PENGARUH DOPAN Pb TERHADAP FRAKSI VOLUME KRISTAL SUPERKONDUKTOR B(P)SCCO-2212 { THE EFFECT OF Pb DOPANT ON THE VOLUME FRACTION OF B(P)SCCO-2212 SUPERCONDUCTING CRYSTAL } Nurmalita Jurusan Fisika FMIPA Universitas Syiah Kuala Email : nurmalitapatra@ymail.com Abstrak. Penelitian terhadap pengaruh dopan Pb terhadap fraksi volume kristal superkonduktor B(P)SCCO-2212 bertujuan untuk mengetahui fraksi volume kristal superkonduktor yang terbentuk pada setiap variasi kadar molar dopan Pb yang digunakan dalam sintesis. Eksperimen pembentukan kristal dilakukan dengan metode Melt-textured Growth pada suhu 930 0 C dengan variasi kadar molar Pb antara 0 sampai dengan 0.4 dalam jangka waktu slow cooling selama 120 jam. Pengukuran pola spektrum XRD sampel yang dihasilkan menunjukkan bahwa doping Pb berpengaruh pada pembentukan superkonduktor B(P)SCCO- 2212. Penambahan doping Pb menurunkan fraksi volume fase superkonduktiv dalam eksperimen ini. Fraksi volume tertinggi yaitu 92% diperoleh pada sampel tanpa Pb dan fraksi volume terendah yaitu 68% terdapat pada sampel dengan dopan Pb 0.4. Kata kunci : superkonduktor, dopan Pb, fraksi volume Abstract. A reseach about the effect of Pb dopant on the volume fraction of B(P)SCCO-2212 superconducting crystal with slow cooling periode of 120 hours objected for knowing the volume fraction superconducting crystal. An experiment has been carried out on the formation of B(P)SCCO-2212 superconducting crystal by the melt-textured growth at 930 0 C. The syntheses were conducted with the molar ratio of the Pb dopant varied between 0 and 0.4, while the period of the slow cooling process fixed at 120 hours. Characterization of samples with XRD spectra reveals that sample with Pb dopant ratio 0 has the highest volume fraction (92%) and sample with Pb dopant ratio 0.4 has the lowest volume fraction (68%). Keyword : superconductor, Pb dopant, volume fraction PENDAHULUAN Superkonduktor adalah bahan penghantar listrik yang memiliki resistansi nol (superconducting) ketika berada dibawah suhu tertentu yang dinamakan dengan suhu kritis bahan tersebut[1]. Teknologi superkonduktor mulai berkembang pesat sejak ditemukannya superkonduktor suhu kritis tinggi (SKST) pada tahun 1986. SKST berupa bahan oksida atau keramik yang berinduk pada senyawa kuprat (Cu-O) dengan komposisi kimiawi yang multi komponen. Ini mengakibatkan
bahan SKST bersifat multifase, struktur kristalnya berlapis, derajat anisotropinya tinggi dan memiliki panjang koherensi yang pendek. Salah satu karakterisasi dari bahan superkonduktor adalah kurva difraksi sinar-x. Pola hamburan sinar-x oleh bidang-bidang kristal memberikan informasi penting, diantaranya adalah mengenai besaran fraksi volume dari fase superkonduktiv yang terbentuk selama sintesis kristal yang bersangkutan. Semakin tinggi prosentase fraksi volume fase dimaksud yang tergambar lewat kurva tersebut maka mutu kristal semakin baik, yang menandakan juga bahwa impuritas semakin kecil. Untuk bahan B(P)CCO- 2212 yang merupakan salah satu fase superkonduktif dalam system superkonduktor berbasis Bi telah dilakukan penelitian mengenai pola difraksi sinar-x [2]. Dopan berperan penting dalam pembentukan superkonduktor T c tinggi. Selain dopan oksigen, telah pula dilakukan penelitian-penelitian yang menggunakan dopan Pb. Doping Pb ternyata mengakibatkan substitusi atom Bi oleh atom Pb pada lapisan ganda Bi-O. Ini karena kemiripan ukuran ion dan nilai valensi dari atom Pb dengan atom Bi [3]. Gambar 2. Struktur berlapis kristal Bi-2212 [4]. Penggunaan dopan Pb dalam sintesis polikristal sistem Bi selain memudahkan pembentukan senyawa bersangkutan, juga mempengaruhi sifat-sifat senyawa yang dihasilkannya [5]. Pada superkonduktor sistem Bi-2212 diketahui bahwa pendopingan dengan Pb menurunkan secara dratis derajat anisotropi dalam kristal yang bersangkutan. Melalui eksperimen ini akan diketahui fraksi volume kristal
superkonduktor yang terbentuk pada setiap variasi kadar molar dopan Pb yang digunakan dalam sintesis. Semakin besar harga fraksi volume fase 2212 yang terdapat dalam sampel maka diharapkan semakin baik mutu kristal superkonduktor yang dihasilkan. METODOLOGI Peralatan yang digunakan adalah furnace tabung, furnace segiempat, neraca sartorius, beker gelas, mortal dan pastel keramik, krucibel alumina, cetakan sampel dan peralatan XRD. Bahan yang dipakai adalah Bi 2 O 3 (99.9%), PbO (99.9%), SrCO 3 (99.995%), CaCO 3 (99.0%), CuO (99.99%), HNO 3 (65.%), aquades, pasta perak Ag dan Aseton. Rancangan Proses Sintesis Semua sampel dalam eksperimen ini disintesis menggunakan metode Melt Textured Growth (MTG), yaitu metode pembentukan kristal dari lelehan[7]. Metode ini didahului dengan reaksi padatan dua tahap, dimana untuk setiap tahap reaksi padatan akan diawali dengan pencampuran cara basah untuk menjamin homogenitas sampel. -Reaksi padatan tahap pertama adalah mempersiapkan prekursor tanpa Ca sesuai dengan komposisi nominal Bi 2-x Pb x Sr 2 Cu 2 O y No Kadar Pb Komposisi Prekursor 1 0 Bi 2 Sr 2 Cu 2 O y 2 0.2 Bi 1.8 Pb 0.2 Sr 2 Cu 2 O y 3 0.4 Bi 1.6 Pb 0.4 Sr 2 Cu 2 O y Tabel 1. Komposisi Prekursor tanpa Ca Semua bahan berupa serbuk ditimbang dan dicampur sesuai komposisi yang tercantum dalam Tabel 1. Campuran ini lalu dilarutkan dengan bantuan pelarut HNO 3 dan aquades serta diaduk rata sampai menjadi larutan yang benar-benar homogen. Selanjutnya larutan dipanaskan untuk menguapkan HNO 3 dari campuran sehingga diperoleh gumpalan berwarna biru kehitaman. Untuk memastikan bahwa campuran bahan yang disebut prekursor ini benar-benar sudah
bebas HNO 3 maka perlu dilakukan pengeringan didalam furnace. Selanjutnya dilakukan penggerusan secara manual sampai benar-benar halus. Prekursor berupa serbuk halus ini kemudian dicetak menjadi pelet dan dikalsinasi. Setelah dikalsinasi prekursor dihancurkan dan digerus ulang kembali sampai halus selama sekitar 2 jam. -Reaksi padatan tahap kedua adalah mencampur prekursor dengan serbuk CaO. Serbuk CaO yang digunakan disini diperoleh dengan melakukan deposisi dari senyawa CaCO 3. Proses deposisi senyawa CaCO 3 untuk memperoleh senyawa CaO dilakukan dengan reaksi padatan biasa yang didahului pencampuran dengan pelarut aquades dan HNO 3. Komposisi sampel berupa campuran prekursor dengan serbuk CaO adalah sesuai dengan yang tercantum pada Tabel 2. Kadar Komposisi Pb Bi 2 Sr 2 CaCu 2 O y 0 Bi 1.8 Pb 0.2 Sr 2 CaCu 2 O y 0.2 Bi 1.6 Pb 0.4 Sr 2 CaCu 2 O y 0.4 Tabel 2. Komposisi bahan campuran prekursor dengan CaO Masing masing sampel dibuat memiliki berat total 3 gr. Pencampuran dilakukan dengan bantuan aseton sampai benar-benar diperoleh larutan homogen. Selanjutnya aseton diuapkan sampai campuran bahan benar-benar bebas aseton. Kembali bahan tersebut digerus halus dan dicetak berbentuk pelet. Kemudian sampel berupa pelet tersebut dilelehkan dalam furnace pada suhu 930 0 C dan akhirnya mengalami slow cooling selama 120 jam hingga mencapai suhu ruang. Analisa Data Pada semua sampel yang peroleh dilakukan karakterisasi struktur kristal melalui pengukuran pola Difraksi sinar-x (XRD). Untuk mengamati evolusi pertumbuhan fase 2212 dilakukan perhitungan fraksi volumenya berdasarkan spektrum XRD, dengan menggunakan rumus [7]:
Fv = I (2212) (1) I (total) Sedangkan fraksi volume fase 2212 yang terorientasi pada sumbu c dihitung dengan menggunakan rumus [7]: P = I (00 l ) (2) I total 2212 Dimana P = fraksi volume fase terorientasi I(2212) = intensitas fase 2212 I(total) = intensitas seluruh fase yang muncul I(00l) = intensitas fase dengan bidang l genap III. HASIL DAN PEMBAHASAN Semua sampel bentuk awalnya sebelum disintering berupa pelet berdiameter sekitar 1 cm dengan tebal sekitar 3 mm. Setelah dilelehkan diperoleh sampel berbentuk lempengan tipis dengan ketebalan kurang dari 3 mm, permukaan bagian atas berlekuk-lekuk tidak rata dan ukurannya melebar tak beraturan. Hasil pengukuran kurva R-T memperlihatkan bahwa semua bahan sudah bersifat superkonduktif dengan terjadinya transisi tajam pada daerah sekitar Tc. Gambar 5. Kurva resistivitas terhadap suhu (R-T). Hasil foto SEM permukaan sampel memperlihatkan bahwa untuk semua sampel butir-butir kristal pada umumnya telah sejajar bidang ab dan terorientasi dalam arah c.
(a). Bi 2 Sr 2 CaCu 2 O y (b).bi 1.8 Pb 0.2 Sr 2 CaCu 2 O y (c).bi 1.6 Pb 0.4 Sr 2 CaCu 2 O y Gambar 4. Rekaman foto SEM Selanjutnya rekaman spectrum XRD semua sampel diperlihatkan pada gambar berikut ini. (a). Bi 2 Sr 2 CaCu 2 O y (b).bi 1.8 Pb 0.2 Sr 2 CaCu 2 O y (c).bi 1.6 Pb 0.4 Sr 2 CaCu 2 O y Gambar 6. Spektrum XRD Pada spektrum XRD tampak puncak-puncak yang muncul sebagian besar memiliki pola indeks hkl = 00l dengan l berupa bilangan genap sehingga dapat disimpulkan bahwa sebagian besar fasa Bi-2212 yang terbentuk dalam sampel sudah terorientasi. Nilai dari fraksi volume Bi-2212 yang terbentuk, prosentase fasa terorientasi, dan impuritasnya tercantum pada Tabel 3.
Nama Sampel Tc (K) prosentase(%) P Fv Impuritas Bi 2 Sr 2 CaCu 2 O y 74 75 92 8 Bi 1.8 Pb 0.2 Sr 2 CaCu 2 O y 67 77 84 16 Bi 1.6 Pb 0.4 Sr 2 CaCu 2 O y 66 80 68 20 Tabel 3. Data variabel karakteristik dari sampel - fraksi volume (%) 92 % 100 80 60 84 % Gambar 7. Kurva fraksi volume fase 2212 terhadap kadar Pb 68% 0 0.2 0.4 kadar Pb (molar) fasa terorien tasi (%) 90 80% 75 % 77% 80 70 0 0.2 0.4 kadar Pb (molar) Gambar 8. Kurva fraksi volume fasa terorientasi terhadap kadar Pb impurit as (%) 25 15 8% 5 16% Gambar 9. Kurva impuritas terhadap kadar Pb Dari hasil tersebut tampak bahwa penambahan kadar Pb sangat berpengaruh pada pembentukan fasa 2212. Fraksi volume fasa 2212 terbesar dperoleh pada sampel tanpa dopan Pb yaitu sebesar 92%. Dengan penambahan kadar Pb 0,2 fraksi volume 2212 menurun. Pada kadar Pb 0,4 kristalinitas meningkat tapi fraksi volume 2212 makin menurun sedangkan impuritas bertambah dan mempunyai 20% 0 0.2 0.4 kadar Pb (molar)
nilai terbesar yaitu 20%. Prosentase fasa terorientasi terbesar diperoleh pada sampel dengan kadar Pb 0.4 dan bukan pada sampel tanpa Pb yang mempunyai fraksi volume 2212 tertinggi. Hal ini disebabkan fasa 2212 yang terbentuk dengan bidang selain 001 pada sampel tanpa Pb lebih banyak dibanding sampel yang berkadar Pb 0,4. Sedangkan prosentase fasa terorientasi terendah diperoleh dari sampel tanpa Pb yaitu sebesar 75%. Jadi dapat disimpulkan bahwa sampel dengan slow cooling 120 jam ini dengan penambahan kadar Pb fraksi volume 2212 yang terbentuk makin berkurang sedangkan impuritas bertambah. Hal ini disebabkan oleh sifat pelelehan yang inkongruen dari bahan. Selain itu ada kemungkinan dikarenakan jumlah Pb terlalu banyak sehingga konsentrasi Cu dan konsentrasi Ca didalam sampel menurun yang mengakibatkan bertambahnya impuritas, baik impuritas berupa fase T c rendah maupun impuritas yang nonsuperkonduktif. Ini sesuai dengan hasil eksperimen yang telah dilaporkan sebelumnya (8) meskipun metode yang digunakan berbeda. Dipihak lain, penambahan kadar Pb justru meningkatkan orientasi bidang kristal yang terbentuk dan membesarnya ukuran grain. KESIMPULAN Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa substitusi Pb mengurangi fraksi volume fasa 2212 yang terbentuk. Fraksi volume tertinggi yaitu 92 % terdapat pada sample tanpa Pb sedangkan fraksi volume terendah 68 % dimiliki sample dengan kadar Pb 0,4. Substitusi Pb juga telah meningkatkan orientasi kristal yang terbentuk dan memberi kemungkinan peningkatan harga rapat arus Jc. Harga prosentase orientasi paling baik adalah 80% yang dimiliki sample dengan kadar Pb tertinggi 0,4 sedangkan harga paling rendah 7% dimiliki sample tanpa Pb. UCAPAN TERIMAKASIH Terimakasih secara khusus disampaikan kepada Prof. Tjia May On untuk motivasi tak terlupakan yang diberikan selama penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA [1] Shaoyan Chu and Michael E. Mc Henry, Growth and Characterization of (Bi, Pb) 2 Sr 2 Ca 2 Cu 3 O x single crystal, Department of Materials Science and Engineering, Carnegie Mellon University, Pittsburgh, Pennsylvania, 1997. [2] K. Salama, V. Selvamanickam, Supercond. Sci. Technol. 5, S85, 1992. [3] Darminto, W. Loeksmanto dan M.O. Tjia, Efek Substitusi Pb pada Sifat Transpor Kristal tunggal Superkonduktor Bi 2 Sr 2 CaCu 2 O 8+δ, KFI vol.10 no 3,1999. [4] P. Majewski et.al., Physica C 212, 295-298, North Holland, 1994. [5] P. Strobel, J.C. Toledano, D. Morin, J. Schneek, G. Vacquir, O. Monnereau, J. Primot and T. Fournier, Phase Diagram of The System Bi 1.6 Pb 0.4 Sr 2 CuO 6 -CaCuO 6 between 825 o C and 1100 o C, Physica C2001, 1992. [6] Z.L. Du, Z.H. He, P.C.W. Fung, J.C.L. Chow and T.F. Yu, Melt-Textured Bi 1.6 Pb 0.4 Sr 2 Ca 2 Cu 3 Bulk Superconductors fabricates in a Simple Tube Furnace, Journal of Material Science, 30, 1995. [7] C.B. Mao, L. Zhou, X.Y. Sung and X.Z. Wu, The Effect of The Silver Layer on Texture Growth and Microsructure in Silver-seathed (Bi, Pb) 2 Sr 2 Ca 2 Cu 3 O x Superconductors Tape, IOP Publishing Ltd 1996. [8] S. Kishida, T Yumoto, S. Nakhasima, H. Tokutaka, K. Fujimura, Effect of Temperatures and Periods Melting on Growth of Bi 2, Sr 2 CaCu 2 O y Single Crystal, Journal of Growth 153,pp 146-150, 1995.