
Lebih terperinciIV. FLUKTUASI MAKROEKONOMI INDONESIA
49 IV. FLUKTUASI MAKROEKONOMI INDONESIA 4.1 Produk Domestik Bruto (PDB) PDB atas dasar harga konstan merupakan salah satu indikator makroekonomi yang menunjukkan aktivitas perekonomian agregat suatu negara
Lebih terperinciIV. GAMBARAN UMUM INDIKATOR FUNDAMENTAL MAKRO EKONOMI NEGARA ASEAN+3
IV. GAMBARAN UMUM INDIKATOR FUNDAMENTAL MAKRO EKONOMI NEGARA ASEAN+3 4.1 Pertumbuhan Ekonomi Negara ASEAN+3 Potret ekonomi dikawasan ASEAN+3 hingga tahun 199-an secara umum dinilai sangat fenomenal. Hal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pesat sesuai dengan kemajuan teknologi. Dalam era globalisasi peran transportasi
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Globalisasi dari sisi ekonomi adalah suatu perubahan dunia yang bersifat mendasar atau struktural dan akan berlangsung terus dalam Iaju yang semakin pesat
Lebih terperinciVI. SIMPULAN DAN SARAN
VI. SIMPULAN DAN SARAN 6.1 Simpulan Berdasarkan pembahasan sebelumnya maka dapat diambil beberapa kesimpulan antara lain: 1. Selama tahun 1999-2008, rata-rata tahunan harga minyak telah mengalami peningkatan
Lebih terperinciABSTRAK. Kata kunci: PDB, Kurs, Impor, Utang luar negeri
Judul : Pengaruh Kurs dan Impor Terhadap Produk Domestik Bruto Melalui Utang Luar Negeri di Indonesia Tahun 1996-2015 Nama : Nur Hamimah Nim : 1306105143 ABSTRAK Pertumbuhan ekonomi suatu negara dapat
Lebih terperinciAnalisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN Nomor. 01/ A/B.AN/VI/2007 BIRO ANALISA ANGGARAN DAN PELAKSANAAN APBN SETJEN DPR RI
Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN 2008 Nomor. 01/ A/B.AN/VI/2007 Asumsi Dasar dan Kebijakan Fiskal 2008 Sesuai dengan ketentuan UU Nomor 17 Tahun 2003, Pemerintah Pusat diwajibkan untuk menyampaikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Sebagai negara yang menganut sistem perekonomian terbuka,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sebagai negara yang menganut sistem perekonomian terbuka, seperti Indonesia serta dalam era globalisasi sekarang ini, suatu negara tidak terlepas dari kegiatan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 mengakibatkan
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan indikator yang sangat penting dalam perekonomian setiap negara, baik di negara maju maupun di negara berkembang. Krisis ekonomi yang terjadi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Uang merupakan suatu alat tukar yang memiliki peranan penting dalam
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Uang merupakan suatu alat tukar yang memiliki peranan penting dalam kehidupan manusia. Uang mempermudah manusia untuk saling memenuhi kebutuhan hidup dengan cara melakukan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator ekonomi antara lain dengan mengetahui pendapatan nasional, pendapatan per kapita, tingkat
Lebih terperinciAnalisis Perkembangan Industri
APRIL 2017 Analisis Perkembangan Industri Pusat Data dan Informasi April 2017 Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Triwulan I 2017 Pada triwulan 1 2017 perekonomian Indonesia, tumbuh sebesar 5,01% (yoy). Pertumbuhan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kebutuhan manusia sangat tidak terbatas sedangkan alat pemenuh kebutuhan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kebutuhan manusia sangat tidak terbatas sedangkan alat pemenuh kebutuhan tersebut sangat terbatas. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut setiap manusia tidak dapat
Lebih terperinciBAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI PAPUA Keadaan Geografis dan Kependudukan Provinsi Papua
BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI PAPUA 4.1. Keadaan Geografis dan Kependudukan Provinsi Papua Provinsi Papua terletak antara 2 25-9 Lintang Selatan dan 130-141 Bujur Timur. Provinsi Papua yang memiliki luas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Proses globalisasi yang bergulir dengan cepat dan didukung oleh kemajuan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proses globalisasi yang bergulir dengan cepat dan didukung oleh kemajuan teknologi tertentu di bidang komunikasi dan informasi telah mengakibatkan menyatunya pasar
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. dan liberalisasi perdagangan barang dan jasa semakin tinggi intensitasnya sehingga
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan perekonomian dalam perdagangan internasional tidak lepas dari negara yang menganut sistem perekonomian terbuka. Apalagi adanya keterbukaan dan liberalisasi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. secara umum oleh tingkat laju pertumbuhan ekonominya. Mankiw (2003)
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan pembangunan ekonomi suatu negara dapat diukur dan digambarkan secara umum oleh tingkat laju pertumbuhan ekonominya. Mankiw (2003) menyatakan bahwa pertumbuhan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. motor penggerak perekonomian nasional. Perdagangan internasional dapat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perdagangan internasional mempunyai peranan sangat penting sebagai motor penggerak perekonomian nasional. Perdagangan internasional dapat didefinisikan sebagai
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur Provinsi Kalimantan Timur terletak pada 113 0 44-119 0 00 BT dan 4 0 24 LU-2 0 25 LS. Kalimantan Timur merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menghasilkan barang dan jasa, investasi yang dapat meningkatkan barang modal,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan perekonomian negara dapat dilihat dari pertumbuhan ekonomi negara tersebut. Pertumbuhan ekonomi berarti perkembangan kegiatan dalam perekonomian
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan. dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia.
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia. Pada satu sisi Indonesia terlalu cepat melakukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Globalisasi ekonomi mendorong perekonomian suatu negara kearah yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Globalisasi ekonomi mendorong perekonomian suatu negara kearah yang lebih terbuka (oppeness). Perekonomian terbuka dalam arti dimana terdapat aktivitas perdagangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sehubungan dengan fenomena shock ini adalah sangat menarik berbicara tentang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Guncangan (shock) dalam suatu perekonomian adalah suatu keniscayaan. Terminologi ini merujuk pada apa-apa yang menjadi penyebab ekspansi dan kontraksi atau sering juga
Lebih terperinciPROYEKSI MAKROEKONOMI INDONESIA
PROYEKSI MAKROEKONOMI INDONESIA 2009-2013 Biro Riset LMFEUI Gejolak makroekonomi mulai terjadi sejalan dengan fluktuasi harga energi dan komoditas sejak semester kedua 2007. Fluktuasi tersebut disusul
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalam suatu periode tertentu, baik atas dasar harga berlaku maupun atas
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan suatu negara, terutama untuk negara-negara yang sedang berkembang. Peningkatan kesejahteraan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi diartikan juga sebagai peningkatan output masyarakat yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi merupakan bagian penting dari pembangunan suatu negara bahkan bisa dikatakan sebagai salah satu indikator dalam menentukan keberhasilan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. seberapa besar kontribusi perdagangan internasional yang telah dilakukan bangsa
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perekonomian global yang terjadi saat ini sebenarnya merupakan perkembangan dari proses perdagangan internasional. Indonesia yang ikut serta dalam Perdagangan internasional
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai suatu bangsa dan negara besar dengan pemilikan sumber daya alam yang melimpah, dalam pembangunan ekonomi yang merupakan bagian dari pembangunan nasional
Lebih terperinciPRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan indikator ekonomi makro yang dapat digunakan untuk melihat tingkat keberhasilan pembangunan ekonomi suatu daerah. Laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Majalengka
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan memberikan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap perekonomian Indonesia. Hal ini dilihat dari kontribusi sektor
Lebih terperinciBAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD)
BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD) 3.1. Asumsi Dasar yang Digunakan Dalam APBN Kebijakan-kebijakan yang mendasari APBN 2017 ditujukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Globalisasi bukanlah merupakan hal yang baru bagi kita. Globalisasi
digilib.uns.ac.id 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Globalisasi bukanlah merupakan hal yang baru bagi kita. Globalisasi merupakan keterkaitan dan ketergantungan antar bangsa dan antar manusia di seluruh
Lebih terperinciAnalisis Pertumbuhan Ekonomi Kab. Lamandau Tahun 2013 /
BAB IV TINJAUAN EKONOMI 2.1 STRUKTUR EKONOMI Produk domestik regional bruto atas dasar berlaku mencerminkan kemampuan sumber daya ekonomi yang dihasilkan oleh suatu daerah. Pada tahun 2013, kabupaten Lamandau
Lebih terperinciPERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN IV TAHUN 2008
BPS PROVINSI DKI JAKARTA PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN IV TAHUN 2008 No. 08/02/31/Th. XI, 16 Februari 2009 Secara total, perekonomian DKI Jakarta pada triwulan IV tahun 2008 yang diukur berdasarkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. diakibatkan oleh adanya currency turmoil, yang melanda Thailand dan menyebar
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Tinggi rendahnya nilai mata uang ditentukan oleh besar kecilnya jumlah penawaran dan permintaan terhadap mata uang tersebut (Hadiwinata, 2004:163). Kurs
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalam membangun perekonomian. Pembangunan ekonomi diarahkan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang yang selalu ingin menciptakan kesempatan kerja dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui usahausahanya dalam membangun perekonomian.
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pada awal setiap tahun anggaran, pemerintah Indonesia selalu menetapkan
I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Pada awal setiap tahun anggaran, pemerintah Indonesia selalu menetapkan indikator makroekonomi yang menjadi target untuk dicapai tahun berjalan. Indikator makroekonomi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia mengambil langkah meningkatkan BI-rate dengan tujuan menarik minat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia pernah mengalami krisis pada tahun 1997, ketika itu nilai tukar rupiah merosot tajam, harga-harga meningkat tajam yang mengakibatkan inflasi yang tinggi,
Lebih terperinciDAMPAK RESTRUKTURISASI INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN JAWA BARAT (ANALISIS INPUT-OUTPUT)
DAMPAK RESTRUKTURISASI INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN JAWA BARAT (ANALISIS INPUT-OUTPUT) OLEH SRI MULYANI H14103087 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan tersebut muncul dari faktor internal maupun faktor eksternal. Namun saat ini, permasalahan
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor perikanan Indonesia dalam era perdagangan bebas mempunyai peluang yang cukup besar. Indonesia merupakan negara bahari yang sangat kaya dengan potensi perikananan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. terpuruk. Konsekuensi dari terjadinya krisis di Amerika tersebut berdampak pada
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kredit macet sektor perumahan di Amerika Serikat menjadi awal terjadinya krisis ekonomi global. Krisis tersebut menjadi penyebab ambruknya pasar modal Amerika
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan proses transformasi yang dilakukan secara sistematis dan berkelanjutan. Pembangunan ekonomi dilakukan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perubahan sistem ekonomi dari perekonomian tertutup menjadi perekonomian
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Fenomensa globalisasi dalam bidang ekonomi mendorong perkembangan ekonomi yang semakin dinamis antar negara. Dengan adanya globalisasi, terjadi perubahan sistem ekonomi
Lebih terperinciBAB IV. SUMATERA UTARA : KEADAAN UMUM DAN PEREKONOMIAN. Daerah provinsi Sumatera Utara terletak diantara 1-4 o Lintang Utara (LU)
104 BAB IV. SUMATERA UTARA : KEADAAN UMUM DAN PEREKONOMIAN 4.1. Keadaan Umum Daerah provinsi Sumatera Utara terletak diantara 1-4 o Lintang Utara (LU) dan 98-100 o Bujur Timur (BT), merupakan bagian dari
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perkembangan perdagangan internasional berawal dari adanya perbedaan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perkembangan perdagangan internasional berawal dari adanya perbedaan sumber daya yang dimiliki setiap negara dan keterbukaan untuk melakukan hubungan internasional
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. sembilan persen pertahun hingga disebut sebagai salah satu the Asian miracle
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini peranan minyak bumi dalam kegiatan ekonomi sangat besar. Bahan bakar minyak digunakan baik sebagai input produksi di tingkat perusahaan juga digunakan untuk
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN , , , ,3 Pengangkutan dan Komunikasi
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian di Indonesia merupakan sektor yang memegang peranan penting dalam perekonomian Indonesia. Sektor pertanian secara potensial mampu memberikan kontribusi
Lebih terperinciDaya Saing Global Indonesia versi World Economic Forum (WEF) 1. Tulus Tambunan Kadin Indonesia
Daya Saing Global Indonesia 2008-2009 versi World Economic Forum (WEF) 1 Tulus Tambunan Kadin Indonesia Tanggal 8 Oktober 2008 World Economic Forum (WEF), berkantor pusat di Geneva (Swis), mempublikasikan
Lebih terperinciKondisi Perekonomian Indonesia
KAMAR DAGANG DAN INDUSTRI INDONESIA Kondisi Perekonomian Indonesia Tim Ekonomi Kadin Indonesia 1. Kondisi perekonomian dunia dikhawatirkan akan benar-benar menuju jurang resesi jika tidak segera dilakukan
Lebih terperinciBAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH. 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya;
BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya; A. Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi (economic growth) merupakan salah satu indikator yang
Lebih terperinciPERTUMBUHAN EKONOMI PAPUA BARAT TRIWULAN II-2013
No. 37/08/91/Th. VII, 02 Agustus 2013 PERTUMBUHAN EKONOMI PAPUA BARAT TRIWULAN II-2013 Besaran PDRB atas dasar harga berlaku pada triwulan II-2013 mencapai Rp 11.972,60 miliar, sedangkan menurut harga
Lebih terperinciPERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA
No. 18/05/31/Th. XI, 15 Mei 2009 PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2009 Perekonomian DKI Jakarta pada triwulan I tahun 2009 yang diukur berdasarkan PDRB atas dasar harga konstan 2000 menunjukkan
Lebih terperinciLAPORAN LIAISON. Triwulan I Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2015 diperkirakan masih tumbuh
Triwulan I - 2015 LAPORAN LIAISON Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2015 diperkirakan masih tumbuh terbatas, tercermin dari penjualan domestik pada triwulan I-2015 yang menurun dibandingkan periode
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses kenaikan pendapatan
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses kenaikan pendapatan perkapita penduduk yang diikuti oleh perubahan fundamental dalam struktur ekonomi suatu negara. Pembangunan
Lebih terperinciPERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN IV TAHUN 2013
No. 09/02/31/Th. XVI, 5 Februari 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN IV TAHUN 2013 Secara total, perekonomian DKI Jakarta pada triwulan IV/2013 yang diukur berdasarkan PDRB atas dasar harga konstan
Lebih terperinciIV. GAMBARAN UMUM HARGA MINYAK DUNIA DAN KONDISI PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN+3
IV. GAMBARAN UMUM HARGA MINYAK DUNIA DAN KONDISI PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN+3 4.1 Perkembangan Harga Minyak Dunia Pada awal tahun 1998 dan pertengahan tahun 1999 produksi OPEC turun sekitar tiga
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan tingginya ketidakpastian perekonomian global, nilai tukar
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejalan dengan tingginya ketidakpastian perekonomian global, nilai tukar Rupiah terus mengalami tekanan depresiasi. Ketidakpastian pemulihan ekonomi dunia juga telah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengejar ketertinggalan pembangunan dari negara-negara maju, baik di kawasan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perekonomian Indonesia selalu mengalami perjalanan yang berfluktuasi, minyak dan gas alam yang selama ini menjadi mesin pertumbuhan, harganya dipasar internasional
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perdagangan luar negeri yang mempunyai peranan penting bagi suatu negara,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dalam perjalanan waktu yang penuh dengan persaingan, negara tidaklah dapat memenuhi sendiri seluruh kebutuhan penduduknya tanpa melakukan kerja sama dengan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi suatu negara sangat ditunjang oleh indikator tabungan dan investasi domestik yang digunakan untuk menentukan tingkat pertumbuhan dan pembangunan ekonomi
Lebih terperinciPERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2008
No. 19/05/31/Th. X, 15 Mei 2008 PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2008 Perekonomian DKI Jakarta pada triwulan I tahun 2008 yang diukur berdasarkan PDRB atas dasar harga konstan 2000 menunjukkan
Lebih terperinciBAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN
BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN I. Ekonomi Dunia Pertumbuhan ekonomi nasional tidak terlepas dari perkembangan ekonomi dunia. Sejak tahun 2004, ekonomi dunia tumbuh tinggi
Lebih terperinciBAB IV GAMBARAN UMUM PERDAGANGAN INDONESIA KE ASEAN PLUS THREE
BAB IV GAMBARAN UMUM PERDAGANGAN INDONESIA KE ASEAN PLUS THREE 4.1. Kerjasama Ekonomi ASEAN Plus Three Kerjasama ASEAN dengan negara-negara besar di Asia Timur atau lebih dikenal dengan istilah Plus Three
Lebih terperinciBAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA
BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA Ekonomi rakyat merupakan kelompok pelaku ekonomi terbesar dalam perekonomian Indonesia dan
Lebih terperinciHerdiansyah Eka Putra B
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI NILAI EKSPOR INDONESIA SEBELUM DAN SESUDAH KRISIS DENGAN MENGGUNAKAN METODE CHOW TEST PERIODE TAHUN 1991.1-2005.4 SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Dan Syarat-syarat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang isi Pemerintah Provinsi Jawa Barat yang tercantum dalam Perda Nomor 1 Tahun 2003 tentang Pola Dasar Pembangunan Daerah Jawa Barat, yaitu Dengan Iman dan Taqwa Jawa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Amerika Serikat. Hal ini sangat mempengaruhi negara-negara lain karena
1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar belakang masalah Pada tahun 2008 terjadi krisis global dan berlanjut pada krisis nilai tukar. Krisis ekonomi 2008 disebabkan karena adanya resesi ekonomi yang melanda Amerika
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. lebih terbuka (openness). Perekonomian terbuka dalam arti dimana terdapat
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Globalisasi ekonomi mendorong perekonomian suatu negara ke arah yang lebih terbuka (openness). Perekonomian terbuka dalam arti dimana terdapat aktivitas perdagangan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. terlepas dari kegiatan ekonomi internasional. Kegiatan ekonomi internasional
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara penganut sistem perekonomian terbuka yang tidak terlepas dari kegiatan ekonomi internasional. Kegiatan ekonomi internasional yang dilakukan oleh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perdagangan dan pariwisata atau dalam istilah tertentu pariwisata memimpin
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada prinsipnya, pertumbuhan ekonomi dapat dirangsang oleh perdagangan dan pariwisata atau dalam istilah tertentu pariwisata memimpin pertumbuhan, pertumbuhan dipimpin
Lebih terperinciBAB V. Kesimpulan dan Saran. 1. Guncangan harga minyak berpengaruh positif terhadap produk domestik
BAB V Kesimpulan dan Saran 5. 1 Kesimpulan 1. Guncangan harga minyak berpengaruh positif terhadap produk domestik bruto. Indonesia merupakan negara pengekspor energi seperti batu bara dan gas alam. Seiring
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Inflasi dapat didefinisikan sebagai suatu proses kenaikan harga-harga yang berlaku dalam
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Inflasi dapat didefinisikan sebagai suatu proses kenaikan harga-harga yang berlaku dalam suatu perekonomian. Tingkat inflasi berbeda dari satu periode ke periode lainnya,
Lebih terperinciPERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA - THAILAND PERIODE : JANUARI AGUSTUS 2014
PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA - THAILAND PERIODE : JANUARI AGUSTUS 2014 A. Perkembangan perekonomian dan perdagangan Thailand 1. Selama periode Januari-Agustus 2014, neraca perdagangan Thailand dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Cadangan devisa merupakan salah satu indikator yang sangat penting untuk
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Cadangan devisa merupakan salah satu indikator yang sangat penting untuk menunjukan kuat atau lemahnya fundamental perekonomian suatu negara. Selain itu,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. utama. Industrialisisasi dimasa sekarang tidak dapat terlepas dari usaha dalam
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian dewasa ini masih sering dianggap sebagai penunjang sektor industri semata. Meskipun sesungguhnya sektoral pertanian bisa berkembang lebih dari hanya
Lebih terperinciBERITA RESMI STATISTIK
BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 53/08/35/Th. X, 6 Agustus 2012 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur Semester I Tahun 2012 mencapai 7,20 persen Pertumbuhan ekonomi
Lebih terperinciPerkembangan Indikator Makro Usaha Kecil Menengah di Indonesia
Perkembangan Indikator Makro Usaha Kecil Menengah di Indonesia Perekonomian Indonesia tahun 2004 yang diciptakan UKM berdasarkan besaran Produk Domestik Bruto (PDB) atas dasar harga berlaku mencapai Rp
Lebih terperinciKinerja Perekonomian Indonesia dan Amanat Pasal 44 RUU APBN 2012
Kinerja Perekonomian Indonesia dan Amanat Pasal 44 RUU APBN 2012 I. Pendahuluan Setelah melalui perdebatan, pemerintah dan Komisi XI DPR RI akhirnya menyetujui asumsi makro dalam RAPBN 2012 yang terkait
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. negara karena pasar modal menjalankan dua fungsi, yaitu fungsi ekonomi dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pasar modal memiliki peranan yang penting terhadap perekonomian suatu negara karena pasar modal menjalankan dua fungsi, yaitu fungsi ekonomi dan fungsi keuangan.
Lebih terperinciANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV
ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2009 263 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2009 Tim Penulis
Lebih terperinciBAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN
BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN Sejak pertengahan tahun 2006, kondisi ekonomi membaik dari ketidakstabilan ekonomi tahun 2005 dan penyesuaian kebijakan fiskal dan moneter yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sebelum krisis bukan tanpa hambatan. Indonesia mengalami beberapa kelemahan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kinerja ekonomi Indonesia yang mengesankan dalam 30 tahun terakhir sebelum krisis bukan tanpa hambatan. Indonesia mengalami beberapa kelemahan dan kerentanan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. cara yang tepat dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat suatu negara
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perekonomian Indonesia diestimasikan akan mengalami tantangan baru di masa yang akan datang. Di tengah liberalisasi ekonomi seperti sekarang suatu negara akan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tersebut di banding dengan mata uang negara lain. Semakin tinggi nilai tukar mata
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Salah satu indikator yang menunjukan bahwa perekonomian sebuah negara lebih baik dari negara lain adalah melihat nilai tukar atau kurs mata uang negara tersebut
Lebih terperinci