BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. dapat dialami oleh setiap orang, dapat timbul pada satu permukaan gigi atau lebih dan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Karies gigi adalah penyakit infeksi dan merupakan suatu proses

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. (SKRT, 2004), prevalensi karies di Indonesia mencapai 90,05%. 1 Riset Kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. setiap proses kehidupan manusia agar dapat tumbuh dan berkembang sesuai

BAB I PENDAHULUAN. cenderung meningkat sebagai akibat meningkatnya konsumsi gula seperti sukrosa.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 PENGARUH PLAK TERHADAP GIGI DAN MULUT. Karies dinyatakan sebagai penyakit multifactorial yaitu adanya beberapa faktor yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. dapat dipisahkan satu dengan lainnya sebab kesehatan gigi dan mulut akan

Bab 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. ini. Anak sekolah dasar memiliki kerentanan yang tinggi terkena karies,

BAB I PENDAHULUAN. 2004, didapatkan bahwa prevalensi karies di Indonesia mencapai 85%-99%.3

BAB I PENDAHULUAN. indeks caries 1,0. Hasil riset kesehatan dasar tahun 2007 melaporkan bahwa

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

MAKALAH HUBUNGAN KARIES GIGI TERHADAP PENYAKIT JANTUNG

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Karies gigi merupakan masalah utama dalam kesehatan gigi dan mulut

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN TEORETIS. renik dalam suatu karbohidrat yang dapat diragikan. Tandanya

BAB 1 PENDAHULUAN. dapat dipisahkan satu dan lainnya karena akan mempengaruhi kesehatan tubuh

BAB I PENDAHULUAN. Karies gigi atau yang biasanya dikenal masyarakat sebagai gigi berlubang,

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. masalah dengan kesehatan gigi dan mulutnya. Masyarakat provinsi Daerah

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. disebabkan oleh penggunaan susu botol atau cairan lainnya yang termasuk karbohidrat seperti

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. gigi dan mulut di Indonesia. Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)

BAB I PENDAHULUAN. Sebanyak 14 provinsi mempunyai prevalensi masalah gigi dan mulut di atas

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pengertian dan Gambaran Klinis Karies Botol. atau cairan manis di dalam botol atau ASI yang terlalu lama menempel pada

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. kesehatan, terutama masalah kesehatan gigi dan mulut. Kebanyakan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. (D = decayed (gigi yang karies), M = missing (gigi yang hilang), F = failed (gigi

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. dan akan berlanjut ke dalam lapisan gigi serta diikuti dengan kerusakan bahan

BAB I PENDAHULUAN. Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2007, prevalensi

BAB I PENDAHULUAN. mulut sejak dini. Kurangnya pengetahuan orang tua mengenai kebersihan mulut

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. serta pembinaan kesehatan gigi terutama pada kelompok anak sekolah perlu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. Karies gigi merupakan salah satu permasalahan kesehatan gigi yang paling

Gambaran status karies dan status gizi pada murid TK Kartika XX-16 Manado

BAB I PENDAHULUAN. penyakit sistemik. Faktor penyebab dari penyakit gigi dan mulut dipengaruhi oleh

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. bahan baku utamanya yaitu susu. Kandungan nutrisi yang tinggi pada keju

Gambaran Status Karies Gigi Pada Mahasiswa Jurusan Kesehatan Gigi Poltekkes Jakarta 1,2008

BAB I PENDAHULUAN. Madu merupakan salah satu sumber makanan yang baik. Asam amino,

BAB I PENDAHULUAN. Mulut memiliki lebih dari 700 spesies bakteri yang hidup di dalamnya dan. hampir seluruhnya merupakan flora normal atau komensal.

SALIVA SEBAGAI CAIRAN DIAGNOSTIK RESIKO TERJADINYA KARIES PUTRI AJRI MAWADARA. Dosen Pembimbing : drg. Shanty Chairani, M.Si.

BAB I PENDAHULUAN. Community Dental Oral Epidemiologi menyatakan bahwa anakanak. disebabkan pada umumnya orang beranggapan gigi sulung tidak perlu

BAB I PENDAHULUAN. makanan sehingga membantu pencernaan, untuk berbicara serta untuk

BAB I PENDAHULUAN. aktifitas mikroorganisme yang menyebabkan bau mulut (Eley et al, 2010). Bahan yang

BAB I PENDAHULUAN. penanganan secara komprehensif, karena masalah gigi berdimensi luas serta mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. lengkung rahang dan kadang-kadang terdapat rotasi gigi. 1 Gigi berjejal merupakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. terhadap lingkungan dan umpan balik yang diterima dari respons tersebut. 12 Perilaku

BAB I PENDAHULUAN. diterima oleh dokter gigi adalah gigi berlubang atau karies. Hasil survey

BAB 1 PENDAHULUAN. lainnya. 2 Karies yang terjadi pada anak-anak di antara usia 0-71 bulan lebih dikenal

SATUAN ACARA PENYULUHAN KKEMAMPUAN PENCEGAHAN KARIES

BAB I PENDAHULUAN. karbohidrat dari sisa makanan oleh bakteri dalam mulut. 1

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. melalui makanan yang dikonsumsi sehari-hari. Berbagai macam bakteri ini yang

BAB I PENDAHULUAN. orang dewasa terdapat gigi tetap. Pertumbuhan gigi pertama dimulai pada

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan gigi dan mulut merupakan bagian dari kesehatan tubuh yang ikut

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak kalah pentingnya yaitu pertumbuhan gigi. Menurut Soebroto

BAB I PENDAHULUAN. dan mulut yang memiliki prevalensi tinggi di masyarakat pada semua

BAB 1 PENDAHULUAN. Karies gigi adalah proses perusakan jaringan keras gigi yang dimulai dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terjadinya kerusakan jaringan yang dimulai dari permukaan gigi (pit, fissures,

BAB I PENDAHULUAN. ata terbaru yang dikeluarkan Departemen Kesehatan (Depkes) Republik

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Saliva merupakan cairan rongga mulut yang memiliki peran penting dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. keparahan karies gigi pada anak usia 4-6 tahun merupakan penelitian

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Penelitian. Penelitian tentang perbedaan status karies pada anak Sekolah Dasar yang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. dan nilai gizi, berdasarkan data terbaru pada tahun , masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. yang optimal meliputi kesehatan fisik, mental dan sosial. Terdapat pendekatanpendekatan

BAB I PENDAHULUAN. Karies gigi merupakan salah satu penyakit kronis yang paling umum terjadi di

Tahun 1999, National Institude of Dental and Craniofasial Research (NIDCR) mengeluarkan

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Karies gigi merupakan masalah kesehatan gigi dan mulut yang paling dominan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. keadaan ini dapat mempengaruhi kesehatan gigi anak (Ramadhan, 2010). Contoh

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang masih perlu mendapat perhatian. Menurut Pintauli dan Hamada (2008),

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Saliva merupakan cairan rongga mulut yang kompleks yang terdiri atas

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dalam bidang kedokteran gigi, masalah kesehatan gigi yang umum terjadi di

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan tubuh, baik bagi anak-anak, remaja maupun orang dewasa. 1,2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Kualitas hidup terkait dengan kesehatan mulut

BAB I PENDAHULUAN. dimana sebanyak 129,98 juta jiwa merupakan penduduk dengan jenis kelamin

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. tempat, yaitu PAUD Amonglare, TK Aisyiyah Bustanul Athfal Godegan,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. pertumbuhan dan perkembangan fisik serta kognitif, yang memerlukan kesehatan

Transkripsi:

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Body Mass Index (BMI) Body Mass Index (BMI) merupakan suatu pengukuran yang menghubungkan atau membandingkan berat badan dengan tinggi badan. Walaupun dinamakan indeks, BMI sebenarnya adalah rasio yang dinyatakan sebagai berat badan (dalam kilogram) dibagi dengan kuadrat tinggi badan (dalam meter). 12 Interpretasi BMI tergantung pada umur dan jenis kelamin anak, karena anak lelaki dan perempuan memiliki lemak tubuh yang berbeda. Berbeda dengan orang dewasa, BMI pada anak berubah sesuai umur dan sesuai dengan peningkatan panjang dan berat badan. 13 BMI digunakan untuk penilaian obesitas akan tetapi bukan merupakan indeks adipositas karena tidak membedakan jaringan tanpa lemak (lean tissue) dan tulang dari jaringan lemak. Untuk ketepatan dalam riset diperlukan dual x-ray absorptiometry yang dapat 14 menentukan secara tepat komposisi tubuh. The World Health Organization (WHO) pada tahun 1997, The National Institute of Health (NIH) pada tahun 1998 dan The Expert Committee on Clinical Guidelines for Overweight in Adolescent Preventive Services telah merekomendasikan Body Mass Index (BMI) atau Indeks Massa Tubuh (IMT) sebagai baku pengukuran obesitas pada anak dan remaja di atas usia 2 tahun. BMI merupakan petunjuk untuk menentukan kelebihan berat badan berdasarkan Indeks Quatelet (berat badan dalam kilogram dibagi dengan kuadrat tinggi badan dalam meter (kg/m 2 14 )). Body Mass Index (BMI) dapat diperoleh dengan perhitungan rumus sebagai 14-16 berikut: berat badan (kg) BMI = tinggi badan (m) x tinggi badan (m) BMI mempunyai keunggulan utama yakni dapat menggambarkan lemak tubuh yang berlebihan, sederhana dan bisa digunakan dalam penelitian populasi berskala besar. Pengukurannya hanya membutuhkan 2 hal yakni berat badan dan tinggi badan,

yang keduanya dapat dilakukan secara akurat oleh seseorang dengan sedikit latihan. Keterbatasannya adalah membutuhkan penilaian lain bila dipergunakan secara individual. 13 Selain itu, keterbatasan yang lain dari BMI adalah tidak bisa membedakan berat yang berasal dari lemak dan berat dari otot atau tulang. BMI juga tidak dapat mengidentifikasi distribusi dari lemak tubuh. Sehingga beberapa penelitian menyatakan bahwa standard cut off point untuk mendefinisikan obesitas berdasarkan BMI mungkin tidak menggambarkan risiko yang sama untuk konsekuensi kesehatan 13 pada semua ras atau kelompok etnis. Pengukuran BMI yang dilakukan dalam penelitian ini adalah BMI Anak yaitu Indeks Massa Tubuh per Umur (IMT/U). Biasanya BMI tidak meningkat dengan bertambahnya umur seperti yang terjadi pada berat badan dan tinggi badan, tetapi pada bayi peningkatan BMI naik secara tajam karena terjadi peningkatan berat badan secara cepat relatif terhadap panjang badan pada 6 bulan pertama kehidupan. IMT 15 menurun pada bayi setelah 6 bulan dan tetap stabil pada umur 2-5 tahun. Cara menentukan IMT/U adalah dengan menentukan terlebih dahulu BMI anak 15,16 dengan rumus BMI. Setelah nilai BMI diperoleh, bandingkan nilai BMI hasil perhitungan pada diagram BMI for age sesuai dengan jenis kelamin dan umur anak. Penentuan kriteria anak disesuaikan dengan memperhatikan nilai Z score pada diagram WHO. Z score merupakan indeks antopometri yang digunakan secara internasional untuk menentukan status gizi dan pertumbuhan, yang diekspresikan 15 sebagai satuan standar deviasi (SD) populasi rujukan. Untuk pengukuran Z score populasi yang distribusinya normal, umumnya digunakan pada indikator panjang atau tinggi badan anak. Rumus yang digunakan 15 adalah sebagai berikut : nilai yang diamati nilai referensi median ZZ ssssssssss = ZZ ssssssssss populasi referensi (SD)

Untuk populasi yang distribusinya tidak normal : nilai yang diamati ML ZZ ssssssssss = L x S Keterangan : M = nilai angka median referensi yang diperoleh dari estimasi rata-rata populasi L = nilai angka yang diperlukan untuk mentransformasikan data dalam rangka untuk mengurangi kemencengan kurva S = koefisien variansi Rumus di atas M, L, dan S adalah nilai dari populasi referensi. Rumus ini juga disebut rumus LMS, biasanya untuk menghitung Z score berat badan per umur (BB/U), berat badan per panjang badan/ tinggi badan (BB/PB atau BB/TB), dan indeks massa tubuh per umur (IMT/U). Untuk melihat kriteria BMI anak, lihat nilai BMI anak hasil perhitungan pada diagram BMI for age kemudian sesuaikan dengan nilai Z score sesuai dengan jenis kelamin dan umur anak (Gambar 1 dan 2). Penjelasan diagram WHO untuk BMI for Age (BMI terhadap Umur) terlihat pada Tabel 1. 15

Tabel 1. Kategori Status Gizi Berdasarkan Z score Z-score Di atas 3 Di atas 2 Di atas 1 0 (Angka Median) Di bawah -1 PB/U atau TB/U Pendek Di bawah -2 (Stunted) (Lihat Catatan 4) Sangat Di bawah -3 Pendek (Severe Stunted) Sumber: WHO MGRS, 2005 BB/U Lihat Catatan 1 Lihat Catatan 2 Indikator Pertumbuhan BB Kurang (Underweight) BB Sangat Kurang (Severe Underweight) BB/PB atau BB/TB Sangat Gemuk (Obes) Gemuk (Overweight) Resiko Gemuk (Lihat Catatan 3) Kurus (Wasted) Sangat Kurus (Severe Wasted) IMT/U Sangat Gemuk (Obes) Gemuk (Overweight) Resiko Gemuk (Lihat Catatan 3) Kurus (Wasted) Sangat Kurus (Severe Wasted) Catatan : 1. Seorang anak pada kategori ini termasuk sangat tinggi dan biasanya tidak menjadi masalah kecuali anak yang sangat tinggi mungkin mengalami gangguan endokrin seperti adanya tumor yang memproduksi hormon pertumbuhan. Rujuklah anak tersebut jika diduga mengalami gangguan endokrin (misalnya anak yang tinggi sekali menurut umurnya, sedangkan tinggi orangtua normal. 2. Seorang anak berdasarkan BB/U pada kategori ini, kemungkinan mempunyai masalah pertumbuhan, tetapi akan lebih baik bila anak ini dinilai berdasarkan indikator BB/PB atau BB/TB atau IMT/U

3. Hasil ploting di atas 1 menunjukkan kemungkinan risiko. Bila kecenderungannya menuju garis z-score +2 berarti risiko lebih pasti. 4. Anak yang pendek atau sangat pendek kemungkinan akan menjadi gemuk bila mendapatkan intervensi gizi yang salah. Gambar 1. Diagram BMI for Age untuk anak laki-laki usia 5-19 tahun. Gambar 2. Diagram BMI for Age untuk anak perempuan usia 5-19 tahun.

2.2 Karies Gigi 2.2.1 Definisi Karies Gigi Axellson pada tahun 1999 dan WHO pada tahun 2003 menyatakan bahwa karies gigi merupakan proses infeksi yang memiliki keterkaitan dengan kesehatan dan status gizi serta dapat bertindak sebagai fokal infeksi yang dapat menimbulkan penyakit di organ tubuh lainnya. Infeksi oral dapat berpengaruh pada kesehatan sistemik. 3 Karies gigi juga dapat dialami oleh setiap orang serta dapat timbul pada satu permukaan gigi atau lebih dan dapat meluas ke bagian yang lebih dalam, misalnya dari email ke dentin atau ke pulpa. 17 Karies gigi dapat terjadi dengan diawali oleh proses pembentukan plak secara fisiologis pada permukaan gigi. Plak terdiri dari komunitas mikroorganisme atau bakteri yang dapat bekerja sama serta memiliki sifat fisiologi kolektif. Beberapa bakteri mampu melakukan fermentasi terhadap substrat karbohidrat (seperti sukrosa gula dan glukosa), untuk menghasilkan asam, menyebabkan ph plak akan turun menjadi di bawah 5 dalam 1-3 menit. Penurunan ph plak secara berulang-ulang akan mengakibatkan demineralisasi pada permukaan gigi. Namun, asam yang diproduksi dapat dinetralkan oleh saliva, sehingga akan meningkatkan ph dan pengambilan mineral dapat berlangsung. Keadaan ini disebut dengan remineralisasi. Hasil kumulatif dari proses demineralisasi dan remineralisasi dapat menyebabkan kehilangan mineral sehingga lesi karies dapat terbentuk. Dari uraian ini menjadi jelas bahwa proses karies dapat terjadi di seluruh permukaan gigi dan merupakan proses alami. Pembentukan biofilm dan aktivitas metabolik oleh mikroorganisme tidak dapat dicegah, akan tetapi perkembangan penyakit dapat dikendalikan sehingga lesi klinis yang terbentuk tidak terlihat. Perkembangan lesi ke dalam dentin bisa mengakibatkan invasi bakteri dan mengakibatkan kematian pulpa dan penyebaran infeksi ke dalam jaringan periapikal sehingga menyebabkan rasa sakit. 18

2.2.2 Etiologi Karies Panjaitan pada tahun 1997 serta Harris dan Christen pada tahun 2005 menyatakan bahwa karies gigi memiliki faktor penyebab multifaktorial, yaitu adanya 3 faktor utama yang saling mempengaruhi. Ketiga faktor tersebut adalah: a. Tuan rumah (host): gigi dan saliva b. Agen (agent): mikroorganisme c. Substrat: lingkungan Selain ketiga faktor ini, ada juga faktor waktu yang mempengaruhi terjadinya karies. Agar karies dapat terjadi, maka kondisi dari setiap faktor harus saling mendukung yaitu adanya tuan rumah yang rentan, mikroorganisme yang kariogenik, substrat yang sesuai dan waktu yang lama. 10 Jadi, karies terjadi bukan disebabkan karena satu kejadian saja seperti penyakit menular lainnya tetapi disebabkan serangkaian proses yang terjadi selama beberapa kurun waktu. 3): 19 Secara lebih jelas, faktor etiologi karies gigi adalah sebagai berikut (Gambar a. Faktor host atau tuan rumah Ada beberapa faktor yang dihubungkan dengan gigi sebagai tuan rumah terhadap karies yaitu faktor morfologi gigi (ukuran dan bentuk gigi), struktur enamel, faktor kimia dan kristalografis. Pit dan fisur pada gigi posterior sangat rentan terhadap karies karena sisa-sisa makanan mudah menumpuk di daerah tersebut terutama pit dan fisur yang dalam. Selain itu, permukaan gigi yang kasar juga dapat menyebabkan plak mudah melekat dan membantu perkembangan karies gigi. Enamel merupakan jaringan tubuh dengan susunan kimia kompleks yang mengandung 97% mineral (kalsium, fosfat, karbonat, fluor), air 1% dan bahan organik 2%. Bagian luar enamel mengalami mineralisasi yang lebih sempurna dan mengandung banyak fluor, fosfat dan sedikit karbonat dan air. Kepadatan kristal enamel sangat menentukan kelarutan enamel. Semakin banyak enamel mengandung mineral maka kristal enamel semakin padat dan enamel akan semakin resisten. 19 Gigi susu lebih mudah terserang karies daripada gigi tetap. Hal ini disebabkan karena enamel gigi susu mengandung lebih banyak bahan organik dan air sedangkan jumlah 19,20 3

mineralnya lebih sedikit daripada gigi tetap. Selain itu, secara kristalografis kristalkristal gigi susu tidak sepadat gigi tetap. Mungkin alasan ini menjadi salah satu penyebab tingginya prevalensi karies pada anak-anak. 17,19 b. Faktor agen atau mikroorganisme Plak gigi memegang peranan peranan penting dalam menyebabkan terjadinya karies. Plak adalah suatu lapisan lunak yang terdiri atas kumpulan mikroorganisme yang berkembang biak di atas suatu matriks yang terbentuk dan melekat erat pada permukaan gigi yang tidak dibersihkan. Hasil penelitian menunjukkan komposisi mikroorganisme dalam plak berbeda-beda. Pada awal pembentukan plak, kokus gram positif merupakan jenis yang paling banyak dijumpai seperti Streptokokus mutans, Streptococcus sanguis, Streptococcus mitis dan Streptococcus salivarius serta beberapa strain lainnya. Selain itu, ada juga penelitian yang menunjukkan adanya laktobasilus pada plak gigi. Pada penderita karies aktif, jumlah laktobasilus pada plak gigi berkisar 10 4-10 5 sel/mg plak. Walaupun demikian, Streptococcus mutans yang diakui sebagai penyebab utama karies oleh karena Streptococcus mutans mempunyai sifat asidogenik dan asidurik (resisten terhadap asam). Plak tampak sebagai massa globular berwarna putih, keabu-abuan atau kuning. Plak gigi mulai terbentuk sebagai kolonisasi mikroorganisme pada permukaan enamel dan mencapai ketebalan pada hari ketiga puluh. Penelitian-penelitian membuktikan bahwa penambahan karbohidrat pada makanan hanya menyebabkan akumulasi plak yang sangat tebal. Penumpukan plak sudah dapat terlihat dalam waktu 1-2 hari setelah seseorang tidak melakukan prosedur kebersihan mulut, sedangkan waktu yang dibutuhkan suatu karies berkembang menjadi suatu lubang pada gigi cukup bervariasi, diperkirakan antara 6-48 bulan. c. Faktor substrat atau diet Pola diet merupakan salah satu hal yang paling penting dalam proses terjadinya karies. Kebiasaan diet berguna untuk melihat risiko karies pada anak. Untuk memperbaiki pola diet menjadi benar bukan merupakan hal yang mudah. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pola diet, yaitu: 21 3 19

1. Frekuensi diet lebih penting daripada kuantitas diet secara keseluruhan untuk mencegah terjadinya karies. 2. Menghindari kebiasaan mengemil diantara jam makan. 3. Menghindari mengonsumsi minuman ringan karena tidak hanya kariogenik tetapi juga bersifat erosif. 4. Membatasi mengonsumsi makanan manis. 5. Mengonsumsi makanan alternatif yang tidak mengandung gula. Faktor substrat atau diet dapat mempengaruhi pembentukan plak karena membantu perkembangbiakan dan kolonisasi mikroorganisme yang ada pada permukaan enamel. Selain itu, dapat mempengaruhi metabolisme bakteri dalam plak dengan menyediakan bahan-bahan yang diperlukan untuk memproduksi asam serta bahan lain yang aktif yang menyebabkan timbulnya karies. Hasil penelitian menunjukkan bahwa orang yang banyak mengonsumsi karbohidrat terutama sukrosa cenderung mengalami kerusakan pada gigi, sebaliknya pada orang dengan diet yang banyak mengandung lemak dan protein hanya sedikit atau sama sekali tidak mempunyai karies gigi. Hal ini penting untuk menunjukkan bahwa karbohidrat memegang peranan penting dalam terjadinya karies. d. Faktor waktu Secara umum, karies dianggap sebagai penyakit kronis pada manusia yang berkembang dalam waktu beberapa bulan atau tahun. Lamanya waktu yang dibutuhkan karies untuk berkembang menjadi suatu kavitas cukup bervariasi, diperkirakan 6-48 bulan. Secara singkat proses terjadinya karies adalah sebagai berikut : 1. Fermentasi karbohidrat menjadi asam organik oleh mikroorganisme dalam plak pada permukaan gigi. 2. Pembentukan asam yang cepat, yang menurunkan ph pada permukaan email di bawah tingkat ph kritis di mana email akan larut. 19 22

3. Ketika karbohidrat tidak lagi tersedia pada plak mikroorganisme, ph dalam plak akan naik karena difusi asam dari sebelah luar dan juga diakibatkan metabolisme mikroorganisme sehingga demineralisasi email gigi dapat terjadi. 4. Karies gigi berlangsung hanya bila demineralisasi lebih sering terjadi daripada remineralisasi. Keseimbangan demineralisasi dan remineralisasi adalah kunci untuk memahami dinamika lesi karies dan pencegahannya. * Karbohidrat yang dapat di fermentasi ** Streptococcus mutans Gambar 3. Karies sebagai penyakit multifaktorial yang disebabkan faktor host, agen, substrat, dan waktu. 19 2.2.3 Indeks Karies Indeks adalah ukuran yang dinyatakan dengan angka dari keadaan suatu golongan/ kelompok terhadap suatu penyakit gigi tertentu. Ukuran-ukuran ini dapat digunakan untuk mengukur derajat keparahan dari suatu penyakit mulai dari yang ringan sampai berat. Untuk mendapatkan data tentang status karies seseorang digunakan indeks karies agar penilaian yang diberikan pemeriksa sama atau seragam. Ada beberapa indeks karies yang biasa digunakan seperti indeks Klein dan indeks WHO, namun belakangan ini diperkenalkan indeks Significant Caries (SiC) untuk melengkapi indeks WHO sebelumnya. 19 Dalam penelitian ini indeks yang dipakai adalah indeks Klein. Indeks ini diperkenalkan oleh Klein H, Palmer CE, Knutson JW pada tahun 1938 untuk

mengukur pengalaman seseorang terhadap karies gigi. Pemeriksaannya meliputi pemeriksaan pada gigi (DMFT) dan permukaan gigi (DMFS). Semua gigi diperiksa kecuali gigi molar tiga karena gigi molar tiga biasanya tidak tumbuh, sudah dicabut atau tidak berfungsi. Indeks ini tidak menggunakan skor; pada kolom yang tersedia langsung diisi kode D (gigi yang karies), M (gigi yang hilang) dan F (gigi yang ditumpat) dan kemudian dijumlahkan sesuai kode. Untuk gigi permanen dan gigi susu hanya dibedakan dengan pemberian kode DMFT (Decayed Missing Filled Tooth) atau DMFS (Decayed Missing Filled Surface) sedangkan deft (decayed extracted filled tooth) dan defs (decayed extracted filled surface) digunakan untuk gigi susu. Rata-rata DMF adalah jumlah seluruh nilai DMF dibagi atas jumlah orang yang diperiksa. Indeks DMF terdiri atas: 19 a. DMFT Beberapa hal yang perlu diperhatikan : 1. Semua gigi yang mengalami karies dimasukkan ke dalam kategori D. 2. Karies sekunder yang terjadi pada gigi dengan tumpatan permanen dimasukkan dalam kategori D. 3. Gigi dengan tumpatan sementara dimasukkan dalam kategori D. 4. Semua gigi yang hilang atau dicabut karena karies dimasukkan dalam kategori M. 5. Gigi yang hilang akibat penyakit periodontal, dicabut untuk kebutuhan perawatan ortodonti tidak dimasukkan dalam kategori M. 6. Semua gigi dengan tumpatan permanen dimasukkan dalam kategori F. 7. Gigi sedang dalam perawatan saluran akar dimasukkan dalam kategori F. 8. Pencabutan normal selama masa pergantian gigi geligi tidak dimasukkan dalam kategori M. b. DMFS 1. Permukaan gigi yang diperiksa adalah gigi anterior dengan empat permukaan, fasial, lingual, distal dan mesial sedangkan gigi posterior dengan lima permukaan yaitu fasial, lingual, distal, mesial dan oklusal. 2. Kriteria untuk D sama dengan DMFT.

3. Bila gigi sudah dicabut karena karies, maka pada waktu menghitung permukaan yang hilang dikurangi satu permukaan sehingga untuk gigi posterior dihitung 4 permukaan dan 3 permukaan untuk gigi anterior. 4. Kriteria untuk F sama dengan DMFT c. deft, defs Pengukuran ini digunakan untuk gigi susu. e dihitung bila gigi susu dicabut karena karies. Pengukuran lain yang dibutuhkan dalam survei karies gigi adalah 1) prevalensi karies, yaitu persentase dari orang-orang dengan kerusakan gigi (DMF) akibat karies, 2) PTI (Performance Treatment Index), yaitu persentase yang melakukan penambalan (F) dari orang-orang dengan pengalaman karies (DMF), diperlukan untuk mengukur motivasi seseorang didalam mempertahankan gigi tetapnya. 3 2.3 Hubungan Body Mass Index (BMI) dan Karies Secara umum ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya karies, yaitu kebersihan rongga mulut, komposisi dan frekuensi diet, status sosio ekonomi, kandungan imunoglobulin dalam saliva untuk melawan bakteri, dan asupan fluoride. 2 Hubungan kesehatan mulut yang buruk dengan obesitas akan cenderung dikaitkan dengan kualitas diet. Hal ini terbukti dari literatur ilmiah bahwa kesehatan umum memiliki dampak besar pada kesehatan mulut dan sebaliknya. 8 Hubungan antara BMI dan karies adalah berat badan yang tinggi dapat menyebabkan peningkatan lesi karies karena memiliki kecenderungan pola diet yang tinggi. 5 Pengaruh pola makan dalam proses karies biasanya lebih bersifat lokal daripada sistemik, terutama dalam hal frekuensi mengonsumsi makanan. Setiap kali seseorang mengonsumsi makanan dan minuman yang mengandung karbohidrat, maka beberapa bakteri penyebab karies di rongga mulut akan mulai memproduksi asam sehingga terjadi demineralisasi yang berlangsung selama 20-30 menit setelah makan. Di antara periode makan, saliva akan bekerja menetraliser asam dan membantu proses remineralisasi. Namun, apabila makanan dan minuman berkarbohidrat terlalu 19

sering dikonsumsi, maka enamel gigi tidak akan mempunyai kesempatan untuk melakukan remineralisasi dengan sempurna sehingga terjadi karies. 19 2.4 Kerangka Konsep Body Mass Index (Z score): 1. Gemuk a. Obesitas b. Gemuk 2. Normal 3. Kurus a. Kurus b. Sangat kurus 1. Skor dft 2. Skor DFT 3. Pengalaman karies gigi susu dan permanen (dft+dft)