PENGARUH BAP TERHADAP PERTUMBUHAN JAHE EMPRIT (Zingiber officinale Rosc. var. amarun) DALAM KULTUR IN VITRO

dokumen-dokumen yang mirip
BAHA DA METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Pelaksanaan

Tabel 1. Kombinasi Perlakuan BAP dan 2,4-D pada Percobaan Induksi Mata Tunas Aksilar Aglaonema Pride of Sumatera Secara In Vitro

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan Tanaman dan Media

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat

PENGARUH IAA DAN BAP TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN NILAM (Pogestemon cablin Benth) IN VITRO

III. METODE PENELITIAN A.

METODOLOGI PENELITIAN

TATA CARA PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kultur In Vitro Fakultas

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat

Tugas Akhir - SB091358

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Tanaman, Jurusan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Pelaksanaan Bahan dan Alat Metode Penelitian

PENGARUH PEMBERIAN NAA DAN KINETIN TERHADAP PERTUMBUHAN EKSPLAN BUAH NAGA (Hylocereus costaricensis) MELALUI TEKNIK KULTUR JARINGAN SECARA IN VITRO

III. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur In vitro Fakultas

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan studi pembiakan in vitro tanaman pisang yang terdiri

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan tempat 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Penelitian pendahuluan

UJI KONSENTRASI IAA (INDOLE ACETIC ACID) DAN BA (BENZYLADENINE) PADA MULTIPLIKASI PISANG VARIETAS BARANGAN SECARA IN VITRO

METODE PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian

III. METODE PENELITIAN A.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitaian ini di lakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan

ORGANOGENESIS TANAMAN BAWANG MERAH (ALLIUM ASCALONICUM L.) LOKAL PALU SECARA IN VITRO PADA MEDIUM MS DENGAN PENAMBAHAN IAA DAN BAP ABSTRACT

PENGARUH PEMBERIAN NAA DAN KINETIN TERHADAP PERTUMBUHAN EKSPLAN BUAH NAGA (Hylocereus costaricensis) MELALUI TEKNIK KULTUR JARINGAN SECARA IN VITRO

in. BAHAN DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Fisiologi dan Kultur Jaringan

III. BAHAN DAN METODE. 1. Pengaruh konsentrasi benziladenin dengan dan tanpa thidiazuron terhadap

Pengaruh Jenis Eksplan dan Komposisi Zat Pengatur Tumbuh Terhadap Induksi Kalus Pada Tanaman Binahong (Anredera cordifolia (Ten.

BAHAN DAN METODE. Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan. Penelitian ini dimulai pada bulan

TATA CARA PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur In Vitro Fakultas

STERILISASI ORGAN DAN JARINGAN TANAMAN

PRODUKSI BIBIT PISANG RAJA NANGKA (Musa sp.) SECARA KULTUR JARINGAN DENGAN EKSPLAN ANAKAN DAN BUNGA

III. METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium UPT BBI (Balai Benih Induk) Jl.

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan Tanaman, Fakultas

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Laboratorium terpadu Kultur jaringan Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas

METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Alat dan Bahan

BAB III METODE PENELITIAN. penambahan sukrosa dalam media kultur in vitro yang terdiri atas 5 variasi

BAB III BAHAN DAN METODE. Percobaan dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan Teknologi

MULTIPLIKASI IN VITRO TUNAS BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L.) PADA BERBAGAI TARAF KONSENTRASI AIR KELAPA

Pembuatan Larutan Stok, Media Kultur Dan Sterilisasi Alat Kultur Jaringan Tumbuhan. Nikman Azmin

PENGGANDAAN TUNAS KRISAN MELALUI KULTUR JARINGAN MULTIPLICATION OF CRISAN BUD THROUGH TISSUE CULTURE. Yekti Maryani 1, Zamroni 1

BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Prosedur Kerja Persiapan Bibit Tumih

BAB III METODE PENELITIAN. Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Maulana

LAPORAN BIOTEKNOLOGI KULTUR ORGAN_by. Fitman_006 LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI PERTANIAN. Kultur Organ OLEH : FITMAN D1B

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

KULTUR MERISTEM PUCUK STROBERI (Fragaria chiloensis dan F. Vesca) DENGAN PEMBERIAN BEBERAPA ZAT PENGATUR TUMBUH SKRIPSI OLEH:

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat

IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Air leri merupakan bahan organik dengan kandungan fosfor, magnesium

BAB 3 BAHAN DAN METODA

III. METODE PENELITIAN

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan / Ilmu Tanaman Fakultas

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca, Fakultas Pertanian, Universitas

PERAN DAUN CENGKEH TERHADAP PENGENDALIAN LAYU FUSARIUM PADA TANAMAN TOMAT

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan mulai bulan Maret sampai Juli 2014 di

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Tanaman Fakultas Pertanian

Tentang Kultur Jaringan

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

TATA CARA PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Greenhouse Universitas Muhammadiyah

Pertumbuhan dan Perkembangan Cabai Keriting (Capsicum annuum L.) secara In Vitro pada beberapa Konsentrasi BAP dan IAA

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Program Studi Pendidikan Biologi Universitas Riau-Pekanbaru

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan, Fakultas Pertanian,

HASIL DAN PEMBAHASAN

SKRIPSI. PENGARUH PEMBERIAN 2,4-D DAN BAP TERHADAP PERTUMBUHAN EKSPLAN BAWANG PUTIH (Allium sativum L.) Oleh Nurul Mufidah H

PERBANYAKAN TUNAS Boesenbergia flava DENGAN PEMBERIAN BAP DAN NAA SECARA IN VITRO SKRIPSI. Oleh :

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini terdiri atas dua percobaan utama dan satu percobaan lanjutan, yaitu:

OPTIMASI KOMBINASI NAA, BAP DAN GA 3 PADA PLANLET KENTANG SECARA IN VITRO

III. BAHAN DAN METODE

II. METODOLOGI PENELITIAN

RESPON REGENERASI EKSPLAN KALUS KEDELAI (Glycine max (L.) Merrill) TERHADAP PEMBERIAN NAA SECARA IN VITRO

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di laboratorium Plant Physiology and Culture

LAPORAN PRAKTIKUM KULTUR JARINGAN TANAMAN

Program Studi Agronomi, Pasca Sarjana Universitas Sam Ratulangi, Kampus UNSRAT Manado korespondensi:

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. bersifat eksperimen karena pada penelitian menggunakan kontrol yaitu

PENGARUH ZAT PENGATUR TUMBUH TERHADAP PROLIFERASI TANAMAN JARAK PAGAR (Jatropha curcas Linn.) SECARA INVITRO

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

SKRIPSI RESPON KENCUR (KAEMPFERIA GALANGA L.) TERHADAP PEMBERIAN IBA DAN BAP SECARA IN VITRO. Oleh Dian Rahmawati H

tekanan 17,5 psi. Setelah itu, media disimpan selama 3 hari pada suhu ruangan, untuk memastikan ada tidaknya kontaminasi pada media tersebut.

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Induk Hortikultura Gedung Johor Medan. Penelitian ini dimulai pada bulan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilaksanakan pada tanggal Januari 2011 Maret 2011

PERBANYAKAN CEPAT TANAMAN DENGAN TEKNIK KULLTUR JARINGAN

PENGARUH PEMBERIAN ZPT 2,4 D TERHADAP PERTUMBUHAN DAN METABOLIT KALUS KEDELAI PADA PROSES HYPOXYDA SKRIPSI OLEH:

INDUKSI TUNAS PISANG ROTAN [Musa sp. ( AA Group.)] DARI EKSPLAN BONGGOL ANAKAN DAN MERISTEM BUNGA SECARA IN VITRO

3. METODOLOGI PENELITIAN

Kultur Jaringan Menjadi Teknologi yang Potensial untuk Perbanyakan Vegetatif Tanaman Jambu Mete Di Masa Mendatang

Perbanyakan Tunas Mikro Pisang Rajabulu (Musa AAB Group) dengan Eksplan Anakan dan Jantung

RESPON PERTUMBUHAN MERISTEM KENTANG (Solanum tuberosuml) TERHADAP PENAMBAHAN NAA DAN EKSTRAK JAGUNG MUDA PADA MEDIUM MS

PENGARUH KONSENTRASI BAWANG MERAH (Alium cepa L.) TERHADAP PERTUMBUHAN SETEK GAHARU (Aquilaria malaccencis OKEN)

III. BAHAN DAN METODE. 1. Percobaan 1: Pengaruh konsentrasi 2,4-D terhadap proliferasi kalus.

MULTIPLIKASI PROPAGULA PISANG BARANGAN (Musa paradisiaca L.) DARI BERBAGAI JUMLAH TUNAS, DALAM MEDIA MS YANG DIBERI BAP PADA BERBAGAI KONSENTRASI

TEKNIK STERILISASI DAN RESPON PERTUMBUHAN EKSPLAN TANGKAI BUNGA ANGGREK Phalaenopsis sp. DENGAN PENAMBAHAN ZAT PENGATUR TUMBUH 2i-P SECARA IN VITRO

KULTUR JARINGAN TANAMAN

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat. diameter 12 cm dan panjang 28 cm, dan bahan-bahan lain yang mendukung

Puput Perdana Widiyatmanto Dosen Pembimbing Tutik Nurhidayati S.Si., M.Si. Siti Nurfadilah, S.Si., M.Sc. Tugas Akhir (SB091358)

Transkripsi:

ISSN 110-1939 PENGARUH BAP TERHADAP PERTUMBUHAN JAHE EMPRIT (Zingiber officinale Rosc. var. amarun) DALAM KULTUR IN VITRO [THE EFFECT OF BAP ON GROWTH OF GINGER (Zingiber officinale Rosc. var. amarun) CULTURED IN VITRO] Dodo Rusnanda Sastra 1 dan Neliyati 2 Abstract Research aiming at investigating the effect of BAP on in vitro growth of ginger has been carried out at the Plant Tissue Culture Laboratory, Agricultural Faculty, University of Agriculture, Bogor, during November 2002 - August 2003. Five BAP levels (0, 1, 2, 3, and ppm) were tested in a Randomised Complete Design with 8 replicates. The results showed that BAP treatments significantly affected the number of leaf and root quality, but the number shoot, shoot length, shoot colour, the number of root, root length, or the percentage of tuber-yielding culture. The concentration of BAP of up to ppm showed a tendency to increase the number of leaf, the number of root, and root quality, inconsistently. The concentration of BAP of 2 ppm resulted in the highest number of leaf at 8 weeks after planting. BAP of ppm resulted in the highest number of root. Meanwhile, BAP of and ppm produced the highest quality of root and percentage of tuber formation. Key words: growth regulator, plant hormone, tissue culture, micropropagation. Kata kunci: zat pengatur tumbuh, hormon tanaman, kultur jaringan, mikropropagasi. PENDAHULUAN Sejak masa Sebelum Masehi tanaman jahe telah digunakan sebagai obat. Kini di zaman modern tanaman ini dikenal sebagai komoditas pertanian yang bernilai ekonomi tinggi. Selain digunakan sebagai obat, jahe juga digunakan sebagai bahan minuman penyegar dan bumbu dapur. Di pasaran, rimpang jahe dapat dijumpai dalam bentuk segar maupun olahan seperti jahe kering, jahe asin, campuran sirup, jahe kristal, bubuk jahe, oleoresin dan minyak atsiri (Mulyawibawa, 2002). Data statistik menunjukkan kebutuhan pasar jahe dunia meningkat terus. Rata-rata peluang ekspor yang belum terpenuhi sekitar 13 26% tiap tahunnya. Sekalipun posisi Indonesia sebagai produsen ke-empat dunia, namun dalam perdagangan internasional ekspor jahe hanya memberikan kontribusi sebesar 2 %. Hal ini dikarenakan oleh sangat tingginya kebutuhan jahe dalam negeri (Paimin dan Murhananto, 2000). Mulyawibawa (2002) menyatakan bahwa keberhasilan agribisnis jahe akan selalu dihadapkan pada ketidakpastian, bila tidak didukung oleh penyediaan bibit berkualitas, teknik budidaya yang efisien serta rancangbangun teknologi terpadu (intergrated technology approach). Kesulitan memperoleh bibit berkualitas merupakan kendala utama dalam budidaya jahe, karena kelangkaan kultivar unggul dan belum ada usaha pengadaan bibit profesional yang dapat menjamin mutunya. Kendala lainnya adalah serangan penyakit tular tanah yang cukup serius seperti layu bakteri, nematoda dan cendawan busuk rimpang. Pada umumnya jahe diperbanyak secara vegetatif menggunakan rimpang, yang kebutuhannya mencapai 1-1, ton ha -1. Sistem reproduksi demikian dapat menimbulkan terjadinya akumulasi patogen di dalam bibit, terutama virus, yang dapat diwariskan antar generasi. Akumulasi penyakit tersebut dapat mengakibatkan penurunan produktivitas jahe. Oleh karena itu, pembebasan patogen sangat penting dilakukan dalam sistem produksi bibit jahe. Melalui teknik in vitro mampu diproduksi bibit dalam jumlah besar dalam waktu yang relatif singkat, bebas patogen, identik dengan induknya dan tidak dipengaruhi musim. Di dalam 1 Pusat Pengkajian dan Penerapan Teknologi Budidaya Pertanian, BPPT. Jl. M.H. Thamrin No. 8, Gedung II, Lantai XVII, Jakarta. 2 Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian, Universitas Jambi. Kampus Piang Masak, Mendalo Darat, Jambi 36361. 81

Jurnal Agronomi 8(2):81-8. perbanyakan in vitro diperlukan zat pengatur tumbuh, baik auksin ataupun sitokinin guna memacu regenerasi dan propagasi tanaman. Sitokinin berperan dalam regenerasi eksplan, yaitu dalam proses sitokinesis, inisiasi dan prolifirasi tunas, serta pada pembentukan akar (Wattimena, 1988). Salah satu sitokinin yang sering dimanfaatkan di dalam kultur jaringan adalah BAP (6-benzylaminopurine). Menurut Arteca (1996), zat pengatur tumbuh ini bersifat stabil dan relatif lebih murah dibandingkan dengan sitokinin lainnya, tersedia cepat, serta sangat efektif. Tujuan percobaan ini adalah untuk mendapatkan konsentrasi BAP yang efektif untuk memacu perbanyakan planlet tanaman jahe. BAHAN DAN METODA Tempat dan waktu Percobaan ini dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Tanaman, Departemen Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor, dari bulan November 2002 sampai Agustus 2003. Bahan dan alat Bahan eksplan yang digunakan adalah tunas jahe emprit. Bahan kimia untuk pembuatan medium MS (Murashige dan Skoog, 1962), sukrosa, agar-agar, IAA, BAP dan aquades. Bahan sterilisasi terdiri atas deterjen, bakterisida, fungisida, alkohol 70%, NaClO (, 10, 20%), Betadine dan spiritus. Bahan untuk aklimatisasi yaitu arang sekam dan cocopeat. Peralatan yang dipakai berupa laminar air flow cabinet (LAFC), alat tanam, kertas saring, botol semprot dan gelas plastik. Rancangan percobaan Percobaan disusun dalam pola Rancangan Acak Lengkap dengan 8 ulangan. Perlakuan yang dicobakan adalah tingkat konsentrasi BAP (0, 1, 2, 3, dan ppm). Dengan demikian terdapat 8 satuan percobaan. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan sidik ragam, dilanjutkan dengan uji DMRT (Duncan s Multiple Range Test) pada taraf α = % terhadap peubah-peubah yang berbeda nyata. Pelaksanaan Sterilisasi. Sterilisasi dilakukan terhadap semua peralatan yang akan digunakan. Botol kultur dan alat tanam disterilisasi dengan otoklaf selama lebih-kurang satu jam. Sedangkan LAFC juga disterilisasi dengan sinar UV selama kira-kira 1 jam. Media MS yang akan dipergunakan juga disterilisasi menggunakan otoklaf selama 30 menit pada suhu 121 o C dan tekanan 17, psi. Sementara itu, sterilisasi eksplan tunas jahe diawali dengan pemotongan tunas sepanjang kirakira 1 cm dan pencucian menggunakan deterjen. Selanjutnya tunas tersebut direndam dalam larutan fungisida dan bakterisida selama 12 jam. Eksplan dibilas dengan aquades lalu dimasukkan ke dalam larutan NaClO 20% selama 20 menit dan dibilas kembali dengan aquades. Selanjutnya, di dalam LAFC, tunas jahe dipotong dan dikupas lagi, lalu rendam di dalam larutan NaClO 10% selama 1 menit, bilas kembali, dan rendam kembali dalam NaClO % selama 1 menit. Pembilasan dilakukan lagi sebanyak 3 kali, sebelum akhirnya eksplan ditanam di dalam botol kultur berisi media yang telah disiapkan. Pembuatan media. Untuk percobaan ini diperlukan 3 macam media, yaitu media MS0, media perbanyakan dan media perlakuan. Media MS0 dibuat dari larutan stok MS ditambah sukrosa 30 g L -1, aquades 1 L, dan ph nya dibuat menjadi,8-6. Selanjutnya dicampur agar-agar dan dimasak sampai mendidih. Media perbanyakan dibuat dari larutan stok MS ditambah sukrosa 30 gl -1, BAP 2 ppm, IAA 0,2 ppm, aquades 1 L. Selanjutnya ph dibuat menjadi,8-6, lalu dicampur agar-agar dan dimasak sampai mendidih. Juga disiapkan media perbanyakan cair bedanya tidak menggunakan agar-agar dan tidak dimasak. Media perlakuan dibuat dengan langkah yang sama seperti pada pembuatan media MS0, tetapi ditambah BAP sesuai dengan konsentrasi yang diuji. Multiplikasi tunas dan pra perlakuan. Kegiatan ini diawali dengan prakondisi eksplan pada media MS0 selama satu minggu. Eksplan yang tidak terkontaminasi dipindahkan ke media perbanyakan padat. Setelah berumur dua bulan tunas tanaman dipisahkan dan dipindahkan ke media perbanyakan cair. Dua bulan kemudian tunas-tunas yang terbentuk dipisahkan lagi dan ditanam pada media perbanyakan cair. Setelah dua bulan pada media cair, dilakukan lagi pemisahan tunas sampai diperoleh jumlah tunas yang cukup. Kemudian tunas-tunas ditanam pada media MS0 sebagai praperlakuan selama 1 bulan. Perlakuan. Tunas tanaman jahe dipindahkan dari media MS0 ke media perlakuan sebanyak satu tunas untuk setiap botol perlakuan. Tunas yang digunakan berukuran tinggi - 6 cm dengan jumlah daun - 8 helai. Sebelum ditanam, tunas 82

Dodo R. S. dan Neliyati: Kultur In Vitro Jahe. dipotong terlebih dulu menjadi 2 cm, lalu dibuang daunnya dan dipotong akarnya sampai habis. Pengamatan. Pengamatan dilakukan seminggu sekali terhadap seluruh perlakuan. Peubah yang diukur adalah sebagai berikut: jumlah tunas pada 1-8 MST, tinggi tunas pada 8 MST, jumlah daun pada 2-8 MST, warna tunas pada 1-8 MST, jumlah akar pada 1, 2, 8 MST, kualitas akar pada 8 MST, panjang akar pada 8 MST, dan persentase kultur berimpang pada - 8 MST. HASIL DAN PEMBAHASAN Sidik ragam terhadap data hasil pengamatan menunjukkan bahwa perlakuan BAP hanya berpengaruh nyata terhadap jumlah daun dan kualitas akar. Sedangkan terhadap peubah jumlah tunas, tinggi tunas, warna tunas, jumlah akar, panjang akar, dan persentase kultur berimpang pemberian BAP tidak berpengaruh nyata. Jumlah daun Pada 2-6 MST, peningkatan konsentrasi BAP cenderung tidak menghasilkan peningkatan jumlah daun. Pada 2 - MST jumlah daun tertinggi terjadi pada kontrol atau tanpa BAP, pada 6 MST terjadi pada 1 ppm BAP, pada 7 MST terjadi pada 3 ppm BAP, dan pada 8 MST terjadi pada 2 ppm BAP. Setiap perlakuan konsentrasi BAP menghasilkan jumlah daun tertinggi pada 8 MST. Hal ini menunjukkan bahwa BAP yang diberikan pada kultur in vitro memerlukan waktu untuk bekerja mendorong pertumbuhan daun. BAP perlu waktu untuk berdifusi masuk ke dalam jaringan dan sel tanaman. Pada umur 7 MST terlihat, bahwa peningkatan konsentrasi BAP sampai 3 ppm dapat memacu pertambahan jumlah daun. Jika konsentrasi BAP lebih tinggi dari 3 ppm, maka pertambahan jumlah daun menurun nyata. Jumlah daun tertinggi diperoleh pada perlakuan BAP 2 ppm pada 8 MST. Menurut Pierik (1997) zat pengatur tumbuh BAP adalah salah satu jenis sitokinin yang aktif merangsang pembentukan tunas, tetapi menghambat dominansi apikal sehingga pertumbuhan dan perkembangan daun terhambat. Jumlah dan kualitas akar Berdasarkan sidik ragam, pemberian BAP tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah akar. Pada 8 MST eksplan tanaman bawang merah yang diberi perlakuan maupun yang tidak diberi perlakuan BAP menghasilkan akar dalam jumlah yang sedang (1,9 ) atau berjumlah antara 1 29 helai. Demikian juga kualitas akarnya berukuran sedang (1,9 ) atau berdiameter 0,6 1,0 mm. Pengaruh pemberian BAP pada eksplan jahe tidak menghasilkan data yang konsisten antara peningkatan konsentrasi dengan perubahan jumlah dan kualitas akar. Sekalipun skor jumlah akar tertinggi terjadi pada ppm BAP dan skor kualitas akar tertinggi terjadi pada dan ppm BAP. Pierik (1997) menyatakan bahwa BAP adalah salah satu jenis sitokinin yang aktif memacu pertumbuhan tunas, tetapi dapat menekan pertumbuhan akar. Demikian juga Arteca (1996) menyatakan bahwa perkembangan akar lateral dipacu oleh pemberian sitokinin dosis rendah, dan sitokinin dosis tinggi akan menghambat proses pemanjangan akar. Selain itu, sitokinin dapat menghambat inisiasi dan perkembangan akar. Menurut Wattimena (1988), pembentukan akar hanya memerlukan auksin tanpa sitokinin atau memerlukan sitokinin konsentrasi rendah. Tabel 1. Pengaruh konsentrasi BAP terhadap rata-rata jumlah daun. Umur Konsentrasi BAP (ppm) (MST) 0 1 2 3 2 3 6 7 8 0,1 1,1 2,91,38 7,9 12,8a 16,13 0,2 1, 2,7,31 8,62 13,19a 1,38 0,19 1,1 2,63,3 6,9 13,3a 17,22 0,13 1,16 2,9,7 7,13 1,06a 16,63 0,3 1,19 2,13 3,9,9 11,09ab 1,9 0,28 1,13 2,28,09 6,81 9,0b 1,2 Keterangan: angka-angka pada baris yang sama yang diikuti oleh huruf yang berbeda, berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf α = %. 83

Jurnal Agronomi 8(2):81-8. Tabel 2. Pengaruh konsentrasi BAP terhadap jumlah dan kualitas akar pada 8 MST. Konsentrasi BAP (ppm) Jumlah akar Kualitas akar 0 1 2 3 1,9 1,91 2,00 1,81 1,78 1,7 1,9 1,66 1,8 Jumlah akar: 0, - 1, = sedikit (0-1 buah) Kualitas akar: 0, - 1, = kecil (d = 0,1-0, mm) 1, - 2, = sedang (1-29 buah) 1, - 2, = sedang (d = 0,6-1,0 mm) 2, - 3, = banyak (30 buah) 2, - 3, = besar (d = 1,1-1, mm) Tabel 3. Pengaruh konsentrasi BAP terhadap persentase eksplan berimpang. Umur Konsentrasi BAP (ppm) (MST) 0 1 2 3 6 7 8 12, 2,0 28,1 31,3 3, 31,3 6,9 6,3 6,3 37, 62, 2,0 6,9 62, 37, 62, 78,1 8, 7,0 87, KESIMPULAN Dari hasil percobaan dapat disimpulkan sebagai berikut: Pertama, perlakuan BAP berpengaruh nyata terhadap jumlah daun dan kualitas akar. Kedua, perlakuan BAP tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah tunas, tinggi tunas, warna tunas, jumlah akar, panjang akar, dan persentase kultur berimpang. Ketiga, pemberian BAP sampai konsentrasi ppm cenderung tidak menunjukkan peningkatan jumlah daun, jumlah akar dan kualitas akar secara konsisten. Keempat, pemberian BAP 2 ppm dapat menghasilkan jumlah daun tertinggi pada 8 MST. Kelima, pemberian BAP ppm menghasilkan jumlah akar tertinggi sedangkan kualitas akar tertinggi diperoleh pada dan ppm BAP. Keenam, perlakuan BAP dan ppm menghasilkan persentase eksplan berimpang lebih tinggi dibandingkan dengan konsentrasi lain. UCAPAN TERIMAKASIH Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Dr. Ir. Bambang S. Purwoko, M.Sc. selaku Ketua Departemen Budidaya Pertanian; Ir. Dini Dinarty, M.Si. dan Dr. Ir. Sandra Aziz, M.S. selaku staf pengajar pada Departemen Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor atas bantuan dan kerjasamanya dalam penelitian jahe in vitro ini. DAFTAR PUSTAKA Arteca, R. N. 1996. Plant Growth Substances: Principles and Applications. Chapman and Hall, New York. Mulyawibawa, K. 2002. Prospek Bisnis Jahe. Makalah pada Seminar Peluang Ekspor Jahe Asal Indonesia melalui Sistim Agribisnis Bagi Hasil yang Aman. IES dan PT Emeralindo Hijau Lestari, Jakarta. 8

Dodo R. S. dan Neliyati: Kultur In Vitro Jahe. Murashige, T. dan F. Skoog. 1962. A revised medium for rapid growth and bio assays with tobacco tissue cultures. Physiologia Plantarum 1: 73-97. Paimin, F. B. dan Murhananto. 2000. Budidaya, Pengolahan dan Perdagangan Jahe. P. T. Penebar Swadaya, Jakarta. Pierik, R. L. M. 1997. In Vitro Culture of Higher Plants. Kluwer Academic Publishers, Dordrecht, The Netherlands. Wattimena, G. A. 1988. Zat Pengatur Tumbuh Tanaman. Pusat Antar Universitas Institut Pertanian Bogor, Bogor. 8