Keyboard: upwelling, overfishing, front, arus Eddies I. PENDAHULUAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Studi Variabilitas Lapisan Atas Perairan Samudera Hindia Berbasis Model Laut

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pola Sebaran Suhu Permukaan Laut dan Salinitas pada Indomix Cruise

Gambar 1. Diagram TS

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

2. TINJAUAN PUSTAKA. Suhu permukaan laut Indonesia secara umum berkisar antara O C

2. TINJAUAN PUSTAKA. sebaran dan kelimpahan sumberdaya perikanan di Selat Sunda ( Hendiarti et

FENOMENA UPWELLING DAN KAITANNYA TERHADAP JUMLAH TANGKAPAN IKAN LAYANG DELES (Decapterus Macrosoma) DI PERAIRAN TRENGGALEK

TINJAUAN PUSTAKA. Keadaan Umum Perairan Pantai Timur Sumatera Utara. Utara terdiri dari 7 Kabupaten/Kota, yaitu : Kabupaten Langkat, Kota Medan,

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

OLEH : SEPTIAN ANDI PRASETYO

PENGARUH SUHU PERMUKAAN LAUT TERHADAP HASIL TAGKAPAN IKAN CAKALANG DI PERAIRAN KOTA BENGKULU

VARIABILITAS SUHU PERMUKAAN LAUT DI PERAIRAN PULAU BIAWAK DENGAN PENGUKURAN INSITU DAN CITRA AQUA MODIS

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Rochmady Staf Pengajar STP - Wuna, Raha, ABSTRAK

Jurnal KELAUTAN, Volume 3, No.1 April 2010 ISSN : APLIKASI DATA CITRA SATELIT NOAA-17 UNTUK MENGUKUR VARIASI SUHU PERMUKAAN LAUT JAWA

ANALISIS SPASIAL SUHU PERMUKAAN LAUT DI PERAIRAN LAUT JAWA PADA MUSIM TIMUR DENGAN MENGGUNAKAN DATA DIGITAL SATELIT NOAA 16 -AVHRR

PENGARUH MONSUN MUSIM PANAS LAUT CHINA SELATAN TERHADAP CURAH HUJAN DI BEBERAPA WILAYAH INDONESIA

PENDAHULUAN. Pantai Timur Sumatera Utara merupakan bagian dari Perairan Selat

ANALISIS POLA SEBARAN DAN PERKEMBANGAN AREA UPWELLING DI BAGIAN SELATAN SELAT MAKASSAR

BAB III METODE PENELITIAN

5 PEMBAHASAN 5.1 Sebaran SPL Secara Temporal dan Spasial

Diterima: 14 Februari 2008; Disetujui: Juli 2008 ABSTRACT

METODE PENELITIAN Bujur Timur ( BT) Gambar 5. Posisi lokasi pengamatan

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN

KONDISI OSEANOGRAFIS SELAT MAKASAR By: muhammad yusuf awaluddin

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENGARUH PERUBAHAN DAN VARIABILITAS IKLIM TERHADAP DINAMIKA FISHING GROUND DI PESISIR SELATAN PULAU JAWA

HASIL DAN PEMBAHASAN

b) Bentuk Muara Sungai Cimandiri Tahun 2009

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Estimasi Arus Laut Permukaan Yang Dibangkitkan Oleh Angin Di Perairan Indonesia Yollanda Pratama Octavia a, Muh. Ishak Jumarang a *, Apriansyah b

APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DALAM PENELITIAN PERIKANAN DAN KELAUTAN 1) oleh Dr. Ir. Mukti Zainuddin, MSc. 2)

Kata kunci: Citra satelit, Ikan Pelagis, Klorofil, Suhu, Samudera Hindia.

3 METODE PENELITIAN. Gambar 7. Peta Lokasi Penelitian

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Sebaran Arus Permukaan Laut Pada Periode Terjadinya Fenomena Penjalaran Gelombang Kelvin Di Perairan Bengkulu

PENDAHULUAN Latar Belakang

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

DI PERAIRAN SELAT BALI

VARIABILITAS SUHU DAN SALINITAS DI PERAIRAN BARAT SUMATERA DAN HUBUNGANNYA DENGAN ANGIN MUSON DAN IODM (INDIAN OCEAN DIPOLE MODE)

DI PERAIRAN SELAT BALI

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambar 1. Pola sirkulasi arus global. (

PERTEMUAN KE-6 M.K. DAERAH PENANGKAPAN IKAN HUBUNGAN SUHU DAN SALINITAS PERAIRAN TERHADAP DPI ASEP HAMZAH

Variabilitas Temporal Eddy di Perairan Makassar Laut Flores

Prakiraan Daerah Penangkapan Ikan Laut di Laut Banda Berdasarkan Data Citra Satelit. Forecasting Fishing Areas in Banda Sea Based on Satellite Data

2. TINJAUAN PUSTAKA. Suhu menyatakan banyaknya bahang (heat) yang terkandung dalam suatu

KAJIAN DINAMIKA SUHU PERMUKAAN LAUT GLOBAL MENGGUNAKAN DATA PENGINDERAAN JAUH MICROWAVE

Muchlisin Arief Peneliti Bidang Aplikasi Penginderaan Jauh, LAPAN ABSTRACT

KARAKTERISTIK DAN VARIABILITAS BULANAN ANGIN PERMUKAAN DI PERAIRAN SAMUDERA HINDIA

Variabilitas Suhu dan Salinitas Perairan Selatan Jawa Timur Riska Candra Arisandi a, M. Ishak Jumarang a*, Apriansyah b

KATA PENGANTAR. Negara, September 2015 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI NEGARA BALI. NUGA PUTRANTIJO, SP, M.Si. NIP

KATA PENGANTAR TANGERANG SELATAN, MARET 2016 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG. Ir. BUDI ROESPANDI NIP

BAB I PENDAHULUAN. kepulauan terbesar di dunia, dengan luas laut 5,8 juta km 2 atau 3/4 dari total

6 PEMBAHASAN. 6.1 Kondisi Selat Madura dan Perairan Sekitarnya

3 METODE. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Seminar Nasional Penginderaan Jauh ke-4 Tahun Stasiun Klimatologi Kairatu Ambon 2. Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi dan Geofisika

BAB III METODOLOGI. Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian di Samudera Hindia bagian Timur

Tengah dan Selatan. Rata-rata SPL selama penelitian di Zona Utara yang pengaruh massa air laut Flores kecil diperoleh 30,61 0 C, Zona Tengah yang

Oleh : NIA SALMA PRlYANTl. Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana pada Fakultas Perikanan dan llmu Kelautan C 31.

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Prakiraan Daerah Penangkapan Ikan Di Selat Bali Berdasarkan Data Citra Satelit

Pemimpin baru dan tantangan krisis ikan era perubahan iklim

Hubungan Upwelling dengan Jumlah Tangkapan Ikan Cakalang Pada Musim Timur Di Perairan Tamperan, Pacitan

BAB I PENDAHULUAN. terpanjang di dunia) memiliki potensi perairan yang sangat besar (KKP, 2011;

BAB I PENDAHULUAN. Secara geografis wilayah Indonesia terletak di daerah tropis yang terbentang

J. Sains & Teknologi, Agustus 2008, Vol. 8 No. 2: ISSN

4. HUBUNGAN ANTARA DISTRIBUSI KEPADATAN IKAN DAN PARAMETER OSEANOGRAFI

Adaptasi Perikanan Tangkap terhadap Perubahan dan Variabilitas Iklim di Wilayah Pesisir Selatan Pulau Jawa Berbasis Kajian Resiko MODUL TRAINING

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Prakiraan Musim Kemarau 2018 Zona Musim di NTT KATA PENGANTAR

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Distribusi Klorofil-a secara Temporal dan Spasial. Secara keseluruhan konsentrasi klorofil-a cenderung menurun dan

BAB I PENDAHULUAN. jumlah yang melimpah, hal ini antara lain karena usaha penangkapan dengan mencari daerah

I. INFORMASI METEOROLOGI

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS II PONDOK BETUNG

I. INFORMASI METEOROLOGI

KATA PENGANTAR. Semarang, 22 maret 2018 KEPALA STASIUN. Ir. TUBAN WIYOSO, MSi NIP STASIUN KLIMATOLOGI SEMARANG

Prakiraan Musim Hujan 2015/2016 Zona Musim di Nusa Tenggara Timur

PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2011/2012 PADA ZONA MUSIM (ZOM) (DKI JAKARTA)

PERTEMUAN KE-5 M.K. DAERAH PENANGKAPAN IKAN SIRKULASI MASSA AIR (Bagian 2) ASEP HAMZAH

Jurnal Perikanan dan Kelautan Vol. 3. No. 1, Maret 2012: 1-9 ISSN : ANALISIS MASSA AIR DI PERAIRAN MALUKU UTARA

KATA PENGANTAR KUPANG, MARET 2016 PH. KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI LASIANA KUPANG CAROLINA D. ROMMER, S.IP NIP

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

SIRKULASI ANGIN PERMUKAAN DI PANTAI PAMEUNGPEUK GARUT, JAWA BARAT

BAB III METODOLOGI. 3.1 Data. Data yang digunakan dalam studi ini meliputi :

KATA PENGANTAR PANGKALPINANG, APRIL 2016 KEPALA STASIUN METEOROLOGI KLAS I PANGKALPINANG MOHAMMAD NURHUDA, S.T. NIP

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2. KONDISI OSEANOGRAFI LAUT CINA SELATAN PERAIRAN INDONESIA

BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG

KARAKTER FISIK OSEANOGRAFI DI PERAIRAN BARAT SUMATERA DAN SELATAN JAWA-SUMBAWA DARI DATA SATELIT MULTI SENSOR. Oleh : MUKTI DONO WILOPO C

Transkripsi:

PEMANFAATAN DATA SATELIT ALTIMETRI UNTUK PENENTUAN ZONA POTENSI PENANGKAPAN IKAN (ZPPI) PADA MUSIM HUJAN DAN MUSIM KEMARAU DI WILAYAH INDONESIA TAHUN 2014 Oleh: Ahlan Saprul Hutabarat ahlansaprul@yahoo.co.id Abstrak Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) memiliki kompetensi utama diantaranya Pengembangan teknologi dan pemanfaatan penginderaan jauh, Pemanfaatan sains atmosfer, iklim dan antariksa, Pengembangan teknologi dirgantara, Pengembangan kebijakan kedirgantaraan nasional. Gerakan arus eddy ada dua jenis yaitu secara siklonik (searah jarum jam) dan antisiklonik (berlawanan arah jarum jam) arus eddy dapat menyebabkan upwelling dan downwelling sesuai dengan arah putarannya. Zona pertemuan antara dua arus eddy yang berbeda arah dan berasosiasi dengan pertemuan anomali tinggi permukaan laut yang positif dan negatif merupakan zona yang berpotensi sebagai daerah penangkapan ikan. Keyboard: upwelling, overfishing, front, arus Eddies I. PENDAHULUAN Pemanfaatan sumber daya ikan laut di Indonesia diberbagai wilayah tidak merata. Beberapa wilayah perairan masih terbuka peluang besar untuk pengembangan pemanfaatannya, sedangkan di beberapa wilayah yang lain sudah mencapai kondisi padat tangkap atau overfishing. Masalah utama yang dihadapi dalam upaya optimalisasi hasil tangkapan ikan adalah sangat terbatasnya data dan informasi mengenai kondisi oseanografi yang berkaitan erat dengan daerah potensi penangkapan ikan (Hasyim et al. 2004). Guna optimalisasi hasil tangkapan ikan, diperlukan teknologi yang tepat dalam menyediakan informasi zona potensi penangkapan yang akurat, mencakup wilayah perairan laut yang sangat luas dan tersedia tepat waktu. Salah satunya adalah pemanfaatan data penginderaan jauh.

Penginderaan jauh kelautan saat ini telah berkembang sesuai dengan perkembangan teknologi inderaja itu sendiri. Teknologi satelit banyak digunakan dalam system inderaja kelautan dan telah dikembangkan berbagai jenis sensor untuk mendeteksi berbagai parameter lingkungan dan proses-proses yang terjadi di laut, baik proses fisika, kimia, maupun biologi. Jenis sensor yang telah dikembangkan untuk kepentingan inderaja kelautan diantaranya yaitu coastal Zone Color Scanner, TM (Thematic Mapper) dan AVHRR (Advanced Very High Radiometer Resolution) (Hasyim, 1993 dalam Saing, 2013). LAPAN menggunakan data penginderaan jauh untuk kebutuhan perikanan dan pertanian di Indonesia. Untuk bidang perikanan, LAPAN telah membuat peta ZPPI (Zona Potensi Penangkapan Ikan) di Indonesia. Peta tersebut mempermudah para nelayan dalam meningkatkan hasil tangkapannya. Dengan ZPPI, nelayan pergi ke laut tidak untuk mencari ikan, melainkan untuk menangkap ikan. 1.2. Tujuan Kerja Praktek Tujuan yang hendak dicapai dari Kerja Praktek di Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) ini, adalah: 1. Mempelajari teknik pengolahan data citra penginderaan jauh untuk melihat Anomali tinggi muka laut, arus Eddies dari arus geostropik dan Sebaran Klorofil-a 2. Mempelajari teknik pengolahan data altimetry dan citra penginderaan jauh untuk menentukan zona potensi penangkapan ikan. 3. Mengetahui kegiatberhubungan dengan pemanfaatan data penginderaan jauh dibidang kelautan. 1.3. Manfaat Kerja Praktek Manfaat yang diharapkan dari kerja praktek ini adalah: 1. Menambah wawasan penulis dalam pengelolaan dan pemanfaatan data citra khususnya dibidang kelautan. 2. Meningkatkan hubungan antara Program Studi Ilmu Kelautan Universitas Sriwijaya dengan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN).

II. TINJAUAN PUSTAKA Menurut Lillesand and Kiefer (1979) penginderaan jauh merupakan suatu metode, cara, teknik, seni, pengukuran untuk mendapatkan informasi terhadap suatu obyek, daerah fenomena di permukaan bumi atau benda-benda angkasa lainnya melalui analisis data yang diperoleh dengan suatu alat tanpa adanya kontak langsung antara alat dan obyek. Satelit altimetri adalah satelit yang berfungsi untuk memantau topografi dan dinamika yang terjadi di permukaan laut. Penggunaan teknologi satelit altimetri telah dimulai sejak satelit altimetri sebagai suatu teknik penginderaan jauh selama kurun waktu beberapa dasawarsa terakhir dapat memberikan informasi yang signifikan dalam pengembangan penelitian terkait fenomena dan dinamika yang terjadi di laut. Satelit altimetri dapat digunakan untuk pengamatan mengenai perubahan arus permukaan secara global (Marpaung, 2014). Marpaung (2014) juga menambahkan dengan beroperasinya beberapa satelit altimetri dapat diperoleh data-data yang diperlukan untuk kegiatan penelitian terkait dinamika laut seperti permukaan laut, arus geostropik, angin di permukaan laut dan gelombang laut. Data dipublikasi untuk digunakan oleh komunitas internasional. Wyrtki (1961) dalam Arief (2004) menjelaskan bahwa Samudera Pasifik menyumbang lebih banyak massa air ke perairan Selat Makassar disbanding Samudera Hindia. Di Selat Makassar arus mengalir secara tetap sepanjang tahun menuju ke selatan. Kecepatan terendah terjadi pada bulan Desember, Januari dan Mei sedangkan kecepatan tertinggi pada bulan Februari, Maret dan dari bulan Juli sampai September. Perubahan arus permukaan yang sesuai dengan gerakan angina musim tampak pada daerah pertemuan antara massa air Laut Jawa, Laut Flores dan Selat Makassar bagian selatam. Arus adalah gerakan air yang mengakibatkan perpindahan horizontal massa air. Angin mendorong bergeraknya air permukaan, menghasilkan suatu gerakan arus horizontal yang sangat lambat yang mampu mengangkat suatu volume air yang sangat besar melintasi jarak jauh di lautan. Arus arus ini mempengaruhi penyebaran organisme laut dan juga menentukan pergeseran daerah biogeografi

melalui pemindahan air hangat ke daerah yang lebih dingin dan sebaliknya (Nybakken, 1992 dalam Saing, 2013). Daerah fishing ground yang terbentuk dilokasikan pada daerah perbatasan dua arus atau daerah antara arus upwelling dan arus divergen. Daerah pertemuan dua arus (Konvergen dan Divergen) dan fenomena oseanografi lainnya (misalnya pusaran Eddis), tidak hanya merupakan batas penyebaran bagi ikan juga menyebabkan terjadi pengumpulan ikan, terlihat jelas pengamatan pengamatan yang telah dilakukan bahwa ikan cenderung berkumpul pada isotherm tertentu dan pertemuan dua arus juga daerah yang memiliki perbedaan suhu horizontal yang jelas menjadi perubahan bagi penyebaran spesies spesies tertentu. Arus laut adalah pergerakan air laut secara horizontal maupun vertikal untuk mencapai kesetimbangan. Ghozali (2011) mengatakan bahwa Untuk menentukan suatu area gerombolan ikan berdasarkan layout suhu permukaan laut, ditandai dengan pertemuan arus panas dan arus dingin, dimana pada daerah tersebut diperkirakan merupakan daerah front atau daerah upwelling yang memiliki banyak dan kaya akan kandungan nutrisi, yang akan sangat membantu dalam meningkatkan produktivitas primer. Nontji (1993) dalam Arief (2004) mengatakan bahwa Upwelling di perairan Indonesia dijumpai di Laut Banda, Laut Arafura, selatan Jawa hingga selatan Sumbawa, Selat Makassar, Selat Bali dan diduga terjadi di Laut Maluku, Laut Halmahera, barat Sumatera serta Laut Flores dan Teluk Bone. Upwelling di perairan Indonesia bersifat musiman terjadi pada musim Timur (Mei-September), hal ini menunjukkan adanya hubungan yang erat antara Upwelling dan musim timur. Upwelling adalah penaikan massa air laut dari suatu lapisan dalam ke lapisan lapisan permukaan. Gerakan naik ini membawa serta air yang suhunya lebih dingin, salinitas tinggi, dan zat zat hara yang kaya ke permukaan (Nontji, 1987 dalam Saing, 2013).

III. METODOLOGI a. Waktu dan Tempat Kerja Praktek ini dilaksanakan pada tanggal 1 27 Juni 2015 di Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), Pasar Rebo, Pekayon, Jakarta Timur. b. Alat dan Bahan Alat dan Bahan yang digunakan dalam kerja praktek ini disajikan pada tabel berikut : Tabel 1: Alat dan Bahan No Nama Alat/Bahan Fungsi 1 Komputer Pengolahan data Satelit Altimetri Data Arus geostropik dan Data 2 Anomali Tinggi muka laut dari Data suhu permukaan laut yang akan satelit Altimetri (gabungan) diolah Jason-2, Saral dan Cryosat Mengubah data Altimetri kedalam 3 Perangkat lunak ODV 4 Spreadsheet file dgn menentukan titik koordinat Indonesia 4 Perangkat lunak Surfer 9 Membuat Plot data Altimetri 5 Arc Gis 10.1 Membuat layout Peta 6 Alat Tulis Mencatat data dan hasil yang diperoleh 7 Printer Mencetak laporan

c. Prosedur Kerja Praktek Penentuan Zona Potensi Penangkapan Ikan (ZPPI), diturunkan dari dua data satelit (Altimetri). Diagram alir penentuan ZPPI disajikan pada pada gambar berikut: Laptop dan Koneksi Internet Download data Tinggi muka laut dan Arus Geostropik (madt) atau Anomali (msla) di (ftp://aviso.oceanobs.com/ WinRar Mengestrak data altimetri dari bentuk Rar kedalam bentuk *.nc Odv 4 Mengkroping wilayah Indonesia Mengkonver data altimetry ke kedalam bentuk spreadsheet file Surfer 9 Membuat contour tinggi muka laut dan arus geostropik Membuat vektor arus geostropik Arc Gis 10.1 Layout Peta Selesai Gambar 1: Prosedur Kerja

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Zona Potensi Penangkapan Ikan (ZPPI) Gambar 2: Tinggi muka laut dan arus geostropik tanggal 1 juli 2015 Tampilan dalam gambar 1 menunjukkan dua kejadian arus eddy dengan arah yang berlawanan. Warna biru pada gambar merupakan zona potensi penangkapan ikan. Gerakan arus eddy ada dua jenis yaitu secara siklonik (searah jarum jam) dan antisiklonik (berlawanan arah jarum jam) di belahan bumi selatan. Warna merah adalah arus eddy dengan arah putaran berlawanan dengan arah jarum jam dan bulatan merah menunjukkan arus eddy dengan arah searah jarum jam. Arus eddy dapat menyebabkan upwelling dan downwelling sesuai dengan arah putarannya (Martono, 2009). Tampak bahwa di zona terjadinya arus eddy dengan arah putaran berlawanan jarum jam (Warna biru), di zona yang sama pada tinggi muka laut (warna merah) terjadi peningkatan ketinggian permukaan laut dan ketinggian tertinggi terdapat pada pusat pusaran arus eddy. Hal ini menunjukkan bahwa kejadian arus eddy berasosiasi dengan permukaan laut yang tinggi dan

menunjukkan fenomena downwelling. Sebaliknya arus eddy dengan arah siklonik (warna biru), di wilayah yang sama terdapat tinggi muka laut yang rendah. Tinggi muka air laut maksimum bernilai 0,28 meter sedangkan tinggi muka laut minimum bernilai -0,12 meter dan kecepatan arus berkisar antara 0-09 m/s. Hasil tersebut menunjukkan kejadian air permukaan laut yang rendah dan menunjukkan fenomena upwelling. Hasil analisis di atas identik dengan pemaparan sebelumnya Martono dan Stewart (2009) bahwa di belahan bumi selatan arus eddy dengan arah siklonik menyebabkan terjadinya fenomena upwelling dan arus eddy dengan arah antisiklon mengakibatkan fenomena downwelling. Untuk analisis arus eddy di belahan bumi utara, hasilnya merupakan kebalikan dari yang terjadi di belahan bumi selatan. 4.2. Zona Potensi Penangkapan Ikan (ZPPI) Gambar 2: Tinggi muka laut dan arus geostropik tanggal 1 juli 2015 Tampilan dalam Gambar 2 menunjukkan dua kejadian arus eddy dengan arah yang berlawanan. Warna biru pada gambar merupakan zona potensi penangkapan ikan. Cakupan zona yang berpotensi sebagai daerah penangkapan

ikan masih bersifat umum karena tidak disebutkan batas yang jelas (luas cakupan) saat terjadi pertemuan anomali positif dan negatif. Tinggi muka air laut maksimum bernilai 0,26 meter sedangkan tinggi muka laut minimum bernilai -0,24 meter dan kecepatan arus berkisar 0-0,8 m/s. Pertemuan anomali tinggi muka laut yang tinggi ( positif) dan yang rendah (negatif). Menurut McGillicuddy et al. (1998b), bahwa zona pertemuan antara dua arus eddy yang berbeda arah dan berasosiasi dengan pertemuan anomali tinggi permukaan laut yang positif dan negatif merupakan zona yang berpotensi sebagai daerah penangkapan ikan. Arah gerakan arus eddy memiliki dampak yang berbeda di belahan bumi utara dan belahan bumi selatan. Di belahan bumi utara, arus eddy akan menyebabkan upwelling jika bergerak berlawanan arah jarum jam. Sebaliknya, di belahan bumi selatan, jika eddy bergerak searah jarum jam akan menyebabkan upwelling dan jika bergerak berlawanan arah jarum jam akan menyebabkan downwelling Stewart (2002). Selanjutnya beliau juga menyatakan bahwa arus eddy yang bergerak searah jarum jam di bumi bagian selatan memiliki ketinggian permukaan di pusatnya lebih rendah dibandingkan daerah sekitarnya. Sedangkan arus eddy yang bergerak ketinggian air di bagian pusatnya lebih tinggi dari daerah sekitarnya. Zona pertemuan antara dua arus eddy yang berbeda arah dan berasosiasi dengan pertemuan anomali tinggi permukaan laut yang positif dan negatif merupakan zona yang berpotensi sebagai daerah penangkapan ikan. Di belahan bumi utara, arus eddy akan menyebabkan upwelling jika bergerak berlawanan arah jarum jam. Sebaliknya, di belahan bumi selatan, jika arus eddy bergerak searah jarum jam akan menyebabkan upwelling dan jika bergerak berlawanan arah jarum jam akan menyebabkan downwelling. Arus eddy yang bergerak searah jarum jam di bumi bagian selatan memiliki ketinggian permukaan di pusatnya lebih rendah dibandingkan daerah sekitarnya. Sedangkan arus eddy yang bergerak ketinggian air di bagian pusatnya lebih tinggi dari daerah sekitarnya.

V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan 1. Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) memiliki kompetensi utama diantaranya Pengembangan teknologi dan pemanfaatan penginderaan jauh, Pemanfaatan sains atmosfer, iklim dan antariksa, Pengembangan teknologi dirgantara, Pengembangan kebijakan kedirgantaraan nasional. 2. Gerakan arus eddy ada dua jenis yaitu secara siklonik (searah jarum jam) dan antisiklonik (berlawanan arah jarum jam) arus eddy dapat menyebabkan upwelling dan downwelling sesuai dengan arah putarannya 3. Zona pertemuan antara dua arus eddy yang berbeda arah dan berasosiasi dengan pertemuan anomali tinggi permukaan laut yang positif dan negatif merupakan zona yang berpotensi sebagai daerah penangkapan ikan 4. Di belahan bumi utara, eddy akan menyebabkan upwelling jika bergerak bergerak berlawanan arah jarum jam. Sebaliknya, di belahan bumi selatan, jika eddy bergerak searah jarum jam akan menyebabkan upwelling dan jika bergerak berlawanan arah jarum jam akan menyebabkan downwelling 5. Arus eddy yang bergerak searah jarum jam di bumi bagian selatan memiliki ketinggian permukaan di pusatnya lebih rendah dibandingkan daerah sekitarnya. Sedangkan arus eddy yang bergerak ketinggian air di bagian pusatnya lebih tinggi dari daerah sekitarnya. 5.2. Saran Cakupan zona yang berpotensi sebagai daerah penangkapan ikan masih bersifat umum karena tidak disebutkan batas yang jelas (luas cakupan) saat terjadi pertemuan anomali positif dan negative jadi, disarankan untuk melakukan survey lapangan kepada nelayan cakupan zona yaitu zona penangkapan yang dominan sehingga data lebih akurat.

DAFTAR PUSTAKA Marpaung, Sartono dan Teguh Prayono. 2014. Analisis Arus Geostropik Permukaan Laut Berdasarkan Data Satelit Altimetri. Seminar Penginderaan Jauh LAPAN: 561 566 Setyono H, Raden BYB, Gentio H. 2014. Dinamika Upwelling dan Downwelling Berdasarkan Variabilitas Suhu Permukaan Laut dan Klorofil-a di Perairan Selatan Jawa. Jurnal Oseanografi Vol. 3 : 63 65 Raditya FD, Dwi HI, Gentur HD. 2013. Analisis Prakiraan Luasan Daerah Upwelling di Perairan Selatan Jawa Timur Hingga Selatan Lombok Kaitannya Dengan Hasil Perikanan Tangkap. Jurnal Oseanografi Vol. 2 : 112. Saing RAA. 2013. Penentuan Zona Penangkapan Ikan Dengan Menggunakan Data NOAA-AVHRR dan MODIS di Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional [laporan kerja praktek]. Inderalaya : Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sriwijaya. 1-17 hal. Ghazali I, Manan A. 2011. Prakiraan Daerah Penangkapan Ikan Di Selat Bali Berdasarkan Citra Satelit. Jurnal Kelautan Vol. 4 : 19 23. Wuriatmo H. 2011. Analisa Sea Level Rise Dari Data Satelit Altimetri Topex/Poseidon, Jason-1 Dan Jason-2 Diperairan Laut Pulau Jawa [skripsi]. Surakarta: Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sebelas Maret. 13 hal. Syafi i M. 2006. Sebaran Konsentrasi Klorofil-a dan Suhu Permukaan Laut Menggunakan Citra Satelit Terra Modis di Perairan Natuna [skripsi]. Bogor : Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 95 hal. Arief, Muchlisin. 2004. Aplikasi Data Satelit Resolusi Rendah dan SIG Untuk Analisa Distribusi Spattial Zona Potensi Penangkapan Ikan (ZPPI) di Selat Makassar Periode: Juli-Agustus 2004. Peneliti Bidang Aplikasi Penginderaan Jauh LAPAN : 221-222. Suwargana N, Muchlisin A. 2004. Penentuan Suhu Permukaan Laut dan Konsentrasi Klorofil Untuk Pengembangan Model Prediksisst/Fishing Ground Dengan Menggunakan Data Modis. Jurnal Penginderaan Jauh dan Pengolahan Data Citra Digital Vol. 1 : 2 6 Haryanto F. 1999. Penentuan Daerah Penangkapan Ikan Cakalang (Katsuwonus Pelamis) Dengan Menggunakan Data Suhu Permukaan Laut Dari Citra Satelit NOAA/AVHRR Dan Parameter Oseanografi Lain Di Perairan

Berpayaos, Selatan Cilacap [skripsi]. Bogor : Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 82 hal. www.aviso.altimetry.fr/en/missions.html