2 Tinjauan Pustaka. membran. Gambar Proses pemisahan pada membran [3]

dokumen-dokumen yang mirip
2 Tinjauan Pustaka. 2.1 Polimer. 2.2 Membran

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan

2 Tinjauan Pustaka. 2.1 Membran Pengertian membran Klasifikasi membran

3 Metodologi Percobaan

4 Hasil dan Pembahasan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dalam kelompok senyawa polisakarida. Kitosan adalah kitin yang terdeasetilasi

Bab IV Hasil dan Pembahasan

METODA AKTIVASI ZEOLIT ALAM DAN APLIKASINYA SEBAGAI MEDIA AMOBILISASI ENZIM α-amilase. Skripsi Sarjana Kimia. Oleh WENI ASTUTI

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

Pembuatan Membran Bioreaktor Ekstrak Kasar Enzim α-amilase untuk Penguraian Pati

TEKNOLOGI PRODUKSI ENZIM MIKROBIAL

KARBOHIDRAT DALAM BAHAN MAKANAN

4 Hasil dan pembahasan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PEMISAHAN DENGAN MEMBRAN

3 Metodologi Penelitian

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan mempunyai fungsi penting sebagai katalisator reaksi biokimia

PEMBAHASAN. I. Definisi

4 Hasil dan Pembahasan

PENDAHULUAN. Latar belakang. digunakan pada industri antara lain sebagai polimer pada industri plastik cetakan

JAWABAN 1. REVERSE OSMOSIS (RO)

4 Hasil dan Pembahasan

PEMISAHAN ZAT WARNA SECARA KROMATORAFI. A. Tujuan Memisahkan zat-zat warna yang terdapat pada suatu tumbuhan.

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam

Bab III Metodologi Penelitian

LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA HIDROLISIS AMILUM (PATI)

I. PENDAHULUAN. serius, ini karena penggunaan logam berat yang semakin meningkat seiring

KISI UJI KOMPETENSI 2013 MATA PELAJARAN KIMIA

BAB I PENDAHULUAN. Kitosan merupakan kitin yang dihilangkan gugus asetilnya dan termasuk

Ekstraksi dan Pengujian Aktivitas Enzim Amilase (Hidrolisis Pati secara Enzimatis)

I. PENDAHULUAN. Perkembangan industri tekstil dan industri lainnya di Indonesia menghasilkan

4 Hasil dan Pembahasan

Beberapa keuntungan dari kromatografi planar ini :

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Struktur atom, dan Tabel periodik unsur,

BAB IV ANALISA DATA & PEMBAHASAN

BIOKIMIA Kuliah 2 KARBOHIDRAT

KISI-KISI PENULISAN SOAL USBN

cincin ungu pada batas larutan fruktosa cincin ungu tua pada batas larutan glukosa cincin ungu tua pada batas larutan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

4 Hasil dan Pembahasan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. perindustrian minyak, pekerjaan teknisi, dan proses pelepasan cat (Alemany et al,

3 Percobaan. 3.1 Bahan Penelitian. 3.2 Peralatan

ABSTRAK. Kata Kunci : Amilase, Zea mays L., Amonium sulfat, Fraksinasi, DNS.

KIMIA. Sesi. Polimer A. PENGELOMPOKAN POLIMER. a. Berdasarkan Asalnya

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab IV Hasil dan Pembahasan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KARBOHIDRAT PROTEIN LEMAK KIMIA KESEHATAN KELAS XII SEMESTER 5

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode eksperimen.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (C), serta unsur-unsur lain, seperti : Mn, Si, Ni, Cr, V dan lain sebagainya yang

BATERAI BATERAI ION LITHIUM

BAB I PENDAHULUAN. lainnya untuk bisa terus bertahan hidup tentu saja sangat tergantung pada ada atau

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Dewasa ini modifikasi sifat polimer telah banyak dikembangkan dalam

2 Tinjauan Pustaka. 2.1 Teknik Voltametri dan Modifikasi Elektroda

Air adalah wahana kehidupan

Kecepatan Reaksi Hidrolisis Amilum Oleh Enzim Amilase

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGGUNAAN KITOSAN UNTUK MENINGKATKAN PERMEABILITAS (FLUKS) DAN PERMSELEKTIVITAS (KOEFISIEN REJEKSI) MEMBRAN SELULOSA ASETAT

4. Hasil dan Pembahasan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Pembuatan Pulp dari Serat Daun Nanas

C w : konsentrasi uap air dalam kesetimbangan, v f dan f w menyatakan laju penguapan dengan dan tanpa film di permukaan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan Penelitian

KULIAH TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN GULA, GARAM DAN ASAM. Disiapkan oleh: Siti Aminah

Efektivitas Membran Hibrid Nilon6,6-Kaolin Pada Penyaringan Zat Warna Batik Procion

PENGARUH KATALISIS TERHADAP TETAPAN LAJU

BIOKIMIA Kuliah 1 KARBOHIDRAT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KARBOHIDRAT PROTEIN LEMAK

KARBOHIDRAT II (KARAKTERISTIK ZAT PATI)

BAB I PENDAHULUAN. Membran adalah sebuah penghalang selektif antara dua fasa. Membran

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Untuk mendapatkan jawaban dari permasalahan penelitian ini maka dipilih

Bab II Tinjauan Pustaka

KISI UJI KOMPETENSI 2014 MATA PELAJARAN KIMIA

Rangkaian reaksi biokimia dalam sel hidup. Seluruh proses perubahan reaksi kimia beserta perubahan energi yg menyertai perubahan reaksi kimia tsb.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Sejak ditemukan oleh ilmuwan berkebangsaan Jerman Christian Friedrich

BAB I PEDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pipa merupakan salah satu kebutuhan yang di gunakan untuk

2. Tinjauan Pustaka Sel Bahan Bakar (Fuel Cell)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab ini diuraikan mengenai latar belakang masalah, tujuan dari penelitian dan manfaat yang diharapkan. I.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metoda eksperimen.

2 Tinjauan Pustaka. 2.1 Teknologi Membran

I. PENDAHULUAN. (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia Jurusan Pendidikan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia Jurusan Pendidikan

4 Hasil dan pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan

Transkripsi:

2 Tinjauan Pustaka 2.1 Membran 2.1.1 Definisi Membran Membran merupakan batas di antara dua fasa fluida yang secara selektif dapat melewatkan spesi-spesi tertentu. Hal ini berarti bahwa membran dapat melewatkan suatu spesi jauh lebih mudah jika dibandingkan dengan spesi yang lain. Secara makroskopis, membran didefinisikan sebagai suatu lapisan penghalang tipis yang memisahkan dua buah fasa. Fasa umpan (feed) Fasa permeat (permeate) membran Gambar 2.1.1. Proses pemisahan pada membran [3] Agar terjadi perpindahan dari fasa larutan umpan ke fasa larutan permeat diperlukan adanya suatu gaya dorong. Gaya dorong perpindahan dapat berupa perbedaan konsentrasi ( C), perbedaan tekanan ( P), perbedaan temperatur ( T), dan perbedaan medan listrik ( E) [3]. 2.1.2 Kegunaan Membran Teknologi membran banyak digunakan dalam berbagai bidang. Hal ini dimungkinkan karena penggunaan membran memiliki beberapa kelebihan antara lain: Proses pemisahan berlangsung sangat spesifik, karena sifat membran bervariasi bergantung pada jenisnya dan penggunaannya (tailor-made membranes).

Proses pemisahan dapat berlangsung secara kontinu. Konsumsi energi rendah. Proses pemisahan dapat digabung dengan proses pemisahan yang lain (hybrid processing). Dalam proses pemisahan tidak diperlukan zat tambahan sehingga komponen yang akan dipisahkan tidak rusak. Merupakan teknologi yang bersih karena tidak menimbulkan limbah baru. Baik konsentrat maupun permeat dapat digunakan kembali, karena struktur kimia zat yang dipisahkan tidak mengalami perubahan. Beberapa penerapan teknologi membran adalah untuk menyaring bakteri, pemekatan makromolekul, sebagai ginjal buatan (hemodialisa), desalinasi air laut, pemisahan gas, dan dehidrasi pelarut organik. Walaupun teknologi membran memiliki banyak kelebihan, namun masih memiliki beberapa kekurangan antara lain: Adanya fenomena polarisasi konsentrasi atau fouling pada membran. Umur pakai membran yang terbatas. Diperlukan adanya optimasi, terutama jika selektivitas dan permeabilitas membran rendah. Faktor peningkatan kapasitas (scale up) yang tidak linear. 2.1.3 Klasifikasi Membran Berdasarkan strukturnya, membran sintetis dikelompokkan menjadi dua kelompok yaitu membran simetris dan membran asimetris. 1. Membran simetris Membran simetris terdiri dari beberapa jenis, yaitu: a. Membran berpori mikro Membran berpori mikro memiliki struktur dan fungsi yang sama dengan penyaring konvensional. Membran berpori mikro ini bersifat kaku dengan pori-pori yang saling berhubungan. Perbedaan ukuran pori inilah yang membedakan antara membran berpori mikro dengan penyaring konvensional. Membran berpori mikro memiliki diameter sebesar 0,01-10 µm. Semua partikel yang memiliki ukuran lebih besar akan direjeksi oleh membran, sedangkan partikel dengan ukuran yang lebih kecil akan melewati pori membran. Pemisahan 5

zat terlarut menggunakan membran merupakan fungsi ukuran molekul dan distribusi ukuran pori. Pada umumnya, hanya molekul campuran yang secara bermakna memiliki perbedaan ukuran yang dapat dipisahkan dengan membran berpori mikro. Membran jenis ini digunakan pada proses ultrafiltrasi dan mikrofiltrasi [4]. b. Membran rapat Membran rapat terdiri dari lapisan tidak berpori atau rapat sehingga permeat hanya dapat dilewatkan dengan menggunakan gaya dorong berupa perbedaan tekanan, perbedaan konsentrasi, dan perbedaan beda potensial. Efisiensi pemisahan suatu campuran dengan ukuran partikel yang berbeda menggunakan membran ini ditentukan oleh difusivitas dan kelarutan terhadap bahan membrannya. Oleh karena itu, membran rapat dapat memisahkan permeat dengan ukuran yang mirip jika terdapat perbedaan kelarutan di dalam bahan membrannya yang bermakna. Membran rapat digunakan untuk pemisahan gas, pervaporasi, dan osmosis balik [4]. c. Membran bermuatan Membran bermuatan dapat berupa membran berpori mikro ataupun membran rapat. Namun membran bermutan biasanya berupa membran berpori mikro, dengan struktur jaringan bermuatan positif atau negatif. Membran bermuatan positif dapat memisahkan anion, membran ini disebut dengan membran pertukaran anion (anion-exchange membrane). Membran bermuatan negatif digunakan untuk memisahkan kation, membran ini disebut dengan membran penukaran kation (cation-exchange membrane). Pemisahan menggunakan membran bermuatan dipengaruhi oleh muatan dan konsentrasi ion di dalam larutan. Membran bermuatan digunakan dalam proses elektrodialisis [4]. Gambar 2.1.2. Klasifikasi membran simetris [4] 6

2. Membran asimetris Membran asimetris merupakan membran dengan struktur dan ukuran pori yang beragam. Membran asimetris terdiri dari dua lapisan dengan ukuran pori yang berbeda antara lapisan bawah dengan lapisan atas. Lapisan atas (top layer) merupakan lapisan tipis yang rapat. Lapisan tipis ini memiliki pori sebesar 0,1-0,5 µm. Lapisan bawah merupakan lapisan pendukung dengan ukuran pori yang lebih besar dari pori lapisan atas, yaitu 50-200 µm. Pada membran komposit, lapisan pendukung dapat terbuat dari polimer yang berbeda. Membran asimetris banyak digunakan karena membran jenis ini memiliki kecepatan alir dan selektivitas yang tinggi [4]. Gambar 2.1.3. Klasifikasi Membran Asimetris [4] 2.1.4 Pembuatan Membran Semua jenis material sintetis dapat digunakan untuk membuat membran. Material tersebut dapat merupakan bahan anorganik seperti keramik, gelas/kaca, logam ataupun bahan organik termasuk semua jenis polimer. Pembuatan membran sintetis bergantung pada dua faktor utama yaitu jenis material dasar yang akan dipakai untuk membuat membran dan struktur membran yang diinginkan. Terdapat beberapa cara yang dapat dilakukan untuk membuat membran sintetis. Teknik pembuatan membran yang paling banyak digunakan adalah sintering, streching, track-etching, inversi fasa, dan proses sol-gel. a. Sintering Sintering merupakan teknik yang sederhana untuk membuat membran organik dan anorganik yang berpori. Bahan dasar membrannya adalah serbuk yang mempunyai ukuran partikel tertentu. Teknik ini sangat dipengaruhi oleh tekanan yang diberikan terhadap partikel dan sintering pada peningkatan temperatur. Temperatur pada proses sintering sangat bergantung pada jenis material yang digunakan. Pada saat partikel diberi tekanan dan di-sinter pada temperatur tertentu, antarmuka partikel yang berdekatan akan menghilang dan terbentuklah pori-pori baru. 7

Jenis material yang dapat digunakan untuk membuat membran dengan teknik ini adalah serbuk polimer (polietilen, politetrafluoroetilen, dan polipropilen), logam (stainless steel), keramik (aluminium oksida dan zirkonia). Ukuran pori membran yang dihasilkan dengan teknik ini ditentukan oleh ukuran partikel dan distribusi ukuran partikel serbuk. b. Streching Pembuatan membran dengan metode ini akan menghasilkan membran yang berpori dengan ukuran pori sekitar 0,1-3 µm. Ukuran pori membran yang dibuat dengan teknik streching lebih besar dibandingkan ukuran pori membran yang dibuat dengan teknik sintering. Bahan dasar untuk membuat membran dengan teknik ini adalah polimer yang bersifat semikristalin. Dalam proses pembuatan membran dengan teknik streching, film polimer yang semikristalin ditarik terhadap arah yang sejajar dengan arah ekstruksi sehingga bagian polimer yang semikristalin terorientasi sejajar dengan arah ekstruksi. c. Track-etching Ukuran pori membran yang dibuat dengan teknik ini sebesar 0,02-10 µm. Pori membran yang dibuat dengan teknik track-etching berbentuk silinder dengan ukuran yang sama. Pembuatan membran dengan teknik track-etching diawali dengan penembakan film polimer oleh radiasi partikel berenergi tinggi dengan arah tegak lurus sehingga membentuk suatu lintasan dalam matriks polimer. Film yang telah ditembak kemudian dicelupkan ke dalam bak yang berisi larutan basa atau asam. d. Template leaching Pembuatan membran dengan teknik ini akan menghasilkan membran yang berpori. Bahan dasar penyusun membrannya terdiri dari tiga buah komponen yang berbeda. Pembuatan pori membran dilakukan dengan melepaskan salah satu komponennya biasanya dengan cara peleburan. e. Inversi fasa Inversi fasa merupakan suatu proses transformasi polimer secara terkendali dari fasa cair menjadi fasa padat. Teknik ini dikenal dengan metode Loeb-Sourirajan. Pembuatan membran dengan teknik inversi fasa menghasilkan pori membran dengan ukuran yang 8

beragam. Hal ini terjadi karena pengubahan larutan polimer dari fasa cair menjadi fasa padat dilakukan secara terkendali. Membran yang diperoleh dengan teknik ini digolongkan ke dalam membran asimetris. Terdapat beberapa jenis teknik inversi fasa, yatiu penguapan pelarut, pengendapan dari fasa gas, penguapan terkendali, pengendapan termal, dan pengendapan melalui pencelupan. Teknik inversi fasa yang paling banyak digunakan adalah pengendapan melalui pencelupan. Prinsip pembuatan membran dengan teknik pengendapan dengan penguapan pelarut adalah pencampuran polimer dengan pelarut menghasilkan larutan polimer. Larutan polimer tersebut ditempatkan pada keadaan atmosfer inert agar terjadi penguapan pelarut, sehingga dihasilkan membran yang homogen dan rapat. Pembuatan membran dengan teknik pengendapan dari fasa gas dilakukan dengan cara menempatkan larutan cetak dalam atmosfer uap yang terdiri dari non pelarut dan pelarut dalam kondisi jenuh atau tidak ada penguapan pelarut. Pengendapan terjadi karena difusi non pelarut ke dalam larutan cetak. Membran yang dihasilkan dengan teknik ini merupakan membran homogen yang berpori. Pembuatan membran dengan teknik pengendapan melalui penguapan terkendali dilakukan dengan cara mencampurkan polimer dengan pelarut dan non pelarutnya untuk membentuk larutan polimer. Pelarut memiliki titik didih yang lebih rendah dibandingkan non pelarut, sehingga pelarut akan menguap terlebih dahulu. Teknik ini akan menghasilkan membran yang berlapis (skinned membrane) dengan ukuran pori bagian atas berbeda dengan ukuran pori di bagian bawah. Pada proses pengendapan termal, membran dibuat dari pencetakan lelehan polimer. Pada proses pengendapan termal, pemisahan fasa terjadi karena adanya pelarut latent dan terjadi penurunan temperatur. Pelarut latent adalah pelarut yang memiliki titik didih tinggi. Pelarut ini dapat melarutkan polimer pada temperatur tinggi, tetapi tidak dapat melarutkan polimer pada temperatur rendah. Pembuatan membran dengan pengendapan termal jarang digunakan, karena teknik ini hanya dapat dipakai untuk polimer yang tahan terhadap temperatur tinggi. Contoh membran yang dubuat melalui teknik ini adalah membran polipropilen (PP). Pengendapan melalui pencelupan merupakan pembuatan membran dengan teknik inevrsi fasa yang paling banyak dipakai. Pembuatan membran dengan pengendapan melalui 9

pencelupan terdiri dari empat tahapan, yaitu pembuatan larutan cetak yang homogen (larutan dope), pencetakan larutan dope, penguapan sebagian pelarut, dan pengendapan polimer di dalam non pelarut. Pengendapan melalui pencelupan terdiri dari tiga buah komponen, yaitu polimer, pelarut, dan non pelarut/koagulasi. Dalam proses ini, akan terjadi difusi antara pelarut dengan non pelarut. Membran yang dihasilkan melalui proses pengendapan melalui pencelupan ditunjukkan oleh Gambar 2.1.4. Lapiasan aktif yang rapat Lapisan penyangga yang berpori Gambar 2.1.4. Pembuatan membran dengan pengendapan melalui pencelupan Proses pengendapan melalui pencelupan ada dua jenis, yaitu proses koagulasi secara cepat/spontan (instantaneous liquid-liquid demixing) dan koagulasi secara lambat/tertunda (delayed on set of liquid-liquid demixing). Koagulasi secara cepat/spontan menghasilkan membran dengan lapisan atas yang berpori. Hal ini terjadi karena membran langsung terbentuk setelah proses pencelupan di dalam bak berisi non pelarut. Proses koagulasi jenis ini digunakan untuk mikrofiltrasi dan ultrafiltrasi. Proses koagulasi secara lambat menghasilkan membran dengan pori lapisan atas yang lebih rapat daripada proses koagulasi secara cepat. Koagulasi secara lambat digunakan untuk membuat membran osmosis balik, pervaporasi, dan pemisahan gas. 2.1.5 Membran Bioreaktor Kegunaan utama membran adalah untuk pemekatan, pemurnian, dan pemisahan. Seringkali ditemukan bahwa membran dikombinasikan dengan reaksi kimia atau reaksi biokimia sehingga dikenal istilah sebagai membran reaktor atau membran bioreaktor. Membran bioreaktor memiliki dua fungsi utama, yaitu sebagai biokatalis dan media pemisahan. Membran bioreaktor diklasifikasikan menjadi dua jenis, yaitu (i). biokatalis ditempatkan di dalam larutan dan produk yang dihasilkan dipisahkan oleh membran dalam bagian yang terpisah. Dalam hal ini, membran hanya berfungsi sebagai media pemisahan saja dan (ii). membran bertindak sebagai pendukung untuk reaksi biokatalisis. Dalam hal ini, biokatalis diamobilisasi ke dalam matriks membran sekaligus sebagai media pemisahan produk hasil reaksinya. 10

Gambar 2.1.5. Jenis membran bioreaktor Membran bioreaktor memiliki beberapa keunggulan jika dibandingkan dengan reaktor konvensional. Keunggulannya antara lain: produk secara selektif dipermasikan melalui membran, %perolehan hasil reaksi lebih tinggi karena inhibisi produk akhir tidak terjadi, dan proses berlangsung secara kontinu sehingga lebih efisien. Walaupun membran bioreaktor memiliki banyak kelebihan, ternyata membran bioreaktor masih memiliki beberapa kekurangan antara lain: dapat terjadi deaktivasi biokatalis pada saat diamobilisasi ke dalam matriks membran dan terjadinya fouling biokatalis dalam matriks membran bioreaktor. 2.2 Amobilisasi Enzim Dalam suatu membran bioreaktor, enzim diamobilisasi ke dalam matriks membran. Amobilisasi enzim didefinisikan sebagai pengikatan suatu enzim secara fisik atau penempatan enzim pada daerah tertentu di dalam suatu media pendukung berupa padatan. Substrat akan dilewatkan pada media tersebut dan diubah menjadi suatu produk. 2.2.1 Metode Amobilisasi Enzim Metode amobilisasi enzim ada tiga jenis, yaitu carrier-binding, pengikatsilangan (cross linking), dan penjebakan. 11

1. Carrier-binding Metode carrier-binding merupakan metode tertua dalam amobilisasi enzim. Dengan metode ini, enzim akan dikat ke dalam suatu pembawa yang bersifat tidak dapat larut di dalam air. Pada metode ini, jumlah enzim yang terikat pada pembawa dan aktivitas enzim setelah diamobilisasi bergantung pada sifat pembawanya. Pemilihan jenis pembawa akan bergantung pada karakteristik enzim seperti: ukuran partikel, luas permukaan, perbandingan gugus hidrofob dengan hidrofil, dan komposisi kimia enzim [5]. Gambar 2.2.1.1. Amobilisasi enzim dengan teknik carrier-binding [6] Pada umumnya, perbandingan gugus hidrofil dan konsentrasi dari enzim terikat yang tinggi akan menghasilkan aktivitas enzim teramobilisasi yang lebih tinggi. Beberapa jenis pembawa yang digunakan adalah turunan polisakarida seperti, selulosa, dekstran, agarosa, dan gel poliakrilamid. Metode carrier-binding dibagi menjadi tiga jenis, yaitu adsorpsi fisik, pengikatan secara ionik, dan pengikatan secara kovalen. a. Adsorpsi fisik Metode amobilisasi enzim dengan teknik adsorpsi fisik didasarkan pada fenomena adsorpsi enzim pada permukaan pembawa yang tidak dapat larut di dalam air. Kelebihan amobilisasi enzim dengan cara ini adalah enzim tidak mengalami perubahan konformasi dan metode ini sederhana dan murah. Kekurangan amobilisasi enzim dengan teknik ini adalah enzim dapat mengalami desorpsi sebagai akibat perubahan temperatur dan ph. Lepasnya enzim yang telah terikat pada pembawa dapat terjadi karena lemahnya kekuatan ikatan antara enzim dengan pembawa [5]. 12

b. Pengikatan secara ionik Prinsip amobilisasi enzim dengan teknik ini adalah enzim akan terikat secara ionik pada pembawa yang mengandung residu penukar ion. Polisakarida dan polimer sintetis memiliki pusat penukar ion yang dapat digunakan sebagai pembawa. Pengikatan ionik antara enzim dengan pembawa mudah dilakukan jika dibandingkan dengan pengikatan enzim secara kovalen. Amobilisasi enzim dengan pengikatan ionik dapat mengakibatkan terjadinya sedikit perubahan konformasi dan sisi aktif enzim [5]. c. Pengikatan secara kovalen Metode amobilisasi enzim dengan teknik ini didasarkan pada pengikatan enzim pada pembawa melalui ikatan kovalen. Gugus fungsi yang sering terlibat dalam proses amobilisasi enzim dengan teknik ini adalah gugus amino, gugus hidroksil, gugus karboksil, dan gugus fenolik. Kondisi yang harus dicapai untuk proses amobilisasi enzim dengan teknik ini lebih rumit jika dibandingkan dengan teknik pengikatan secara ionik dan adsorpsi fisik. Amobilisasi enzim dengan pengikatan secara kovalen dapat menyebabkan perubahan pada konformasi enzim sehingga dapat terjadi penurunan aktivitas enzim yang cukup besar [5]. 2. Pengikatsilangan (cross linking) Amobilisasi enzim dengan teknik ini didasarkan pada pengikatsilangan antara enzim dengan pembawa. Pengikatsilangan enzim ini biasanya dilakukan oleh pereaksi bifungsi atau multifungsil. Dengan teknik ini, enzim akan terikat cukup kuat pada pembawa, sehingga kemungkinan untuk terjadi desorpsi enzim sangat kecil. Walaupun demikian, teknik ini dapat menyebabkan terjadi perubahan sisi aktif enzim secara bermakna dan aktivitas enzim setelah diamobilisasi menjadi sangat rendah [5]. Gambar 2.2.1.2. Amobilisasi enzim secara cross-linking [6] Pereaksi yang paling banyak digunakan untuk pengikatsilangan enzim dengan pembawa adalah glutaraldehid. 13

3. Penjebakan Enzim Amobilisasi enzim dengan teknik penjebakan didasarkan pada penempatan enzim di dalam kisi-kisi matriks polimer atau membran. Teknik ini berbeda dengan teknik amobilisasi dengan pengikatan secara kovalen maupun secara pengikatan silang, karena enzim tidak terikat pada kisi-kisi membran atau polimer. Terdapat dua jenis penjebakan enzim, yaitu penjebakan ke dalam kisi dan penjebakan ke dalam kapsul berukuran mikro [5]. Penjebakan ke dalam kisi biasanya menggunakan polimer baik polimer alami ataupun polimer sintetis. Beberapa polimer sintetis yang sering digunakan adalah poliakrilamid dan polivinilalkohol, sedangkan polimer alami yang sering digunakan adalah pati. Penjebakan ke dalam kapsul berukuran mikro melibatkan pemasukan enzim ke dalam membran polimer yang sifatnya semipermeabel. Gambar 2.2.1.3. Amobilisasi enzim dengan teknik penjebakan [6] 2.3 Enzim α-amilase Enzim merupakan unit fungsional dalam metabolisme sel. Enzim mengkatalisis ratusan reaksi bertahap, menguraikan molekul nutrien, reaksi yang menyimpan dan mengubah energi kimiawi, dan yang membuat makromolekul sel dari prekursor sederhana. Enzim merupakan suatu protein dengan aktivitas katalitik yang bergantung pada struktur enzim sebagai protein secara keseluruhan. Enzim memiliki berat molekul yang berkisar kira-kira 12.000 sampai dengan 1 juta. Oleh karena itu, enzim berukuran besar jika dibandingkan dengan substrat atau gugus fungsi targetnya [7]. α-amilase memiliki nama lain 1,4-α-glukan glukanohidrolase. Enzim α-amilase merupakan endoamilase yang mengkatalisis hidrolisis internal ikatan α-1,4-glikosidik di dalam polisakarida menghasilkan campuran hasil reaksi berupa oligosakarida [8]. Kerja enzim α- Amilase bervariasi bergantung pada sumber mikroba, panjang rantai substrat, temperatur, ph, dan penambahan zat penstabil. Keistimewaan enzim α-amilase adalah kemampuan untuk 14

mempertahankan konformasi α pada ujung rantai pereduksi produk oligosakarida yang dihasilkan. Kerja enzim α-amilase pada molekul amilosa berbeda dengan molekul amilopektin. Kerja α- amilase pada amilosa (oligosakarida linier) terdiri dari dua tahapan : Tahap pertama adalah proses degradasi amilosa menjadi maltosa dan maltotriosa secara acak. Proses degradasi berlangsung secara acak. Tahap kedua adalah pembentukan glukosa dan maltosa sebagai hasil akhir. Proses ini berlangsung secara lambat dan tidak acak. Kerja enzim α-amilase terhadap amilopektin (oligosakarida bercabang) akan menghasilkan produk degradasi berupa glukosa, maltosa, dan berbagai jenis limit dekstrin (oligosakarida yang terdiri dari empat atau lebih residu gula yang semuanya mengandung ikatan ß-1,6- glikosidik). 2.4 Pati Pati merupakan homopolimer glukosa dengan ikatan α-glikosidik. Pati atau amilum adalah karbohidrat kompleks yang tidak larut dalam air, berwujud bubuk putih, tawar dan tidak berbau. Pati merupakan bahan utama yang dihasilkan oleh tumbuhan untuk menyimpan kelebihan glukosa (sebagai produk fotosintesis) dalam jangka panjang. Hewan dan manusia menjadikan pati sebagai sumber energi yang penting [9]. Pati terdiri dari beberapa jenis dengan sifat yang berbeda satu dengan yang lain. Perbedaan sifat ini bergantung pada panjang rantai atom karbonnya dan bentuk cabang rantai molekulnya (bercabang atau rantai lurus). Pati terdiri dari dua fraksi yang dapat dipisahkan dengan menggunakan air panas. Fraksi terlarut disebut dengan amilosa, sedangkan fraksi yang tidak larut disebut amilopektin. Amilosa mempunyai struktur rantai yang lurus dengan ikatan α-(1,4)-d-glukosa dan amilopektin mempunyai cabang dengan ikatan α-(1,4)-dglukosa sebanyak 4-5% dari berat total. Pati terdapat dalam jumlah tinggi pada golongan umbi-umbian seperti, kentang dan pada biji-bjian seperti jagung [9]. Amilosa adalah molekul linear rantai unit-unit glukosa dengan ikatan α-1,4-glikosidik yang panjang dan tidak beragam. Rantainya memiliki molekul yang beragam. Amilosa dapat terdispersi di dalam air panas [9]. 15

Gambar 2.4.1. Struktur amilosa [10] Amilopektin merupakan molekul bercabang banyak yang terdiri dari rantai α-1,6 yang tersusun seperti percabangan pohon. Amilopektin memiliki berat molekul yang tinggi [9]. Gambar 2.4.2. Struktur amilopektin [11] Pati dapat membentuk kompleks dengan iodin. Senyawa kompleks yang terbentuk berwarna biru. Sifat ini digunakan untuk menganalisis adanya pati. Hal ini disebabkan oleh struktur pati yang berbentuk spiral sehingga akan mengikat molekul iodin dan terbentuklah warna biru. Jika pati dipanaskan, spiralnya akan merenggang, molekul-molekul iodinnya akan terlepas dan warna biru pun akan hilang [9]. Hidrolisis lengkap pati akan menghasilkan tiga produk, yaitu dekstrin, maltosa, dan glukosa. Hidrolisis lengkap pati lebih baik dilakukan oleh enzim dibandingkan dengan asam karena reaksinya berjalan lebih cepat, kontaminasi terhadap produk yang dihasilkan lebih sedikit, dan mampu untuk memproduksi bahan dengan nilai ekivalen dekstrosa yang tinggi. 2.5 Poli(Metil Metakrilat) atau PMMA Poli(metil metakrilat) atau PMMA merupakan salah satu jenis polimer dengan titik transisi gelas sebesar 120 o C. PMMA memiliki nama komersial Perspex atau Flexiglass. PMMA memiliki sifat transparansi yang lebih baik dibandingkan dengan gelas, sifat mekanik yang baik, kaku, dan keras, serta tahan terhadap cuaca. Struktur PMMA ditunjukkan oleh Gambar 2.5.1. 16

Gambar 2.5.1. Struktur PMMA [12] PMMA dapat larut di dalam etanol, isopropanol, metil etil keton, dan asam format. PMMA disintesis dari monomer metil metakrilat (MMA). Mekanisme polimerisasi metil metakrilat (MMA) terjadi secara radikal [13]. Reaksi polimerisasi PMMA ditunjukkan oleh Gambar 2.5.2. Gambar 2.5.2. Reaksi polimerisasi metil metakrilat [14] PMMA digunakan sebagai pengganti kaca, bahan jendela, bahan lensa kaca mata, bahan lampu, dan lain-lain [13]. 2.6 SEM (Scanning Electron Microscope) SEM (Scanning electron microscope) merupakan jenis mikroskop elektron yang dapat menggambarkan bagian permukaan dan penampang melintang dari suatu sampel. Elektron yang ditembakkan ke sampel akan berinteraksi dengan atom sehingga sampel tersebut menghasilkan sinyal-sinyal yang membawa informasi mengenai bagian permukaan sampel atau topografi sampel. Berkas sinar dari elektron dihasilkan pada bagian atas dari mikroskop oleh suatu electron gun. Berkas sinar elektron ini hanya dapat dihasilkan pada keadaan vakum. Berkas sinar ini akan bergerak melalui medan elektromagnetik dan lensa yang mengarahkan berkas sinar ke sampel. Karena analisis menggunakan SEM diperlukan kondisi yang vakum, maka sampel harus dipreparasi terlebih dahulu. Semua air yang terkandung di dalam sampel harus 17

dihilangkan. Hal ini dikarenakan air dapat menguap di dalam vakum. Untuk semua jenis logam tidak diperlukan preparasi terlebih dahulu, sedangkan untuk sampel non-logam haruslah dilapisi oleh lapisan tipis yang bersifat konduktif. Alat untuk melapisi sampel yang tidak bersifat konduktif disebut sputter coater. Sputter coater menggunakan medan listrik dan gas argon. Sampel akan ditempatkan pada suatu chamber yang telah divakumkan. Skema alat Scanning Microscope Electron (SEM) ditunjukkan oleh Gambar 2.6.1. Gambar 2.6.1. Skema alat SEM [15] 18