5 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1. Pembelajaran Tematik Pembelajaran yang bermakna adalah pembelajaran yang sesuai dengan tahapan perkembangan anak, karakteristik cara anak belajar, konsep belajar dan pembelajaran bermakna, maka kegiatan pembelajaran bagi anak kelas awal SD sebaiknya dilakukan dengan pembelajaran tematik. Pembelajaran tematik adalah pembelajaran terpadu yang menggunakan tema untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran sehingga dapat memberikan pengalaman bermakna kepada siswa. Tema adalah pokok pikiran atau gagasan pokok yang menjadi pokok pembicaraan (Poerwadarminta, 1983). Dengan tema diharapkan akan memberikan banyak keuntungan, diantaranya : 1) Siswa mudah memusatkan perhatian pada suatu tema tertentu; 2) Siswa mampu mempelajari pengetahuan dan mengembangkan berbagai kompetensi dasar antar mata pelajaran dalam tema yang sama; 3) Pemahaman terhadap materi pelajaran lebih mendalam dan berkesan; 4) Kompetensi dasar dapat dikembangkan lebih baik dengan mengkaitkan mata pelajaran lain dengan pengalaman pribadi siswa; 5) Siswa mampu lebih merasakan manfaat dan makna belajar karena materi. 6) Siswa lebih bergairah belajar karena dapat berkomunikasi dalam situasi nyata, untuk mengembangkan suatu kemampuan dalam satu mata pelajaran sekaligus mempelajari mata pelajaran lain; 7) Guru dapat menghemat waktu karena mata pelajaran yang disajikan secara tematik dapat dipersiapkan sekaligus dan diberikan dalam dua atau tiga pertemuan, waktu selebihnya dapat digunakan untuk kegiatan remedial, pemantapan, atau pengayaan. Landasan Filosofis dalam pembelajaran tematik sangat dipengaruhi oleh tiga aliran filsafat, yaitu (1) progresivisme, (2) konstruktivisme, (3) humanism. Aliran progresivisme 5
6 memandang proses pembelajaran perlu ditekankan pada pembentukan kreatifitas, pemberian sejumlah kegiatan, suasana yang alamiah (natural), dan memperhatikan pengalaman siswa. Aliran konstruktivisme melihat pengalaman langsung siswa (direct experiences) sebagai kunci dalam pembelajaran. Menurut aliran ini, pengetahuan adalah hasil konstruksi atau bentukan manusia. Manusia mengkonstruksi pengetahuannya melalui interaksi dengan obyek, fenomena, pengalaman dan lingkungannya. Pengetahuan tidak dapat ditransfer begitu saja dari seorang guru kepada anak, tetapi harus diinterpretasikan sendiri oleh masing-masing siswa. Pengetahuan bukan sesuatu yang sudah jadi, melainkan suatu proses yang berkembang terus menerus. Keaktifan siswa yang diwujudkan oleh rasa ingin tahunya sangat berperan dalam perkembangan pengetahuannya. Aliran humanisme melihat siswa dari segi keunikan/kekhasan, potensinya, dan motivasi yang dimilikinya. Landasan psikologis dalam pembelajaran tematik terutama berkaitan dengan psikologi perkembangan peserta didik dan psikologi belajar. Psikologi perkembangan diperlukan terutama dalam menentukan isi/materi pembelajaran tematik yang diberikan kepada siswa agar tingkat keluasan dan kedalamannya sesuai dengan tahap perkembangan peserta didik. Psikologi belajar memberikan kontribusi dalam hal bagaimana isi/materi pembelajaran tematik tersebut disampaikan kepada siswa dan bagaimana pula siswa harus mempelajarinya. Landasan Yuridis dalam pembelajaran tematik berkaitan dengan berbagai kebijakan atau peraturan yang mendukung pelaksanaan pembelajaran tematik di sekolah dasar. Landasan yuridis tersebut adalah UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang menyatakan bahwa setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya (pasal 9). UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya (Bab V Pasal 1-b). Sebagai suatu model pembelajaran di sekolah dasar, pembelajaran tematik memiliki karakteristik-karakteristik sebagai berikut : 1) Berpusat pada siswa
7 Pembelajaran tematik berpusat pada siswa (student centered), hal ini sesuai dengan pendekatan belajar modern yang lebih banyak menempatkan siswa sebagai subjek belajar sedangkan guru lebih banyak berperan sebagai fasilisator yaitu memberikan kemudahan-kemudahan kepada siswa untuk melakukan aktivitas belajar. 2) Memberikan pengalaman langsung Pembelajaran tematik dapat memberikan pengalaman langsung kepada siswa (direct experiences). Dengan pengalaman langsung ini, siswa dihadapkan pada sesuatu. 3) Pemisahan mata pelajaran tidak begitu jelas. Dalam pembelajaran tematik pemisahan antar mata pelajaran menjadi tidak begitu jelas.fokus pembelajaran diarahkan kepada pembahasan tema-tema yang paling dekat berkaitan dengan kehidupan siswa. 4) Menyajikan konsep dari berbagai mata pelajaran Pembelajaran tematik menyajikan konsep-konsep dari berbagai mata pelajaran dalam suatu proses pembelajaran. Dengan demikian, siswa mampu memahami konsep-konsep tersebut secara utuh.hal ini diperlukan untuk membantu siswa dalam memecahkan masalah-masalah yang dihadapi dalam kehidupan seharihari. 5) Bersifat Fleksibel Pembelajaran tematik bersifat luwes (fleksibel) dimana guru dapat mengaitkan bahan ajar dari satu mata pelajaran dengan kehidupan siswa dan keadaan lingkungan dimana sekolah dan siswa berada. 6) Hasil Pembelajaran sesuai dengan minat dan kebutuhan siswa Siswa diberi kesempatan untuk mengoptimalkan potensi yang dimilikinya sesuai dengan minat dan kebutuhannya. Menggunakan prinsip belajar sambil bermain dan menyenangkan Berikut ini tabel 2.1 yang berisi standar kompetensi dan kompetensi dasar tema pendidikan kelas III semester 2.
8 Tabel 2.1 SK dan KD Tema Pendidikan Kelas III, Semester 2 Standar Kompetensi Kompetensi Dasar Indikator 1.Bahasa Indonesia 8. Mengungkap-kan pikiran, perasaan dan informasi dalam karangan sederhana dan puisi 2. Matematika : 5. Menghitung keliling, luas persegi dan persegi panjang, serta penggunaannya dalam pemecahan masalah 3. IPS : 2 Memahami jenis pekerjaan dan penggunaan uang - menulis puisi berdasarkan gambar dengan pilihan kata yang menarik - Menghitung luas persegi dan persegi panjang - Memahami kegiatan jual beli di lingkungan rumah dan sekolah - Bahasa Indonesia - Menulis amanat puisi yang sudah ditulis siswa - Menemukan cara menghitung keliling persegi - Menemukan cara menghitung keliling persegi panjang - Menjelaskan perbedaan pasar tradisional dan pasar swalayan 2.1.2. Hasil Belajar Hasil belajara dalah segala sesuatu yang dapat dilakukan atau dikuasai siswa sebagai hasil pembelajaran (Nasution 1999), sedangkan menurut Anni et al. 2005, hasil belajar merupakan perubahan perilaku yang diperoleh pembelajar setelah mengalami aktivitas belajar. Perolehan aspek-aspek perubahan perilku tersebut tergantung pada pada yang di pelajari oleh pembelajar. Hasil belajar yang dicapai oleh siswa di sekolah
9 merupakan tujuan dari kegiatan belajarnya, menurut Gagne (Sumantri, 2001 : 14) hasil belajar terdiri dari lima macam kemampuan yaitu : a) Ketrampilan intelektual, sejumlah pengetahuan mulai dari baca, tulis, hitung sampai kepada penalaran yang rumit. b) Strategi kognitif, mengatur cara belajar dan berpikir seseorang di dalam arti seluas-luasnya, termasuk kemampuan memecahkan masalah. c) Informasi ferbal, pengetahuan dalam arti informasi non fakta. d) Ketrampilan motorik, menulis, mengetik, menggunakan peraga, dsb. e) Sikap dan nilai, berhubungan dengan arah serta intensitas emosional yang dimulai seseorang. Dari keterangan di atas dapat disimpulkan menjadi tiga kemampuan yaitu pengetahuan, keterampilan, dan sikap. 2.1.3. Metode CooperativeLearningtipe Make A Match Pembelajaran Kooperatif (cooperative learning) merupakan system pengajaran yang memberi kesempatan kepada anak didik untuk bekerja sama dengan sesama siswa dalam tugas-tugas yang terstruktur. Pembelajaran kooperatif dikenal dengan pembelajaran secara berkelompok. Tetapi belajar kooperatif lebih dari sekedar belajar kelompok atau kerja kelompok karena dalam belajar kooperatif ada struktur dorongan atau tugas yang bersifat kooperatif sehingga memungkinkan terjadinya interaksi secara terbuka dan hubungan yang bersifat interdepedensi efektif diantara anggota kelompok. (Sugandi dalam Tukiran T, dkk, 2011: 55).Jadi model pembelajaran kooperatif adalah kegiatan pembelajaran dengan cara berkelompok untuk bekerja sama saling membantu mengkonstruksi konsep, menyelesaikan persoalan, atau inkuiri Make a match atau mencari pasangan adalah model pembelajaran kooperatif dengan cara mencari pasangan soal/jawaban yang tepat, siswa yang sudah menemukan pasangannya sebelum batas waktu akan mendapat poin. Pasangan-pasangan yang sudah terbentuk wajib menunjukkan pertanyaan-jawaban dan dibacakan di depan kelas. Lorna Cuuran,1994 Proses cooperative learning tipe make a match yang dapat meningkatkan minat belajar siswa sebagai berikut: (a) Siswa dikelompokkan secara heterogen, setiap kelompok terdiri dari empat orang dan diberi LKS untuk didiskusikan, (b)
10 Sebagai sesi review, setiap siswa memperoleh dua buah kartu yang berisi kartu soal dan kartu jawab yang bukan pasangannya, setiap siswa mencari kartu jawaban dari kartu soal yang dipegang yang berada pada teman satu kelompok atau dua kelompok lain yang telah ditentukan sebelumnya, jika seluruh anggota kelompok telah menemukan pasangan kartu yang cocok, maka kelompok tersebut memberi tanda, jika ada siswa yang tidak dapat mencocokkan kartunya, akan mendapat hukuman yang telah disepakati bersama, siswa juga boleh bergabung dengan 2 atau 3 siswa lainnya yang memegang kartu yang cocok. Tahapan-tahapan dalam pembelajaran model pembelajaran cooperative learning tipe make a match. (Lorna Cuuran,(1994) 1) Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik yang cocok untuk sesi review, sebaliknya satu bagian kartu soal dan bagian lainnya kartu jawaban. 2) Setiap siswa mendapat satu buah kartu. 3) Tiap siswa memikirkan satu jawaban soal setiap siswa yang dipegang 4) Setiap siswa mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok dengan kartunya (soal jawaban) 5) Setiap siswa yang dapat mencocokan kartunya sebelum batas waktu diberi poin. 6) Setelah satu babak kartu dikocok lagi agar tiap siswa mendapat kartu yang berbeda dari sebelumnya 7) Demikian seterusnya 8) Kesimpulan/penutup 2.2. Kajian Hasil-Hasil Penelitian yang Relevan Penelitian yang menggunakan model pembelajaran make a match pernah dilakukan oleh Mastuti Ema Rakhmawati (2011), Penerapan Model Pembelajaran Cooperatif Make A Match Dalam Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Tematik Kelas 2 Di Sekolah Inklusi SD N Kalibanteng Kidul 03 Semarang.Pendidikan inklusi merupakan sistem layanan pendidikan yang mensyaratkan Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) belajar di sekolahsekolah terdekat di kelas biasa bersama teman-teman seusianya. Pelaksanaan pembelajaran memiliki metode belajar yang berbeda dengan sekolah reguler yaitu menyesuaikan kemampuan dan kebutuhan setiap peserta didik. Sedangkan pada
11 pembelajaran tematik, siswa diharapkan aktif sehingga akan berdampak pada ingatan siswa tentang apa yang dipelajari. Teknik analisis data menggunakan teknik kuantitatif dan presentase. Hasil penelitian yang telah dilaksanakan diperoleh hasil Pra Siklus, Siklus I, Siklus II dan Siklus III dengan perbandingan rata-rata nilai pada Pra siklus yaitu 61,7, Siklus I 64,82, Siklus II 72,39, dan Siklus III 84,15. Pada ketuntasan nilai belajar terdapat peningkatan yakni pada Pra siklus 36,36 %, Siklus I 48,48%, Siklus II 84,84%, dan Siklus III mencapai 100%. Disamping meningkatkan hasil belajar metode pembelajaran ini juga mampu meningkatkan aktifitas siswa serta interaksi antara guru dengan siswa. Ayu Febriana (2011) Penerapan Model Pembelajaran Cooperatif Tipe Make A Match untuk Meningkatkan Kualitas Pembelajaran IPS Pada Siswa Kelas V SD Negeri Kalibanteng Kidul 01 Kota Semarang. Hasil penelitian yang dilakukan Ayu Febriana ini menunjukkan rata-rata skor keterampilan guru pada siklus I 3,5 dengan kategori sangat baik, rata-rata skor keterampilan guru siklus II 3,7 dengan kategori sangat baik dan siklus III rata-rata skor keterampilan guru 3,9 kategori sangat baik. Hasil rata-rata aktivitas siswa pada siklus I 3,0 dengan kategori baik, hasil rata-rata aktivitas siswa siklus II 3,7 dengan kategori sangat baik, dan pada siklus III aktivitas siswa memperoleh rata-rata 3,8 dengan kategori sangat baik. Ketuntasan hasil belajar siswa pada siklus I, siklus II dan siklus III mengalami peningkatan.ketuntasan belajar siswa pada kondisi awal hanya 2 dari 48 siswa yang mencapai KKM (65). Rata-rata hasil belajar yang diperoleh pada pembelajaran IPS dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Make A Match siklus I adalah 62,27 dan 26 dari 48 siswa mengalami ketuntasan belajar dengan presentase 54,16%. Pada siklus II rata-rata hasil belajar adalah 71,46 dan 36 dari 48 siswa mengalami ketuntasan belajar dengan presentase 75%. Pada siklus III rata-rata hasil belajar adalah 79,90 dan 41 dari 48 siswa mengalami ketuntasan belajar dengan presentase 85,41%. Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa dengan menerapkan model pembelajaran cooperatif tipe make a match dapat meningkatkan keterampilan guru, siswa, dan hasil belajar sehingga berdampak pada peningkatan kualitas pembelajaran IPS pada siswa kelas V SDN Kalibanteng Kidul 01 Kota Semarang. Eurika Adinda (2011), Penerapan Model Pembelajaran Make A Match Untuk Meningkatkan Aktivitas Dan Hasil Belajar IPS Siswa Kelas IV SDN Ardimulyo 03 Singosari Malang. Dari hasil penelitian Eurika Adinda ini menunjukkan bahwa penerapan model
12 Make A Match dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa kelas IV. Ini terbukti pada siklus I skor rata-rata aktivitas siswa sebesar 63 dan pada siklus II skor rata-rata aktivitas siswa meningkat menjadi 91. Pada hasil belajar siklus I, skor rata-rata hasil belajar siswa 68% dengan 19 (46%) siswa yang mengalami tuntas belajar dan 14(22%) siswa yang belajar. Siklus II mengalami peningkatan pada skor rata-rata siswa yaitu 87% dengan 33 (87%) siswa mengalami tuntas belajar secara klasikal. Berdasarkan tiga penelitian diatas akhirnya peneliti memutuskan untuk mengembangkan model pembelajaran make a match, karena peneliti melihat penggunaan model pembelajaran tipe make a match dapat meningkatkan hasil pembelajaran tematik pendidikan jika diterapkan pada siswa kelas III SD Negeri Besani Kecamatan Blado Kabupaten Batang. 2.3 Kerangka Pikir Pada tahap awal sebelum guru menggunakan pembelajaran tematik model cooperative learning tipe make a match hasil belajar siswa kelas III SD Negeri Besani masih rendah. Dengan rendahnya hasil belajar tersebut guru berupaya meningkatkan hasil belajar dengan melakukan inovasi pembelajaran yang dilakukan adalah mengemas pembelajarannya dengan pembelajaran tematik model cooperative learning tipe make a match. pembelajaran tematik model cooperative learning tipe make a match yang dilakukan peneliti terdiri dua siklus. Pada siklus I hasil pekerjaan siswa atau hasil cooperative learning tipe make a match dipresentasikan pada kelompok lain. Pada siklus II hasil pekerjaan siswa atau hasil cooperative learning tipe make a match dipresentasikan pada kelompok lain di depan kelas dan ditanggapi oleh kelompok lain. Berdasarkan landasan teori yang telah diuraikan di atas diduga :melalui pembelajaran tematik model cooperative learning tipe make a match dapat meningkatkan hasil belajar bagi siswa kelas III SD Negeri Besani Kec. Blado Kab. Batang.
13 KERANGKAPIKIR KBM Pembelajaran Konvensional Hasil belajar siswa rendah PEMBELAJARAN PAIKEM ( model pembelajaran Cooperative Learning tipe Make A Match) 1) Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik yang cocok untuk sesi review, sebaliknya satu bagian kartu soal dan bagian lainnya kartu jawaban. 2) Setiap siswa mendapat satu buah kartu. 3) Tiap siswa memikirkan satu jawaban soal setiap siswa yang dipegang 4) Setiap siswa mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok dengan kartunya (soal jawaban) 5) Setiap siswa yang dapat mencocokan kartunya sebelum batas waktu diberi poin. 6) Setelah satu babak kartu dikocok lagi agar tiap siswa mendapat kartu yang berbeda dari sebelumnya Dengan menggunakan Alat peraga benda konkret dan model pembelajaran Cooperative Learningtipe Make A Match Pengamatan Hasil Belajar Siswa KKM Gambar 2.1 Kerangka Berfikir
14 2.4 Hipotesis Tindakan Hipotesis penelitian yang peneliti ajukan yaitu ada peningkatan hasil belajar tema pendidikan melalui model cooperative learning tipe make a match siswa kelas III SD Negeri Besani Kecamatan Blado Kabupaten Batang pada semester 2 tahun pelajaran 2011/2012.