III. HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
AMPLIFIKASI GEN PENYANDI hemolysin DARI BAKTERI Vibrio harveyi DENGAN TEKNIK PCR(Polymerase Chain Reaction) MUHAMMAD ARIF MULYA

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sintesis fragmen gen HA Avian Influenza Virus (AIV) galur

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

KATAPENGANTAR. Pekanbaru, Desember2008. Penulis

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

DAFTAR ISI DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Deteksi genom virus avian influenza pada penelitian dilakukan

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN. Oligonukleotida sintetis daerah pengkode IFNα2b sintetis dirancang menggunakan

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan 7 sampel dari 7

BAB XII. REAKSI POLIMERISASI BERANTAI

HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi DNA Genomik Sengon

TUGAS TERSTRUKTUR BIOTEKNOLOGI PERTANIAN VEKTOR DNA

4 Hasil dan Pembahasan

BAB III METODE PENELITIAN Bagan Alir Penelitian ini secara umum dapat digambarkan pada skema berikut:

Teknik-teknik Dasar Bioteknologi

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN...

HASIL DAN PEMBAHASAN. DNA Genom

BAB III METODE PENELITIAN


HASIL DAN PEMBAHASAN. Pola Pita DNA Monomorfis Beberapa Tanaman dari Klon yang Sama

(A) 530C-550C; (B) 560C, 570C, 580C, 600C; (C) 590C, 610C, 620C; (D)

PRAKATA. Alhamdulillah syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Allah swt., atas

ANALISA HASIL TRANSFORMASI DENGAN MENGGUNAKAN PCR KOLONI DAN RESTRIKSI

BAB III METODE PENELITIAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pewarnaan Gram

Penelitian akan dilaksanakan pada bulan Februari-Agustus 2010 di Laboratorium Zoologi Departemen Biologi, FMIPA, IPB.

HASIL DAN PEMBAHASAN. divisualisasikan padaa gel agarose seperti terlihat pada Gambar 4.1. Ukuran pita

MATERI DAN METODE. Kota Padang Sumatera Barat pada bulan Oktober Amplifikasi gen Growth

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. ISOLASI DNA GENOM PADI (Oryza sativa L.) KULTIVAR ROJOLELE,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Kuantitas dan Kualitas DNA

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 4. Hasil Amplifikasi Gen FSHR Alu-1pada gel agarose 1,5%.

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengujian DNA, Prinsip Umum

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 1.2 Hasil Pengamatan Bentuk Sel dan Pewarnaan Gram Nama. Pewarnaan Nama

LAPORAN II (ISOLASI DNA GENOM)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. telah banyak dilakukan sebelumnya menunjukkan bahwa fenomena munculnya

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI BAKTERI ASAM LAKTAT DARI FESES BAYI DAN EVALUASI IN VITRO POTENSI PROBIOTIK

PENDAHULUAN. Tabel 1. Volume ekspor hasil perikanan menurut komoditas utama ( )

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi. Tabel 1. Jumah Sampel Darah Ternak Sapi Indonesia Ternak n Asal Sapi Bali 2 4

LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA GENETIKA

HASIL DAN PEMBAHASAN. (a)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Identifikasi Gen Abnormal Oleh : Nella ( )

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Gen Pituitary-Specific Positive Transcription Factor 1 (Pit1) Exon 3

Kolokium Departemen Biologi FMIPA IPB: Ria Maria

1. Kualitas DNA total Udang Jari (Metapenaeus elegans De Man, 1907) Hasil. Tangkapan dari Laguna Segara Anakan, Cilacap, Jawa Tengah dengan

HASIL DAN PEMBAHASAN Reaksi Antiserum terhadap TICV pada Jaringan Tanaman Tomat

TINJAUAN PUSTAKA. Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Menurut Kottelat dkk., (1993), klasifikasi dari ikan lele dumbo adalah.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Isolasi DNA genom tanaman padi T0 telah dilakukan pada 118

Saintek Vol 5, No 6, Tahun 2010 POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) Zuhriana K.Yusuf

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini dilakukan lima tahap utama yang meliputi tahap

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada penelitian ini terdapat lima tahapan penelitian yang dilakukan yaitu

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. tanaman mangga dengan menggunakan metode CTAB (cetyl trimethylammonium

4 Hasil dan Pembahasan

HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi DNA Kualitas DNA

BAB III METODE PENELITIAN. Secara garis besar langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini

menggunakan program MEGA versi

AMPLIFIKASI in vitro GEN PENGKODE PEMSILIN V ASILASE dari Bacillus sp. strain BACS

IDENTIFIKASI ISOLAT BAKTERI DARI PANTAI BANDEALIT JEMBER BERDASARKAN SEKUEN DNA PENGKODE 16S rrna SKRIPSI. Oleh Dina Fitriyah NIM

BIO306. Prinsip Bioteknologi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Gen GH Exon 2

HASIL DAN PEMBAHASAN. Uji Kualitatif dan Kuantitatif Hasil Isolasi RNA

VISUALISASI HASIL PCR DENGAN METODE PCR LANGSUNG DAN TIDAK LANGSUNG PADA SAMPEL BAKTERI Pseudomonas fluorescens dan Ralstonia solanacearum

UJI KUANTITATIF DNA. Oleh : Nur Fatimah, S.TP PBT Ahli Pertama

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. SINTESIS DAN AMPLIFIKASI FRAGMEN GEN tat HIV-1 MELALUI

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. AMPLIFIKASI DAN PURIFIKASI GEN NS1 VIRUS DENGUE. Proses amplifikasi gen NS1 virus dengue merupakan tahap awal

DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN KATA PENGANTAR DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR.. DAFTAR TABEL.. DAFTAR LAMPIRAN... DAFTAR SINGKATAN INTISARI... ABSTRACT...

BAB III METODE PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Daerah D-loop M B1 B2 B3 M1 M2 P1 P2 (-)

ABSTRAK. OPTIMASI AMPLIFIKASI GEN flic DENGAN METODE PCR UNTUK DETEKSI Salmonella typhi GALUR INDONESIA

Tabel 2 Konsentrasi DNA dan rasio A260/280 dan A260/230 untuk hasil ekstraksi dengan menggunakan metode FDEK dan PFMDIK.

BAB III METODE PENELITIAN

EVALUASI DAN OPTIMALISASI PROGRAM PCR DALAM DETERMINASI KELAMIN IKAN BARBIR EMAS Puntius conchonius SECARA MOLEKULAR RADI IHLAS ALBANI

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI

2014 KINETIKA PERTUMBUHAN DAN ISOLASI GENOMIK KONSORSIUM BAKTERI HYDROTHERMAL VENT KAWIO MENGGUNAKAN MEDIUM MODIFIKASI LB

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Elektroforesis Hasil Amplifikasi Analisis Segregasi Marka SSR Amplifikasi DNA Kelapa Sawit dengan Primer Mikrosatelit HASIL DAN PEMBAHASAN

ANALISIS KERAGAMAN GENETIK MUTAN JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) HASIL PERLAKUAN MUTAGEN KOLKISIN BERDASARKAN PENANDA MOLEKULER RAPD

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB XIII. SEKUENSING DNA

Deteksi DNA Seara Visual Dengan Teknik Elektroforesis

DAFTAR ISI. AKSRAK... i. KATA PENGANTAR... ii. DAFTAR ISI... v. DAFTAR TABEL... ix. DAFTAR GAMBAR... x. DAFTAR LAMPIRAN... xii BAB I PENDAHULUAN...

Lampiran 1 Prosedur uji aktivitas protease (Walter 1984, modifikasi)

DASAR BIOTEKNOLOGI TANAMAN

Transkripsi:

III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 HASIL 3.1.1 Isolasi Vibrio harveyi Sebanyak delapan isolat terpilih dikulturkan pada media TCBS yaitu V-U5, V-U7, V-U8, V-U9, V-U24, V-U27, V-U41NL, dan V-V44. (a) (b) Gambar 3. Morfologi koloni isolat Vibrio sp. pada media TCBS Isolat Vibrio sp. yang berpendar akan tumbuh sebagai koloni yang berwarna hijau di media TCBS Gambar (a), sedangkan yang non luminescen cenderung berwarna kekuningan Gambar (b). 3.1.2 Karakterisasi Ekspresi Gen Hemolysin Isolat Vibrio Pada Media Agar Darah. Sebanyak 8 isolat terpilih telah dilakukan uji hemolisis dengan menggunakan media blood agar. Kode isolat, karakter luminesensi dan karakter hemolisisnya tercantum pada Tabel 2dibawah ini. Tabel 2.Karakterisasi /uji hemolisis pada blood agar dari isolat-isolat Vibrio No Kode Karakter Luminous Uji Hemolisis* Tipe Hemolisis 1 V-U5 luminous +++ β - hemolisis 2 V-U7 luminous ++ α - hemolisis 3 V-U8 luminous +++ β - hemolisis 4 V-U9 luminous ++ α - hemolisis 5 V-U24 luminous +++ β - hemolisis 6 V-U27 luminous + α - hemolisis 7 V-U41NL non luminous +++ β - hemolisis 8 V-V44 luminous ++ α - hemolisis 11

Keterangan *: Uji hemolisis dilakukan secara kualitatif yaitu : +++ : Menunjukkan zona lisis yang kuat ++ : Menunjukkan zona lisis yang sedang + : Menunjukkan zona lisis yang lemah/sangat lemah Berdasarkan uji hemolisis yang telah dilakukan dengan menggunakan media blood agar, isolat yang ada menunjukkan ekspresi yang berbeda-beda. Secara kualitatif bisa dikategorikan lemah/sangat lemah untuk isolat V-U27, kategori hemolisis sedang untuk isolat V-U7,V-U9 dan V-V44, sedangkan untuk kategori zona lisis kuat terlihat pada isolat V-U5, V-U8, V-U24, dan V-U41NL. Sedangkan jenis hemolisis untuk isolat V-U7, V-U9, V-U27, V-V44 adalah jenis α - hemolisis. Sedangkan untuk isolat V-U5, V-U8, V-U24, V-U41NL memiliki tipe β hemolisis. Dengan melihat ekspresi isolat yang telah dikultur di media blood agar dan menghasilkan zona lisis maka dapat diduga bahwa proses amplifikasi gen hemolysin dari galur bakteri Vibrio dengan teknik PCR, dapat dilakukan. Hasil uji hemolisis pada media blood agar dapat dilihat pada Gambar 4 di bawah ini. Gambar 4. Hasil uji hemolisis pada isolat-isolat Vibrio yang ditumbuhkan pada media blood agar. Keterangan : Isolat V-U5 (kiri) 12 mengekspresikan kemampuan hemolisis kuat tipeβ hemolisis, sedangkan V-U27 (kanan) memiliki kemampuan hemolisis lemah tipe α - hemolisis.

3.1.3 Ekstraksi DNA kromosom dan Elektroforesis Ekstraksi DNA genom dari isolat Vibrio sp. telah berhasil dilakukan metode kuantifikasi berdasarkan spektrofotometer (Tabel3) dan kualitas berdasarkan elektroforesis pada gel agarose 1 % (Gambar 5) M 1 2 3 4 5 6 7 8 21 Kbp 5 Kbp Gambar 5.Elektroforesis genom Vibrio sp. Keterangan : Lajur 1-8 : V-U5, V-U7, V-U8, V-U9,V-U24, V-U27, V-U41NL dan V-V44, M : marker lamda DNA/EcoRI + HindIII Tabel 3.Kuantifikasi DNA genom isolat Vibrio sp. Sampel Pengenceran Rasio Konsentrasi (λ 260 /λ 280 ) DNA(ng/µl) 10 1.992 880 10 2 1.845 80 U5 10 3 1.609 64 10 4 1,800-474,7* 10 5 1.076-882.7* 10 1,990 720 10 2 1,921 81,20 U24 10 3 1,811 59,20 10 4 1,569 18 10 5 1,557-312.4* Keterangan : * Nilai diperoleh dari hasil regresi Persamaan garis : U5 : Y: -408X + 1157,3 U24 :Y: -212,8X + 751,6 Untuk mengetahui ekuivalensi antara OD sel dengan konsentrasi DNA yang diperoleh dari hasil ekstraksi, maka dilakukan pula tahap pengukuran kepadatan bakteri dengan menggunakan spektrofotometer (Lampiran 4). 13

Tahap log faseoptical density (OD) diukur dari populasi sel yang dikultur selama 18-24 jam. Hasil Pengukuran dapat dilihat pada Tabel 4 dan 5 dibawah ini. Tabel 4. Hasil pengukuran Optical Density (OD) bakteri galur V-U5 yang dikultur 18-24 jam pada media LB (luria bertani). Pengenceran Bakteri U5 1:1 1:2 1:4 1:8 1:16 % T OD 1,4 1,85 4,6 1,34 12,6 0,90 30,8 0,51 47,1 0,33 Jumlah Bakteri/ml 5,4 X 10 8 2,7 X 10 8 1,4 X 10 8 6,8 X 10 7 3,4 X 10 7 Keterangan : 100 %T pada λ 600 nm Persamaan garis ; Y: 0,8513X + 7,626 Gambar 6. Grafik semi log Optical Density (OD) bakteri galur V-U5. 14

Tabel 5. Hasil pengukuran Optical Density (OD) bakteri galur V-U24 yang dikultur 18-24 jam pada media LB (luria bertani). Pengenceran Bakteri U24 1:1 1:2 1:4 1:8 1:16 % T OD 1,3 1,89 4,0 1,40 12,5 0,90 27,2 0,57 47,6 0,32 Jumlah Bakteri/ml 12,3 X 10 8 6,1 X 10 8 3,1 X 10 8 1,5 X 10 7 7,7 X 10 7 Keterangan : 100 %T pada λ 600 nm Persamaan garis : Y : 0,7427X + 7,7324 Gambar 7. Grafik Semi log Optical Density (OD) bakteri V-U24 Gambar grafik 6 dan 7 diatas menunjukkan bahwa semakin tinggi nilai optical density (OD) maka tingkat kepadatan bakteri juga semakin tinggi. Bakteri yang dikultur selama 18-24 jam memiliki kepadatan 12,27 X10 8 sel/ml untuk bakteri V-U24 dan 5,4 X 10 8 sel/ml untuk bakteri V-U5. 3.1.4 Amplifikasi gen hemolysin Myhemo Primer Genom hasil ekstraksi selanjutnya diamplifikasi dengan menggunakan primer Myhemo F1R1 dan kemudian dilakukan visualisasi dengan melakukan elektroforesis pada gel agarose 0,7% dapat dilihat pada gambar 8 di bawah ini. 15

518b p s M 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 400b Gambar 8.Gambar gel elektroforesis hasil amplifikasi PCR menggunakan primer Myhemo F1R1 Keterangan : Suhu annealing 50 0 C, Lajur1 :V-U5,Laajur 2: V-U7, Lajur 3 :V-U24 Lajur 4 : V-U27, Lajur 5 : V-V44, Lajur 6 : V-U9, Lajur 7 : V-U8, Lajur 8: V-U41NL, Lajur 9-10: kontrol positif, Lajur 11 : kontrol negatif, M : marker Setelah dilakukan elektroforesis. Dihasilkan dua isolat bakteri yang teramplifikasi yaitu V-U5 dan V-U24. Untuk meyakinkan hasil PCR maka dilakukan kembali PCR II dari produk PCR1 dan ternyata hasil yang didapatkan tetap hanya dua isolat yang teramplifikasi dapat dilihat pada gambar 9 dibawah ini. M 1 2 3 518b 400b Gambar 9.Gambar gel elektroforesis hasil amplifikasi PCR dengan menggunakan primer Myhemo F1R1 Keterangan : Suhu annealing 50 0 C, pengenceran 10X, M = marker, Lajur 1 : V- U5, Lajur 2 : V-U24, Lajur 3. Kontrol negatif 16

3.1.5 Amplifikasi gen hemolysin Myhemo Primer F1R1 hasil Pengenceran Untuk mengetahui kemampuan primer yang telah dirancang dalam mengamplifikasi DNA dengan konsentrasi paling minimum, dilakukan proses pengenceran pada genom kedua isolat V-U5 dan V-U24 yaitu pengenceran 10 2, 10 3, 10 4 dan 10 5 sekuen primer Myhemo F1 5-CCCAGTTGTATAGCGGTA-3, R1 5 -GATGGTCAGTGCCTCTCA-3 dengan target sekitar 518 bp dan hasil amplifikasi dapat dilihat pada Gambar 10 di bawah ini. 518b pkb M 1 2 3 4 5 6 7 89 400b Gambar 10. Gambar gel elektroforesis hasil amplifikasi PCR menggunakan, Keterangan : Suhu annealing 50 0 C hasil pengenceran 10 2,10 3,10 4, dan 10 5 M : marker, Lajur 1 : V-U5 (10 2 ), Lajur 2. V-U24 (10 2 ), Lajur 3-4 : V-U5 dan V-U24 (10 3 ), Lajur 5-6 : V-U5 dan V-U24 (10 4 ), Lajur 7-8: V-U5 dan V-U24 (10 5 ), Lajur 9 : kontrol negatif. Hasil visualisasi elektroforesis pada gel agarose 0,7% menunjukkan bahwa kombinasi pasangan primer Myhemo F1R1 berhasil mengamplifikasi DNA sampel sampai pada pengenceran 100X dengan konsentrasi DNA untuk V- U5 yaitu 80 ng/µl equivalent dengan 3,1 x 10 7 sel/ml bakteri dan V-U24 81,20 ng/µl equivalent dengan 3,1 x 10 7 sel/ml bakteri, dimana 2.6 fg DNA, equivalent dengan 1 sel bakteri (Lee et al, 1995b). Sedangkan untuk pengenceran 10 3,10 4, dan 10 5, gen target belum berhasil teramplifikasi. 17

3.2 Pembahasan Untuk melihat kemampuan bakteri Vibrio sp. dalam melisis sel darah merah atau untuk melihat keberadaan gen hemo pada bakteri uji yang dapat diamati secara visual, dilakukan uji dengan menggunakan media agar darah (blood agar). Terbentunya zona bening lisis, menunjukkan bahwa isolat mampu melisiskan sel darah. Proses lisis sempurna terlihat dari zona yang benar-benar jernih (β-hemolisis), proses hemolisis tidak sempurna memperlihatkan media berwarna kehijauan (α-hemolisis), proses lisis yang tidak nyata menyebabkan tidak terjadi perubahan warna media (γ-hemolisis) Suryanto et al., (2007). Berdasarkan uji hemolisis yang telah dilakukan menunjukkan ekspresi yang berbeda-beda (Gambar 4). Jenis hemolisis untuk isolat V-U7, V-U9, V- U27, V-V44 adalah α-hemolisis. Sedangkan untuk isolat V-U5, V-U8, V-U24, V-U41NL memiliki tipe β hemolisis. Dan dari semua isolat yang terkumpul tidak terjadi jenis γ-hemolisis. Sehingga secara visual kita dapat menyimpulkan bahwa bakteri uji memang memiliki gen hemolysin yang berarti proses PCR untuk mendeteksi keberadaan gen hemolisin tersebut dapat dilakukan. Berdasarkan hasil yang diperoleh, dapat diketahui bahwa penerapan prosedur PCR untuk mengetahui keberadaan bakteri Vibrio harveyi dengan sekuen primer Myhemo F1R1 telah berhasil dilakukan. Bakteri yang berhasil teramplifikasi yaitu isolat V-U5 dan V-U24 dengan panjang target hasil amplifikasi 518 bp pada Tm 50 0 C sebanyak 35 siklus (Gambar 8). Sedangkan untuk isolat V-U7, V-U8, V-U9, V-U27, V-U41NL, dan V-V44 masih belum berhasil teramplifikasi. Sehingga masih harus dicari suhu annealing yang tepat. Suhu annealing yang tidak tepat menyebabkan tidak terjadinya penempelan primer atau primer menempel di sembarang tempat. Pada proses annealing, keterkaitan suhu akan berhubungan dengan stabilitas molekul primer yang berikatan pada molekul DNA, dan akan sangat mempengaruhi produk PCR. Suhu yang tinggi telah diketahui akan mengganggu stabilitas ikatan hidrogen antar nukleotida primer terhadap komplemennya pada DNA cetakan. Ketidakstabilan tersebut, mungkin dapat dianalogikan dengan dinamika gerak pada tingkatan suhu. Suhu akan mempengaruhi tingkat 18

pergerakan dari untai nukleotida, dan juga berkaitan dengan kekuatan ikatan hidrogen antara nukleotida (primer dengan DNA cetakan). Apabila ditinjau dari aspek fisika, panas diartikan sebagai bentuk dari energi yang dapat dipindahkan dari satu obek pada objek lainnya karena perbedaan dalam suhu (Trefil dan Hazen, 2004). Suhu sebenarnya adalah pengukuran dari besarnya kecepatan rata-rata atom dan molekul, termasuk vibrasinya-yaitu, energi kinetik dari partikel yang membuat zat. Pada suhu yang lebih rendah, molekul material memiliki kinetik yang lebih rendah dibandingkan pada suhu yang tinggi (suhu lebih rendah, kecepatan molekular lebih lambat, suhu lebih tinggi, kecepatan molekular lebih cepat). Sehingga penggunaan suhu 50 0 C pada proses annealing yakni di bawah Tm yang seharusnya cukup memberikan alasan dihasilkannya produk PCR. Jika dua material berada pada suhu yang sama, maka atom dan molekulnya memiliki energi kinetik yang sama. Hal yang menjadi penting adalah bahwa semakin tinggi suhu suatu objek maka semakin cepat atom atau molekulnya bergerak (Trefil dan hazen, 2004). DNA maupun primer, juga merupakan molekul yang terdiri dari atomatom karbon (C), oksigen (O), nitrogen (N), fosfat (P). dan hidrogen (H). Pada suhu annealing yang optimal (primer hanya secara tepat berikatan pada komplemennya), pergerakan atom yang tinggi, mengakibatkan pasangan primer yang tidak sepenuhnya komplemen akan cenderung terlepas kembali dan gagal untuk melanjutkan proses eksetensi, sedangkan pasangan primer yang benar-benar sesuai dengan komplemennya akan tetap berkaitan pada DNA cetakan dan melanjutkan proses ekstensi. Suhu annealing yang dibutuhkan akan bergantung pada komposisi dan panjang sekuen primer. Karena pasangan G-C lebih kuat daripada A-T (pasang basa guanine:sitosin (GC) memiliki tiga ikatan hidrogen, sedangkan adenine:timin (AT) hanya memiliki dua ikatan hidrogen), semakin banyak G dan C dalam primer, primer tersebut akan berikatan lebih kuat dengan komplemennya (lebih stabil terhadap peningkatan suhu). Oleh karena itu, suhu annealing yang digunakan menjadi lebih tinggi bila jumlah GC lebih banyak (Dale dan Schantz, 2002). 19

Meskipun tersedia program komputer dan formula untuk mencari suhu annealing yang optimal bagi primer yang telah dirancang, pada prakteknya dibutuhkan sejumlah upaya trial dan error. Biasanya suhu annealing dipilih antara 40 dan 60 0 C, walaupun untuk DNA cetakan dengan kandungan GC yang tinggi, suhu annealing setinggi 72 0 C (sama dengan suhu ekstensi normal) dapat digunakan. Karena primer berukuran kecil, pada konsentrasi molar yang tinggi secara keseluruhan, annealing terjadi dengan cepat hanya dalam hitungan menit atau kurang (Dale dan Schantz, 2002). Dengan melihat Gambar 8 dan 9 di atas, gen hemolysin untuk isolat V-U5 dan V-U24 telah berhasil teramplifikasi. Hasil dari pengoptimalisasian program PCR menunjukkan bahwa penurunan suhu 5 0 C di bawah Tm yaitu 50 0 C, gen hemolysin berhasil teramplifikasi, menghasilkan pita tunggal dengan panjang DNA target 518 bp. Sehingga tahap optimasi untuk kedua isolat ini telah berhasil dilakukan. Pengoptimalisasian amplifikasi PCR dapat ditinjau dari komponen dan tahapan rekasi yang terlibat di dalamnya. Pengoptimalisasian yang menyeluruh membutuhkan beberapa upaya trial dan error. Pengoptimalan tersebut harus mencapai kondisi seperti : (1) Untai ganda DNA cetakan benar-benar terpisah pada suhu denaturasi, (2) pada suhu annealing, masing-masing primer berikatan dengan tepat hanya pada sekuen yang benar-benar komplemen (spesifik), serta (3) kondisi suhu dan durasi waktu sesuai untuk ekstensi produk dengan sempurna. Kegagalan pencapaian kondisi tersebut akan mengakibatkan kegagalan reaksi amplifikasi (Rasmussen dan Reed, 1992). Sehingga untuk isolat V-U7,V-U8, V- U9,V-U27,V-U41NL, dan V-V44 masih harus dicari suhu annealing yang tepat. Meskipun formula dalam mencari suhu annealing optimum bagi primer telah tersedia, yaitu Tm = 4(G+C) + 2(A+T). Namun ternyata hasil optimasi menunjukkan bahwa primer Myhemo F1R1 memiliki suhu annealing 50 0 C yaitu 5 0 C di bawah Tm hasil perhitungan yaitu 55 0 C. Hal ini sesuai menurut Muladno (2002) temperature penempelan primer (annealing) yang digunakan dalam proses PCR biasanya 5 0 C di bawah Tm. 20

Selain suhu annealing yang tidak tepat menyebabkan tidak terjadinya reaksi amplifikasi, adanya variasi genetik dalam gen penyandi hemolysinpada isolat uji juga dapat mengakibatkan tidak terjadinya proses amplifikasi. Spesifisitas primer dalam bekerja memungkinkan primer tidak menemukan pasangan basa yang cocok untuk melakukan penempelan. Sehingga sifat primer yang bekerja spesifik hanya dapat mengamplifikasi DNA bakteri V. harveyi saja dan tidak memiliki kecocokan dengan DNA bakteri yang secara genetik mirip dengan V. harveyi. Selain itu menurut Saiki et al. (1990), akumulasi dari sisa sel dalam genom juga diketahui menghambat proses amplifikasi DNA. Amplifikasi gen hemolysintelah dilaporkan sebelumnya oleh Zhang., et al (2001) yaitu dari berbagai strain bakteri Vibrio harveyi yang berasal dari lokasi geografi yang berbeda, dan menghasilkan produk amplifikasi 1,3 Kbp menggunakan primer yang disebut IFO 15634. Namun dari sebelas sampel yang diuji hanya sembilan strain yang berhasil teramplifikasi. Berdasarkan analisa oleh Zhang., et al (2001) bahwa untuk dua strain sampel yang tidak berhasil teramplifikasi diduga bakteri uji tidak memiliki gen tersebut atau kemungkinan adanya variasi genetik, sehingga proses annealing tidak berhasil dilakukan karena adanya satu atau lebih basa primer yang ada, tidak cocok dengan sekuen gen target. Untuk melihat kemampuan sensitifitas primer dalam mengamplifikasi gen hemolysin, maka dilakukan pengenceran serial DNA genom untuk isolat yang telah berhasil teramplifikasi yaitu pada isolat V-U5 dan V-U24. Hasil amplifikasi menunjukkan bahwa primer Myhemo F1R1 mampu mengamplifikasi DNA sampel sampai pada pengenceran 100X dengan konsentrasi DNA untuk V-U5 yaitu 80 ng/µl equivalent dengan 3,1 x 10 7 sel/ml bakteri dan V-U24 81,20 ng/µl equivalent dengan 3,1 x 10 7 sel/ml bakteri, dimana 2.6 fg DNA, (equivalent dengan 1 sel bakteri) (Lee et al, 1995b) Pelacak-pelacak DNA untuk identifikasi galur-galur klinis dari bakteri Vibrio terus dilakukan. Seperti pada V. parahaemoliticus telah dikembangkan lebih dari satu dekade karena juga merupakan pathogen gastroenteritis akut pada manusia yang mengkonsumsi sea food yang terkontaminasi bakteri ini (Tada et 21

al., 1992a). Pelacak DNA didesain berdasar atas faktor virulensi yang disebut the thermostable direct hemolysin gene (tdh) dan the thermostable direct hemolysinrelated gene (trh). Kedua gen ini umumnya hanya dijumpai pada galur-galur yang diisolasi dari spesimen klinis, akan tetapi jarang ditemukan pada galur-galur yang diisolasi dari lingkungan. Metode PCR berdasarkan pada sekuen pelacak gen-gen tdh dan trh juga telah digunakan dalam pengujian non isotopik pada piringan mikrotiter yang dapat dibaca secara otomatis (Tada et al., 1992b), akan tetapi, karena proses ini melibatkan pelacak hibridisasi, pengujian tidak dapat bekerja pada galur-galur yang diisolasi dari lingkungan yang tidak mengandung kedua jenis gen tersebut. Rojrosakul et al.,(1998) telah mengembangkan fragmen pvpa7 dari pustaka genom V. parahaemoliticusuntuk mendeteksi keberadaannya pada organ hemolimfa udang. Pelacak ini menghasilkan sinyal positif untuk seluruh galur V. parahaemoliticusyang diuji (termasuk 141 galur baik klinis maupun yang bersumber dari lingkungan) akan tetapi memberikan hasil hibridisasi negatif terhadap spesies-spesies Vibrio yang lain dan dengan spesies lain yang mewakili dari genera non Vibrio. Fragmen pvpa7 memiliki limit sensitifitas dari V. parahaemoliticussebesar 10 5 cfu/ml dengan hibridisasi dot blot. Hasil sekuensing dari fragmen pvpa7, kemudian digunakan untuk merancang primer-primer PCR yang dinamakan VPAFOR3 dan VPAREV1. Kedua primer ini menunjukkan sensitifitas sebesar 100 fg DNA dan 4x10 3 cfu/ml. Konsentrasi terendah dalam sel (hemolimfa udang) yang dapat dideteksi adalah sebesar 4x10 3 cfu/ml. Sedangkan hasil analisa PCR menggunakan pasangan primer Myhemo F1R1 pada bakteri Vibrio harveyimemiliki limit sensitifitas sebesar 80,6 ng/µl equivalent dengan 3,1 x 10 7 sel/ml bakteri.. 22