SIMULASI EFEKTIVITAS SENYAWA OBAT ERITROMISIN F DAN 6,7 ANHIDROERITROMISIN F DALAM LAMBUNG MENGGUNAKAN METODE SEMIEMPIRIS AUSTIN MODEL 1 (AM1)

dokumen-dokumen yang mirip
REAKSI DEKOMPOSISI SENYAWA ERITROMISIN F DAN 6,7 ANHIDROERITROMISIN F SUATU KAJIAN MENGGUNAKAN METODE SEMIEMPIRIS AUSTIN MODEL 1 (AM1) ABSTRAK

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK PERCOBAAN II SIFAT-SIFAT KELARUTAN SENYAWA OGANIK

TERHADAP PERUBAHAN UKURAN WINDOW

Studi Hidrogenasi Senyawa Hidrokarbon Golongan Alkena Dan Alkuna Secara Komputasi

ESTIMASI pk a dan pk b BERDASARKAN PENDEKATAN KIMIA KOMPUTASI DENGAN METODA SEMIEMPIRIK PM3

KIMIAWI SENYAWA KARBONIL

LAPORAN RESMI PAKTIKUM KIMIA KOMPUTASI. Analisis Butana. Oleh : AMRULLAH 13/347361/PA/ Jum at, 4 Maret 2016 Asisten Pembimbing : Wiji Utami

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

PANDUAN PRAKTIKUM KIMIA TERPADU GRUP IMC (INTERMOLECULAR CHEMISTRY) OLEH : Dr. Parsaoran Siahaan, MS

RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER. Mata Kuliah : KIMIA KOMPUTASI Semester: VI (ENAM) sks: 3 Kode: D

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

KAJIAN MEKANISME REAKSI HIDROLISIS N-FENIL-3- HIDROKSI PIKOLINAMIDA DALAM KONDISI BASA MENGGUNAKAN METODE DFT DAN POST-SCF

Permodelan senyawa.(senny Widyaningsih dkk) PEMODELAN SENYAWA TURUNAN ASAM KARBAMAT SEBAGAI SENYAWA ANTIKANKER MENGGUNAKAN METODE SEMIEMPIRIS AM1

Bentuk-Bentuk Molekul

Ikatan yang terjadi antara atom O dengan O membentuk molekul O 2

PENDEKATAN QSAR DALAM PEMODELAN SENYAWA TURUNAN ASAM KARBAMAT SEBAGAI ANTI KANKER DENGAN METODE PARAMETERIZATION MODEL 3

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

PERCOBAAN III KONFORMASI 1,3-BUTADIENA

PEMODELAN INTERAKSI ETER MAHKOTA BZ15C5 TERHADAP KATION Zn 2+ BERDASARKAN METODE DENSITY FUNCTIONAL THEORY

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. akan berlangsung selama sintesis, serta alat-alat yang diperlukan untuk sintesis.

PAH akan mengalami degradasi saat terkena suhu tinggi pada analisis dengan GC dan instrumen GC sulit digunakan untuk memisahkan PAH yang berbentuk

KAJIAN PERUBAHAN UKURAN RONGGA ZEOLIT RHO BERDASARKAN VARIASI RASIO Si/Al DAN VARIASI KATION ALKALI MENGGUNAKAN METODE MEKANIKA MOLEKULER

Bahasan. Konsep Dasar. Simbol Lewis. 1. Teori Lewis : Ringkasan

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK DASAR I SENTESIS BENZIL ALKOHOL DAN ASAM BENZOAT

PERCOBAAN I ANALISIS BUTANA

PEMODELAN DAN ANALISIS QSAR TURUNAN AMINOSULFENIL METILKARBAMAT SEBAGAI INSEKTISIDA MENGGUNAKAN METODE SEMIEMPIRIK AUSTIN MODEL 1

GUGUS FUNGSI, TATA NAMA, SIFAT, DAN SINTESIS SEDERHANA SENYAWA HIDROKARBON

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB IX PRAKTEK KIMIA KOMPUTASI

BAB I PENDAHULUAN. B. Rumusan Masalah 1. Apakah konformasi itu? 2. Konformasi apa saja yang di jelaskan di dalam konformasi senyawa rantai terbuka?

SIFAT-SIFAT SENYAWA KOVALEN

BAB I PENDAHULUAN I.1

BAB 3 GEOMETRI DAN KEPOLARAN MOLEKUL

TEORI TOLAKAN PASANGAN ELEKTRON VALENSI

kimia HIDROKARBON III DAN REVIEW Tujuan Pembelajaran

KOMPUTASI KIMIA SEBAGAI ALTERNATIF DALAM PENELITIAN PADA MASA KRISIS DAN MASA DEPAN 1 Eva Vaulina Yulistia Delsy 2

kimia K-13 HIDROKARBON II K e l a s A. Alkena Tujuan Pembelajaran

Indo. J. Chem. Sci. 3 (1) (2014) Indonesian Journal of Chemical Science

Ikatan Kimia. 2 Klasifikasi Ikatan Kimia :

Air adalah wahana kehidupan

TEORI PEMBENTUKAN ATP, KAITANNYA DENGAN PERALIHAN ASAM-BASA. Laurencius Sihotang BAB I PENDAHULUAN

Isomer Benzena : Bentuk Pembelajaran Berorientasi Proses untuk Konsep Struktur Benzena pada Mata Pelajaran Kimia di Kelas XII. Oleh: Sukisman Purtadi

TUTORIAL KE-I KIMIA KOMPUTASI. Oleh: Dra. M. Setyorini, M.Si Andrian Saputra, S.Pd., M.Sc

BAB VIII SENYAWA ORGANIK

2. Substitusi dengan kelompok halogen OH. Halogen gugus-oh diganti dengan menggunakan pereaksi atau PCl5 PCL3:

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK FARMASI PERCOBAAN I PERBEDAAN SENYAWA ORGANIK DAN ANORGANIK

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Ikatan Kimia II: VSEPR dan prediksi geometri Molekular, teori ikatan valensi dan Hibridisasi Orbital Atom; teori orbital atom

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

INTISARI. Kata kunci : QSAR, fungisida, thiadiazolin

PERHITUNGAN MEKANIKA MOLEKUL

STUDI AB INITIO: STRUKTUR MEMBRAN NATA DE COCO TERSULFONASI

MAKALAH KIMIA ORGANIK IKATAN KIMIA DAN STRUKTUR MOLEKUL

Struktur dan Ikatan Kimia dalam senyawa Organik

IKATAN KIMIA. Tim Dosen Kimia Dasar FTP

Bab V Ikatan Kimia. B. Struktur Lewis Antar unsur saling berinteraksi dengan menerima dan melepaskan elektron di kulit terluarnya. Gambaran terjadinya

KIMIA. Sesi HIDROKARBON (BAGIAN II) A. ALKANON (KETON) a. Tata Nama Alkanon

Dr. Sci. Muhammad Zakir Laboratorium Kimia Fisika, Jurusan Kimia, FMIPA, Unhas Makassar

BAB I PENDAHULUAN. Ethanol banyak dipergunakan dalam berbagai aspek kehidupan, baik industri

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK I PERCOBAAN VII STRUKTUR MOLEKUL DAN REAKSI-REAKSI KIMIA ORGANIK DENGAN MENGGUNAKAN MODEL MOLEKUL

LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA PROSES PEMBUATAN KURVA STANDAR DARI LARUTAN - KAROTEN HAIRUNNISA E1F109041

1. Identitas Mata Kuliah: Nama mata kuliah : Struktur Kereaktifan Senyawa Organik Nomor mata kuliah : KI 107

Pengenalan Kimia Organik

EKSTRAKSI PELARUT. I. TUJUAN 1. Memahami prinsip kerja dari ekstraksi pelarut 2. Menentukan konsentrasi Ni 2+ yang terekstrak secara spektrofotometri

TEORI ORBITAL MOLEKUL

IJCR-Indonesian Journal of Chemical Research p. ISSN: Vol.3 No.1-2, Hal

4 Hasil dan Pembahasan

RINGKASAN BENTUK MOLEKUL Ringkasan Disusun Untuk Memenuhi Tugas Kimia Anorganik. Disusun oleh : Nama : Bagus Muliajaya Lutfi NIM :

TEORI FUNGSI KERAPATAN MEKANISME REAKSI ASAM 7-AMINOSEFALOSPORIN DENGAN VANILLIN (4-HIDROKSI-3- METOKSIBENZALDEHID)

BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASAN. Dalam pengembangan strategi pembelajaran intertekstualitas pada materi

Kimia Organik 1. Indah Solihah

Randhy Dwi Rendrahadi, Rachmat Triandi Tjahjanto*, Edi Priyo Utomo. *Alamat korespondensi, Tel : , Fax :

Secara umum terdapat 4 tipe reaksi kimia organik: 1. Reaksi substitusi (Penggantian)

KIMIA. Sesi. Hidrokarbon (Bagian III) A. REAKSI-REAKSI SENYAWA KARBON. a. Adisi

4 Pembahasan. 4.1 Sintesis Resasetofenon

KIMIA KOMPUTASI Pengantar Konsep Kimia i Komputasi

Ikatan Kimia II: VSEPR dan prediksi geometri Molekular, teori ikatan valensi dan Hibridisasi Orbital Atom; teori orbital atom

Jurusan Kimia, Fakultas MIPA UGM INTISARI

1. Pendahuluan 2. Intermediate reaktif 3. Nukleofil and elektrofil 4. Tipe reaksi 5. Ions versus radicals

TEORI IKATAN VALENSI

kimia HIDROKARBON 1 Tujuan Pembelajaran

PENGENALAN BIOINFORMATIKA

berupa ikatan tunggal, rangkap dua atau rangkap tiga. o Atom karbon mempunyai kemampuan membentuk rantai (ikatan yang panjang).

Kelompok G : Nicolas oerip ( ) Filia irawati ( ) Ayndri Nico P ( )

Atom unsur karbon dengan nomor atom Z = 6 terletak pada golongan IVA dan periode-2 konfigurasi elektronnya 1s 2 2s 2 2p 2.

III. SIFAT KIMIA SENYAWA FENOLIK

SAP DAN SILABI KIMIA DASAR PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN UNIVERSITAS PASUNDAN

LAPORAN PRAKTIKUM PENGANTAR KIMIA MEDISINAL SEMESTER GANJIL PENGARUH ph DAN PKa TERHADAP IONISASI DAN KELARUTAN OBAT

Studi Adsorpsi Molekul Nh 3 Pada Permukaan Cr(111) Menggunakan Program Calzaferri

BAB 7 HIDROKARBON DAN MINYAK BUMI

Streptomyces erythreus. Pada determinasi mula-mula, ia di klasifikasikan sebagai

A. KESTABILAN ATOM B. STRUKTUR LEWIS C. IKATAN ION D. IKATAN KOVALEN E. IKATAN KOVALEN POLAR DAN NONPOLAR F. KATAN KOVALEN KOORDINASI G

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK. Disusun Oleh :

UNESA Journal of Chemistry Vol. 1, No. 1, May 2012

Struktur Molekul:Teori Orbital Molekul

HUBUNGAN KUANTITATIF STRUKTUR DAN AKTIVITAS ANTIKANKER SENYAWA TURUNAN ESTRADIOL HASIL PERHITUNGAN METODE SEMIEMPIRIS AM1

Info Artikel. Indonesian Journal of Chemical Science

OLIMPIADE SAINS NASIONAL CALON PESERTA INTERNATIONAL CHEMISTRY OLYMPIAD (IChO) Yogyakarta Mei Lembar Jawab.

IKATAN KIMIA MAKALAH KIMIA DASAR

Transkripsi:

SIMULASI EFEKTIVITAS SENYAWA OBAT ERITROMISIN F DAN 6,7 ANHIDROERITROMISIN F DALAM LAMBUNG MENGGUNAKAN METODE SEMIEMPIRIS AUSTIN MODEL 1 (AM1) Agung Tri Prasetya, M. Alauhdin, Nuni Widiarti Kimia FMIPA Unnes ABSTRAK Perkembangan pesat teknologi mikroprosesor telah mempengaruhi perkembangan ilmu kimia. Penggunaan komputer sebagai peralatan kerja laboratorium dikembangkan menjadi suatu aspek kajian yang disebut dengan kimia komputasi. Penelitian ini akan dibuat senyawa eritromisin F dan Δ 6,7 anhidroeritromisin F beserta turunannya dan selanjutnya dihitung energinya masing-masing menggunakan metode semiempiris AM1 dalam program Hyperchem 7.5 versi evaluasi. Struktur eritromisin F dan Δ 6,7 anhidroeritromisin F dioptimasi untuk memperoleh struktur yang mendekati keadaan yang sebenarnya. Analisis polaritas, energi ikat dan sudut torsinya dilakukan untuk mengetahui sifat strukturnya. Energi ikat dari berbagai macam senyawa turunan eritromisin F dan Δ 6,7 anhidroeritromisin F di dalam suatu reaksi dekomposisi dalam suasana asam dihitung untuk memperoleh suatu jalur mekanisme dekomposisi yang paling mungkin. Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa mekanisme dekomposisi eritromisin F dan Δ 6,7 anhidroeritromisin F dapat diprediksi menggunakan metode semiempiris AM1. Senyawa eritromisin F dapat mengalami reaksi dekomposisi dan diakhiri dengan terbentuknya senyawa eritralosamin dan lepasnya gula netral kladinosa, sedangkan senyawa Δ 6,7 anhidroeritromisin F dalam dekomposisi asam tidak dapat berlangsung hingga lepasnya gula netral kladinosa dan terbentuk senyawa 9,11;9,12-spiroketal. Jadi di dalam asam lambung, senyawa Δ 6,7 anhidroeritromisin F diprediksi akan lebih tahan asam dibandingkan senyawa eritromisin F. Kata Kunci: Dekomposisi, eritromisin, Δ 6,7 anhidroeritromisin F, energi ikat, Semiempiris, AM1 PENDAHULUAN Dewasa ini, eksperimen komputer memainkan peranan penting dalam perkembangan sains. Pada masa lalu, sains ditunjukkan oleh kaitan antara eksperimen dan teori. Dalam banyak hal, pemodelan diikuti oleh penyederhanaan permasalahan dalam upaya menghindari kompleksitas perhitungan, sehingga sering aplikasi dari model teoritis ini tidak dapat menjelaskan bentuk nyata dari sistem makroskopis, seperti sistem larutan, protein dan lain lain. 95

Penelitian-penelitian kimia dengan menggunakan komputer sebagai alat bantu terus dilakukan dan dikembangkan. Di negara-negara maju seperti Amerika dan negara-negara di Eropa telah sampai ke tahap-tahap yang cukup rumit, sebagai contoh penelitian mengenai rekayasa genetika, membuat desain-desain obat baru, baik senyawa organik maupun anorganik (Kendal, 1995). Pemodelan molekul merupakan salah satu bagian kimia komputasi tentang studi struktur molekul, yang mempelajari tentang struktur, sifat, karakteristik dan kelakuan suatu molekul (Pranowo, 2000). Sebagai contoh pemodelan molekul yaitu untuk mempelajari dan mendapatkan informasi tentang ketahanan suatu senyawa obat eritromisin dan Δ 6,7 anhidro-eritromisin dalam suasana asam. Selama ini eritromisin dan Δ 6,7 -anhidroeritromisin memiliki kelemahan dalam hal ketahanan terhadap asam pada penggunaannya. Di dalam lambung, obat tersebut mengalami dekomposisi menjadi struktur yang tidak aktif disebabkan adanya asam lambung. Semakin obat ini tahan terhadap asam lambung, semakin lama efek pengobatan yang didapatkan. Dalam penelitian ini akan dibuat senyawa eritromisin F dan 6,7 anhidro-eritromisin F beserta turunannya dan selanjutnya dihitung energinya masing-masing. Dari data energi tersebut dapat diketahui senyawa turunan yang paling stabil dan paling mungkin dijumpai dalam rangkaian mekanisme dekomposisi. Sehingga pada akhir penelitian dapat diketahui apakah kedua senyawa eritromisin tersebut dapat terdekomposisi dalam suasana asam atau tidak, sehingga diketahui senyawa obat manakah yang lebih mudah rusak dan manakah yang lebih tahan terhadap asam lambung. Dipilih metode semiempiris AM1 karena metode ini tidak memerlukan memori yang besar dan waktu yang banyak. Selain itu, metode ini dapat memprediksi molekul-molekul dengan jumlah elektron valensi banyak dengan ketepatan yang lebih baik dan mampu menghitung energi yang ditimbulkan oleh ikatan hidrogen dari atom O dan N. Pada metode AM1 senyawa-senyawa bervalensi banyak dapat diprediksi dengan ketepatan lebih baik dan dilibatkan atom-atom hidrogen dalam perhitungan. METODE Pembuatan senyawa awal Untuk melakukan penelitian ini dibutuhkan struktur 3 dimensi dari senyawa eritromisin F dan 6,7 anhidro-eritromisin F dengan bentuk serta konfigurasi yang tepat. Struktur dasar eritromisin F diambil dari internet (http://www.rcsb.org/pdb/) dalam bentuk Protein Data Bank 96 Vol. 8 No. 1 Juni 2010

(*.pdb). Struktur tersebut kemudian disimpan dalam bentuk *.hin dan selanjutnya digunakan sebagai senyawa awal pada penelitian ini. Optimasi geometri Sebelum dilakukan optimasi geometri, perangkat lunak HyperChem diatur terlebih dahulu menggunakan metode perhitungan Semiempiris AM1 melalui menu Setup. Selanjutnya dipilih Menu Compute, Geometry Optimization dan kemudian diklik OK. Setiap akan melakukan perhitungan apapun dibuat log files untuk mencatat proses yang terjadi. Optimasi geometri dilakukan untuk memperoleh struktur yang paling stabil dari senyawa eritromisin F dan 6,7 anhidroeritromisin F. Analisa struktur seyawa obat Untuk melakukan analisis struktur senyawa eritromisin F dan 6,7 anhidro-eritromisin F dibutuhkan data energi log files yang telah diperoleh dari hasil optimasi geometri. Selanjutnya dicari panjang ikatan, sudut, serta momen dipol dari beberapa atom pada kedua senyawa tersebut. Mengacu pada data yang diperoleh, dilakukan analisis untuk mencari sifat-sifat struktur senyawa tersebut. Mekanisme dekomposisi eritromisin F Mekanisme reaksi dekomposisi senyawa eritromisin F dapat diprediksi dengan menghitung energi ikat dari senyawa obat tersebut dan senyawa-senyawa turunan yang mungkin terjadi. Senyawa turunan tersebut dirancang dengan berpedoman pada struktur awal eritromisin F yang telah diperoleh dari langkah sebelumnya. Senyawa dengan energi paling rendah dipilih sebagai senyawa yang dipakai pada rancangan jalur mekanisme dekomposisi. Pemilihan senyawa dengan energi terendah berdasar pada kestabilannya diantara yang lain. Mekanisme dekomposisi 6,7 anhidro-eritromisin F Mekanisme reaksi dekomposisi senyawa Δ 6,7 anhidroeritromisin F dapat diprediksi dengan cara yang sama, yaitu menghitung energi ikat dari masing-masing senyawa obat beserta turunannya. Senyawa turunan tersebut juga dirancang dengan berpedoman pada struktur awal Δ 6,7 anhidroeritromisin F yang telah ada. Senyawa dengan energi terendah dipilih untuk 97

dimasukkan dalam jalur mekanisme reaksi dekomposisi sehingga didapatkan mekanisme yang benar. HASIL DAN PEMBAHASAN Pemodelan Senyawa Eritromisin F dan Δ 6,7 anhidroeritromisin F Pada penelitian ini digunakan struktur 3 dimensi senyawa eritromisin F yang diambil dari (http://www.rcsb.org/) dalam bentuk pdb. Hal ini dikarenakan, senyawa obat pada umumnya sangat spesifik untuk suatu reaksi tertentu dan mempunyai konformasi yang tepat. Oleh karena itu, data tentang konformasi yang tepat sangat dibutuhkan. File pdb yang diambil dari internet tersebut selanjutnya diubah dalam bentuk hin untuk selanjutnya digunakan sebagai senyawa awal. Gambar 1. Struktur 3 dimensi senyawa eritromisin F Dari struktur senyawa awal yang sudah ada selanjutnya dimodifikasi pada ikatan antara atom C6 dan C7 dari ikatan tunggal menjadi ikatan rangkap dua dengan menghilangkan gugus OH pada atom C6. Sehingga diperoleh struktur senyawa Δ 6,7 anhidroeritromisin F Gambar 2. Struktur 3 dimensi senyawa Δ 6,7 anhidroeritromisin F Selanjutnya kerangka struktur senyawa obat tersebut dilakukan optimasi geometri menggunakan metode semiempiris Austin Model 1 (AM1). Tujuan dari optimasi ini adalah untuk menghitung energi terendah dan gaya atomik terkecil serta untuk menampilkan struktur molekul, sedemikian rupa sehingga mendekati struktur yang sebenarnya. 98 Vol. 8 No. 1 Juni 2010

Analisis Struktur Senyawa Obat Analisis struktur senyawa obat dilakukan terhadap dua struktur senyawa awal yaitu eritromisin F dan Δ 6,7 anhidroeritromisin F dengan melihat parameter yang akan dicari dalam optimasi yaitu panjang ikatan, sudut ikatan, dan momen dipol. Pengamatan semua sudut dan jarak ikat antar atom dalam struktur senyawa obat membutuhkan ketelitian karena mudah timbul kesalahan akibat kelelahan mata pengamat. Sehingga, pengamatan hanya ditujukan pada daerah gugus yang berperan dalam dekomposisi oleh asam. Gambar 3. Gugus penting dalam dekomposisi eritromisin (a) dan Δ 6,7 anhidroeritromisin F (b) oleh asam lambung Dari dua gambar senyawa diatas ada perbedaan yaitu pada atom C6 dan C7. Pada senyawa eritromisin F atom C6 dan C7 memiliki ikatan tunggal, atom C6 mengikat gugus OH, sedangkan pada senyawa Δ 6,7 anhidroeritromisin F atom C6 tidak mengikat gugus OH dan ikatannya rangkap. Sehingga dengan adanya perbedaan tersebut menyebabkan konformasi senyawa berubah secara keseluruhan. Perubahan terlihat pada panjang ikatan, sudut dan momen dipolnya. Pada senyawa eritromisin F panjang ikat gugus C=O karbonil sebesar 1,23671 Å berbeda 0,0006 Å dengan gugus C=O pada senyawa Δ 6,7 anhidroeritromisin F (1,23665 Å). Perbedaan tersebut akibat perubahan konformasi pada senyawa. Gugus yang berpengaruh pada pengurangan panjang ikatan ini adalah gugus OH yang terikat pada atom C6. Perubahan konformasi ini juga berpengaruh pada sudut torsi. Dimana sudut torsi senyawa eritromisin F antara O karbonil -C9-C8- C6 adalah -61,9188 o. Sedangkan pada senyawa Δ 6,7 anhidro-eritromisin F sebesar -67,5682 o. Selisih keduanya cukup jauh sebesar 5,6494 o. Hasil perhitungan menggunakan metode AM1 menunjukan bahwa momen dipol eritromisin F sebesar 3,609D, sedangkan Δ 6,7 anhidroeritromisin F sebesar 2,83D. Dari sini terlihat bahwa momen dipol eritromisin Δ 6,7 anhidro-eritromisin F 0,779D lebih tinggi dibandingkan Δ 6,7 anhidroeritromisin F. Peniadaan gugus OH pada atom C6 menurunkan polaritas senyawa. Hal ini karena gugus OH memiliki polaritas yang cukup tinggi. Polaritas kedua senyawa ini masih diatas air, dimana momen dipol air 1,84D. penurunan polaritas ini menunjukkan eritromisin F sensitif terhadap asam dan terjadi penurunan sensitifitasnya pada Δ 6,7 anhidroeritromisin F. 99

Mekanisme Dekomposisi Eritromisin F Reaksi dekomposisi eritromisin diinisiasi oleh serangan nukleofilik dari gugus hidroksi (- OH) C6 terhadap gugus karboksil (C=O) C9 pada cincin makrolakton sehingga pada akhir reaksi menghasilkan senyawa non aktif eritralosamin dan gula kladinosa (Sunazuka dan Omura, 2002). Setiap tahap pada mekanisme dianalisis berdasarkan perhitungan energi setelah dilakukan optimasi geometri. Hasil optimasi geometri adalah suatu kumpulan data dalam sebuah berkas yang disebut log files. Di dalamnya tercantum data-data perhitungan termasuk energi ikat yang digunakan untuk menentukan jalur mekanisme yang paling mungkin dalam suasana asam. Perhitungan dilakukan menggunakan rumusan energi ikat total. ΔE binding ΔE binding = E produk - E reaktan dimana, = energi ikat struktur pada tiap reaksi E produk = energi total senyawa produk = energi total senyawa reaktan E reaktan Dari turunan-turunan senyawa eritromisin F, diperoleh data energi yang berbeda seperti disajikan dalam tabel 1. Tabel 1 Data energi hasil perhitungan semiempiris AM1 beberapa senyawa turunan eritromisin F Nama Senyawa Energi Total Energi Ikat eritromisin F -238857,7736-11440,9841 senyawa 1-238860,7493-11443,9598 senyawa 2-238840,8389-11424,0494 senyawa 3-238849,5665-11432,7770 senyawa 4-230801,2319-11199,6309 senyawa 5-230786,4858-11184,8847 senyawa 6-230782,6344-11181,0333 senyawa 7-230796,2708-11194,6698 senyawa 8-230794,2204-11192,6193 senyawa 9-172511,8905-8562,5705 senyawa 10-58296,1226-2643,8415 senyawa 11-172490,5311-8541,2112 H 2 O -8038.2178-223,0294 H + 0 262,8031 Langkah awal reaksi dekomposisi eritromisin F yaitu dimulai dengan reaksi protonasi terhadap gugus karbonil. Walaupun terdapat 2 gugus karbonil dalam senyawa eritromisin F, protonasi hanya terjadi pada gugus karbonil C9. Hal ini dikarenakan jika protonasi terjadi pada gugus karbonil C14 energi total yang diperoleh sangat besar sehingga kemungkinan terjadinya reaksi protonasi pada gugus karbonil C14 sangat kecil. Reaksi protonasi akan mengubah gugus karbonil C=O menjadi gugus alkohol C-OH. 100 Vol. 8 No. 1 Juni 2010

Reaksi protonasi yang mengubah gugus C=O menjadi C-OH terlihat pada gambar 6 Gambar 4. Protonasi pada C9 senyawa eritromisin F Dari tahap awal reaksi dekomposisi senyawa eritromisin F dapat disimpulkan bahwa jalur mekanisme yang paling mungkin adalah pembentukan senyawa 1, kemudian tahap kedua mengarah pada pembentukan senyawa 4, tahap ketiga jalur mekanisme mengarah pada senyawa 7, dan pada tahap terakhir yaitu pada tahap keempat, mekanisme reaksi dekomposisi eritromisin F mengarah pada pembentukan senyawa 9. Dengan melihat tahap-tahap tersebut, disusun mekanisme dekomposisi senyawa eritromisin F seperti pada gambar 5. Gambar 5. Mekanisme dekomposisi eritromisin F dalam suasana asam hasil perhitungan kimia komputasi Mekanisme reaksi dekomposisi hasil penelitian yang terlihat pada gambar 5 sama persis dengan mekanisme yang dikemukakan oleh sunazuka dan omura. Dimana hasil akhirnya adalah eritralosamin (senyawa 9) dan gula kladinosa (senyawa 10). Eritralosamin merupakan merupakan senyawa nonaktif, yaitu senyawa yang tidak memiliki aktivitas obat, sedangkan gula kladinosa merupakan gula netral penyusun struktur senyawa obat eritromisin. 101

Mekanisme Dekomposisi Δ 6,7 anhidro-eritromisin F Senyawa Δ 6,7 anhidroeritromisin F merupakan turunan dari senyawa eritromisin. Di dalam asam lambung, senyawa Δ 6,7 anhidroeritromisin F tidak mudah terdekomposisi. Senyawa ini lebih tahan asam dibandingkan senyawa eritromisin, hal ini dikarenakan tidak memiliki gugus OH yang menginisiasi reaksi dekomposisi. Dipelajari jalur mekanisme dekomposisi Δ 6,7 anhidroeritromisin F untuk membuktikan bahwa senyawa tersebut lebih tahan asam dibandingkan dengan senyawa eritromisin F dengan membuat senyawa-senyawa turunan dari Δ 6,7 anhidroeritromisin F kemudian dihitung energinya. Untuk mendapatkan energi tersebut dilakukan optimasi terhadap senyawa Δ 6,7 anhidroeritromisin F beserta turunan-turunannya. Seperti halnya eritromisin F, perhitungan juga dilakukan menggunakan rumus energi ikat total (ΔE binding ). Dengan mencari senyawa turunan yang energi ikat totalnya paling rendah, reaksi dekomposisi dapat disusun. Tabel 4.6 Data energi hasil perhitungan semiempiris AM1 beberapa senyawa turunan Δ 6,7 anhidroeritromisin F Nama Senyawa Energi Total Energi Ikat Δ 6,7 anhidro-eritromisin F -230809,5096-11207,9086 senyawa A -230794,0471-11192,4461 senyawa B -230800,6434-11199,0423 senyawa C -222737,3209-10950,9082 senyawa D -222742,5032-10956,0906 senyawa E -222048,9086-10788,1023 senyawa F -222722,3776-10935.9650 senyawa G -214683,3022-10712,0779 Nama Senyawa Energi Total Energi Ikat senyawa H -214624,7712-10653,5469 senyawa I -214685,9488-10714,7246 senyawa J -164431,5714-8297,4398 senyawa K -164424,7636-8290,6321 senyawa L -164436,0773-8301,9458 H 2 O -8038,2178-223,0294 H + 0 262,8031 Reaksi dekomposisi diawali dengan proses protonasi yang terjadi terhadap gugus karbonil Δ 6,7 anhidroeritromisin F pada posisi C9. Reaksi protonasi ini akan mengubah ikatan karbonil C=O menjadi gugus alkohol C-OH. Berikut reaksi protonasi yang mengubah gugus C=O menjadi C-OH. 102 Vol. 8 No. 1 Juni 2010

Gambar 6 Protonasi pada C9 senyawa Δ 6,7 anhidroeritromisin F Dari tahap awal dapat disimpulkan bahwa jalur mekanisme mengarah pada senyawa B. Selanjutnya pada tahap kedua didapatkan senyawa D sebagai jalur mekanisme meskipun harga energi ikat totalnya cukup besar. Kemudian pada tahap terakhir, jalur mekanisme mengarah pada senyawa F. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Berdasarkan sifatnya, senyawa eritromisin F dapat terdekomposisi dalam suasana asam, sedangkan senyawa Δ 6,7 anhidroeritromisin F sangat sulit terdekomposisi dalam suasana asam. 2. Berdasarkan perhitungan dengan menggunakan metode semiempiris AM1, reaksi dekomposisi senyawa eritromisin F diakhiri dengan terbentuknya senyawa eritralosamin dan pelepasan gula netral kladinosa, sedangkan pada senyawa Δ 6,7 anhidroeritromisin F tidak diakhiri dengan pelepasan gula netral kladinosa dan terbentuk senyawa 9,11;9,12-spiroketal. Saran 1. Perlu dipelajari kembali reaksi dekomposisi ini dengan metode yang lebih tinggi tingkatannya dibandingkan metode semiempiris dan membandingkan dengan perhitungan menggunakan software kimia komputasi yang lain. 2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang mekanisme aksi obat, seperti docking antibiotik terhadap bakteri penyebab penyakit. 103

DAFTAR PUSTAKA Anonim, 2002, HyperChem Release 7 for Windows, Hypercube, Inc, USA. Fessenden J. Ralp and Fessenden S. Joan, 1995a, Kimia Organik, Edisi Ketiga, Jilid 1, Jakarta: Penerbit Erlangga. Fessenden J. Ralp and Fessenden S. Joan, 1995b, Kimia Organik, Edisi Ketiga, Jilid 2, Jakarta: Penerbit Erlangga. Kendal, R.A, 1995, High Performance Computing in Computational Chemistry : Methods and Mechanics, in : Review of Computational Chemistry, Lipkowitz K. B. and D.B. Boyd (eds), VCH Verlagsgesellschaft mbh, Vol 6, Weinheim, hal 209-211. Pranowo, H. Dwi, 2000, Pengantar Kimia Komputasi, Yogyakarta: Pusat Kimia Komputasi Indonesia-Austria UGM. Sunazuka, T. and S. Omura, 2002, Chemical Modification of Macrolides in Satoshi Omura (2nd Ed) : Macrolide Antibiotics : Chemistry, Biology and Practise, Academic Press, Orlando. Sykes, Peter, 1989, Penuntun Mekanisme Reaksi Kimia Organik, Jakarta: Penerbit PT Gramedia. http://www.rcsb.org/pdb/files/ligand/ery_ideal.pdb (di akses tanggal 5 Agustus 2008) 104 Vol. 8 No. 1 Juni 2010