BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
VISUM et REPERTUM dr, Zaenal SugiyantoMKes

MODUL FORENSIK FORENSIK KLINIK dan VeR. Penulis : Dr.dr. Rika Susanti, Sp.F Dr. Citra Manela, Sp.F Dr. Taufik Hidayat

Pengertian Maksud dan Tujuan Pembuatan Visum et Repertum Pembagian Visum et Repertum

SURAT KETERANGAN MEDIS

BAB I PENDAHULUAN. terdakwa melakukan perbuatan pidana sebagaimana yang didakwakan Penuntut. tahun 1981 tentang Kitab Hukum Acara Pidana.

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan 5 besar negara dengan populasi. penduduk terbanyak di dunia. Jumlah penduduk yang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

KONSEP MATI MENURUT HUKUM

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Bukti yang dibutuhkan dalam hal kepentingan pemeriksaan suatu

VISUM ET REPERTUM. 1. Definisi

Visum et Repertum pada Korban Hidup

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. pribadi maupun makhluk sosial. Dalam kaitannya dengan Sistem Peradilan Pidana

BAB I PENDAHULUAN. I. 1. Latar Belakang. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi ternyata. membawa dampak sampingan terhadap jenis, kualitas dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM BAGI HAKIM DALAM MEMPERTIMBANGKAN PUTUSANNYA. Oleh : Sumaidi, SH.MH

BAB I PENDAHULUAN. melalui media massa maupun media elektronik seperti televisi dan radio.

BAB II LANDASAN TEORI. sedangkan Repertum berarti melapor. Visum et Repertum secara. yang dilihat dan ditemukan pada benda bukti berupa badan manusia

PENGANTAR MEDIKO-LEGAL. Budi Sampurna

Hukum Acara Pidana Untuk Kasus Kekerasan Seksual

BAB I PENDAHULUAN. Dalam ilmu pengetahuan hukum dikatakan bahwa tujuan hukum adalah

PERANAN DOKTER FORENSIK DALAM PEMBUKTIAN PERKARA PIDANA. Oleh : Yulia Monita dan Dheny Wahyudhi 1 ABSTRAK

Standar Pelayanan Medik

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar belakang. Di rumah sakit Dr. Sardjito, angka kejadian kasus forensik klinik (hidup) yang dilakukan

BAB V PEMBAHASAN. Penelitian yang dilakukan pada 80 (delapan puluh) lembar putusan dari 7

I. PENDAHULUAN. adalah bertujuan untuk mencari kebenaran materi terhadap perkara tersebut. Hal

ABSTRAK MELIYANTI YUSUF

TINJAUAN TERHADAP LANGKAH JAKSA PENUNTUT UMUM DALAM MEMBUKTIKAN PERKARA TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA YANG MENGGUNAKAN RACUN

Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU-KUHAP) Bagian Keempat Pembuktian dan Putusan

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG MANAJEMEN PENYIDIKAN OLEH PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

BAB II PENGERTIAN, KEWENANGAN DAN TUGAS PENYIDIKAN, JENIS, MENURUT HUKUM ACARA PIDANA ISLAM tentang Hukum Acara Pidana.

BAB 1. PENDAHULUAN. dimana barang bukti yang diperiksa tersebut tidak mungkin dihadapkan di sidang

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG MANAJEMEN PENYIDIKAN OLEH PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

BAB II PENGATURAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP SAKSI DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA

BAB I PENDAHULUAN. Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada

KEKUATAN VISUM ET REPERTUM SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM MENGUNGKAP TERJADINYA TINDAK PIDANA

Analisis Kualitas Visum et Repertum Beberapa Dokter Spesialis pada Korban Kekerasan Seksual di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta

BAB III IMPLEMENTASI KETERANGAN AHLI DALAM PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA DI TINGKAT PENYIDIKAN

Lex Administratum, Vol. V/No. 2/Mar-Apr/2017

Bagian Kedua Penyidikan

BAB I PENDAHULUAN. peradilan adalah untuk mencari kebenaran materiil (materiile waarheid)

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Penelitian. Kejahatan merupakan perilaku anti sosial dan juga

TINJAUAN ALUR PROSEDUR PEMBUATAN VISUM ET REPERTUM DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PANDAN ARANG BOYOLALI

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB VI PENUTUP. 1. Prosedur tetap (protap) pembuatan visum et repertum. a. Pemeriksaan korban hidup. b. Pemeriksaan korban mati

VISUM ET REPERTUM. handayani dwi utami

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1961 TENTANG KETENTUAN-KETENTUAN POKOK KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA

KEWENANGAN PENYIDIK POLISI TERHADAP PEMERIKSAAN HASIL VISUM ET REPERTUM MENURUT KUHAP 1. Oleh : Yosy Ardhyan 2

Lex et Societatis, Vol. IV/No. 9/Okt-Des/2016

LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG. Nomor 7 Tahun 2000 Seri D PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada

BAB V PENUTUP. pertanggungjawaban pidana, dapat disimpulkan bahwa:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. diserahkan kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Dati II Batang. type C. sejak saat itu diadakan upaya upaya perbaikan mutu

BARESKRIM POLRI STANDARD OPERASIONAL PROSEDURE PEMERIKSAAN MARKAS BESAR KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA BADAN RESERSE KRIMINAL

MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 436 / MENKES / SK / VI / Tentang

PERANAN VISUM ET REPERTUM DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN YANG MENGAKIBATKAN KEMATIAN

BAB I PENDAHULUAN. khususnya bagi pasien mempunyai kedudukan dan martabat yang tinggi.


BAB I PENDAHULUAN. berada disekitar kita. Pemerkosaan merupakan suatu perbuatan yang dinilai

BAB I PENDAHULUAN. dinyatakan bersalah dan dijatuhi pidana. hubungan seksual dengan korban. Untuk menentukan hal yang demikian

VISUM ET REPERTUM: A MEDICOLEGAL REPORT AS A COMBINATION OF MEDICAL KNOWLEDGE AND SKILL WITH LEGAL JURISDICTION

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENCABUTANKETERANGAN TERDAKWA DALAM BERITA ACARA PEMERIKSAAAN (BAP) DAN TERDAKWA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM DALAM PERKARA PENGANIAYAAN. Zulaidi, S.H.,M.Hum

PERTEMUAN 15: PENYELESAIAN HUKUM. B. URAIAN MATERI Tujuan Pembelajaran 15: Menjelaskan upaya hukum untuk penyelesaian investigasi

PERANAN KETERANGAN AHLI DALAM PROSES PERKARA PIDANA PENGADILAN NEGERI

PENEGAKAN HUKUM. Bagian Kesepuluh, Penelusuran Aset Penelusuran Aset. Modul E-Learning 3

BAB I BERKAS PENYIDIKAN

KEPUTUSAN BERSAMA KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAN KETUA KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI

ALAT BUKTI SAH SURAT: PENEMUAN, PEMBUKTIAN, DAN KETERTERIMAAN Budi Sampurna 1

Kualitas Visum et Repertum Perlukaan di RSUD Indrasari Kabupaten Indragiri Hulu Periode 1 Januari Desember 2013

BAB III PENUTUP. Dari pembahasan yang telah diuraikan mengenai peranan Visum Et Repertum

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Visum et Repertum Perlukaan: Aspek Medikolegal dan Penentuan Derajat Luka

PENEGAKAN HUKUM. Bagian Keempat, Penyidikan Oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) 3.4 Penyidikan Oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)

KOP SURAT KEMENTERIAN ATR/BPN/PEMERINTAH PROVINSI/ PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA *) SURAT PERINTAH TUGAS Nomor: SP-../Gas-W/PPNS PENATAAN RUANG/ /20..

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II. 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 Tentang KUHP. yang dibuat tertulis dengan mengingat sumpah jabatan atau dikuatkan dengan

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERAMPASAN ASET TINDAK PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PENYIMPANAN, PEMUSNAHAN, DAN PELELANGAN BARANG BUKTI. oleh KBP. Drs. ISKANDAR IBRAHIM,MM

II. TINJAUAN PUSTAKA. nampaklah bahwa pembuktian itu hanyalah diperlukan dalam berperkara dimuka

2018, No terhadap korban tindak pidana pelanggaran hak asasi manusia yang berat, terorisme, perdagangan orang, penyiksaan, kekerasan seksual, da

Lex Privatum, Vol.IV/No. 5/Juni/2016. FUNGSI OTOPSI FORENSIK DANKEWENANGAN KEPOLISIAN REPUBLIK INDONESIA BERDASARKAN KUHAP 1 Oleh: Indra Makie 2

Lex Crimen Vol. VI/No. 2/Mar-Apr/2017. KETERANGAN AHLI DAN PENGARUHNYA TERHADAP PUTUSAN HAKIM 1 Oleh : Nixon Wulur 2

Dengan Persetujuan Bersama. DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN:

Kekuatan Keterangan Saksi Anak Dibawah Umur dalam Pembuktian Perkara Pidana

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BEKASI

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

PEMERINTAH KABUPATEN BELITUNG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2008 TENTANG PEMBERIAN KOMPENSASI, RESTITUSI, DAN BANTUAN KEPADA SAKSI DAN KORBAN

- 1 - GUBERNUR JAWA TIMUR

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2018 TENTANG PEMBERIAN KOMPENSASI, RESTITUSI, DAN BANTUAN KEPADA SAKSI DAN KORBAN

2018, No terhadap korban tindak pidana pelanggaran hak asasi manusia yang berat, terorisme, perdagangan orang, penyiksaan, kekerasan seksual, da

PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2017 TENTANG PELAKSANAAN RESTITUSI BAGI ANAK YANG MENJADI KORBAN TINDAK PIDANA

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Visum et Repertum 2.1.1. Pengertian Visum et Repertum Secara harfiah kata Visum et Repertum berasal dari kata visual (melihat) dan reperta (temukan), sehingga Visum et Repertum berarti laporan mengenai apa yang dilihat dan ditemukan. Definisi Visum et Repertum menurut Kolegium Kedokteran Forensik dan Medikolegal adalah : Laporan tertulis yang dibuat oleh dokter atas permintaan tertulis dari pihak yang berwajib mengenai apa yang dilihat dan ditemukan berdasarkan keilmuannya, dan untuk kepentingan peradilan. Dari definisi di atas dapatlah ditarik beberapa unsur yang penting, yaitu : 1. LAPORAN TERTULIS, sebaiknya diketik dan pada akhir alinea ditutup dengan garis. 2. DIBUAT OLEH DOKTER, semua jenis keahlian dokter dapat membuatnya. 3. PERMINTAAN TERTULIS DARI PIHAK YANG BERWAJIB, permintaan dari pihak-pihak lain tidak dapat dilayani (misalnya permintaan keluarga). 4. APA YANG DILIHAT/DIPERIKSA BERDASARKAN KEILMUAN, merupakan bagian yang obyektif. 5. BERDASARKAN SUMPAH, dicantumkan di bagian Penutup.

6. KEPENTINGAN PERADILAN, berarti bukan untuk kepentingankepentingan lain seperti misalnya asuransi. 2.1.2. Bentuk dan susunan Visum et Repertum Setiap visum et repertum mempunyai bentuk dan harus dibuat memenuhi ketentuan-ketentuan umum sebagai berikut : a. Ditulis di atas kertas berkepala surat instansi pemeriksa. b. Bernomor dan bertanggal. a. Mencantumkan kata "Pro justitia" di bagian atas (kiri atau tengah) c. Menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar d. Tidak menggunakan singkatan - terutama pada waktu mendeskripsikan temuan pemeriksaan e. Tidak menggunakan istilah asing. Bila tak dapat dihindari maka berikan pula penjelasannya dalam bahasa Indonesia. f. Ditandatangani dan diberi nama jelas. g. Berstempel instansi pemeriksa tersebut Susunan Visum et Repertum adalah : 1. Bagian Projustitia Yang menerangkan bahwa kertas yang berisi Visum Et Repertum itu mempunyai kekuatan hukum dan digunakan untuk peradilan dan merupakan pengganti materai 2. 2. Bagian Pendahuluan. Bagian ini sebenarnya tidak diberi judul "Pendahuluan", melainkan langsung merupakan uraian tentang identitas dokter pemeriksa beserta

instansi dokter pemeriksa tersebut, instansi peminta visum et repertum berikut nomor dan tanggal suratnya, tempat dan waktu pemeriksaan, serta identitas yang diperiksa sesuai dengan yang tercantum di dalam surat permintaan visum et repertum tersebut. Nomor registrasi korban di rumah sakit sebaiknya dicantumkan pula. 3. Bagian Hasil Pemeriksaan (Pemberitaan). Bagian ini diberi judul "Hasil Pemeriksaan", memuat semua hasil pemeriksaan terhadap "barang bukti" yang dituliskan secara sistematik, jelas dan dapat dimengerti oleh orang yang tidak berlatar belakang pendidikan kedokteran. Untuk itu teknik penggambaran atau pendeskripsian temuan harus dibuat panjang lebar, dengan memberikan uraian letak anatomis yang lengkap, tidak melupakan kiri atau kanan bagian anatomis tersebut, serta bila perlu menggunakan ukuran yang tepat. Pencatatan tentang perlukaan atau cedera dilakukan dengan sistematis mulai dari atas ke bawah sehingga tidak ada yang tertinggal. Deskripsinya juga tertentu, yaitu mulai dari letak anatomisnya, koordinatnya (absis adalah jarak antara luka dengan garis tengah badan, ordinat adalah jarak antara luka dengan titik anatomis permanen yang terdekat), jenis luka/cedera, karakteristiknya serta ukurannya. Pada pemeriksaan korban hidup, bagian ini terdiri dari : Hasil Pemeriksaan, yang memuat seluruh hasil pemeriksaan, baik anamnesis yang penting, pemeriksaan fisik maupun pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan penunjang lainnya. Uraian hasil pemeriksaan korban hidup berbeda dengan pada

korban mati, yaitu hanya uraian tentang keadaan umum dan perlukaan atau cederanya serta hal-hal lain yang berkaitan dengan tindak pidananya (status lokalis). Korban hidup tidak harus diperiksa pakaiannya lapis demi lapis dan dideskripsi bagian-bagian tubuhnya satu persatu. Namun demikian anamnesis yang ketat atau pemeriksaan fisik umum yang lengkap tetap diperlukan untuk menghindari terlewatkannya suatu kelainan atau perlukaan. Keadaan akhir korban. Keadaan akhir korban, terutama tentang gejala sisa dan cacat badan (termasuk indera) merupakan hal penting guna pembuatan kesimpulan, sehingga harus diuraikan dengan jelas. Pemeriksaan korban kejahatan seksual juga memuat hal-hal seperti pada korban perlukaan, namun dengan materi pemeriksaan yang berbeda. 4. Bagian Kesimpulan. Bagian ini diberi judul "Kesimpulan" dan memuat kesimpulan dokter pemeriksa atas seluruh hasil pemeriksaan dengan berdasarkan keilmuan atau keahliannya. Pada visum et repertum korban perlukaan, setidaknya disebutkan jenis perlukaan / cedera, jenis kekerasan penyebabnya, dan kualifikasi luka (derajat luka)nya. Kualifikasi luka diformulasikan dengan kata-kata yang sesuai dengan bunyi ketentuan perundang- undangannya, misalnya : - tidak menimbulkan sakit dan atau halangan dalam melakukan pekerjaannya. - mengakibatkan sakit yang membutuhkan perawatan jalan selama beberapa hari.

- mengakibatkan sakit dan halangan dalam melakukan pekerjaannya selama...hari (atau untuk sementara waktu). - mengakibatkan ancaman bahaya maut baginya. - mengakibatkan kehilangan panca indera. 5. Bagian Penutup. Bagian ini merupakan kalimat penutup yang menyatakan bahwa visum et repertum tersebut dibuat dengan sebenar-benarnya, berdasarkan keilmuan yang sebaik-baiknya, mengingat sumpah dan sesuai dengan ketentuan dalam KUHAP. Visum et repertum diakhiri dengan tandatangan dokter pemeriksa atau pembuat visum et repertum dan nama jelasnya. Jangan dilupakan pembubuhan stempel instansi dokter pemeriksa tersebut dan nomor induk pegawai atau nomor registrasi prajurit atau nomor surat penugasan. 2.1.3. Peranan dan Fungsi Visum et Repertum Sesuai dengan definisinya, maka Visum et Repertum sangat bermanfaat dalam pembuktian suatu perkara berdasarkan hukum acara. Di dalam upaya pembuktian, biasanya barang-barang bukti akan diperlihatkan di sidang pengadilan untuk memperjelas masalah. Tetapi pada prakteknya tidak semua barang bukti dapat dibawa ke depan siding pengadilan, seperti misalnya, tubuh manusia baik hidup maupun mati. Pada perkara-perkara yang menyangkut kejahatan terhadap tubuh manusia, maka antara lain akan dibuktikan penyebab luka dan/atau kematian; bahkan tidak

jarang dapat dicari pembuktian tentang tempus delicti dan locus delicti. Untuk itu tentu yang seharusnya diketengahkan di siding pengadilan adalah luka/kelainan pada saat (atau paling tidak mendekati saat) peristiwa pidana terjadi. Hal ini boleh dikatakan sangat sulit dikerjakan karena tubuh manusia senantiasa mengalami perubahan, baik berupa penyembuhan luka (pada korban hidup) atau proses pembusukan (pada korban mati), sehingga gambaran mengenai benda bukti tersebut (luka, kelainan, jenazah) tidak sesuai lagi dengan yang semula. Semua hal-hal yang terdapat pada tubuh manusia (benda bukti) harus direkam atau diabadikan oleh seorang dokter dan dituangkan ke dalam sebuah Visum et Repertum yagn berfungsi sebagai pengganti barang bukti (tubuh manusia). Kemudian guna memudahkan para paraktisi hukum dalam memanfaatkan Visum et Repertum tersebut, perlu dibuat suatu kesimpulan dari hasil pemeriksaan. Bagian kesimpulan ini akan menjembatani ilmu kedokteran dengan ilmu hukum, sehingga para praktisi hukum dapat menerapkan norma-norma hukum pada benda bukti tersebut. 2.1.4. Jenis Visum et Repertum Ada beberapa jenis visum et repertum, yaitu visum et repertum orang hidup dan visum et repertum orang mati. Visum et repertum orang hidup terdiri dari visum perlukaan, visum et repertum keracunan, visum et repertum kejahatan susila dan visum et repertum psikiatrik. Sedangkan visum et repertum orang mati terdiri dari visum luar dan visum dalam. Menurut waktu pemberiannya Visum et Repertum terdiri dari :

a. Visum Seketika b. Visum Sementara c. Visum Lanjutan 2.1.5. Prosedur Pembuatan Visum et Repertum Seperti tercantum dalam KUHAP Pasal 133 ayat 1, dimana dalam hal penyidik atau kepentingan peradilan menangani seorang korban baik luka, keracunan ataupun mati, yang diduga karena peristiwa tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli Kedokteran Kehakiman atau Dokter dan atau Dokter lainnya, adapun tata cara permintaannya sabagai berikut : a. Surat permintaan Visum et Repertum kepada Dokter, Dokter ahli Kedokteran Kehakiman atau Dokter dan atau ahli lainnya, harus diajukan secara tertulis dengan menggunakan formulir sesuai dengan kasusnya dan ditanda tangani oleh penyidik yang berwenang. b. Syarat kepangkatan Penyidik seperti ditentukan oleh Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 tahun 1983, tentang pelaksanaan KUHAP Pasal 2 yang berbunyi : Penyidik adalah Pejabat Polri yang sekurang-kurang berpangkat Pelda Polisi, Penyidik Pembantu adalah Pejabat Polri yang sekurang-kurangnya berpangkat Serda Polisi. Kapolsek yang berpangkat Bintara dibawah Pelda Polisi karena jabatannya adalah Penyidik.

Kapolsek yang dijabat oleh Bintara berpangkat Serda Polisi, sesuai dengan ketentuan Peraturan Pemerintah No 27 tahun 1983 Pasal 2 ayat (2), maka Kapolsek yang berpangkat Serda tersebut karena Jabatannya adalah Penyidik. c. Permintaan Visum et Repertum ini diajukan kepada Dokter ahli Kedokteran Kehakiman atau Dokter dan atau ahli lainnya. Dokter ahli Kedokteran Kehakiman biasanya hanya ada di Ibu Kota Propinsi yang terdapat Fakultas Kedokterannya. Ditempat-tempat dimana tidak ada Dokter ahli Kedokteran Kehakiman maka biasanya surat permintaan Visum et Repertum ini ditujukan kepada Dokter. d. Dokter yang telah mempunyai surat kompetensi yang dapat membuat Visum et Repertum yang diminta oleh penyidik.