BAB 2 LANDASAN TEORI. Peramalan adalah kegiatan memperkirakan apa yang akan terjadi pada masa yang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 2 LANDASAN TEORI. Ramalan pada dasarnya merupakan perkiraan mengenai terjadinya suatu yang akan

BAB 2 LANDASAN TEORI. datang. Kegunaan dari peramalan terlihat pada saat pengambilan keputusan.

BAB 2. Peramalan adalah kegiatan memperkirakan apa yang akan terjadi pada masa yang

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI Pengertian Data Deret Berkala

BAB 2 LANDASAN TEORI. diperkirakan akan terjadi pada masa yang akan datang. Ramalan tersebut dapat

Metode Deret Berkala Box Jenkins

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 1 PENDAHULUAN. Di Indonesia meteorologi diasuh dalam Badan Meteorologi dan Geofisika di Jakarta

BAB 3 MODEL FUNGSI TRANSFER MULTIVARIAT

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 2 LANDASAN TEORI. Peramalan adalah kegiatan untuk memperkirakan apa yang akan terjadi di masa yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Analisis ARIMA (Autoregressive Integrated Moving Average) umumnya

Peramalan Volume Pemakaian Air di PDAM Kota Surabaya dengan Menggunakan Metode Time Series

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Model Autoregressive Integrated Moving Average (ARIMA) adl teknik untuk mencari pola yg paling cocok dari sekelompok data Model ARIMA dapat digunakan

BAB 2 LANDASAN TEORI

TINJAUAN PUSTAKA. perubahan harga yang dibayar konsumen atau masyarakat dari gaji atau upah yang

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING...iii. HALAMAN PENGESAHAN...iv. HALAMAN PERSEMBAHAN... vi. KATA PENGANTAR... viii. DAFTAR ISI... x. DAFTAR TABEL...

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. yang akan datang. Ramalan adalah situasi dan kondisi yang diperkirakan akan terjadi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Pendahuluan. Universitas Sumatera Utara

HASIL DAN PEMBAHASAN. Eksplorasi Data

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. 2.1 Produk Domestik Regional Bruto

BAB 2 LANDASAN TEORI

PERAMALAN PENJUALAN PRODUKSI TEH BOTOL SOSRO PADA PT. SINAR SOSRO SUMATERA BAGIAN UTARA TAHUN 2014 DENGAN METODE ARIMA BOX-JENKINS

KAJIAN TEORI. atau yang mewakili suatu himpunan data. Menurut Supranoto (2001:14) Rata rata (μ) dari distribusi probabilitas

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI. Peramalan (forecasting) adalah kegiatan memperkirakan atau memprediksi apa. situasi dan kondisi di masa yang akan datang.

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. Adanya waktu tenggang (lead time) merupakan alasan utama bagi perencanaan dan

SBAB III MODEL VARMAX. Pengamatan time series membentuk suatu deret data pada saat t 1, t 2,..., t n

BAB III PEMBAHARUAN PERAMALAN. Pada bab ini akan dibahas tentang proses pembaharuan peramalan.

III. METODE PENELITIAN

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. autokovarians (ACVF) dan fungsi autokorelasi (ACF), fungsi autokorelasi parsial

BAB 2 LANDASAN TEORI. Peramalan (Forecasting) adalah suatu kegiatan untuk memperkirakan apa yang akan

BAB II LANDASAN TEORI. Peramalan adalah proses perkiraan (pengukuran) besarnya atau jumlah

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

PREDIKSI HARGA SAHAM PT. BRI, Tbk. MENGGUNAKAN METODE ARIMA (Autoregressive Integrated Moving Average)

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari sumber tetap yang terjadinya berdasarkan indeks waktu t secara

FORECASTING INDEKS HARGA SAHAM GABUNGAN (IHSG) DENGAN MENGGUNAKAN METODE ARIMA

PERAMALAN HASIL PRODUKSI ALUMINIUM BATANGAN PADA PT INALUM DENGAN METODE ARIMA

BAB 2 TINJAUAN TEORI. akan datang. Sedangkan ramalan adalah suatu situasi atau kondisi yang diperkirakan

Pemodelan Konsumsi Listrik Berdasarkan Jumlah Pelanggan PLN Jawa Timur untuk Kategori Rumah Tangga R-1 Dengan Metode Fungsi Transfer single input

PERAMALAN NILAI EKSPOR DI PROPINSI SUMATERA UTARA DENGAN METODE ARIMA BOX-JENKINS

PERAMALAN STOK BARANG UNTUK MEMBANTU PENGAMBILAN KEPUTUSAN PEMBELIAN BARANG PADA TOKO BANGUNAN XYZ DENGAN METODE ARIMA

BAB III METODE PENELITIAN

LAPORAN PRAKTIKUM ANALISIS RUNTUN WAKTU. Laporan VI ARIMA Analisis Runtun Waktu Model Box Jenkins

BAB 2 LANDASAN TEORI. Produksi jagung merupakan hasil bercocok tanam, dimana dilakukan penanaman bibit

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN. Berikut dibawah ini adalah data yang didapat dari GK AUTO. Tabel 5.1 Data Variabel

PENDUGAAN DATA RUNTUT WAKTU MENGGUNAKAN METODE ARIMA

BAB II LANDASAN TEORI. Suatu sistem adalah suatu jaringan kerja dari prosedur-prosedur yang

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Adapun langkah-langkah pada analisis runtun waktu dengan model ARIMA

Application of ARIMA Models

Peramalan Aset dengan Memperhatikan Dana Pihak Ketiga (DPK) dan Pembiayaan Perbankan Syariah di Indonesia dengan Metode Fungsi Transfer

BAB 2 LANDASAN TEORI. Peramalan (Forecasting) adalah suatu kegitan yang memperkirakan apa yang akan

PERAMALAN PEMAKAIAN ENERGI LISTRIK DI MEDAN DENGAN METODE ARIMA

PERAMALAN CURAH HUJAN BULANAN DI MEDAN PADA TAHUN 2011 BERDASARKAN DATA KELEMBABAN UDARA DARI TAHUN DENGAN FUNGSI TRANSFER TUGAS AKHIR

PERAMALAN JUMLAH KUNJUNGAN WISATAWAN MANCANEGARA YANG BEKUNJUNG KE BALI MENGGUNAKAN FUNGSI TRANSFER

BAB 2 LANDASAN TEORI

PEMODELAN TINGKAT INFLASI NASIONAL DENGAN MODEL FUNGSI TRANSFER INPUT GANDA SUCI UTAMI FIBRIANI

II. TINJAUAN PUSTAKA. Time series merupakan serangkaian observasi terhadap suatu variabel yang

MODEL EXPONENTIAL SMOOTHING HOLT-WINTER DAN MODEL SARIMA UNTUK PERAMALAN TINGKAT HUNIAN HOTEL DI PROPINSI DIY SKRIPSI

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada semester genap tahun akademik 2014/2015

PERAMALAN JUMLAH WISATAWAN MANCANEGARA YANG BERKUNJUNG KE BALI MENGGUNAKAN FUNGSI TRANSFER KOMPETENSI STATISTIKA SKRIPSI

Pemodelan Autoregressive (AR) pada Data Hilang dan Aplikasinya pada Data Kurs Mata Uang Rupiah

Sedangkan model fungsi transfer bentuk kedua adalah sebagai berikut :

BAB III METODE DEKOMPOSISI X-11-ARIMA. Metode Census II telah dikembangkan oleh Biro Sensus Amerika Serikat.

LULIK PRESDITA W APLIKASI MODEL ARCH- GARCH DALAM PERAMALAN TINGKAT INFLASI

Analisis Peramalan Data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Sebagai Tolak Ukur Kinerja Perekonomian Provinsi Kepulauan Bangka Belitung

BAB 2 LANDASAN TEORI

PENERAPAN MODEL ARIMA UNTUK MEMPREDIKSI HARGA SAHAM PT. TELKOM Tbk. APPLICATION OF ARIMA TO FORECASTING STOCK PRICE OF PT. TELOKM Tbk.

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB 2 LANDASAN TEORI

ARIMA and Forecasting

VI PERAMALAN PENJUALAN AYAM BROILER DAN PERAMALAN HARGA AYAM BROILER

PERAMALAN INDEKS HARGA KONSUMEN MENGGUNAKAN MODEL INTERVENSI FUNGSI STEP

ANALISIS DERET BERKALA MULTIVARIAT DENGAN MENGGUNAKAN MODEL FUNGSI TRANSFER: STUDI KASUS CURAH HUJAN DI KOTA MALANG

ANALISIS PERAMALAN PENDAFTARAN SISWA BARU MENGGUNAKAN METODE SEASONAL ARIMA DAN METODE DEKOMPOSISI

SKRIPSI. Disusun oleh: Firda Megawati

Bab IV. Pembahasan dan Hasil Penelitian

PERAMALAN JUMLAH PENUMPANG PESAWAT TERBANG DOMESTIK DI BANDAR UDARA JUANDA DENGAN MENGGUNAKAN METODE FUNGSI TRANSFER MULTI INPUT

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Pasar modal adalah tempat kegiatan perusahaan untuk mencari dana yang

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

PERAMALAN KECEPATAN ANGIN BULANAN DI MEDAN BERDASARKAN TEKANAN UDARA DENGAN FUNGSI TRANSFER TUGAS AKHIR

Transkripsi:

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Peramalan Peramalan adalah kegiatan memperkirakan apa yang akan terjadi pada masa yang akan datang. Ramalan adalah suatu situasi atau kondisi yang diperkirakan akan terjadi pada masa yang akan datang. Metode peramalan adalah cara memperkirakan secara kuantitatif apa yang akan terjadi pada masa depan, berdasarkan data yang relevan pada masa lalu. Dalam rangka usaha untuk melihat dan mengkaji situasi dan kondisi masa depan harus dilakukan peramalan, oleh karena itu perlu diperkirakan atau diramalkan situasi apa dan kondisi bagaimana yang akan terjadi pada masa depan. Efektif tidaknya suatu rencana yang disusun sangat ditentukan oleh kemampuan para penyusunnya untuk meramalkan situasi dan kondisi pada saat rencana itu dilaksanakan. Oleh karena eratnya kaitan antara perencanaan dan peramalan, maka dapat dilihat bahwa dalam penyusunan rencana, sebenarnya telah terlihat masalah peramalan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa peramalan merupakan dasar untuk penyusunan rencana.

Kegunaan dari peramalan terlihat pada saat pengambilan keputusan. Keputusan yang baik adalah keputusan yang didasarkan atas pertimbangan apa yang akan terjadi pada waktu keputusan itu dilaksanakan. Apabila kurang tepat ramalan yang kita susun, maka kurang baik keputusan yang kita ambil. 2.2 Peranan Teknik Peramalan Dengan adanya sejumlah besar metode peramalan yang tersedia, maka masalah yang timbul bagi para praktisi adalah memahami bagaimana karakteristik suatu metode peramalan akan cocok bagi situasi pengambilan keputusan tertentu. Sering terdapat senjang waktu (time lag) antara kesadaran akan peristiwa atau kebutuhan mendatang dengan peristiwa itu sendiri. Adanya waktu tenggang (lead time) itu merupakan suatu alasan bagi perencanaan dan peramalan. Jika waktu tenggangnya ini nol atau sangat kecil, maka perencanaan tidak perlukan dan jika waktu tenggang ini panjang sedangkan hasil peristiwa akhir tergantung pada faktor-faktor yang dapat diketahui, maka perencanaan dapat memegang sebagai peranan yang penting untuk mengambil keputusan. 2.3 Jenis-jenis Peramalan Pada umumnya peramalan dapat dibedakan dari beberapa segi tergantung dari cara melihatnya. Berdasarkan sifatnya peramalan dapat dibedakan menjadi 2 (dua) macam yaitu peramalan kualitatif dan peramalan kuantitatif.

2.3.1 Peramalan kualitatif Peramalan kualitatif merupakan peramalan yang didasarkan atas data kualitatif pada masa lalu. Hal ini penting karena hasil peramalan tersebut ditentukan berdasarkan pemikiran yang bersifat intuisi, pendapat dan pengetahuan serta pengalaman penyusunnya. 2.3.2 Peramalan Kuantitatif Peramalan kuantitatif merupakan peramalan yang didasarkan atas data kuantitatif pada masa lalu. Hasil peramalan yang dibuat sangat tergantung pada metode yang dipergunakan dalam peramalan tersebut. Baik tidaknya metode yang digunakan ditentukan oleh perbedaan antara penyimpangan hasil ramalan dengan kenyataan yang terjadi. Peramalan kuantitatif hanya dapat digunakan apabila terdapat tiga kondisi sebagai berikut : 1. Menganalisa data masa lalu. 2. Menentukan metode yang dipergunakan. 3. Memproyeksikan data yang lalu dengan menggunakan metode yang akan dipergunakan dan mempertimbangkan adanya beberapa faktor perubahan. Metode peramalan kuantitatif dibagi atas dua bagian yaitu : a. Analisa deret berkala (time series), yang berdasarkan hasil ramalan yang disusun atas pola hubungan antara variabel yang dicari dengan variabel waktu yang mempengaruhinya. Analisa deret berkala ini mancakup : Metode Pemulusan (Smoothing) Metode Box jenkins

Metode Variasi Musiman b. Metode kausal yaitu peramalan yang mengamsusikan bahwa faktor yang diramalkan sebab akibat dengan satu atau lebih variabel bebas. Metode ini berdasarkan hasil yang disusun atas pola hubungan antara variabel yang dicari dengan variabel-variabel yang mempengaruhinya yang bukan waktu. Metode Regresi dan Korelasi Metode Ekonometrik Metode Input-Output 2.4 Pemilihan Teknik dan Metode Peramalan Penggunaan peramalan dalam pengambilan keputusan oleh setiap pimpinan, baik pimpinan perusahaan maupun pimpinan organisasi pemerintah merupakan hal yang sangat penting. Demikian pula seorang peneliti sering menggunakan peramalan dalam penelitian yang dilakukan, akaan tetapi perlu adanya pedoman yang dapat dipergunakan untuk memilih teknik dan metode peramalan yang tepat untuk suatu situasi tertentu. Dalam pemilihan teknik-teknik dan metode peramalan, pertama perlu diketahui ciri-ciri penting, yang perlu diperhatikan untuk pengambilan keputusan dan analisa keadaan dalam mempersiapkan peramalan.

Adapun enam faktor utama yang dapat diidentifikasikan sebagai teknik dan metode peramalan, yaitu : 1. Horison waktu Merupakan pemilihan yang didasarkan atas jangka waktu permalan yaitu : a. Peramalan yang segera dilakukan dalam waktu kurang dari satu bulan b. Peramaln jangka pendek dengan waktu antara satu sampai tiga bulan c. Peramalan jangka menengah dengan waktu antara tiga bulan sampai dua tahun d. Peramalan jangka panjang dengan waktu dua tahun ke atas 2. Pola Data Salah satu dasar pemilihan metoda permalan adalah dengan memperhatikan pola data yang diramalkan. Ada empat jenis pola data mendasar yang terdapat dalam suatu dereran data yaitu : a. Pola Horisontal (H) terjadi bilamana berfluktuasi disekitar nilai ratarata yang konstan, (Derat seperti ini adalah stasioner terhadap nilai rata-ratanya). b. Pola Musiman (M) terjadi bilamana suatu deret dipengaruhi oleh faktor musiman (Misalnya : kuartalan, bulanan, mingguan atau hari-hari pada minggu tertentu). c. Pola Siklus (C) terjadi bilamana datanya dipengaruhi oleh fluktuasi ekonomi jangka panjang seperti yang berhubungan dengan siklus bisnis. d. Pola Trend (T) terjadi bilamana terdapat kenaikan atau penurunan jangka panjang dalam data.

3. Jenis dari model Banyak metode peramalan telah menganggap adanya beberapa model dari keadaan yang diramalkan. Model-model ini merupakan suatu deret dimana waktu digambarkan sebagai unsur yang penting untuk menentukan perubahan-perubahan dalam pola, memungkinkan secara sistematik dapat dijelaskan dengan analisa regresi atau korelasi. Model tersebut mempunyai kemampuan yang berbeda dalam analisa keadaan untuk mengambil keputusan. 4. Biaya yang dibutuhkan Biaya yang tercakup dalam penggunaan suatu prosedur ramalan yaitu biaya-biaya, pengembangan, penyimpangan data, operasi pelaksana dan kesempatan dalam penggunaan dalam teknik-teknik dan metode lainnya. Adanya perbedaan yang nyata dalam jumlah biaya mempunyai pengaruh dalam penggunaan metode tertentu untuk suatu keadaan yang dihadapi. 5. Ketepatan metode peramalan Tingkat ketepatan yang dibutuhkan sangat erat hubungannya dengan tingkat perincian yang dibutuhkan dalam suatu peramalan. Dalam mengambil keputusan, variasi atau penyimpangan atas peramalan yang dilakukan antara 10% sampai 15% bagi maksud-maksud yang diharapkan, sedangkan untuk hal atau kasus lain mungkin menganggap bahwa adanya variasi atau penyimpangan atas ramalan sebesar 5% adalah cukup berbahaya.

6. Kemudahan dalam penerapan Dalam penggunaaan metode peramalan untuk manajemen dan analisis adalah metode-metode yang dapat dimengerti dan mudah diaplikasikan yang akan dipergunakan dalam pengambilan keputusan dan analisa. 2.5 Kestasioneran Data Deret Berkala Dalam tahap identifikasi model ARIMA sementara, hal pertama yang harus dilihat apakah suatu deret berkala sudah stasioner baik dalam rataan maupun ragam. Hal ini dikarenakan bahwa syarat utama dalam pembuatan model ARIMA adalah deret berkala yang stasioner. 2.5.1 Pembedaan (Differencing) Untuk melihat apakah suatu deret berkala X 1, X 2,..., X n sudah stasioner, dapat dilihat plot nilai deret waktu terhadap waktu t 1, t 2,..., t n Jika n buah nilai tersebut berfluktuasi sekitar ragam yang konstan dan nilai tengah yang konstan, maka dapat dikatakan deret tersebut konstan. Data deret berkala yang tidak stasioner dalam nilai tengah dapat distasionerkan dengan pembedaan (difference) drajat d. Notasi yang bermamfa at adalah operator shift mundur (backward shift) B, yang penggunaannya adalah sebagai berikut : Misalakan ada suatu deret data X 1, X 2,..., X t maka untuk memperkirakan X 1 dilakukan dengan mengurangi satu periode kebelakangnya dengan cara :

B X t = X t 1 Dengan kata lain, notasi B yang dipasang pada X t, mempunyai pengaruh menggeser data 1 periode kebelakang. Pembedaan pertama dapat dirumuskan X 1 t = X t 1 (2.1) Menggunakan operator shift mundur persamaan dapat menjadi X 1 t = X t - B X t = (1-B) X t Sedang pembedaan kedua adalah X 11 1 1 t = X t - X t 1 = (X t - X t 1 ) (X t 1 - X t 2 ) = X t - 2 X t 1 + X t 2 = (1-2B + B 2 ) X t = (1 B) 2 X t Secara umum pembedaan d dirumuskan X = (1 B) d X t (2.2) t 2.6 Koefisien Autokorelasi Dalam analisis deret berkala, salah satu statistik kunci adalah koefisien autokorelasi, autokorelasi dapat diartikan sebagai korelasi linier deret berkala dengan deret berkala itu sendiri dengan selisih waktu (lag) 0, 1, 2 periode atau lebih. Koefisien autokorelasi deret X t yang stasioner untuk lag ke-k, dihitung dengan rumus sebagai berikut :

r k = n =k (X t X )(X t +k X ) i =1 (2.3) (X t X ) 2 Dengan : r k = Autokorelasi pada lag ke-k X t = Nilai pengamatan ke-t X t +k = Nilai pengamatan saat ke-t+k X = Rata-rata pengamatan 2.7 Koefisien Autokorelasi Parsial Koefisien autokorelasi parsial digunakan untuk model autukorelasi parsial digunakan untuk mengukur tingkat hubungan antara X t dan X t +k apabila pengaruh dari selisih waktu 1,2,3,...(k-1) dianggap terpisah. Salah satu tujuan dalam analisis deret berkala adalah untuk menetapkan model ARIMA yang tepat untuk peramalan. Autokorelasi parsial pada lag ke-k ( φ kk ) adalah sebagai koefisien autoregresif terakhir dari model AR (k), dan memenuhi persamaan sebagai berikut : P j = φ k 1 ρ j 1 + φ k 1 ρ j 2 +...+ φ kk ρ j k ;j = 1,2,...,k (2.4) Pendugaan koefisien autokorelasi parsial dapat dilakukan subsitusi r j untuk O j dan menyelesaikan persamaan diatas dengan metode rekursif, Simpangan baku dari penduga φ kk adalah 1/ n, dimana n adalah jumlah pengamatan dikurangi lag (k).

2.8 Model Regresi Diri (AR) Proses regresi ini menyatakan ketergantungan nilai pengamatan X t terhadap X t 1. X t 2..., X t p. Model regresi diri derajat p dilambangkan dengan AR (p) atau ARIMA (p,0,0). Model regresi diri adalah sebagai berikut : X t = µ + φ 1 X t 1 + φ 2 X t 2 +...+ φ p X t p + e t (2.5) Dengan : X t `= Pengamatan deret berkala ke-t µ = Nilai konstan φ p = Parameter autoregresike-p, (p= 1,2,...n) X t p = Variabel pertama pada periode ke-(t-p);(p=1,2..,n) e t = Kesalahan pada saat t Untuk model AR(1) kondisi stasioner akan terpenuhi jika φ 1 < 1. Sedangkan model AR (2) akan memenuhi syarat stasioner jika φ 1 + φ 2 < 2 φ 2 φ 1 < 2 dan φ 2 < 2. 2.9 Model Rataan Bergerak (MA) Proses rataan bergerak menyatakan ketergantungan nilai X t terhadap e t e t 1,..., e t r. Model rataan bergerak derajat q dilambangkan MA (q) atau ARIMA (0,0,q) dan ditulis sebagai berikut : X t = µ - θ 1 e t 1 - θ 2 e t 2 -...- θ q e t q + e t (2.6)

Dengan : X t = Pengamatan deret berkala µ = Nilai konstan θ q = Parameter moving average ke-q;(q = 1,2,...,n) e t q = Variabel pertama pada saat t-q; (q = 1,2,...,n) e t = Kesalahan pada saat t 2.10 Model Campuran AR dan MA Dalam pembuatan model empiris dari deret berkala sering ditemukan bahwa model regresi diri (AR) dan rataan bergerak (MA). Model campuran regresi diri dan rataan bergerak derajat (p,q) dapat ditulis sebagai berikut : X t = µ + φ 1 X t 1 + φ 2 X t 2 +...+ φ p X t p - θ 1 e t 1 - θ 2 e t 2 -...- θ q e t q + e t (2.7) Atau ditulis φ p (B) X t = µ + θ q (B) e t Dan disingkat ARMA (p,q) Model ARMA (p.q) dapat diperluas untuk deret berkala yang tidak stasioner. Dengan operator pembeda derajat d X t, model ARMA(p,q) menjadi d φ p (B) X t = µ + θ q (B) e t Dan model ini disingkat ARIMA (p,d,q)

Untuk data yang dikumpulkan secara bulanan, pembedaan satu musim penuh (tahun) dapat dihitung X t - X t 12 = (1 - B 12 ) X t. Sehingga untuk model ARIMA (p.d.q) (P,D.Q) s dengan s adalah jumlah periode permusim. 2.11 Model Fungsi Transfer Model fungsi transfer merupakan pengembangan dari model ARIMA satu peubah. Jika deret berkala Y t berhubungan dengan satu atau lebih deret berkala lain X t maka dapat dibuat suatu model berdasarkan informasi deret berkala X t, untuk menduga nilai Y t model yang dihasilkan disebut fungsi transfer. Dalam penelitian ini, pembuatan fungsi transfer hanya dibatasi untuk dua deret berkala yaitu Y t sebagai deret output dan X t sebagai deret output atau disebut fungsi transfer dwipeubah. Gambar 2.1 memperlihatakan secara ringkas unsur unsur yang berkaitan dengan model fungsi transfer. Terdapat deret berkala output, disebut Y t, yang diperkirakan akan dipengaruhi oleh deret berkala input X t, dan input-input lain yang disebut gangguan (noise) N t, seluruh sistem tersebut adalah dinamis. Dengan kata lain, deret input X t memberikan pengaruhnya terhadap fungsi transfer, mendistribusikan dampak X t melalui beberapa periode akan datang. Tujuan pemodelan fungsi transfer adalah untuk menetapkan model sederhana, menghubungkan Y t dengan X t dan N t. Tujuan utama pemodelan ini adalah untuk

menetapkan peranan indikator penentu (leading indicator) deret input dalam rangka menetapkan deret output. Deret Input Fungsi Transfer deret Output ( X t ) (Y t ) Seluruh Pengaruh lain ( N t ) Gambar 2.1 Konsep Fungsi Transfer Fungsi transfer bivariat ditulis dalam bentuk Dengan : Y t = ν (B) X t + N t (2.8) Y t = Deret output X t = Deret input N t = Faktor yang mempengaruhi Y t (disebut gangguan) 2 k ν (B) = (ν 0 + ν 1 B +ν 2 B +...+ ν k B ), dengan k adalah orde fungsi transfer dan B operator shif mundur Deret input dan output perlu ditrans-formasikan untuk mengatasi ragam yang tidak stasioner, dibedakan untuk mengatasi nilai tengah yang tidak stasioner, serta dihilangkan unsur musimannya. Jadi pada persamaan (2.8) harus merupakan nilai yang telah ditransformasikan. Selanjutnya untuk penulisan persamaan digunakan huruf kecil.

Secara lebih singkat, fungsi transfer ditulis sebagai berikut y t = ω(b) δ (B) x t b + n t (2.9) Atau y t = ω(b) δ (B) x t b + θ (B) a φ(b) t (2.10) Dengan : ω(b) = ω 0 - ω 1 B - ω 2 B -...- ω s B 2 s δ (B) = 1 - δ 1 B - δ 2 B -...- δ r B 2 r θ (B) = 1 - θ 1 B -θ 2 B -...- θ q B 2 q φ (B) = 1 - φ 1 B - φ 2 B -...- φ p B 2 p y t = Nilai Y t yang telah ditransformasikan dan dibedakan x t = Nilai X t yang telah di transformasikan dan dibedakan r,s,p,q dan b = Konstanta Fungsi ν (B) merupakan rasio dari fungsi ω(b) dan δ (B) dan akan mempunyai jumlah suku yang tak terhingga, sehingga akan terdapat bobot ν yang tak terhingga jumlahnya. Dengan demikian persamaan (2.10) merupakan suatu gambaran yang lebih singkat. Dari persamaan (2.8) dapat dilihat bahwa sebagai faktor penentunya adalah konstanta (r,s,b) dan (p,q). Konstanta (r,s,b) menunjukkan parameter dari fungsi transfer yang menghubungkan Y t dan X t, Sedangkan (p,q) merupakan parameter model gangguan. Subskrip (t-b) menunjukkan keterlambatan b periode sebelum x mempengaruhi y atau dapat dikatakan bahwa X t, pertama kali mempengaruhi Y t +b.

Jika persamaan (2.10) telah didefenisikan dan seluruh parameter telah diduga, maka selanjutnya ditentukan model peramalannya. Persamaan (2.10) dikalikan dengan δ (B) dan φ(b), akan menjadi : δ (B) φ (B) y t = φ(b) ω (B) x t b + δ (B) θ (B)a t (2.11) Sebagai contoh, untuk model yang sederhana (1,1,b) (1,1) adalah : y t = (ω 0 ω1b) (1 δ 1 B) x t b + (1 θ 1 B) a (1 φ 1 B) 1 (1 δ 1 B) (1 φ 1 B) y t = (1 φ 1 B) (ω 0 ω1b) x t b + (1 δ 1 B) (1 θ 1 B) a 1 y t =( δ 1 + φ 1 ) y t 1 (δ 1 φ 1 ) y t 2 + ω 0 x t b (ω 0 φ 1 + ω 1 ) x t b 1 + (φ 1 + ω 1 ) x t b 2 + a 1 (δ 1 + θ 1 )a t 1 + (δ 1 θ 1 )a t 2 (2.12) Dengan mengetahui nilai parameter dan nilai y, x dan a dapat dihitung nilai y pada periode yang akan datang. 2.12 Tahapan Pembentukan Model Fungsi Transfer 2.12.1 Mempersiapkan Deret Input dan Output Tahap ini mengidentifikasi apakah data mentah (input dan output) sudah stasioner dalam rataan ataupun ragam. Jika belum stasioner perlu dilakukan pembedaan atau transformasi untuk menghilangkan ketidak stasioneran. Disamping itu deret input atau output perlu dihilangkan pengaruh musiman. Hal ini bukan merupakan syarat mutlak, akan tetapi akan mempengaruhi nilai-nilai (r,s.b) yang dihasilkan.

2.12.1.1 Pemutihan Deret Input ( x t ) Tahap pemutihan deret input dimaksudkan untuk menghilangkan pola yang diketahui agar yang tersisa hanya merupakan white noise. Sebagai contoh, jika deret input dapat dimodelkan dengan ARIMA ( p x,0, q x ) maka deret input dapat didefenisikan sebagai : φ x (B) x t = θ x (B)α t (2.13) Dengan φ x (B) adalah operator autoregresif, θ x (B) adalah operator rataan bergerak dan α t adalah kesalahan acak. Persamaan (2.13) dapat diubah menjadi α = φ x (B) t y t (2.14) θ (B) x 2.12.1.2 Pemutihan Deret Output ( y t ) Fungsi transfer yang dimaksud diatas adalah memetakan x t ke dalam y t. Sehingga apabila diterapkan suatu transformasi pemutihan terhadap x t maka terhadap y t harus diterapkan transformasi yang sama agar dapat mempertahankan integritas hubungan fungsional. Deret y t yang diputihkan akan menjadi β t dengan persamaan berikut β t = φ x (B) y θ x (B) t (2.15)

2.12.1.3 Perhitungan Korelasi Silang dan Korelasi Diri Dalam pemodelan fungsi transfer, korelasi diri mempunyai peranan yang kedua setelah korelasi silang. Korelasi silang digunakan untuk mengetahui hubungan dua deret waktu x dan y (atau dalam bentuk deret waktu yang diputihkan α dan β ) yang salah satu deret ditambahkan (lag) terhadap deret lainnya. Korelasi silang antara x dan y diduga dengan rumus Dengan : r sy (k ) = C sy (k ) S x S y (2.16) r sy (k ) = korelasi silang Antara deret x dan y pada lag ke k C sy (k ) = covarian antara x dan y pada lag ke k S x = standard deviasi deret x S y = standard deviasi deret y k = 0,1,2,3, Untuk menguji tingkat kepercayaan 95% dari nilai korelasi silang diatas. Barlett melakukan pendekatan perhitungan kesalahan baku dengan rumus SE(r xy 1 (k )) = (n k ) 2 (2.17) Atau se rk = 1 n k Dengan : n = Jumlah pengamatan k = Kelambatan (lag)

Untuk perhitungan korelasi diri dapat dilihat dari persamaan (2.3) dan uji Box- Pierce Portmanteau untuk sekumpulan nilai r k didasarkan ada nilai statistik Q yang menyebar mengikuti sebaran khi-kuadrat dengan derajat bebas(m-p-q) m Q = n r 2 (2.18) k =1 Dengan : m n N r k = Lag maksimum = N-d = Jumlah pengamatan asli = Autokorelasi untuk lag ke-k P q = Nilai dari parameter Autoregresif = Nilai Dari Parameter Moving Average (MA) 2.12.1.4 Pendugaan Langsung Bobot Respons Impuls Dari Persamaan (2.9) dengan mengasumsikan b = 0 maka model transfer dapat ditulis y t = ν (B) x t + n t Bila x t Ditransformasikan dengan dan dimasukkan kepersamaan diatas secara keseluruhan maka akan diperoleh φ x (B) y θ x (B) = ν (B) φ x (B) x θ x (B) + φ x (B) n θ x (B) t t t (2.19) Atau β t = ν (B)α t + e t (2.20)

Dengan e t adalah deret gangguan ditransformasikan dan diperkirakan tidak berkorelasi dengan α t. Jika kedua sisi persamaan (2.20) dikalikan α t k dan diambil nilai ekspetasinya, maka diperoleh : E[α t k B 1 ] = ν 0 E[α t k α t ] + ν 1 E[α t k α t 1 ] +... + E[α t k e t ] C αβ (k ) = ν k C αα (t k ) + 0 (2.21) ( α t dan e t diasumsikan bebas) Dengan menyusun kembali persamaan (2.21) maka diperoleh : 2 C αβ (k) r αβ (k)s β ν = = (2.22) k 2 S α S α 2.12.1.5 Penetapan Parameter (r,s,b) Parameter r menunjukkan derajat fungsi δ ( B). s menunjukkan derajat fungsi ω ( B), dan b menunjukkan keterlambatan yang dicatat pada subskrip X t-b pada persamaan (2.10). Perhatikan persamaan (2.8),(2.9) dan penetapan ν (B) x t = ω(b) δ (B) x t b (2.23) Apabila pernyataan ν ( B), ω ( B), δ ( B) diperluas dan koefisien-koefisiennya dibandingkan maka didapatkan hubungan sebagai berikut : Vj = 0 Vj = δ 1 ν j 1 +... + δ r ν j r + ω 0 Vj = δ 1 ν j 1 +... + δ r ν j r - ω j b j<b j=b j=b + 1 b + s Vj = δ 1 ν j 1 +... + δ r ν j r j>b + s (2.24)

Secara Intuitif, nilai b menyatakan bahwa y t tidak dipengaruhi oleh nilai x t sampai periode t+b atau y t = θ x t + θx t 1 + θx t 2 +... + ω 0 x t b s menyatakan untuk beberapa lama deret output deret (y) secara terus menerus dipebgaruhi oleh nilai-nilai baru deret input (x) atau y dipengaruhi oleh ( x t b, x t b 1,, x t b s ) dan r menyatakan bahwa y t berkaitan dengan nilai-nilai sebelumnya sebagai berikut : y dipengaruhi oleh ( y t 1, y t 2, y t 3,, y t r ) Dalam menentukan parameter (r,s,b) dapat digunakan pedoman berikut : a. Sampai lag waktu ke b, korelasi silang tidak berbeda dari nol secara signifikan b. Untuk s lag waktu selanjutnya, korelasi tidak akan memperlihatkan pola yang jelas c. Untuk r lag waktu selanjutnya, korelasi silang akan memperlihatkan suatu pola yang jelas 2.12.1.6 Penaksiran Awal Deret Gangguan (n t ) Perhitungan nilai taksiran awal deret gangguan n t menggunakan rumus berikut : n t = y t ν 0 x t ν 1 x t 1 ν 2 x t 2... ν g x t g (2.25) dengan g didapat dari hasil lag pada korelasi silang

2.12.1.7 Penetapan (p n,q n ) untuk Model ARIMA (p n,q n ) dari Deret Gangguan (n t ) Tahap ini nilai-nilai n t dianalisis dengan cara ARIMA biasa untuk menetukan apakah terdapat model ARIMA (p n, 0, q n ). Untuk menentukan model ARIMA ini digunakan identifikasi fungsi autokorelasi dan korelasi parsial. Dengan cara ini fungsi φ n (B)n 1 = θ n ( (B)a t (2.26) 2.12.2 Penaksiran Parameter Parameter Model 2.12.2.1 Pendugaan Awal Parameter Model Pada tahap ini ditentukan model fungsi transfer secara tentative untuk menaksir nilai awal parameter-parameter ω 0, ω 1,, ω s, δ 1, δ 2,, δ r, φ 1, φ 2,, φ pn dan θ 1,θ 2,,θ qn. Untuk mendapatkan nilai parameter-parameter tersebut digunakan algoritma marquadt dengan iterasi. Misalkan untuk nilai (r,s,b) = (2,2,2) dan deret gangguan mempunyai model ARIMA (2,0,1) model tentative yang digunakan adalah 2 y = (ω ω B ω B ) 0 1 2 t (1 δ 1 B δ 2B 2 ) (1 θ x t 2 + 1 B) a (1 φ 1 B φ 2 B ) 2 t (2.27) Dari model diatas, tahap selanjutnya adalah menaksir nilai awal parameter parameter ω 0, ω 1, ω 2, δ 1, δ 2, φ 1 dan φ 2 dengan memperhatikan hubungan pada persamaan (2.24) dan persamaan Yule Walker.

2.12.2.2 Penaksiran Akhir Parameter Model Dengan menggunakaan algoritma marquadt pada setiap iterasi nilai parameterparameter selalu diperbarui dan dihitung dengan taksiran a t. untuk memilih nilai parameter terbaik, dilihat nilai jumlah kuadrat sisa (JKS) sampai mendekati nilai minimum. 2.12.3 Pemeriksaan Diagnostik Model Pemeriksaan ini dilakukan dengan mempelajari nilai sisa akhir a t dengan deret input yang disesuaikan ( α t ). Jika nilai sisa tidak mempunyai pola tertentu, maka model yang didapatkan sudah bersifat acak. Uji Box-Pierce untuk deret stasioner ARIMA (p, d, q), rumusnya : m X 2 ( df ) = n r 2 (k ) k 1 (2.28) Dengan : n m r(k) df = Jumlah pengamatan = Lag terbesar yang diperhatikan = Autokorelasi pada lag ke- k = derajat bebas (m-p-q) sedangkan untuk nilai sisa α t perhitungannya menjadi m X 2 ( m pn qn ) = (n 1 r s b) r 2 k 1

xli dengan (r, s, b), p n dan q n merupakan parameter fungsi transfer 2.12.4 Peramalan dengan Model Transfer Tujuan peramalan adalah untuk menduga nilai deret waktu untuk masa yang akan dating dengan penyimpangan yang sekecil mungkin. Jika model yang ditetapkan menunjukkan residual yang acakan, maka model itu dapat digunakan untuk maksud peramalan. Model yang digunakan untuk contoh model (1,1,b)(1,1) adalah : y t =( δ 1 + φ 1 ) y t 1 (δ 1 φ 1 ) y t 2 + ω 0 x t b (ω 0 φ 1 + ω 1 ) x t b 1 + (φ 1 + ω 1 ) x t b 2