KARAKTERISTIK IBU YANG MELAHIRKAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH DI RUANGAN KASUARI RSU ANUTAPURA PALU Elsye Theresia Akademi Kebidanan Palu Yayasan Pendidikan Cendrawasih ABSTRAK Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) merupakan masalah kesehatan yang sering dialami pada sebagian besar masyarakat yang ditandai berat lahir <2499 gram. Namun kejadian BBLR pada dasarnya berhubungan dengan kurangnya pemenuhan nutrisi pada masa kehamilan ibu dan hal ini berhubungan dengan banyak faktor dan lebih utama pada masalah perekonomian keluarga sehingga pemenuhan kebutuhan konsumsi makanan pun kurang. Namun kejadian BBLR juga dapat terjadi tidak hanya karena aspek perekonomian, dimana kejadian BBLR dapat saja terjadi pada umur ibu, paritas anak yang dilahirkan, pendidikan ibu, dan jarak kelahiran pada anak yang dilahirkan. Tujuan dlam penelitian iniuntuk mengetahui karakteristik ibu yang melahirkan bayi berat lahir rendah di ruangan RSU Anutapura kota palu. Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif dengan jumlah sampel 90 orang dengan metode pengumpulan data sekunder direkam medik RSU Anutapura Palu. Cara pengambilan sampel yaitu dengan cara mencatat data dari data rekam medik dan status pasien kecek list dan analisis yang digunakan adalah analisis univariat. Hasil penelitian didapatkan dari variabel yang ada kasus BBLR ditinjau dari umur ibu yang melahirkan BBLR <20 tahun sebanyak 41 orang (45,6%), 20-35 tahun sebanyak 38 orang (42,2%), dan umur.>35 tahun sebanyak 11 orang (12,2%). Pada variabel paritas terdapat ibu yang melahirkan BBLR yang mempunyai 1 anak sebanyak 45 orang (50%), pada ibu yang mempunyai anak 2-3 sebanyak 35 orang (38,9%), dan pada ibu yang mempunyai anak >3 sebanyak 10 orang (11,1%). Pada variabel pendidikan terdapat jumlah BBLR pada pendidikan SD dan SMP sebanyak 33 orang (36,7%), dan pada ibu berpendidikan SMA sebanyak 41 orang (45,6%), dan pada ibu yang berpendidikan DI-III dan SI sebanyak 16 orang (17,7%). Pada variabel jarak kehamilan terdapat kasus BBLR pada ibu yang melahirkan anak <2 tahun sebnyak 23 orang (51,1%), pada ibu yang jarak kehamilannya 2-5 tahun sebanyak 8 orang (17,8%), dan pada ibu yang melahirkan anak yang jarak kehamilannya >5 tahun sebanyak 14 orang (31,1%). Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa kejadian BBLR banyak dijumpai pada umur ibu yang <20 tahun, paritas 1 anak, pendidikan ibu yang berpendidikan SMA, dan ibu yang melahirkan anak yang jarak kehamilannya >2 tahun. Sehingga untuk megatasi terjadinya kasus BBLR tersebut adalah perlu pembinaan kepada kelompok masyarakat tentang keluarga kecil bahagia dan sejahtera, agar dapat meningkatkan taraf kesejahteraan keluarga. Kata kunci : Karakteristik Ibu Yang Melahirkan Bayi Berat Lahir Rendah Daftar Pustaka : 15 (2002-2009) 27
PENDAHULUAN Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi baru lahir dengan berat badan kurang dari 2499 gram, terjadi gangguan pertumbuhan dan pematangan (maturitas) organ yang dimana dapat menimbulkan kematian (Ayurai, 2009). Umur ibu merupakan salah satu faktor yang menyebabkan kejadian BBLR, dimana angka kejadian tertinggi BBLR adalah pada usia dibawah 20 tahun dan pada multigravida yang jarak antara kelahirannya terlalu dekat. Resiko kehamilan pada umur ibu yang terlalu muda biasanya timbul terjadinya bayi BBLR karena mereka belum siap secara psikis dan fisik. Secara psikis umumnya remaja belum siap menjadi ibu. Selain tidak ada persiapan kehamilannya pun tidak terpelihara dengan baik. Resiko fisiknya pun tak kalah besar karena beberapa organ reproduksi remaja putri seperti rahim belum cukup matang untuk menanggung beban kehamilan, bagian panggul juga belum cukup berkembang sehingga bisa mengakibatkan kelainan letak janin. Kemungkinan komplikasi lainnya adalah terjadinya keracunan kehamilan/preeklamsia dan kelainan letak ari-ari (plasenta previa) yang dapat menyebabkan perdarahan selama persalinan (Soelaeman, 2006). Ibu yang terlalu tua meskipun telah berpengalaman tetapi kondisi badannya serta kesehatannya sudah mulai menurun sehingga bisa mengakibatkan BBLR serta perdarahan pada proses persalinan dan terjadi preeklamsi (Setyowati, 2006). Paritas yang tinggi akan berdampak pada timbulnya berbagai masalah kesehatan baik bagi ibu maupun bayi yang dilahirkan. Salah satu dampak kesehatan yang mungkin timbul dari paritas yang tinggi adalah kejadian BBLR. Jumlah anak lebih dari 4 dapat menimbulkan gangguan pertumbuhan janin sehingga melahirkan BBLR dan perdarahan saat persalinan karena keadaan rahim biasanya sudah lemah dan tidak mampu menahan beban yang berat lagi (Depkes RI, 2008). Selain umur dan paritas, jarak kehamilanpun berpengaruh terhadap BBLR dimana ibu yang melahirkan anak pertama dan kedua jaraknya kurang dari 2 tahun dapat menimbulkan pertumbuhan janin kurang baik, persalinan lama dan perdarahan pada saat persalinan karena keadaan rahim belum pulih dengan baik. Ibu yang melahirkan anak dengan jarak yang sangat berdekatan (dibawah dua tahun) akan mengalami peningkatan resiko terhadap terjadinya melahirkan BBLR (Wijosastro, 2007). Tingkat pendidikan ibu juga sangat berpengaruh terhadap BBLR. Semakin tinggi pendidikan ibu maka makin tinggi pula minat ibu untuk memelihara kandungannya. Sebaliknya pendidikan yang rendah menyebabkan kurangnya pengetahuan tentang kehamilan dan sering menjadi penyebab kurang gizi pada bayi. Selama janin masih didalam rahim, asupan nutrisi yang adekuat dari hari kehari kehamilan ibu bertambah besar sejalan dengan itu, janin tumbuh dan berkembang sampai pada usia kehamilan yang matang maka janin siap dilahirkan dengan berat badan, panjang badan, dan pertumbuhan organ fisik lainnya yang normal. Sebaliknya apabila ibu tidak mendapatkan asupan gizi yang adekuat, bayi lahir dengan berat badan lahir rendah (Soelaeman, 2006). Salah satu faktor penting dalam upaya penurunan angka kematian dan kelahiran BBLR tersebut yaitu memberikan informasi tentang pentingnya memahami resiko dalam kehamilan yang dapat mengakibatkan kematian serta pencegahanya (Amiruddin, 2007). Menurut World Health Organization (WHO), terjadi kematian perinatal sekitar 50 per 1000 kelahiran hidup dan diperkirakan lebih dari 9 juta bayi meninggal sebelum lahir atau pada minggu pertama kehidupannya (periode 28
perinatal) setiap tahunnya (Prameswari, 2007). Angka kejadian BBLR di Indonesia berkisar 9-30% bervariasi antara satu daerah dengan daerah lain. Hingga saat ini BBLR masih merupakan penyebab utama kesakitan dan kematian pada masa BBLR diseluruh dunia. Sebanyak 25% bayi baru lahir dengan BBLR meninggal dan 50% meninggal saat bayi. Hal ini karena bayi berat lahir BBLR rentan terhadap kekurangan nutrisi, infeksi, dan keterlambatan perkembangan saraf (Sisca, 2009). Menurut profil Dinas Kesehatan Propinsi Sulawesi Tengah, rata-rata perubahan pertahun selama kurun waktu 1990-2000 kematian bayi sebesar 3,46% per 1000 kelahiran hidup dan pada tahun 2009 angka kematian bayi disebabkan BBLR sebesar 10,2% per 1000 kelahiran hidup (Dinkes Sulteng, 2009). Menurut badan pusat statistik, profil kesehatan kota palu bahwa Pada tahun 2009 berdasarkan laporan dari program kesehatan anak dan balita terdapat 354 kasus BBLR dan yang dapat ditangani baru sekitar 182 jiwa (51%) (Badan pusat statistik sulteng, 2009). Menurut data Badan Rumah Sakit Umum Anutapura Kota Palu ditahun 2009 angka kelahiran bayi hidup sebesar 600 jiwa dan angka kelahiran BBLR yang lahir secara pervaginam dengan cukup bulan baik lahir hidup maupun mati sebesar 78 jiwa (13%), sedangkan ditahun 2010 angka kelahiran bayi hidup sebesar 652 jiwa dan angka kelahiran BBLR yang lahir secara pervaginam dengan cukup bulan baik lahir hidup maupun mati sebesar 90 jiwa (13,8%) (RSU anutapura kota palu, 2010). Tujuan kajian ini adalah mengetahui Karakteristik Ibu yang melahirkan Bayi Berat Lahir Rendah. Manfaat kajian ini Bagi Bidan dapat dijadikan bahan masukan dalam memberikan pelayanan yang lebih baik lagi, menambah pengetahuan dan 29 wawasan tentang karakteristik ibu Pada kasus bayi berat Lahir rendah, serta sebagai penerapan ilmu yang telah didapat selama mengikuti perkuliahan. BAHAN DAN METODE Metode kajian ini adalah deskriptif yaitu suatu metode penelitian yang digunakan dengan tujuan untuk membuat gambaran atau deskripsi tentang suatu keadaan secara objektif (Azwar dan Prihartono, 2003). Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah deskriptif yaitu untuk mengetahui karakteristik ibu yang melahirkan bayi dengan Bayi Berat Lahir Rendah di Ruang Kasuari Rumah Sakit Umum Anutapura Palu Tahun 2011 Polulasi Dan Sampel 1. Populasi Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian (Notoatmodjo, 2005). Populasi dalam penelitian ini adalah semua ibu yang melahirkan BBLR yang tercatat dalam rekam medik RSU Anutapura Palu dengan jumlah 90 jiwa periode Januari-Desember 2010 Sampel 2. Sampel Sampel adalah populasi yang merupakan wakil dari populasi itu (Notoatmodjo, 2005). Cara pengambilan sampel dilakukan secara total sampling yaitu semua ibu yang melahirkan BBLR yang lahir secara pervaginam dengan cukup bulan baik lahir hidup maupun mati berjumlah 90 jiwa pada bulan Januari-Desember 2010 Analisis Data Tehnik analisa data dilakukan dengan cara analisis variabel yang dilakukan tiap variabel hasil penelitian. Dimana analisa data yang dikumpulkan akan diolah dengan menggunakan rumus : P = f x 100 n Keterangan: P : persentase f : frekuensi tiap kategori n : jumlah sampel
HASIL Penelitian ini dilakukan di RSU Anutapura Palu pada bulan Januari- Desember tahun 2010 dimana terdapat ibu yang melahirkan BBLR secara normal baik lahir hidup maupun mati terdapat 90 jiwa dan analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis variabel. Tabel 1 Distribusi Gambaran Kejadian BBLR di RSU Anutapura Tahun 2010 Berat Bayi Frekuensi Persentase <1500 (BBLSR) 3 3,3 1500-2499 (BBLR) 87 96,7 Total 90 100 Sumber: Data sekunder yang diolah Tabel 1 jumlah kejadian BBLR sebanyak 87 orang (96,7%), sedangkan kejadian BBLSR sebanyak 3 orang (3,3%). Tabel 2 Distribusi Frekuensi Kejadian BBLR Berdasarkan Umur Ibu DI RSU Anutapura Tahun 2010 Umur Ibu Frekuensi Persentase (%) <20 Tahun 41 45,6 20-35 Tahun 38 42,2 >35 Tahun 11 12,2 Total 90 100 Sumber: Data Sekunder Terolah Tabel 4.2 jumlah kejadian BBLR berdasarkan umur ibu yang <20 tahun sebanyak 41 orang (45,6%), umur ibu 20-35 tahun sebanyak 38 orang (42,2%), dan umur ibu >35 tahun sebanyak 11 orang (12,2%). Tabel 3 Distribusi Frekuensi Kejadian BBLR Berdasarkan Paritas Ibu DI RSU Anutapura Tahun 2010 Paritas ibu Frekuensi Persentase (%) 1 anak 45 50 2-3 anak 35 38,9 >3 anak 10 11,1 Total 90 100 Sumber: Data Sekunder yang diolah Berdasarkan tabel 4.3 terlihat bahwa jumlah BBLR berdasarkan paritas ibu yaitu paritas 1 anak sebanyak 45 orang (50%), dan pada paritas 2-3 anak sebanyak 35 orang (38,9%), sedangkan paritas >3 anak sebanyak 10 orang (11,1%). 30
Tabel 4 Distribusi Frekuensi Kejadian BBLR Berdasarkan Pendidikan Ibu DI RSU Anutapura Tahun 2010 Pendidikan Frekuensi Persentase SD dan SMP sederajat 33 36,7 SMA sederajat 41 45,6 Diploma 1-3 dan S 1 16 17,7 Total 90 100 Sumber: Data Sekunder yang diolah Berdasarkan tabel 4.4 terlihat bahwa jumlah BBLR berdasarkan pendidikan ibu yaitu pendidikan SD dan SMP sederajat (dasar) sebanyak 33 orang (36,7%), pendidikan SMA sederajat (menengah) sebanyak 41 orang (45,6%), sedangkan pendidikan Diploma 1-3 dan S1 (tinggi) sebanyak 16 orang (17,7%). Tabel 5 Distribusi Frekuensi Kejadian BBLR Berdasarkan Jarak Kehamilan Ibu DI RSU Anutapura Tahun 2010 Jarak kehamilan Frekuensi Persentase <2 tahun 23 51,1 2-5 tahun 8 17,8 >5 tahun 14 31,1 Total 45 100 Sumber: Sekunder yang diolah Berdasarkan tabel 4.5 terlihat bahwa jumlah BBLR berdasarkan jarak kehamilan <2 tahun sebanyak 23 orang (51,1%), dan pada ibu yang jarak kehamilan 2-5 tahun sebanyak 8 orang (17,8%), sedangkan pada ibu yang jarak kehamilan <5 tahun sebanyak 14 orang (31,1%). PEMBAHASAN Setelah melakukan penelitian dirsu. Anutapura Palu dan mengolah data terdapat karakteristik ibu yang melahirkan BBLR pada tahun 2010 periode Januari-Desember, maka penulis akan membahas karakteristik ibu yang melahirkan BBLR meliputi umur ibu, paritas, pendidikan dan jarak kehamilan. 1. Umur ibu Pada penelitian ini banyak dijumpai BBLR pada umur ibu yang terlalu muda (resiko tinggi) yaitu umur <20 tahun sebanyak 41 orang (45,6%) hal ini disebabkan fisik, kondisi rahim dan panggul belum berkembang optimal, dan secara mental belum siap menghadapi perubahan yang terjadi saat kehamilan, dimana belum siap menjalankan peran seorang ibu yang harus memelihara kehamilannya serta belum siap menghadapi masalah rumah tangga dan dimana asupan 31 nutrisi yang dikonsumsi ibunya tak kalah penting dalam masa kehamilannya. Sehingga dengan gabungan faktor fisik dan mental yang belum matang akan meningkatkan resiko terjadinya persalinan BBLR. Dalam hal ini hasil penelitian sesuai dengan teori yang didapat menurut (soeleman, 2006) kasus BBLR sangat banyak dijumpai pada umur ibu yang <20 tahun dikarenakan fisik dan mentalnya belum siap untuk menjadi seorang ibu, dimana organ fisik belum terbentuk secara sempurna dan mentalnya pun tak jauh kalah berpengaruh dikarenakan belum siap menjadi seorang ibu sehingga kehamilannya tidak dirawat. Pada umur 20-35 tahun terdapat 38 (42,2%) orang yang melahirkan BBLR, hal ini masih cukup tinggi dengan angka terjadinya BBLR akan tetapi seharusnya pada umur tersebut angka kejadian BBLR kurang
dijumpai karna pada usia reproduksi yang baik buat wanita. Hal ini dikarenakan oleh beberapa faktor diantaranya penyakit yang diderita ibu, komplikasi pada kehamilan sebelumnya, serta pendidikan ibu yang masih kurang, dan jarak kehamilan yang terlalu dekat sehingga banyak dijumpai kasus BBLR pada usia tersebut. Pada hasil penelitian ini tidak sesuai dengan teori yang ada karena pada umur 20-35 tahun menurut (yuwi, 2009) inilah usia produktif yang baik untuk seorang wanita dikarenakan fisik dan psikisnya sudah matang dalam kehamilan baik itu organ reproduksi maupun sikapnya dalam menerima suatu kehamilan. pada penelitian ini umur ibu yang terlalu tua yaitu >35 tahun (resiko tinggi) sangat kurang dijumpai, yaitu hanya 11 orang (12,2%) dari 90 populasi yang ada yang melahirkan BBLR hal ini tidak sesuai dengan teori yang ada dikarenakan pada usia ini ibu tersebut sangat memelihara kehamilannya yang didukung dengan tingginya pendidikan seorang ibu sehingga mereka mengerti apa yang terbaik untuk kehamilannya, walaupun pada usia ini sangat rentan dengan komplikasi medis dan sehubung dengan populasi yang terbatasi sehingga sangat kecil untuk dijumpai kasus BBLR. akan tetapi hasil penelitian ini tidak sesuai dengan teori yang ada, karena menurut (Amiruddin,2007) pada usia ibu >35 tahun sangat beresiko untuk kejadian BBLR dikarenakan kondisi seorang ibu mulai menurun, fungsi rahim mulai menurun, kualitas sel telur berkurang dan meningkatnya komplikasi medis pada kehamilan dan persalinan sehingga pada usia ini sangat rentan untuk terjadinya BBLR. 2. Paritas Dari hasil penelitian yang ada didapatkan bahwa ibu dengan paritas anak pertama (primipara) yang melahirkan BBLR sebanyak 45 orang 32 34 (50%) hasil yang didapatkan masih cukup tinggi, dikarenakan jumlah anak yang banyak dilahirkan dimana uterus tidak mampu lagi menahan beban yang ada sehingga terjadi BBLR selain itu umur ibu juga sangat mempengaruhi terjadinya BBLR dimana jarak <20 tahun dan >35 tahun serta tingkat pendidikan seseorang dapat mempengaruhi terjadinya BBLR karena mencerminkan tingkat sosial seseorang dan merupakan resiko tinggi bagi ibu hamil. Hasil penelitian ini sesuai dengan teori yang ada menurut (Amiruddin, 2007) ibu dengan paritas anak pertama dapat melahirkan BBLR hal ini dapat disebabkan oleh berbagai faktor yang mungkin dapat disebabkan karena belum siap menjadi seorang ibu karena merasa belum mempunyai pengalaman ataupun karena kehamilan yang tidak diinginkan akibat hamil diluar nikah sehingga ibu tidak siap menerima kehamilannya dimana ibu tersebut merasa tidak mampu merawat bayi seorang diri yang akhirnya menyebabkan gangguan fisik dan psikologi ibu yang sangat mempengaruhi kehamilannya sehingga terjadi kelahiran BBLR. Pada paritas 2-3 anak merupakan jumlah yang sangat baik untuk suatu kahamilan. Dalam penelitian ini terdapat 35 orang (38,9%) dari 90 populasi yang ada dan masih cukup tinggi angka terjadinya kasus BBLR hal ini dipengaruhi dengan faktor ibu yang terlalu muda melahirkan dan jarak kehamilan yg terlalu dekat sehingga banyak dijumpai BBLR. Akan tetapi hasil yang didapatkan dari penelitian ini tidak sesuai dengan teori yang ada menurut Cuningham (2002) bahwa faktor predisposisi BBLR yang utama berdasarkan paritas adalah seorang ibu primipara. Katagori rawan hanya berlaku pada kehamilan anak pertama. Sedangkan pada kehamilan
kedua dan ketiga, resiko akan menurun dengan sendirinya. Pada paritas >3 anak pada penelitian ini sangat rendah yang didapatkan kasus BBLR terdapat 10 orang (11.1%) dari 90 populasi dikarenakan banyaknya ibu yang memiliki pendidikan yang tinggi sehingga ibu mengerti apa yang baik buat kandungannya baik dari segi makanan dan maupun yang lainnya. Akan tetapi hasil penelitian tersebut tidak sesuai dengan teori yang ada menurut (Amiruddin, 2007) ibu dengan paritas >3 anak juga dapat melahirkan BBLR, hal ini karena terlalu banyak jumlah anak yang dilahirkan dapat menurunkan kesehatan reproduksi sehingga dapat mengakibatkan terjadinya penyulit dalam kehamilan seperti anemia dan menyebabkan perdarahan pasca persalinan dan terlalu banyak anak juga dapat menambah beban ekonomi keluarga,sehingga pada saat kehamilan asupan gizi yang dibutuhkan oleh ibu tidak terpenuhi, sehingga ibu yang kurang gizi mengakibtkan pertumbuhan dan perkembangan janin kurang optimal yang akibatnya terjadi kelahiran BBLR. 3. Pendidikan Setelah melakukan penelitian terhadap 90 sampel yang diteliti didapatkan masih cukup tinggi angka terjadinya kasus BBLR dengan pendidikan SD dan SMP sederajat sebanyak 33 orang (36,7%), dikarenakan rendahnya pendidikan ibu tersebut sehingga pendapatan atau penghasilan pun juga berpenguruh sehingga asupan gizi yang dikonsumsipun pada saat hamil berkurang selain itu jarak kehamilan dan paritas yang masih cukup tinggi sehingga banyak dijumpai kasus BBLR pada pendidikan tersebut. Pada penelitian ini sesuai dengan teori yang ada menurut (Notoatmodjo, 2005) pada pendidikan 33 35 dasar adalah suatu kegiatan atau proses pelajaran untuk mengembangkan atau meningkatkan pengetahuan tertentu sehingga sasaran pendidikan itu dapat berdiri sendiri, berdasarkan tingkat pendidikan ibu dapat dijelaskan bahwa terdapat kecenderungan terhadap kematian bayi yang jumlahnya lebih banyak pada ibu yang memiliki tingkat pendidikan rendah (SD dan SMP hingga tidak sekolah) dikarenakan kurangnya pengetahuan seorang ibu mengenai ilmu yang ada, sampai dengan memelihara kandungannya serta asupan gizi yang baik untuk janinnya. Pada pendidikan SMA sederajat (menengah) terdapat 41 orang (45,6%) ibu yang melahirkan BBLR pada pendidikan ini masih sangat tinggi angka terjadinya BBLR dibandingkan dengan ibu yang berpendidikan dasar, hal ini dipengerahui oleh banyaknya ibu yang melahirkan pada usia <20 tahun dan melahirkan >35 tahun selain itu jarak kehamilan yang terlalu dekat juga sangat berpengaruh dengan terjadinya kasus BBLR. Pada penelitian ini tidak sesuai dengan teori yang ada, menurut (Idai, 2004), pada pendidikan SMA sederajat (menengah) ini sudah cukup baik dibandingkan dengan ibu yang berpendidikan SD dan SMP (dasar) sehingga pola pemikiran dan prilakunyapun jauh lebih baik, dimana tingkat pendidikan sangat berpengaruh terhadap minat ibu untuk memelihara kandungannya dan secara tidak langsung akan berpengaruh terhadap peningkatan status sosialnya. Pada perguruan tinggi DIII-SI sangat jarang dijumpai kejadian BBLR dibandingkan dengan pendidikan dasar dan menengah dimana hanya terdapat 16 orang (17,7%) dari 90 populasi yang ada, hal ini disebabkan oleh faktor umur
ibu yang terlalu tua baru melahirkan dan jarak anak yang dilahirkan sangat berdekatan sehingga banyak dijumpai kasus BBLR. hasil penelitian ini sesuai dengan teori yang ada menurut (Soelaeman, 2006), pada pendidikan yang tinggi sangat jarang dijumpai kejadian BBLR dikarenakan mereka paham dengan kebutahan akan asupan gizi pada saat hamil sehingga kebutuhan asupan gizi pada janinnya tercukupi. 4. Jarak kehamilan Pada penelitian ini didapatkan ibu yang melahirkan BBLR yang jarak kehamilannya <2 tahun sebanyak 23 orang (51,1%) dari 45 sampel yang ada, pada usia ini sangat beresiko bagi bayinya untuk dilahirkan karena pada saat itu kondisi rahim belum kembali kekondisi semula, selain itu kondisi energi ibu juga belum memungkinkan untuk menerima kehamilan berikutnya. Dimana keadaan gizi ibu yang belum prima sehingga membuat gizi janin juga sedikit, hingga pertumbuhan janin tak memadai yang dikenal dengan istilah PJI atau pertumbuhan janin terhambat sampai dengan terjadinya BBLR. Penelitian ini sesuai dengan teori yang ada, menurut Supriyadi (2006), jarak kehamilan yang ideal tak kurang dari 24 bulan atau <2 tahun sejak kelahiran sebelumnya. Perhitungan tak kurang dari 24 bulan atas dasar pertimbangan kembalinya organ-organ reproduksi kembali kemasa sebelum hamil, namun masa nifas berlangsung 40 hari sementara organ-organ reproduksi baru kembali kemasa sebelum hamil, Namun masa nifas berlangsung 40 hari sementara organ-organ kembali keadaan semula minimal 3 bulan, seperti proses pengembalian berat uterus atau rahim kembali normal. Ketika tidak hamil beratnya 30 gr, setelah hamil 1000 gr, setelah melahirkan berkurang mencapai 60gr, untuk mencapai 30 gr kembali butuh waktu kira-kira 3 bulan. 34 36 Begitu juga dengan sistem aliran darah selama hamil ada sistem aliran darah dari ibu ke janin. setelah lahir aliran darah terputus, untuk kembali kekondisi aliran darah yang normal ibu butuh waktu 15 hari setelah melahirkan. Setelah istirahat 9 hingga 24 bulan diharapkan semua organkdan bagian genital internal maupun eksternal ibu kembali seperti sebelum hamil. Pada jarak kehamilan 2-5 tahun hanya terdapat 8 jiwa (17,8%) ibu yang melahirkan BBLR dari 45 populasi yang ada, hasil penelitian ini sesuai dengan teori yang ada karena pada usia ini hanya sedikit yang didapatkan ibu yang melahirkan BBLR dikarnakan terbatasnya populasi yang ada dan dipengaruhi oleh tingginya pendidikan seorang ibu sehingga ibu tersebut mengerti dengan kebutahan akan kehamilannya sehingga resiko untuk terjadinya BBLR cukup kurang. Menurut Supriyadi (2006) kehamilan dengan jarak diatas 24 bulan, sangat baik buat ibu karena kondisi ibu sudah normal kembali, dimana endometrium yang semula mengalami trombosis dan nekrosis karena pelepasan placenta dari dinding endometrium telah mengalami pertumbuhan dan kemajuan fungsi seperti keadaan semula dikarenakan dinding-dinding endometrium mulai regenerasi dan sel-sel epitel endomterium mulai berkembang. Bila saat ini terjadi kehamilan endometrium telah siap menerima dan memberikan nutrisi pada hasil konsepsi. Hasil penelitian ini yang didapatkan pada jarak kehamilan >5 tahun cukup banyak dijumpai ibu yang melahirkan BBLR terdapat 14 jiwa (31,1%) dari 45 populasi yang ada. Hasil yang didapatkan cukup banyak dikarenakan banyaknya ibu yang melahirkan yang pendidikannya masih dasar, karena penddikan
seseorang mencerminkan tinggi rendahnya pengatahuan seorang ibu mengenai kehamilannya baik itu cara memelihara kandungan sampai dengan asupan yang baik untuk janinnya sehingga masih cukup banyak dijumpai kasus BBLR, selain itu umur juga mempengaruhi terjadinya BBLR karena umur <20 tahun ini sangat berisiko dikarnakan pada usia ini kondisi rahim belum berfungsi baik dan organ reproduksinya pun juga belum cukup matang tuk dibuahi dan usia >35 tahun pun berisiko dikarenakan fungsi dan kondisi rahim mulai menurun. Hasil penelitian ini sesuai dengan teori yang ada menurut Andrie (2005) dimana apabila jarak kehamilan yang jauh dapat mengakibatkan BBLR dikarenakan usia ibu bila lebih dari 35 tahun saat kehamilan berikutnya dimana akan masuk dalam kategori resiko tinggi, sementara usia reproduksi yang baik adalah 20-35 tahun. Yang paling dikhawatirkan jika usia ibu diatas 35 tahun ialah kualitas sel telur yang dihasilkan juga tak baik hingga bisa menimbulkan kelainankelainan bawaan dan pada saat persalinan pun berisiko terjadinya BBLR dan perdarahan postpartum hal ini disebabkan otot-otot rahim tak sebaik dulu lagi. KESIMPULAN Berdasarkan uraian pada bab hasil dan pembahasan tentang karakteristik ibu yang melahirkan BBLR diunit kebidanan RSU Anutapura Palu tahun 2010, maka kesimpulan yang dapat diperoleh adalah: 1. Umur, dari hasil penelitian yang didapatkan bahwa kejadian BBLR sangat tinggi terjadi pada umur ibu <20 tahun dan >35 tahun. Ibu dengan umur <20 tahun (resiko tinggi) ditemukan sebanyak 41 orang atau 45,6% dan ibu dengan umur 20-35 tahun (resiko rendah). 2. Paritas, dari hasil penelitian yang ada kasus BBLR banyak terjadi pada ibu yang mempunyai anak 1 dan anak 2-3 orang. Kejadian ibu dengan paritas anak 1 (primipara) yang melahirkan BBLR sebanyak 45 orang atau 50% dari populasi yang ada dan ibu dengan paritas 2-3 anak (multipara) yang melahirkan BBLR ditemukan sebanyak 35 orang atau 38,9%. 3. Pendidikan, dari hasil penilitian banyak dijumpai kejadian ibu yang melahirkan BBLR pada pendidikan SD dan SMP (dasar) sebanyak 33 orang atau 36,7% dan ibu yang melahirkan BBLR juga banyak dijumpai pada ibu dengan pendidikan SMA dan sederajat (menengah) sebanyak 41 orang atau 45,6%. 4. Jarak kehamilan, dimana hasil yang didapatkan dari penelitian banyak dijumpai kasus BBLR pada jarak kehamilan <2 tahun dan >5 tahun Kejadian ibu yang melahirkan BBLR dengan jarak kehamilan <2 tahun sebanyak 23 orang atau 51,1%, dan banyak juga dijumpai pada ibu yang melahirkan jarak kehamilan anaknya >5 tahun sebanyak 14 orang atau 31,1%. SARAN Diharapkan petugas kesehatan dapat berperan sebagai fasilitator dan motivator dalam pelayanan komunikasi, informasi, pendidikan (KIE) diruang polik KIA dalam memberikan pelayanan tentang pemeriksaan kehamilan (ANC) dimana untuk menghindari kehamilan dengan ibu terlalu muda, terlalu tua, terlalu banyak anak, terlalu rendah pendidikan ibu, serta teralalu dekat jarak kehamilan anaknya sehingga kejadian BBLR dapat terdeteksi secara dini dan pencegahannya dapat dilakukan dengan cepat dan tepat. DAFTAR PUSTAKA Amiruddin, 2007. Analisa Faktor Resiko Kejadian Bayi Berat Lahir Rendah. Tersedia dalam 35 37
http://ridwanamiruddin.com [Diakses tanggal 19 maret 2011]. Andrie, 2005. Jarak Kehamilan. http://andrie.wordpress.co/2005/08 /6/Jarak-kehamilan/. [Diakses tanggal 2 mei 2011]. Cuningham. 2002. Hubungan Paritas dengan BBLR. tersedia dalam http//http://kesmasunsoed.blogspot.com. [Diakses tanggal 19 maret 2011]. [BPS] Badan Pusat Statistik, 2009. Cakupan Angka Kelahiran BBLR, Kabupaten/Kota Palu. BKKBN, 2006. Pengertian Paritas. Tersedia dalam http://kesmasunsoed.blogspot.com. [Diakses Tanggal 22 Maret 2011]. [Depkes] Departemen Kesehatan R.I, 2005. Masalah Bayi Berat Lahir Rendah. Tersedia dalam http://estyrock.blogspot.com. [Diakses tanggal 05 maret 2011]. [Depkes] Departemen Kesehatan R.I, 2008. Pengaruh Paritas dengan Bayi Berat Lahir Rendah. Tersedia dalam http://www. Google. Com. [Diakses tanggal 04 maret 2011]. [Dinkes] Dinas Kesehatan Sulawesi Tengah, 2009. Cakupan Angka Kelahiran Bayi dan BBLR, Provinsi Sulawesi Tengah. Dr. Andry Hartono, 2005. Kamus Saku Bidan Ed ke-10. Jakarta. EGC 2005. Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI, 2004). Bayi Berat Lahir Rendah. Dalam : Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak. Edisi I. Jakarta : 2004 ; 307-313. Tersedia dalam. http://www.google com. [Diakses tanggal 06 maret 2011]. Notoatmodjo, S. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta. PT Rinbeka Cipta. RS Anutapura Palu, 2009-2010. Cakupan Angka kelahiran Bayi dan BBLR. Soelaeman, 2006. Hubungan Umur dan Pendidikan terhadap BBLR. Tersedia Dalam http://www. Google.Com. [Diakses tanggal 12 maret 2011]. Supriyadi, 2006. Pengertian dan akibat dari Jarak Kehamilan. Tersedia dalam http://www.yonokomputer.com. [Diakses tanggal 07 maret 2011]. Yuwielueninet, 2009. Gangguan Kesehatan Wanita Menurut Tahapan Usia. Tersedia dalam http://clubing.kapanlagi.com. [Diakses tanggal 16 maret 2011]. 36 38