Kontribusi Pangan : Lauk Hewani Lauk Nabati Sayuran TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
MANFAAT ZAT BESI UNTUK MENINGKATKAN KECERDASAN ANAK

GIZI WANITA HAMIL SEMESTER VI - 6 DAN 7

BAB I PENDAHULUAN. asli Indonesia. Daerah asalnya adalah India dan Afrika Tengah. Tanaman ini

Pengertian Bahan Pangan Hewani Dan Nabati Dan Pengolahannya

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kehamilan akan meningkatkan metabolisme energi karena itu kebutuhan energi dan zat gizi lainnya juga mengalami peningkatan selama masa kehamilan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

GIZI MIKRO. Diferensiasi Sel

I. PENDAHULUAN. dan siap untuk dimakan disebut makanan. Makanan adalah bahan pangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengalaman langsung maupun dari pengalaman orang lain (Notoatmodjo, 2005, hal. 3

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Kuisioner Penelitian. Hubungan Pola Makan dengan Status Gizi Anak Kelas IV dan V di SDN Panunggangan 1

LOGO VITAMIN DAN MINERAL

Pengetahuan Dasar Gizi Cica Yulia, S.Pd, M.Si

MAKALAH MATA KULIAH PANGAN DAN GIZI HASIL TERNAK. Oleh : Titian Rahmad S. H

BAB 1 PENDAHULUAN. negara berkembang, termasuk. Riskesdas, prevalensi anemia di Indonesia pada tahun 2007 adalah

Ukuran rumah tangga dalam gram: 1 sdm gula pasir = 8 gram 1 sdm tepung susu = 5 gram 1 sdm tepung beras, tepung sagu. = 6 gram

kabar yang menyebutkan bahwa seringkali ditemukan bakso daging sapi yang permasalahan ini adalah berinovasi dengan bakso itu sendiri.

GIZI. Pentingnya makanan bagi kesehatan Makanan bergizi Syarat dan Nilai makanan sehat Zat makanan yang mengganggu kesehatan

BAB 1 PENDAHULUAN. namun WHO menetapkan remaja (adolescent) berusia antara tahun.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 : PENDAHULUAN. kelompok yang paling rawan dalam berbagai aspek, salah satunya terhadap

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. tergantung orang tua. Pengalaman-pengalaman baru di sekolah. dimasa yang akan datang (Budianto, 2009).

DBMP DBMP Yetti Wira_Gizi_2014_Poltekkes Palangka Raya. Yetti Wira_Gizi_2014_Poltekkes Palangka Raya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. vitamin dan mineral, sayuran juga menambah ragam, rasa, warna dan tekstur

BAB I PENDAHULUAN. ditemukan pada anak-anak membuat anak buta setiap tahunnya

BAB 1 PENDAHULUAN. disamping tiga masalah gizi lainya yaitu kurang energi protein (KEP), masalah

PENGENALAN DKBM (TKPI) & UKURAN RUMAH TANGGA (URT) Rizqie Auliana, M.Kes

Sistem Pencernaan Manusia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang

DIIT SERAT TINGGI. Deskripsi

PEMBERIAN MP ASI SETELAH ANAK USIA 6 BULAN Jumiyati, SKM., M.Gizi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut W.J.S Poerwodarminto, pemahaman berasal dari kata "Paham

GIZI SEIMBANG PADA USIA DEWASA

BAB I PENDAHULUAN. pada 2002, konsumsi kalsium di kalangan masyarakat baru mencapai rata-rata

BAB I PENDAHULUAN. yang relatif sangat bebas, termasuk untuk memilih jenis-jenis makanan

MENU BERAGAM BERGIZI DAN BERIMBANG UNTUK HIDUP SEHAT. Nur Indrawaty Liputo. Bagian Gizi Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia merupakan salah satu unsur yang sangat dibutuhkan dalam unsur

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. kembang bayi dan anak, baik pada saat ini maupun masa selanjutnya.

B A B II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II T1NJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. dipengaruhi oleh keadaan gizi (Kemenkes, 2014). Indonesia merupakan akibat penyakit tidak menular.

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas, sehingga mampu

LEMBAR KESEDIAAN DALAM PENELITIAN

Penting Untuk Ibu Hamil Dan Menyusui

BAB I PENDAHULUAN. gangguan absorpsi. Zat gizi tersebut adalah besi, protein, vitamin B 6 yang

Masa nifas adalah masa dimulai beberapa jam sesudah lahirnya plasenta sampai 6 minggu setelah melahirkan (Pusdiknakes, 2003:003). Masa nifas dimulai

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha 1

KUESIONER PENELITIAN PERILAKU DIET IBU NIFAS DI DESA TANJUNG SARI KECAMATAN BATANG KUIS KABUPATEN DELI SERDANG. 1. Nomor Responden :...

BAB I PENDAHULUAN. Masa balita merupakan masa yang kritis dalam upaya menciptakan

DIIT GARAM RENDAH TUJUAN DIIT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mengenai jumlah dan jenis pangan (tunggal atau beragam) yang dimakan /

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seseorang dengan tujuan tertentu pada waktu tertentu. Konsumsi pangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pangsa Pengeluaran Pangan Rumah Tangga. Ketahanan pangan merupakan kondisi dimana terpenuhinya pangan bagi

BAB I PENDAHULUAN. yang penting dilakukan sebelum mengisi aktivitas yang lain setiap hari. Sarapan dibutuhkan

BAB I PENDAHULUAN. Berbagai masalah yang berkaitan dengan pangan dialami banyak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. occidentale L.) seluas ha, tersebar di propinsi Sulawesi. Tenggara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Timur,

Lampiran 1. Peta lokasi penelitian Puskesmas Putri Ayu Kecamatan Telanaipura

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memenuhi kebutuhan akan makan yang meliputi sikap, kepercayaan dan pilihan

12 PESAN DASAR NUTRISI SEIMBANG

PENDAHULUAN. Masalah pangan: ketersediaan pangan; kerawanan konsumsi pangan oleh pengaruh kemiskinan, pendidikan rendah & pantangan terhadap makanan

I PENDAHULUAN. dapat diperoleh di pasar atau di toko-toko yang menjual bahan pangan. Abon dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu masalah gizi di Indonesi adalah gizi kurang yang disebabkan

KOMPOSISI PAKAN DAN TUBUH HEWAN

Terlebih lagi jika orangtua tidak memberikan informasi mengenai makanan sehat dan bergizi b. kebiasaan jajan, dimana anak seusia ini gemar jajan.

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dari pembangunan

PENDAHULUAN Latar Belakang

MAKANAN SEHAT DAN MAKANAN TIDAK SEHAT BAHAN AJAR MATA KULIAH KESEHATAN DAN GIZI I

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Nutrisi untuk Mendukung Tenaga Kerja yang Sehat dan Produktif. dr. Yulia Megawati

BAB I PENDAHULUAN. sampai usia lanjut (Depkes RI, 2001). mineral. Menurut Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi VI 1998

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kabupaten Sukoharjo yang beralamatkan di jalan Jenderal Sudirman

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Zat gizi dalam makanan yang telah dikenal adalah karbohidrat, lemak,

BAB I PENDAHULUAN. kuning melalui proses fermentasi jamur yaitu Rhizopus oryzae, Rhizopus stolonifer, atau Rhizopus oligosporus. Tempe dikenal sebagai

1 I PENDAHULUAN. Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian, dan (1.7) Waktu

NUTRISI Rekomendasi Nutrisi Yang Dibutuhkan Selama dan Setelah Kemoterapi (Yayasan Kasih Anak Kanker Jogja)

PENERAPAN FINITE COVERING DALAM PEMILIHAN BAHAN MAKANAN BAGI IBU HAMIL

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Konsumsi Makanan Sesuai dengan Pedoman Umum Gizi Seimbang (PUGS)

Eko Winarti, SST.,M.Kes

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan pembangunan nasional suatu bangsa ditentukan oleh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Pola Makan Sehat. Oleh: Rika Hardani, S.P.

BAB I PENDAHULUAN. trimester III sebesar 24,6% (Manuba, 2004). Maka dari hal itu diperlukan

Lampiran 1 Kuesioner Penelitian Kode Responden:

BAB I PENDAHULUAN. (karbohidrat, lemak, protein, vitamin, mineral, dan air) menjadi. ditemui, tetapi KVA tingkat subklinis, yaitu tingkat yang belum

LAMPIRAN 1 KUESIONER

LAMPIRAN KUESIONER ANALISIS PENGELUARAN DAN POLA KONSUMSI PANGAN SERTA HUBUNGANNYA DENGAN STATUS GIZI MAHASISWA PENERIMA BEASISWA ETOS JAWA BARAT

NAMA : UMUR : KELAS : No. Telpon : Alamat lengkap : Untuk pertanyaan di bawah ini, beri tanda X untuk jawaban yang kamu pilih

I PENDAHULUAN. juta penduduk Indonesia (Siagian, 2003). Asupan yang cukup serta ketersediaan

MAKALAH GIZI ZAT BESI

Transkripsi:

Kontribusi Pangan : Lauk Hewani Kontribusi Tingkat Kontribusi Tingkat Protein Konsumsi Zat Pemilihan Konsumsi Protein Besi Besar Lauk Zat Lauk Daya Protein Hewani Pengetahuan Keluarga Lauk Sayuran Besi Pendapatan Bahan Pendidikan Protein Hewani Beli dan Hewani Makanan BAB Zat Besi II Lauk Nabati Sayuran TINJAUAN PUSTAKA A. Lauk Hewani Lauk hewani merupakan sumber protein yang kaya akan asam amino esensial, tidak dapat disintesis dalam tubuh. Lauk hewani berfungsi untuk pertumbuhan dan perkembangan organ-organ sehingga harus ada dalam makanan. Bahan makanan hewani adalah daging, telur, ikan dan ayam. Daging dan telur termasuk bahan hewani yang merupakan sumber protein kaya akan asam amino esensial. Ayam termasuk bangsa burung atau unggas yang paling populer sekarang ini karena harganya relatif murah, rasanya cukup lezat, serta berbagai cara pengolahan dapat dilakukan dengan mudah dan cepat. Ikan menjadi hidangan utama masyarakat didaerah pantai atau aliran sungai karena ketersediannya melimpah (Uripi, 2002). Bahan makanan hewani adalah bahan makanan yang berupa atau berasal dari hewan atau produk-produk yang diolah dengan menggunakan bahan dasar asal hewan. Pangan hewani mempunyai berbagai keunggulan dibanding pangan nabati. Pertama, pangan hewani terasa gurih atau enak karena mengandung protein dan lemak yang banyak. Kedua, pangan hewani mengandung protein yang lebih berkualitas karena mudah digunakan tubuh dan memiliki komposisi asam amino yang lengkap (Hardinsyah 2008). Ketiga, pangan hewani mengandung berbagai zat gizi mineral yang tinggi dan mudah digunakan oleh tubuh. Misalnya kalsium pada susu, zat besi, zink dan selenium yang banyak di dalam daging, hati dan telur. Kalsium dan zink berperan dalam pertumbuhan dan berbagai proses dalam tubuh. Zat besi bersama zat gizi lainnya berperan dalam pembentukan sel-sel darah merah hemoglobin. Hemoglobin berguna untuk membawa oksigen ke seluruh bagian tubuh. Bila kadar hemoglobin rendah (anemia) maka tubuh kekurangan oksigen, badan menjadi lemah, konsentrasi belajar dan stamina atau produktivitas kerja menjadi menurun (Hardinsyah 2008). Keempat, pangan hewani mengandung zat gizi vitamin yang unik. Misalnya vitamin A dalam hati dan kuning telur yang mudah digunakan tubuh. Kemudian vitamin B12 yang tidak terdapat pada pangan nabati. Vitamin B12 yang kaya dalam pangan hewani berperan penting dalam pembentukan sel darah merah yang

menangkap oksigen bagi tubuh dan dalam pembentukan myelin syaraf (Hardinsyah 2008). Mutu protein ditentukan oleh jenis dan proporsi asam-asam amino yang dikandungnya. Pola asam amino pada protein hewani merupakan yang terbaik untuk memenuhi kebutuhan manusia karena polanya menyerupai pola kebutuhan asam amino manusia. Oleh karena itu, apabila pangan hewani digunakan sebagai sumber protein tunggal dalam jumlah memenuhi kebutuhan manusia maka ia memberikan semua asam-asam amino esensial dalam jumlah cukup. Kelebihan asam-asam amino esensial dapat digunakan untuk mensintesis asam-asam amino nonesensial. Pangan sumber protein hewani adalah daging, ayam, ikan, telur, susu, dan produk olahannya (Riyadi 2006). B. Lauk Nabati Lauk nabati merupakan bahan makanan yang bersumber dari protein nabati. Bahan makanan ini terdiri atas golongan kacang kacangan dan hasil olahannya, seperti tempe dan tahu. Sumber protein nabati juga lebih murah harganya dibandingkan dengan sumber protein hewani (Ahmacd Djaeni Sediaoetama, 1989). Protein kacang kacangan mempunyai nilai gizi lebih rendah dibandingkan dengan protein dari jenis daging (protein hewani). Kalau protein hewani termasuk kualitas lengkap (kualitas sempurna), maka protein kacang kacangan hanya mencapai nilai kualitas setengah sempurna, bahkan banyak yang berkualitas protein tidak sempurna (protein tidak lengkap) (Ahmacd Djaeni Sediaoetama, 1989). Sumber protein nabati juga lebih murah harganya dibandingkan dengan sumber protein hewani, sehingga terjangkau oleh daya beli sebagian besar masyarakat. Karena itu di negara negara Barat sumber protein kacang kacangan disebut juga bersumber protein si miskin (poor man s protein) atau daging si miskin. Namun ini kurang menguntungkan menyebabkan kacang kacangan diberi nilai sosial rendah, sehingga tidak begitu disukai oleh masyarakat dari golongan penghasilan tinggi atau menengah (Ahmacd Djaeni Sediaoetama, 1989). C. Sayuran Sayuran merupakan bahan makanan yang berasal dari tumbuhan (bahan makanan nabati). Bagian tumbuhan yang dapat dibuat sayur adalah daun (sebagian

besar sayur adalah daun), batang (wortel), bunga (jantung pisang), buah muda (kacang panjang, labu, nangka muda), dapat dikatakan bahwa semua bagian tumbuhan dapat dijadikan bahan makanan sayur (Ahmacd Djaeni Sediaoetama, 1989). Sayur yang berwarna hijau merupakan sumber kaya karotin (provitamin A) semakin tua warna hijau itu semakin banyak kandungannya akan karotin tersebut. Sayur yang berwarna hijau tua tersebut diantaranya kangkung, daun singkong, daun katik, daun pepaya, genjer dan daun kelor). Sayur berupa daun ini harus selalu terdapat dalam susunan hidangan setiap harinya (Ahmacd Djaeni Sediaoetama, 1989). Mineral yang banyak terdapat pada sayuran adalah zat besi (Fe), seng/ zinc (Zn), tembaga (Cu), mangan (Mn), kalsium (Ca), dan fosfor (F) (Astawan, 2008). Kurangnya zat besi di dalam tubuh dapat disebabkan oleh kurang makan sumber makanan yang mengandung zat besi, makanan cukup namun yang dimakan biovailabilitas besinya rendah sehingga jumlah zat besi yang diserap kurang dan makanan yang dimakan mengandung zat penghambat penyerapan besi. Inhibitor (penghambat) utama penyerapan Fe adalah fitat dan polifenol. Fitat terutama ditemukan pada biji-bijian sereal, kacang, dan beberapa sayuran seperti bayam. Polifenol dijumpai dalam minuman kopi, teh, sayuran, dan kacang kacangan (Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat, 2008). Sayuran daun berwarna hijau, dan sayuran berwarna jingga seperti wortel dan tomat mengandung lebih banyak provitamin A berupa beta karoten daripada sayuran tidak berwarna. Sayuran berwarna disamping itu kaya akan kalsium, zat besi, asam folat dan vitamin C. Sayuran tidak berwarna seperti labu asam, ketimun, nangka dan rebung tidak banyak mengandung zat besi. Memakannya hanya untuk kenikmatan, dianjurkan sayuran yang dimakan tiap hari terdiri dari campuran sayuran daun, kacang-kacangan, dan sayuran berwarna jingga (Arisman, 2007) D. Tingkat Konsumsi Protein Protein adalah bagian dari semua sel hidup yang merupakan bagian terbesar tubuh sesudah air. Protein mempunyai fungsi khas yang tidak dapat digantikan oleh zat lain, yaitu membangun serta memelihara sel sel dan jaringan tubuh (Almatsier, 2003). Protein merupakan asam amino esensial yang diperlukan sebagai zat pembangun, yaitu untuk pertumbuhan dan pembentukan protein dalam serum,

hemoglobin, enzim, hormon dan antibodi. Selain itu untuk mengganti sel sel yang telah rusak, memelihara keseimbangan asam basa cairan tubuh, dan sumber energi (Arisman, 2003). Fungsi khas protein inilah yang menyebabkan protein sangat dibutuhkan oleh remaja. Hal ini dikarenakan remaja merupakan kelompok yang dalam masa pertumbuhan dan perkembangannya memerlukan zat gizi yang relatif besar jumlahnya dan bila konsumsi tidak seimbang maka dapat menimbulkan masalah gizi (Khomsan, 2002). Bahan makanan hewani merupakan sumber protein yang baik, dalam jumlah maupun mutunya, seperti telur, susu, daging, unggas, ikan, dan kerang. Mutu protein bahan makanan hewani lebih tinggi dari makanan nabati, dengan telur memiliki mutu protein tertinggi. Protein hewani pada umumnya mempunyai susunan asam amino yang paling sesuai untuk kebutuhan manusia. Untuk menjamin mutu protein dalam makanan sehari-hari, dianjurkan sepertiga bagian protein yang dibutuhkan berasal dari protein hewani (Almatsier, 2002). Apabila pangan hewani digunakan sebagai sumber protein tunggal dalam jumlah memenuhi kebutuhan manusia maka ia dapat memberikan semua asam-asam amino esensial dalam jumlah cukup. Hal ini dikarenakan pola asam amino pada protein hewani menyerupai pola kebutuhan asam amino manusia (Riyadi 2006). Akan tetapi harga pangan hewani relatif mahal. Bahan makanan hewani kaya dalam protein bermutu tinggi, tetapi hanya merupakan 18,4% konsumsi protein ratarata penduduk Indonesia. Sedangkan bahan makanan nabati yang kaya protein adalah kacang kacangan dengan kontribusi rata rata 9,9% (Almatsier, 2002). E. Tingkat Konsumsi Zat Besi a. Definisi Besi Besi merupakan zat mikro yang paling banyak terdapat di dalam tubuh manusia dan hewan, yaitu sebanyak 3 5 gram di dalam tubuh manusia dewasa. Besi mempunyai beberapa fungsi esensial di dalam tubuh, yaitu sebagai alat angkut oksigen dari paru paru ke jaringan tubuh, sebagai alat angkut elektron di dalam sel, dan sebagai bagian terpadu berbagai reaksi enzim di dalam jaringan tubuh. Walaupun terdapat luas di dalam makanan banyak penduduk dunia yang kekurangan besi, termasuk Indonesia. Kekurangan besi sejak tiga puluh tahun

terakhir diakui berpengaruh terhadap produktivitas kerja, penampilan kognitif, dan sistem kekebalan(almatsier, 2003). b. Fungsi Besi Fungsi besi sebagai berikut (Almatsier, 2003) : - Metabolisme energi Di dalam sel, besi bekerja sama dengan rantai protein pengangkut elektron, yang berperan dalam langkah langkah akhir metabolisme energi. Protein ini memindahkan hidrogen dan elektron yang berasal dari zat gizi penghasil energi ke oksigen, sehingga membentuk air. Dalam proses tersebut dihasilkan ATP. Menurunnya produktivitas kerja pada kekurangan besi disebabkan oleh dua hal, yaitu berkurangnya enzim enzim mengandung besi dan besi sebagai kofaktor enzim enzim yang terlibat dalam metabolisme energi ; menurunnya hemoglobin darah. Akibatnya, metabolisme energi di dalam otot terganggu dan terjadi penumpukan asam laktat yang menyebabkan rasa lemah. - Kemampuan belajar Kadar besi dalam darah meningkat selama pertumbuhan hingga remaja. Kadar besi otak yang kurang pada masa pertumbuhan tidak dapat diganti setelah dewasa. Defisiensi besi berpengaruh negatif terhadap fungsi otak, terutama terhadap fungsi sistem neurotransmitter (pengatur saraf). Akibatnya, kepekaan reseptor saraf dopamin berkurang yang dapat berakhir dengan hilangnya reseptor tersebut. Daya konsentrasi, daya ingat, dan kemampuan belajar terganggu, ambang batas rasa sakit meningkat, fungsi kelenjar tiroid dan kemampuan mengatur suhu tubuh menurun. - Sistem kekebalan Besi memegang peranan dalam sistem kekebalan tubuh. Respons kekebalan sel oleh limfosit-t terganggu karena berkurangnya pembentukan sel sel tersebut, yang kemungkinan disebabkan oleh berkurangnya sintesis DNA. Berkurangnya sintesis DNA ini disebabkan oleh gangguan enzim reduktase ribonukleotida yang membutuhkan besi untuk dapat berfungsi.

- Pelarut obat obatan Obat obatan tidak larut air oleh enzim mengandung besi dapat dilarutkan hingga dapat dikeluarkan dari tubuh. c. Sumber Besi Sumber besi yang baik adalah makanan hewani, seperti daging, ayam, telur dan ikan. Sumber besi yang baik lainnya adalah serealia tumbuk, kacang kacangan, sayuran hijau dan beberapa jenis buah. Pada umumnya besi di dalam daging, ayam dan ikan mempunyai ketersediaan biologik tinggi, besi di dalam serealia dan kacang kacangan mempunyai ketersediaan biologik sedang, dan besi di dalam sebagian besar sayuran, terutama yang mengandung asam oksalat tinggi, seperti bayam mempunyai ketersediaan biologik rendah (Almatsier, 2003). Bahan makanan yang berasal dari makanan hewani di samping mengandung banyak zat besi serapan zat besi dari makanan tersebut sebesar 20 30% (Arisman, 2004). Tabel 1 Nilai besi berbagai bahan makanan (mg/100 gr) Bahan Makanan Nilai Bahan Makanan Nilai Fe Fe Tempe kacang kedelai murni 10,0 Jagung kuning, pipil lama 2,4 Kacang kedelai kering 8,0 Biskuit 2,7 Kacang hijau 6,7 Roti putih 1,5 Kacang merah 5,0 Beras setengah giling 1,2 Kelapa tua, daging 2,0 Kentang 0,7 Udang segar 8,0 Daun kacang hijau 6,2 Hati sapi 6,6 Bayam 3,9 Daging sapi 2,8 Sawi 2,9 Telur bebek 2,8 Daun katuk 2,7

Telur ayam 2,7 Kangkung 2,5 Ikan segar 2,0 Daun singkong 2,0 Ayam 1,5 Pisang ambon 0,5 Gula kelapa 2,8 Keju 1,5 Sumber : DKBM, Depkes. 1979. d. Faktor faktor yang Mempengaruhi Absorpsi Besi (Almatsier, 2003): - Bentuk besi Besi hem yang merupakan bagian dari hemoglobin dan mioglobin penyerapannya kurang lebih 40% dari besi dalam daging hewan, ayam dan ikan. Besi nonhem terdapat dalam serealia, telur, kacang kacangan, sayuran hijau dan beberapa jenis buah. Makan besi hem dan nonhem secara bersama dapat meningkatkan penyerapan besi nonhem. - Asam organik Seperti vitamin C sangat membantu penyerapan besi nonhem dengan merubah bentuk feri menjadi bentuk fero. Oleh karena itu sangat dianjurkan makan sumber vitamin C tiap kali makan. - Asam fitat Faktor lain di dalam serat serealia dan asam oksalat di dalam sayuran menghambat penyerapan besi. Faktor faktor ini mengikat besi, sehingga mempersulit penyerapannya. - Tanin Merupakan polifenol dan terdapat di dalam teh, kopi dan beberapa jenis sayuran dan buah juga menghambat absorpsi besi dengan cara mengikatnya. - Tingkat keasaman lambung

Kekurangan asam klorida di dalam lambung atau penggunaan obat obatan yang bersifat basa, seperti antasid menghalangi absorpsi besi. - Faktor Intrinsik Di dalam lambung membantu penyerapan besi, diduga karena hem mempunyai struktur yang sama dengan vitamin B 12. - Kebutuhan Tubuh Bila tubuh kekurangan besi atau kebutuhan meningkat pada masa pertumbuhan, absorpsi besi nonhem dapat meningkat sampai sepuluh kali, sedangkan besi hem dua kali. F. Angka Kecukupan Protein dan Zat Besi Kecukupan gizi yang dianjurkan (AKG) adalah kecukupan rata rata zat gizi setiap hari bagi setiap orang menurut golongan umur, jenis kelamin, ukuran tubuh dan aktifitas untukmencapai derajat kesehatan yang optimal (Almatsier, 2003). Angka kecukupan gizi yang dianjurkan didasarkan pada patokan berat badan untuk masing masing kelompok umur, gender, dan aktifitas fisik. Patokan berat badan tersebut didasarkan pada berat badan orang orang yang mewakili sebagian besar penduduk yang mempunyai derajat kesehatan yang optimal (Almatsier, 2003). Tabel 2 Angka Kecukupan Protein dan Zat Besi Rata Rata yang Dianjurkan No Kelompok Umur Berat Badan Protein (g) Zat Besi. (tahun) (kg) (mg) 1. 16 19 50 51 25 2. 20 45 54 48 26 Sumber : Widya Karya Pangan dan Gizi, 2004. G. Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Konsumsi Protein 1. Besar Keluarga Data besar keluarga berdasarkan BKKBN 1998 dikategorikan menjadi tiga kelompok yaitu keluarga kecil yang terdiri dari empat orang, keluarga sedang

dengan jumlah anggota keluarga sebanyak lima sampai enam orang, dan keluarga besar dengan jumlah anggota keluarga sebanyak tujuh orang. Besar keluarga didefinisikan sebagai keseluruhan jumlah anggota keluarga yang terdiri dari suami, istri, anak, dan anggota keluarga lainnya yang tinggal bersama. Kejadian kurang energi protein berat sedikit dijumpai pada keluarga yang memiliki anggota lebih kecil. Hal ini terjadi karena, jika besar keluarga bertambah maka pangan untuk setiap anak berkurang dan banyak orang tua tidak menyadari bahwa anak-anak yang sedang tumbuh memerlukan pangan relatif lebih tinggi daripada golongan yang lebih tua (Suhardjo, 2003). 2. Pendidikan Tingkat pendidikan sangat berpengaruh terhadap perubahan sikap dan perilaku hidup sehat. Tingkat pendidikan yang lebih tinggi akan memudahkan seseorang atau masyarakat untuk menyerap informasi dan mengimplementasikannya dalam perilaku dan gaya hidup sehari-hari, khususnya dalam hal kesehatan dan gizi (Fallah 2004 dalam WKNPG 2004). Tingkat pendidikan orang tua mempunyai korelasi positif dengan cara mendidik dan mengasuh anak. Tingkat pendidikan baik langsung maupun tidak langsung akan mempengaruhi pola komunikasi antar anggota keluarga. Pendidikan akan sangat mempengaruhi cara, pola, kerangka berpikir, persepsi, pemahaman dan kepribadian yang nantinya merupakan bekal dalam berkomunikasi (Gunarsa & Gunarsa 1995). 3. Pendapatan Keluarga yang berpenghasilan cukup atau tinggi lebih mudah dalam menentukan pemilihan bahan pangan sesuai dengan syarat mutu yang baik. Tingkat pendapatan merupakan faktor yang menentukan kualitas dan kuantitas makanan yang dikonsumsi. Pendapatan yang tinggi akan meningkatkan daya beli sehingga keluarga mampu membeli pangan dalam jumlah yang diperlukan dan akhirnya berdampak positif terhadap status gizi. Penurunan pendapatan terkait erat dengan penurunan tingkat ketahahan pangan dan terjadinya masalah gizi kurang. Keterkaitan ketahanan pangan dan ketidaktahanan pangan dapat dijelaskan dengan hukum Engel dimana saat terjadi peningkatan pendapatan, konsumen akan

membelanjakan pendapatannya untuk pangan dengan alokasi semakin kecil. Sebaliknya bila pendapatan menurun, alokasi yang dibelanjakan untuk pangan semakin meningkat (Soekirman 2000). 4. Pengetahuan Gizi Menurut Notoatmodjo (2005), pengetahuan akan membuat seseorang mengerti sesuatu hal dan mengubah kebiasaannya, sehingga meningkatkan pengetahuan akan merubah kebiasaan seseorang mengenai sesuatu. Jika peningkatan itu terjadi pada pengetahuan akan gizi, maka akan terjadi perubahan kebiasaan terkait dengan gizi sehingga menjadi lebih baik. Pengetahuan gizi merupakan pengetahuan tentang peranan makanan, makanan yang aman untuk dimakan sehingga tidak menimbulkan penyakit dan cara pengolahan makan yang baik agar zat gizi dalam makanan tidak hilang serta bagaimana cara hidup sehat (Notoatmodjo 2003). Menurut Paterrson dan Pietinen (2009), tingkat pengetahuan gizi seseorang berpengaruh terhadap sikap dan perilaku dalam pemilihan makanan yang pada akhirnya akan berpengaruh pada keadaan gizi yang bersangkutan. Pengetahuan dapat diperoleh dari pendidikan formal maupun informal. Riyadi (1996), menyatakan bahwa beberapa faktor yang mempengaruhi jumlah dan jenis makanan yang dikonsumsi adalah banyaknya informasi yang dimiliki oleh seseorang mengenai kebutuhan tubuh akan zat gizi, kemampuan seseorang untuk menerapkan pengetahuan gizi ke dalam pemilihan bahan pangan, dan cara pemanfaatan pangan yang sesuai dengan keadaannya. Oleh karena itu, pengetahuan gizi sangat erat kaitannya dengan baik buruknya kualitas makanan yang dikonsumsi. 5. Kebiasaan Makan Model analisis perilaku konsumsi pangan anak-anak yang dikembangkan oleh Lund dan Burk (1969), mengatakan bahwa suatu konsumsi pangan terjadi karena ada motivasi (needs, drives, desires) yang ditentukan oleh beragam proses kognitif mencakup persepsi, memori, berpikir, memutuskan untuk bertindak. Kebutuhan hidup manusia (termasuk anak-anak) pada dasarnya mencakup tiga macam yaitu kebutuhan biologis, kebutuhan psikologis, dan kebutuhan sosial. Selain ketiga macam kebutuhan tersebut, ada faktor lain yang berkaitan langsung

dengan kognitif dan tidak langsung dengan motivasi yaitu pengetahuan dan kepercayaan anak-anak terhadap makanan dan sikap serta penilaian anak terhadap makanan (Suhardjo 1989). 6. Konsumsi Pangan Konsumsi pangan meliputi informasi mengenai jenis pangan dan jumlah pangan yang dimakan seseorang atau sekelompok orang (keluarga atau rumah tangga) pada waktu tertentu. Hal ini menunjukkan bahwa konsumsi pangan dapat ditinjau dari aspek jenis dan jumlah pangan yang dikonsumsi. Pola konsumsi pangan merupakan susunan jenis pangan yang dikonsumsi berdasarkan kriteria tertentu (Hardinsyah & Martianto 1992). Makanan sangat penting untuk kelangsungan kehidupan, setiap makanan yang dikonsumsi akan memberikan pengaruh pada status gizi dan kesehatan. Makanan mengandung berbagai zat gizi yang penting yang dibutuhkan tubuh untuk kecukupan energinya, pertumbuhan, dan perkembangan, tingkah laku normal, terhindar dari berbagai macam penyakit, dan untuk perbaikan jaringan tubuh. Konsumsi harian zat gizi yang penting dipengaruhi oleh variasi makanan yang dikonsumsi dan jumlahnya (Marotz et al. 2004). Cara seseorang atau sekelompok orang memilih pangan dan memakannya sebagai reaksi terhadap pengaruh-pengaruh fisiologik, psikologik, budaya, dan sosial dikenal sebagai kebiasaan makan. Kebiasaan makan kadang-kadang disebut pola makan, kebiasaan pangan, atau pola pangan (Suhardjo 1989). H. Kerangka Teori

Gambar I Kerangka Teori Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Konsumsi Protein (Unicef) Sumber : UNICEF dalam Soekirman,1999 (dengan modifikasi) I. Kerangka Konsep

Gambar 2 Kerangka Konsep J. Hipotesis - Ada hubungan kontribusi protein lauk hewani dengan tingkat konsumsi protein - Ada hubungan kontribusi protein lauk nabati dengan tingkat konsumsi protein - Ada hubungan kontribusi protein sayuran dengan tingkat konsumsi protein - Ada hubungan kontribusi zat besi lauk hewani dengan tingkat konsumsi zat besi - Ada hubungan kontribusi zat besi lauk nabati dengan tingkat konsumsi zat besi - Ada hubungan kontribusi zat besi sayuran dengan tingkat konsumsi zat besi.