LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH ( LAKIP ) DINAS KEHUTANAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN TAHUN 2013

dokumen-dokumen yang mirip
INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU) TAHUN 2015 DINAS KEHUTANAN PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU) TAHUN DINAS KEHUTANAN PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

REPETA DEPARTEMEN KEHUTANAN TAHUN 2004

LAPORAN KINERJA DINAS KEHUTANAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN TAHUN 2016

REVITALISASI KEHUTANAN

BAB II. PERENCANAAN KINERJA

tertuang dalam Rencana Strategis (RENSTRA) Kementerian Kehutanan Tahun , implementasi kebijakan prioritas pembangunan yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Memperhatikan pokok-pokok dalam pengelolaan (pengurusan) hutan tersebut, maka telah ditetapkan Visi dan Misi Pembangunan Kehutanan Sumatera Selatan.

PERATURAN BUPATI MUSI RAWAS NOMOR 58 TAHUN 2008 T E N T A N G PENJABARAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS KEHUTANAN KABUPATEN MUSI RAWAS

BUPATI MUSI RAWAS PERATURAN BUPATI MUSI RAWAS NOMOR 58 TAHUN 2008 T E N T A N G

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEHUTANAN. Dekonsentrasi. Pemerintah. Provinsi.

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PERLUASAN DAN PENGELOLAAN LAHAN TA. 2014

BAB 2 Perencanaan Kinerja

INDIKASI LOKASI REHABILITASI HUTAN & LAHAN BAB I PENDAHULUAN

BAB II PERENCANAAN STRATEGIS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 71 TAHUN 2011 TENTANG RINCIAN TUGAS POKOK DINAS KEHUTANAN PROVINSI BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

2. Seksi Pengembangan Sumberdaya Manusia; 3. Seksi Penerapan Teknologi g. Unit Pelaksana Teknis Dinas; h. Jabatan Fungsional.

2011, No.68 2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik Ind

INDIKATOR KINERJA UTAMA DINAS KEHUTANAN PROVINSI LAMPUNG TAHUN

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.6/Menhut-II/2010 TENTANG

GUBERNUR PAPUA PERATURAN GUBERNUR PAPUA

GUBERNUR BANTEN PERATURAN GUBERNUR BANTEN NOMOR 14 TAHUN 2013

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN KEHUTANAN DI MALUKU

PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA KEHUTANAN TINGKAT KABUPATEN/KOTA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

RENCANA KINERJA TAHUNAN

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Timur

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG

2014, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik I

BAB I. PENDAHULUAN. 1 P a g e

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 022 TAHUN 2017 TENTANG TUGAS, POKOK, FUNGSI, DAN URAIAN TUGAS DINAS KEHUTANAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PERLUASAN DAN PENGELOLAAN LAHAN TA. 2013

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: P.36/MENHUT-II/2013 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA KEHUTANAN TINGKAT KABUPATEN/KOTA

PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI KEHUTANAN BAB I PENDAHULUAN

BAB IV. LANDASAN SPESIFIK SRAP REDD+ PROVINSI PAPUA

DISAMPAIKAN OLEH Ir. BEN POLO MAING (Kepala Dinas Kehutanan Provinsi NTT)

Pelayanan Terbaik Menuju Hutan Lestari untuk Kemakmuran Rakyat.

KATA PENGANTAR KEPALA DINAS KEHUTANAN PROVINSI PAPUA, Ir. MARTHEN KAYOI, MM NIP STATISTIK DINAS KEHUTANAN PROVINSI PAPUA i Tahun 2007

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN

PROGRAM/KEGIATAN DINAS KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN DIY KHUSUS URUSAN KEHUTANAN TAHUN 2016

BUPATI LOMBOK BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LOMBOK BARAT,

PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT DINAS KEHUTANAN PROVINSI KALIMANTAN BARAT

PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA. Bab II

I. PENDAHULUAN. kerja dan mendorong pengembangan wilayah dan petumbuhan ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN. b. penyelenggaraan urusan pemerintahan dan pelayanan umum bidang kehutanan;

BAB II. GAMBARAN PELAYANAN SKPD

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.6/Menhut-II/2012 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2000 TENTANG KEWENANGAN PEMERINTAH DAN KEWENANGAN PROPINSI SEBAGAI DAERAH OTONOM *)

RENCANA STRATEGIS DINAS KEHUTANAN TAHUN

BAB III AKUNTABILITAS KINERJA

- 1 - GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG

RENCANA STRATEGIS DINAS KEHUTANAN

PERATURAN DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN MAROS. NOMOR : 05 Tahun 2009 TENTANG KEHUTANAN MASYARAKAT DI KABUPATEN MAROS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MAKALAH PEMBAHASAN EVALUASI KEBIJAKAN NASIONAL PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP DI DAERAH ALIRAN SUNGAI 1) WIDIATMAKA 2)

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.9/Menhut-II/2011P. /Menhut-II/2009 TENTANG

TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat dalam pembangunan dapat diartikan sebagai keikutsertaan masyarakat

Rencana Strategis

RENCANA KERJA (RENJA) DINAS KEHUTANAN PROVINSI LAMPUNG TAHUN 2015

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2009 NOMOR 19 SERI D

PP 62/1998, PENYERAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN DI BIDANG KEHUTANAN KEPADA DAERAH *35837 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP)

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN

TENTANG HUTAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN,

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 95 TAHUN 2008

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.7/Menhut-II/2010P. /Menhut-II/2009 TENTANG

PERATURAN BUPATI TOLITOLI NOMOR 6 TAHUN

RENCANA KERJA (RENJA) TAHUN ANGGARAN 2018

RENCANA KERJA SATUAN KERJA PERANGKAT ACEH (RENJA-SKPA) BAPEDAL ACEH TAHUN 2015

I. PENDAHULUAN. mendukung pertumbuhan ekonomi nasional yang berkeadilan melalui peningkatan

BAB II RENCANA STRATEJIK

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PENGELOLAAN AIR IRIGASI TA. 2014

Laporan Penelitian Implementasi Undang-Undang No. 18 Tahun 2013 dalam Penanggulangan Pembalakan Liar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

Keputusan Menteri Kehutanan No. 31 Tahun 2001 Tentang : Penyelenggaraan Hutan Kemasyarakatan

PENDAHULUAN Latar Belakang

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 26 TAHUN 2005 TENTANG PEDOMAN PEMANFAATAN HUTAN HAK MENTERI KEHUTANAN,

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENJABARAN TUGAS POKOK, FUNGSI, DAN TATA KERJA DINAS PERTANIAN, PERKEBUNAN DAN KEHUTANAN KABUPATEN TEMANGGUNG

BAB I PENDAHULUAN. Kejahatan sebagai fenomena sosial yang terjadi di muka bumi ini mungkin

REKALKUKASI SUMBER DAYA HUTAN INDONESIA TAHUN 2003

HUTAN KEMASYARAKATAN (HKm) Oleh Agus Budhi Prasetyo

I. PENDAHULUAN. Pada tahun 1999 terjadi reformasi institusi kehutanan yang diformalisasikan dalam

BUPATI MADIUN SALINAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN BUPATI MADIUN,

I. PENDAHULUAN. ekonomi. Manfaat hutan tersebut diperoleh apabila hutan terjamin eksistensinya

PEMERINTAH KABUPATEN MUARO JAMBI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan secara proporsional, artinya pelimpahan tanggung jawab akan diikuti

2016, No Kepada 34 Gubernur Pemerintah Provinsi Selaku Wakil Pemerintah; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Su

KESIMPULAN DAN SARAN

PEMERINTAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR. TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA BUNDER

PERATURAN BUPATI SUBANG NOMOR : TAHUN 2008 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN KABUPATEN SUBANG BUPATI SUBANG,

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Transkripsi:

PEMERINTAH PROPINSI KALIMANTAN SELATAN DINAS KEHUTANAN Jalan A. Yani Timur No. 14 Telpon (0511) 4777534, 4772234 Fax (0511) 4772234 Kotak Pos 30 Kode Pos 70713 BANJARBARU www.dishut.kalselprov.go.id / E-mail : dishutkalsel@dephut.go.id LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH ( LAKIP ) DINAS KEHUTANAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN TAHUN 2013 Banjarbaru, Januari 2014

KATA PENGANTAR Alhamdulillahirabbil alamin, puji syukur kita panjatkan ke hadirat Alah SWT, atas rahmat dan ridho-nya, penyusunan LAKIP tahun 2013 ini dapat diselesaikan dengan tepat waktu. Kewajiban menyusun LAKIP didasarkan pada Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 29 tahun 2010. Dinas Kehutanan menyusun Laporan Akuntabilitas Kinerja Dinas Kehutanan (LAKIP Dinas), sebagai laporan pertanggungjawaban Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Selatan dalam mewujudkan visi, misi, dan tujuan organisasi. Melalui LAKIP tahun 2013, Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Selatan melaporkan kinerjanya yang diukur dari pencapaian kinerja sasaran, program, dan kegiatan yang dilakukan pada tahun 2013, sesuai yang tertuang dalam Rencana Stratejik Dinas Kehutanan 2011-2015 dan Rencana Kinerja Dinas Kehutanan Tahun 2013. Pengukuran pencapaian kinerja dilakukan dengan merujuk pada indikator kinerja input, output, dan outcome, yang telah ditetapkan dan direalisasikan pertahun. LAKIP Dinas Kehutanan Tahun 2013 disusun berdasarkan masukan dari seluruh unit kerja lingkup Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Selatan. Laporan ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai seberapa jauh keberhasilan dan kegagalan Dinas Kehutanan dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya pada tahun 2013. Semoga laporan ini dapat bermanfaat. Banjarbaru, Januari 2014. KEPALA DINAS, Ir. H. RACHMADI KURDI, MSi Pembina Utama Madya NIP. 19580114 198403 1 007

DAFTAR ISI HALAMAN KATA PENGANTAR..................... i DAFTAR ISI I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG B. STRUKTUR ORGANISASI C. ASPEK STRATEGIS ORGANISASI II. PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KERJA A. RENCANA STRATEJIK B. RENCANA KINERJA TAHUNAN C. PENETAPAN KINERJA III. AKUNTABILITAS KINERJA A. HASIL PENGUKURAN KINERJA B. ANALISIS AKUNTABILITAS KINERJA C. AKUNTABILITAS KEUANGAN IV. PENUTUP A. KEBERHASILAN PROGRAM DAN KEGIATAN B. PEMECAHAN MASALAH LAMPIRAN.................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................. ii 1 1 2 3 17 17 22 22 24 24 25 29 32 32 32

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Organisasi. Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Selatan merupakan perangkat Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan yang diberi tugas untuk melaksanakan desentralisasi, dekonsentrasi dan perbantuan dari pemerintah pusat. Dalam rangka melaksanakan pelimpahan wewenang tersebut Dinas Kehutanan mempunyai fungsi : Perumusan kebijakan teknis sesuai kebijakan dan peraturan perundangan yang berlaku, penyelenggaraan pemolaan hutan, pengelolaan pemanfaatan hutan, pembinaan dan penyelenggaraan pemanfa-atan hutan, pembinaan pengawasan hutan, penyelenggaraan pengembangan dan perlindungan hutan, pembinaan usaha kehutanan, pembinaan urusan tata usaha, serta pengelolaan Unit Pelaksana teknis Dinas. Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Selatan dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2008 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah Provinsi Kalimantan Selatan (Lembaran Daerah Provinsi Kalimantan Selatan Tahun 2008 Nomor 6) dan Peraturan Gubernur Kalimantan Selatan Nomor 8 Tahun 2008 tentang Pembentukan, Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Dinas dan Badan Provinsi Kalimantan Selatan (Berita Daerah Provinsi Kalimantan Selatan Tahun 2008 Nomor 8). Dan berdasarkan Peraturan Gubernur Kalimantan Selatan Nomor 7 Tahun 2009 tentang Tugas Pokok, Fungsi dan Uraian Tugas Unsur-unsur Organisasi Dinas Kehutanan dan Unit-Unit Pelaksana Teknis Di Lingkungan Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Selatan (Berita Daerah Provinsi Kalimantan Selatan Tahun 2009 Nomor 7), Dinas Kehutanan Propinsi Kalimantan Selatan diberi tugas untuk melaksanakan urusan pemerintahan Daerah di bidang kehutanan sesuai dengan azas otonomi, dekonsentrasi dan tugas pembantuan. Dalam rangka melaksanakan pelimpahan wewenang tersebut Dinas Kehutanan mempunyai fungsi :

1. Perumusan kebijakan teknis di bidang kehutanan sesuai dengan kebijakan yang ditetapkan oleh Gubernur berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 2. Penyelenggaraan urusan pemerintahan dan pelayanan umum di bidang kehutanan. 3. Perumusan kebijakan operasional, pembinaan, pengaturan, fasilitasi dan pelaksanaan pemolaan hutan. 4. Perumusan kebijakan operasional, pembinaan, pengaturan, fasilitasi dan pengembangan produksi hasil hutan. 5. Perumusan kebijakan operasional, pembinaan, pengaturan, fasilitasi dan pelaksanaan rehabilitasi hutan dan lahan. 6. Perumusan kebijakan operasional, pembinaan, pengaturan, fasilitasi dan pelaksanaan pengamanan dan perlindungan serta konservasi hutan. 7. Pembinaan, pengawasan dan pengendalian unit pelaksana teknis. 8. Pengelolaan kegiatan kesekretariatan. Tugas pokok dan fungsi tersebut dilaksanakan oleh unsur-unsur organisasi Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Selatan yang terdiri dari eselon III dan Pejabat Fungsional sebagai berikut : 1. Sekretariat. 2. Bidang Pemolaan Hutan. 3. Bidang Bina Produksi Kehutanan. 4. Bidang Rehabilitasi Hutan dan Lahan. 5. Bidang Perlindungan dan Konservasi Sumberdaya Hutan. 6. Taman Hutan Raya Sultan Adam. 7. Unit Pelayanan Penatausahaan Hasil Hutan Barito Muara. 8. Kelompok Jabatan Fungsional. B. Struktur Organisasi. Struktur Organisasi Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Selatan disusun berdasarkan Peraturan Gubernur Kalimantan Selatan Nomor 8 Tahun 2008 tentang Pembentukan, Organisasi dan Tata Kerja Unit

Pelaksana Teknis Dinas dan Badan Provinsi Kalimantan Selatan (Berita Daerah Provinsi Kalimantan Selatan Tahun 2008 Nomor 8). Organisasi Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Selatan dipimpin oleh Kepala Dinas yang dibantu satu orang Sekretaris, empat orang Kepala Bidang dan dua orang Kepala UPTD serta satu kelompok Pejabat Fungsional. Sekretaris dalam pelaksanaan tugasnya dibantu oleh tiga orang Kepala Sub Bagian, Kepala Bidang dibantu oleh tiga orang Kepala Seksi Kepala UPTD dibantu oleh satu orang Kepala Sub Bagian Tata Usaha dan dua orang Kepala Seksi, sedangkan kelompok Pejabat Fungsional dipimpin satu orang Koordinator yang bertanggung jawab kepada Kepala Dinas. Keberadaan pejabat struktural dan fungsional tersebut merupakan perwujudan jenis dan satuan pekerjaan yang dapat dikelola satu orang pejabat struktural dan fungsional. Struktur Organisasi Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Selatan secara utuh dan rinci disajikan pada Lampiran 1. C. Aspek Strategis Organisasi. 1. Analisis Perencanaan. Sumberdaya hutan di Provinsi Kalimantan Selatan merupakan salah satu diantara potensi lain yang memiliki nilai kekayaan saat ini, hal ini dikarenakan bahwa nilai pemanfaatan sumber daya hutan sangat besar dalam memberikan kontribusi pada daerah, antara lain dari nilai pemanfaatan hutan dapat dihasilkan produk hasil hutan kayu serta produk hasil hutan non kayu. Sumberdaya hutan ini apabila dikelola dengan baik dapat memenuhi kebutuhan secara lokal dan percepatan pemanfaatan dan pengembangan energi alternatif juga membuka peluang usaha dan perluasan lapangan kerja serta kesempatan berusaha mulai dari budidaya, pengolahan dan pemasarannya. Seiring dengan terus meningkatnya pertumbuhan ekonomi daerah, sub sektor kehutanan, Kehutanan saat ini telah mampu

menciptakan peranannya dalam mendukung sektor hilir di Provinsi Kalimantan Selatan. Sebagai konkritnya, saat ini semakin banyak para investor yang hadir untuk mencari peluang dalam usaha pemanfaatan dan pengelolaan hutan di Provinsi Kalimantan Selatan, sebagai contoh pada sektor kehutanan telah dibentuknya pembangunan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) hal ini dimaksud untuk memberikan kepastian kawasan serta kepastian usaha dalam kegiatan pengelolaan hutan, para pengusaha dengan mudah mendapatkan informasi tentang lokasi pemanfaatan kawasan yang akan diakses misalnya, data potensi hutan, data masyarakat sekitar dan dalam hutan serta data sekunder lainnya. Saat ini di Provinsi Kalimantan Selatan terdapat konsensi usaha pemanfaatan hasil hutan kayu (IUPHHK), izin usaha industri primer hasil hutan kayu, serta izin izin sah lainnya. Oleh karenanya unit Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Selatan dalam rangka penyusunan rencana kerja tahun 2013, sesuai perencanaan yang terintegrasi telah meletakan strategi, arah kebijakan, program serta kegiatan-kegiatan untuk dapat memaksimalkan kekuatan dan peluang serta dapat meminimalkan kelemahan dan tantangan yang akan dihadapi dalam mencapai target dan sasaran yang di inginkan. Pada tahun 2013 unit Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Selatan secara komitmen menyusun langkah dalam merevitalisasi sektor kehutanan di Provinsi Kalimantan Selatan antara lain; (1) Revitalisasi akan pengamanan dan perlindungan hutan dalam rangka pemberantasan pencurian kayu dan perdagangan kayu liar di Provinsi Kalimantan Selatan; (2) Merevitalisasi pengembangan hasil hutan non kayu menjadi produk yang memberikan peranan atau kontribusi dalam peningkatan pendapatan ekonomi masyarakat.

(3) Revitalisasi akan rehabilitasi hutan dan lahan, melalui reboisasi dan penghijauan serta pencegahan dan pengendalian konservasi tanah dan air ; (3) Revitalisasi sektor industri terhadap penertiban izin industri primer hasil hutan kayu serta industri hasil hutan non kayu melalui penataan hasil hutan kayu; (4) Revitalisasi peningkatan usaha masyarakat sekitar dan dalam hutan, melalui peningkatan kemampuan sumber daya manusia dalam usaha meningkatkan produktifitas pengelolaan hutan; (5) Revitalisasi akan penggunaan dan pemanfaatan kawasan hutan, melalui terjaganya fungsi kawasan sesuai peruntukannya serta memberikan kepastian status,letak kawasan hutan. 2. Analisis isu-isu strategis. Beberapa isu-isu strategis yang dihadapi saat ini dan menjadi landasan dalam perumusan dan penetapan program, kegiatan pembangunan kehutanan, adalah sebagai berikut : 1) Tingginya gangguan keamanan hutan baik terhadap kawasan maupun hasil-hasilnya, termasuk ancaman pembakaran hutan dan lahan. Gangguan keamanan hutan yang notabene diinterpretasikan adalah perbuatan/tindakan pelanggaran dalam kegiatan kehutanan yang meliputi pencurian kayu, penambangan tanpa izin, perambahan kawasan hutan dan pembakaran hutan dan lahan. Hal ini telah berlangsung lama dan tidak hentinya para pelaku untuk melakukan tindakan-tindakan yang dikategorikan kriminal. Telah dibuat banyak regulasi hukum yang dapat memerangi dan meminimalkan terjadinya gangguan terhadap keamanan hutan dan hasil hutan, namun hal tersebut tidak menjadikan para pelaku untuk berhenti melakukannya.

Berdasarkan interpretasi citra LANDSAT TM 7+ Tahun 2009, terdapat beberapa bagian dari kawasan hutan di Provinsi Kalimantan Selatan yang dapat digolongkan telah terdegradasi, terutama dari sisi fakta tutupan vegetasi. Bagian bagian dari kawasan hutan yang sudah tidak berupa hutan tersebut di atas telah menjadi tanah terbuka, hutan bekas tebangan, semak belukar, kebun dan persawahan, bahkan pemukiman. Kondisi ini akan berpengaruh pada fungsi hidro-orologi Daerah Aliran Sungai (DAS), fungsi konservasi, dan juga pada produktivitas kawasan, serta ketersediaan jasa-jasa lingkungan lainnya. Untuk kawasan Hutan Lindung (HL), degradasi hutan mempunyai akibat yang paling berbahaya terhadap lingkungan karena akan menimbulkan erosi dan pedangkalan sungai, atau bahkan kelongsoran tanah, sehingga sangat diprioritaskan untuk segera direhabilitasi. Untuk kawasan hutan produksi (HP dan HPT) degradasi selain mengakibatkan kerugian sebagaimana hutan lindung, dapat juga mengakibatkan menurunnya produktivitas kawasan, serta nilai total ekonomi kawasan cenderung akan menurun. Degradasi hutan di Provinsi Kalimantan Selatan tersebar pada kawasan-kawasan hutan produksi, hutan lindung, kawasan suaka alam, serta kawasan pelestarian alam. 2) Masih luasnya lahan kritis. Laju kerusakan hutan di Provinsi Kalimantan Selatan salah satunya diindikasikan dengan bertambahnya luas lahan kritis baik di dalam maupun di luar kawasan hutan. Berdasarkan data tahun 2003, luas lahan kritis di Kalimantan Selatan tercatat seluas 555.983 Ha, yang seluas 364,850.72 Ha berada di Dalam Kawasan Hutan dan 191,132.28 Ha berada di Luar Kawasan Hutan. Dalam perkembangannya selanjutnya luas lahan kritis tersebut di atas tentunya telah banyak mengalami perubahan,

baik berupa penambahan luas lahan kritis sebagai akibat pola penggunaan/penutupan lahan yang dipengaruhi aktivitas manusia seperti perambahan/eksploitasi hutan, aktivitas pertambangan, dan pembukaan lahan (land clearing) untuk persiapan lahan maupun pengurangan lahan kritis sebagai dampak pelaksanakan berbagai kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan. Peningkatan luas lahan kritis pada dasarnya merupakan dinamika yang terjadi pada suatu bentang lahan, dan tidak dapat menggambarkan ketidakberhasilan upaya rehabilitasi hutan dan lahan yang telah dilaksanakan sampai dengan saat ini. Semakin luasnya lahan kritis secara umum merupakan akibat dari besarnya kebutuhan akan pemanfaatan sumber daya alam yang ada. Sampai dengan tahun 2009, lahan kritis di Provinsi Kalimantan Selatan tercatat seluas 761.042,50 Hektar (Hasil Review Tahun 2009, BPDAS Barito). Yang mencapai 20,28 % dari luas kawasan Provinsi Kalimantan Selatan, yang seluas 493.281,40 Ha (64,82 %) berada di Dalam Kawasan Hutan dan 267.759,60 Ha (35,18 %) berada di Luar Kawasan Hutan. Lahan kritis di Provinsi Kalimantan Selatan tersebar pada semua kawasan hutan yang ada, di seluruh kabupaten/kota selain Kota Banjarmasin. 3) Belum semua kawasan hutan mantap dan dikelola dalam unit-unit pengelolaan. Kawasan hutan di Provinsi Kalimantan Selatan pada saat ini termasuk belum mantap, karena dari 11 Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) baru 2 (dua) KPH yang ditetapkan yaitu KPH Banjar dan KPH Kotabaru. Kegiatan pemantapan kawasan hutan diarahkan untuk memperoleh status yuridis kawasan hutan baik administrasi maupun fisik di lapangan dan desainnya sebagai dasar pengelolaan hutan secara efisien, lestari dan berkeadilan. Tujuan

dari kegiatan dimaksud adalah untuk memberikan kepastian status, letak dan luas dan batas hutan sesuai fungsinya untuk mewujudkan pengelolaan hutan yang optimal dan lestari; terbentuknya unit pengelolaan hutan serta meningkatnya legalitas dan legitimasi status wilayah pengelolaan hutan. Permasalahan yang dihadapi dalam kegiatan pemantapan kawasan hutan antara lain; penggunaan lahan untuk pembangunan non kehutanan yang semakin meningkat, yang mengakibatkan perubahan tata ruang wilayah yang berimplikasi pada berubahnya kawasan hutan, terdapat perbedaan peta dasar yang digunakan oleh sektor-sektor terkait serta intensitas perambahan hutan masih relatif tinggi, dll. Kegiatan pemantapan kawasan hutan yang perlu dilaksanakan berupa pengukuhan dan penatagunaan kawasan hutan dan pembentukan wilayah pengelolaan dan perubahan kawasan hutan dengan kegiatan utama pembangunan kesatuan pengelolaan hutan (KPH). Sedangkan kegiatan-kegiatan yang merupakan kegiatan pendukung meliputi pengembangan rencana dan statistik kehutanan, inventarisasi hutan dan pengembangan informasi sumberdaya alam dan lingkungan hidup serta perencanaan dan pembinaan prakondisi pengelolaan hutan 4) Kontinyuitas pemungutan iuran kehutanan PSDH dan DR. Pemanfaatan kayu yang dimulai pada tahun 1967 yang didorong dengan diterbitkannya undang-undang tentang Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN), telah menempatkan sektor kehutanan di Kalimantan Selatan sebagai penggerak ekonomi nasional dan daerah. Kalimantan Selatan termasuk salah satu provinsi yang menguasai pasar ekspor kayu tropis dunia yang diawali dengan ekspor kayu bulat/log.

Sejalan dengan berkembangnya industri pengolahan kayu yang sangat pesat sejak ditetapkan kebijakan larangan ekspor kayu bulat tahun 1985, Kalimantan Selatan beralih menjadi provinsi pengekspor kayu olahan seperti Plywood, Moulding, Block Board dan produk industry kayu lainnya. Berbagai kegiatan tersebut telah menghasilkan pemasukan bagi Negara, pemerintah provinsi maupun kabupaten dan kota di seluruh Kalsel yang berasal dari dana reboisasi (DR), provisi sumberdaya hutan (PSDH), iuran hak pengusahaan hutan (IHPH) termasuk hutan tanaman industri (HTI serta denda pelanggaran. Akhir-akhir ini kondisi tersebut menurun sejalan dengan pengurangan jatah tebangan dari hutan alam, termasuk penurunan luasan areal pemanfaatan hasil hutan kayu. Meskipun penerimaan negara dan daerah di bidang kehutanan pada beberapa tahun terakhir relatif sama, namun tidak sebesar dibandingkan dengan penerimaan ketika tingkat produksi kayu sebelumnya yang sangat besar. Akan tetapi kegiatan perekonomian dari usaha-usaha di bidang kehutanan masih tetap memberikan kontribusi penting khususnya pada pembangunan di daerah penghasil kayu dan hasil hutan lainnya. Kondisi selanjutnya, meskipun produksi kayu bulat dari hutan alam cenderung tetap rendah pada beberapa tahun terakhir, namun produksi kayu dari hutan tanaman dan hutan rakyat serta hasil hutan bukan kayu menunjukan peningkatan yang cukup baik. Dengan kondisi demikian diharapkan pemungutan iuran kehutanan dapat berlangsung secara kontinyu. 3. Permasalahan Utama. Keberadaan sumber daya hutan telah menjadi modal utama pembangunan daerah, hal ini memberi dampak positif antara lain terhadap peningkatan devisa, penyerapan tenaga kerja, dan mendorong

pengembangan wilayah dan pertumbuhan ekonomi. Namun dalam pelaksanaan pembangunan kehutanan menghadapi berbagai permasalahan, antara lain : (1) Permasalahan kemiskinan dilihat dari aspek Sumberdaya Hutan. Kemiskinan mempunyai kaitan erat dengan masalah sumber daya alam dan lingkungan hidup. Masyarakat miskin sangat rentan terhadap pola pemanfaatan sumber daya alam dan dan perubahan lingkungan. Masyarakat miskin yang tinggal di daerah pedesaan, daerah pinggiran hutan, sangat tergantung pada sumber daya alam sebagai sumber penghasilan. Masalah utama yang dihadapi masyarakat miskin adalah terbatasnya akses masyarakat miskin terhadap sumber daya alam dan menurunnya mutu lingkungan hidup, baik sebagai sumber mata pencarian maupun sebagai penunjang kehidupan sehari-hari. Masyarakat miskin seringkali terpinggirkan dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya alam. Hal ini terjadi ketika berbagai izin pemanfaatan kawasan hutan telah dikelola oleh badan usaha, keterlibatan masyarakat untuk menentukan haknya diabaikan, pola pemberdayaan Masyarakat Desa Hutan (PMDH) yang harus diakomodir oleh pihak managemen usaha sangat tidak dapat diharapkan, ini adalah sebuah keniscayaan yang dilakukan oleh pelaku-pelaku yang tidak bertanggung jawab dengan hanya mengejar keuntungan semata dan mengabaikan komunitas masyarakat sekitar hutan yang memiliki ketergantungan akan sumber daya hutan. Potensi konflik yang cukup tinggi terhadap pemanfaatan hutan serta nilai tingkat ketergantungan masyarakat terhadap hutan sangat besar, artinya bahwa sebagian besar masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan hutan termasuk kategori miskin, dan sangat tergantung dari kawasan hutan dalam pemanfaatan sebagai areal pertanian dan perladangan.

Kegiatan Masyarakat sekitar hutan banyak berpengaruh terhadap keseimbangan ekosistem hutan, konversi hutan yang dimanfaatkan untuk perladangan, pertanian musiman, serta pemukiman dan mempengaruhi daya dukung lingkungan alam. Sebagian besar masyarakat melakukan pembukaan hutan untuk dijadikan lahan pertanian. Dampak lanjutan dari suatu proses degradasi, sumberdaya hutan di Provinsi Kalimantan Selatan telah mengalami deplesi penurunan nilai sumber daya hutan yang besar dan berdampak langsung terjadinya ancaman bahaya erosi dan kekeringan (2) Rendahnya pengelolaan kawasan terhadap potensi hasil hutan non kayu. Nilai manfaat sumber daya hutan telah memberikan peranan dalam memenuhi kebutuhan masyarakat, pengelolaan dan pemanfaatan hutan yang belum optimal telah memberikan dampak terhadap usaha pendapatan ekonomi masyarakat. Izin pemanfaatan kawasan hutan yang telah dilaksanakan saat ini menunjukkan paradigma yang tidak pernah berubah, dengan hanya berorientasi pada kayu timber product. Namun kenyataan justru kemampuan produktivitas kawasan banyak dihasilkan oleh produk non kayu antara lain rotan, getah, madu maupun pemanfaatan jasa lingkungan. Provinsi Kalimantan Selatan yang memiliki sumber daya hutan tropis cukup berpotensi untuk pemanfaatan hasil hutan non kayu, pengelolaan kawasan belum memberikan kontribusi besar terhadap pendapatan daerah, pengeloaan hasil hutan non kayu rotan hanya dilaksanakan oleh izin-izin perorangan yang secara sporadis, dalam konteks memungut hasil tanpa dilakukan upaya rehabilitasi atau mempertahankan fungsi ekologis dan ekonomis secara kontinyu. (3) Pengelolaan dan Pemanfaatan kawasan yang melebihi daya dukung SDH menyebabkan terjadinya Degradasi dan Deforestasi.

Berkurangnya kawasan hutan khususnya di daerah hulu sungai menyebabkan terganggunya siklus hidrologi yang berdampak pada berkurangnya ketersediaan air tanah, membesarnya aliran permukaan, pedangkalan air sungai, serta banjir, erosi dan sedimentasi. Berbagai kepentingan untuk dapat mengelola dan memanfaatkan hutan merupakan potret terhadap sumberdaya hutan di Provinsi Kalimantan Selatan, tingkat kerusakan terhadap kawasan hutan yang disebabkan oleh okupasi kawasan oleh masyarakat sekitar dan dalam hutan, konversi hutan secara permanen, pembalakan liar (Illegal Logging), kebakaran hutan, penambangan tanpa ijin (Illegal Mining) serta izin pemanfaatan kawasan yang kurang memperhatikan kemampuan dan daya dukungnya. Hal hal tersebut di atas, yang menyebabkan ketidakseimbangan dalam prinsip pengelolaan hutan lestari dan di lain sisi tidak adanya kerja sama dengan masyarakat sekitar hutan sebagai komunitas yang memiliki kesamaan mata pencarian dengan hutan (profesi), keterikatan tempat tinggal bersama, yang memberikan dampak terhadap masalah sosial bagi kesejahteraannya. (4) Menurunnya kepastian kawasan terhadap status, letak serta batas Kawasan Hutan menyebabkan ancaman kerusakan hutan. Konflik kawasan hutan yang berada di Provinsi Kalimantan Selatan, adalah merupakan hal yang paling krusial, perbedaan perspektif terhadap masalah hutan, kawasan hutan dan hasil hutan mengundang dikotomi antara kewenangan pemerintah pusat dan pemerintah daerah terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku saat ini. Secara jelas terlintas bahwa pokok- pokok permasalahan hanya berada pada bagaimana keberadaan kawasan hutan agar dapat dimanfaatkan, dikelola demi kepentingan masyarakat. Dalam Penjelasan Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2003, Tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Pemanfaatan Hutan dan Penggunaan Kawasan

Hutan, telah dijelaskan pada prinsipnya bahwa semua hutan dan kawasan hutan dapat dikelola namun dapat memperhatikan sifat, karakteristik dan keutamaanya, serta tidak dibenarkan mengubah fungsi pokoknya yaitu fungsi konservasi, fungsi lindung dan fungsi produksi. Kegiatan pemantapan kawasan hutan diarahkan untuk memperoleh status yuridis kawasan hutan baik administrasi maupun fisik di lapangan dan designnya sebagai dasar pengelolaan hutan secara efisien, lestari dan berkeadilan. Tujuan dari kegiatan dimaksud adalah untuk memberikan kepastian status, letak dan luas dan batas hutan sesuai fungsinya untuk mewujudkan pengelolaan hutan yang optimal dan lestari; terbentuknya unit pengelolaan hutan serta meningkatnya legalitas dan legitilimasi status wilayah pengelolaan hutan. Permasalahan yang dihadapi dalam kegiatan pemantapan kawasan hutan antara lain; penggunaan lahan untuk pembangunan non kehutanan yang semakin meningkat, adanya pemekaran wilayah dan administrasi pemerintah baik tingkat Provinsi maupun kabupaten yang mengakibatkan perubahan tata ruang wilayah yang berimplikasi pada berubahnya kawasan hutan, terdapat perbedaan peta dasar yang digunakan oleh sektor-sektor terkait serta intensitas perambahan hutan masih relatif tinggi, dll. (5) Pembagian wewenang dan tanggung jawab pengelolaan hutan belum jelas. Otonomi daerah telah mengubah pola hubungan pusat dan daerah. Titik berat otonomi daerah di Kabupaten/Kota mengakibatkan ketidaksiner-gisan tujuan pembangunan yang berkelanjutan sustained development mulai dari otoritas kewenangan sampai dengan tumpang tindih pada setiap penyelenggaraan kewenangan. Hal ini diakibatkan perubahan paradigma pada semua sektor pembangunan, termasuk sektor kehutanan.

Dalam implementasi Undang-Undang nomor 22 Tahun 1999 tentang pemerintah daerah dan Undang-Undang nomor 32 Tahun 2004, sering terdapat daerah yang belum dapat memposisikan diri mana kewenangan pemerintah pusat, kewenangan Provinsi, serta kewenangan Kabupaten / Kota. Oleh karenanya pada sektor kehutanan banyak terdapat tekanan tekanan terhadap sumberdaya hutan akibat belum ada kesepahaman, serta lemahnya landasan peraturan perundang-undangan yang menjembatani pokok permasalahan pembangunan kehutanan daerah meliputi aspek pengurusan, pengelolaan dan pemanfaatan hutan. Sehubungan dengan pengurusan hutan, telah dijelaskan dalam Undang-Undang 41 Tahun 1999 tentang kehutanan, bahwa setiap penyelenggaraan kehutanan harus berasaskan manfaat dan lestari, kerakyatan, keadilan, kebersamaan, keterbukaan dan keterpaduan. Penguasaan hutan oleh negara memberikan wewenang kepada pemerintah (Pusat) untuk : (a) Mengatur dan mengurus seluruh kegiatan yang manyangkut hutan, kawasan hutan dan hasil hutan. (b) Menetapkan status wilayah tertentu sebagai kawasan hutan; dan (c) Mengatur dan menetapkan hubungan-hubungan hukum antara manusia dan hutan serta perbuatan hukum mengenai kehutanan. Hal hal tersebut di atas menerangkan kepentingan pemerintah pusat dalam pengaturan dan pengurusan terhadap hutan, kawasan hutan dan hasil hutan agar dapat memperoleh nilai manfaat yang sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat. Namun sejalan dengan lahirnya Undang Undang Otonomi Daerah pengaturan kehutanan yang semula sifatnya sentralistik, berubah menjadi desentralisasi ke Pemerintah Daerah mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, pengendalian dan pengevaluasian terhadap proses pembangunan daerah.

Sebagai contoh raktek pelaksanaan otonomi daerah yang diejawantakan melalui konsep penataan ruang sebagai bagian dalam percepatan pertumbuhan ekonomi daerah telah menimbulkan kontraversi antara kewenangan pemerintah pusat dan daerah terhadap wilayah kawasan hutan sebagai bagian yang harus dipertahankan. Salah satu masalah yang dihadapi dalam pembangunan dewasa ini adalah cara berfikir atau pendekatan dari sebagian aparat perencana dan pelaksana pembangunan serta masyarakat yang menempatkan aspek ekologi sebagai kendala dalam pembangunan. Dengan acuan berfikir yang dikotomis ini maka proses identifikasi program-program pembangunan sering diwarnai dengan konflik/ pemilihan antara kebutuhan pembangunan di satu sisi dengan keinginan untuk memelihara kelestarian lingkungan hidup pada sisi lainnya. Perhatian yang besar pada pelaksanaan kebijakan penataan ruang yang dijabarkan melalui Undang Undang Nomor 24 Tahun 1992. Daerah diharapkan dapat menyusun perencanaan dengan membagi daerah secara spatial atas peruntukannya antara lain fungsi kawasan lindung, fungsi kawasan budidaya, fungsi kawasan konservasi serta kawasan bukan kehutanan atau areal penggunaan lain. Euforia daerah dalam konsep penyusunan RTRWP, RTRWK telah menjadikan kawasan hutan, untuk dapat dikelola dan dimanfaatkan agar memberikan nilai tambah terhadap ekonomi kerakyatan, peruntukan fungsi kawasan yang mengalami perubahan telah berdampak kepada kerusakan hutan yang tidak berhenti. (6) Meningkatnya Tingkat Pembalakan hutan (Illegal logging) dan penyelundupan kayu menyebabkan terjadinya Degradasi dan Deforestasi di dalam kawasan dan luar kawasan. Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya tentang permasalahan-permasalahan terjadinya penurunan nilai sumber daya hutan, disimpulkan bahwa faktor yang berperan terjadinya kerusakan hutan adalah kurangnya pemahaman tentang hutan dan kehutanan

sebagai fungsi penyangga kehidupan serta penyeimbangan ekosistem. Praktek Illegal logging yang notabene diinterpretasikan adalah perbuatan/tindakan pelanggaran dalam kegiatan kehutanan yang meliputi perizinan, persiapan operasi, kegiatan produksi, pengangkutan, Tata Usaha Kayu (TUK), pengolahan dan pemasaran yang tidak sah. Hal ini telah berlangsung lama dan tidak hentinya para pelaku untuk melakukan tindakan-tindakan yang dikategorikan kriminal, beredarnya regulasi hukum yang dapat memerangi dan meminimalkan terjadinya illegal logging mulai dari, Undang-Undang 41 Tahun 1999 tentang kehutanan, serta Peraturan Pemerintah No.45 Tahun 2004 atas perubahan tentang perubahan atas Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 1985 tentang perlindungan hutan, telah ditegaskan tentang sanki-sanki pelanggaran terhadap kerusakan hutan ketentuan pidana pasal 78 ayat (1) sampai dengan pasal (6), dengan kisaran ancaman paling lama antara 5 tahun sampai dengan 15 tahun, dan denda paling banyak antara Rp.1.500.000.000 sampai dengan Rp. 10.000.000.000. Namun hal tersebut tidak menjadikan para pelaku untuk berhenti melakukan tindakan tindakan pengrusakan terhadap kawasan hutan. Berdasarkan interpretasi citra LANDSAT TM 7 liputan bulan Juni tahun 2009, terdapat bagian- bagian dari kawasan hutan Provinsi Kalimantan Selatan yang dapat digolongkan telah terdegradasi, terutama dari sisi fakta tutupan vegetasi. Bagian bagian dari kawasan hutan yang sudah tidak berupa hutan tersebut diatas telah menjadi tanah terbuka, hutan bekas tebangan, semak belukar, pertambangan, kebun dan persawahan, bahkan pemukiman. Kondisi ini akan berpengaruh pada fungsi hidro-orologi Daerah Aliran Sungai (DAS), fungsi konservasi, dan juga pada produktivitas kawasan, serta ketersediaan jasa-jasa lingkungan lainnya.

Untuk kawasan Hutan Lindung (HL), degradasi hutan mempunyai akibat yang paling berbahaya terhadap lingkungan karena akan menimbulkan erosi dan pedangkalan sungai, atau bahkan kelongsoran tanah, sehingga sangat diprioritaskan untuk segera direhabilitasi. Untuk kawasan hutan produksi (HP dan HPT) degradasi selain mengakibatkan kerugian sebagaimana hutan lindung, dapat juga mengakibatkan menurunnya produktivitas kawasan, serta nilai total ekonomi kawasan cenderung akan menurun.. Degradasi hutan di Provinsi Kalimantan Selatan tersebar pada kawasan-kawasan hutan produksi, hutan lindung, kawasan suaka alam, serta kawasan pelestarian alam.

PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KERJA A. Rencana Stratejik. Pembangunan kehutanan diarahkan untuk meningkatkan pendapatan negara dan masyarakat, memacu pembangunan daerah, memperluas lapangan kerja dan kesempatan berusaha guna meningkatkan kesejahteraan rakyat melalui pengelolaan hutan yang lestari dan selaras dengan kepentingan ekonomi dan sosial. Permasalahan dasar di dalam pengelolaan hutan secara garis besar adalah timbulnya konflik sosial antara masyarakat dengan pengusaha besar yang menimbulkan kesenjangan yang sangat tajam. Oleh karena itu, pola pengelolaan hutan perlu disesuaikan untuk menghilangkan kesenjangan tersebut melalui perubahan orientasi pembangunan kehutanan. Pembangunan kehutanan yang tepat adalah yang menekankan upaya rehabilitasi dan konservasi dengan tujuan utama sumberdaya hutan yang ada harus dikelola untuk tujuan pemulihan lingkungan guna perbaikan kegiatan ekonomi nasional dan ekonomi daerah. Pembangunan kehutanan dilaksanakan atas dasar etika pembangunan yang menjamin keberlanjutan sistem dan fungsi sumberdaya hutan, yang menghargai keterkaitan dan saling ketergantungan antara sumberdaya hutan dengan masyarakat di sekitar hutan. Sistem pembangunan tersebut menempatkan masyarakat terutama masyarakat di sekitar hutan sebagai subyek pembangunan kehutanan. Pembangunan kehutanan seperti ini bertujuan untuk lebih memberdayakan dan meningkatkan keberpihakan kepada masyarakat guna meningkatkan kesejahteraannya, oleh karena itu keberadaan kawasan hutan bukan hanya sebagai sumber daya alam penghasil kayu untuk kepentingan negara dan sebagian kelompok pengusaha akan tetapi juga sebagai penghasil komoditas dan jasa lain bagi masyarakat.

Dalam rangka pelaksanaan program pembangunan kehutanan telah ditetapkan Visi dan Misi Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Selatan, periode 2011 2015 sebagai berikut. A. Visi. Visi Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Selatan ditetapkan : "Terwujudnya pengelolaan kehutanan yang optimal untuk peningkatan kesejahteraan rakyat. Titik berat visi tersebut adalah bahwa Dinas Kehutanan sebagai penyelenggara kehutanan di Kalimantan Selatan mempunyai kewenangan melaksanakan pengelolaan kehutanan dalam rangka memperoleh manfaat yang optimal dan lestari serta bahwa penyelenggaraan kehutanan bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Penetapan Visi Dinas Kehutanan Propinsi Kalsel ini dilandasi : - Bahwa pembangunan kehutanan yang berkelanjutan dan optimal harus menjadi prinsip bagi penyelenggara pembangunan kehutanan serta pengelola hutan - Bahwa hutan yang lestari akan menghasilkan berbagai hasil hutan yang berguna untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. B. Misi. Misi yang ditetapkan dalam rangka mencapai visi adalah sebagai berikut : 1. Mewujudkan perlindungan hutan dan konservasi sumberdaya alam. 2. Meningkatkan rehabilitasi hutan dan lahan. 3. Pemantapan kawasan hutan. 4. Mendukung revitalisasi pemanfaatan hutan dan industri kehutanan. C. Tujuan dan Sasaran 1. Tujuan.

Untuk mewujudkan visi dan misi di atas, ditetapkan tujuan sebagai berikut: 1) Terwujudnya perlindungan hutan dan hasil hutan yang mantap dan komprehensif dengan indikator gangguan keamanan hutan turun 10 % dari tahun 2010. 2) Terehabilitasinya hutan dan lahan kritis di Prov. Kalsel dengan indikator bertambahnya luasan tanaman baru dlm rangka rehabilitasi hutan dan pada akhir tahun 2015 seluas 20.000 Ha. 3) Terwujudnya pengelolaan kawasan hutan di Kalsel dalam unit-unit manajemen dengan indikator Kondisi KPH 2015 sebagai berikut : - KPH Dirancang : 4 unit - KPH penunjukan: 2 unit - KPH model : 5 unit - KPH definitif : - unit 4) Mempertahankan pendapatan dari sub sektor kehutanan dengan indikator PSDH sebesar Rp. 20 Milyar dan DR sebesar 3,000,000 US$ dan DAK Kehutanan dan Kegiatan lainnya teralokasikan di Kab/Kota se-kalsel dari tahun 2011 s/d 2015 sebesar Rp. 50 M 2. Sasaran. Sasaran yang akan dicapai dari pembangunan kehutanan di Propinsi Kalimantan Selatan periode 2011 2015 adalah : 1) Tertanggulanginya gangguan keamanan hutan dan hasil hutan 100 %. 2) Bertambahnya luas tanaman di dalam kawasan lahan Kritis seluas 5.500 Ha. 3) Meningkatnya kemantapan dalam pengelolaan kawasan hutan sebagai dasar penyiapan prakondisi pengelolaan sumberdaya

hutan secara lestari dalam 11 Unit Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH). 4) Tercapainya penerimaan PSDH sebesar Rp. 20 Milyar dan DR sebesar 3.000.000 US $. D. Strategi dan Kebijakan 1. Strategi. Untuk mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan, maka dipilih strategi-strategi sebagai berikut : a. Tujuan terwujudnya perlindungan hutan dan hasil hutan yang mantap dan komprehensif, dicapai dengan melaksanakan strategi : 1) Mengidentifikasi dan memfokuskan penanggulangan terhadap gangguan keamanan hutan pada wilayah-wilayah rawan keamanan hutan. 2) Mendayagunakan pranata/kearifan lokal dan memfasilitasi terbentuknya kelompok masyarakat yang berperan langsung dalam pemberantasan penebangan liar, penanggulangan kebakaran hutan/lahan dan pemberantasan perdagangan kayu illegal. 3) Pengembangan dan promosi pemanfataan jasa lingkungan hutan dalam rangka konservasi hutan. 4) Mengembangkan pemanfaatan jasa lingkungan hutan sebagai sumber ekonomi dari SDH. 5) Melibatkan berbagai instansi pemerintah, swasta dan masyarakat. b. Tujuan terehabilitasinya hutan dan lahan kritis di Prov. Kalsel dicapai dengan melaksanakan strategi : 1) Rehabilitasi hutan dan lahan (RHL) diarahkan untuk memulihkan fungsi hutan dan lahan dengan mendasarkan pada rencana tata ruang, rencana pengelolaan DAS serta mengintegrasikan

dengan rencana pengelolaan sumberdaya air dan pengembangan wisata; 2) Pemilihan teknis, jenis tanaman dan pola tanam dalam RHL dengan mempertimbangkan manfaat ekologi dan ekonomi didasarkan pada fungsi hutan dan lahan, serta kebutuhan dan minat masyarakat setempat dengan mengutamakan jenis unggulan daerah, untuk menciptakan pendapatan masyarakat jangka pendek, menengah dan panjang melalui pola kehutanan terpadu; 3) Mempromosikan upaya konservasi tanah dan air agar dilaksanakan secara terpadu dengan semua jenis penggunaan hutan dan lahan; 4) Konservasi jenis dengan memprioritaskan pada jenis flora dan fauna khas dan langka di suatu daerah; c. Tujuan terwujudnya pengelolaan kawasan hutan di Kalsel dalam unit-unit manajemen, dicapai dengan melaksanakan strategi : 1) Pelaksanaan penataan batas kawasan hutan (baru dan rekonstruksi) untuk memberikan kepastian terhadap batas kawasan hutan. 2) Mendorong percepatan pembentukan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) dalam rangka pengelolaan yang lebih menjamin keamanan dan kelestarian hutan; 3) Peningkatan pemanfaatan hutan produksi. d. Tujuan mempertahankan pendapatan dari sub sektor kehutanan, dicapai dengan melaksanakan strategi : 1) Melaksanakan diversifikasi bahan baku, produk olahan, dan pasar untuk memperoleh nilai tambah yang tinggi dari hasil hutan; 2) Peningkatan tertib peredaran hasil hutan (PUHH) dan iuran kehutanan;

2. Kebijakan. Kebijakan pembangunan kehutanan di Kalimantan Selatan untuk periode tahun 2011 2015 ditetapkan sebagai berikut : 1. Rehabilitasi dan perlindungan sumberdaya hutan; 2. Pemantapan kawasan hutan; 3. Revitalisasi kehutanan; B. Rencana Kinerja Tahunan. Rencana Kinerja Tahunan Tahun 2013 merupakan penjabaran dari sasaran dan program yang telah ditetapkan dalam rencana stratejik, yang akan dilaksanakan oleh Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Selatan melalui berbagai kegiatan tahunan. Dalam Penetapan Kinerja 2013 termuat informasi tentang Sasaran Strategis yang ingin dicapai Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Selatan dalam tahun 2013, indikator kinerja sasaran yang meliputi output dan outcome dan rencana capaiannya. Rencana Kinerja Tahunan Tahun 2013 yang dicanangkan sejak dari awal tahun 2013 meliputi beberapa Sasaran Strategis sebagai berikut : 1. Tertanggulanginya gangguan keamanan hutan dan hasil hutan, dengan Indikator Kinerja berupa Prosentase penyelesaian kasus gangguan keamanan hutan dan hasil hutan 100 %. 2. Bertambahnya luas tanaman di dalam kawasan lahan Kritis, dengan Indikator Kinerja berupa bertambahnya luasan tanaman baru dalam rangka rehabilitasi hutan dan lahan seluas 690 hektar dan jumlah lahan kritis yg tertanami karena rehabilitasi hutan dan lahan seluas 465 hektar; 3. Meningkatnya kemantapan dalam pengelolaan kawasan hutan sebagai dasar penyiapan prakondisi pengelolaan sumberdaya hutan secara lestari dalam 11 Unit Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH), dengan Indikator Kinerja berupa Jumlah Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) di Kalsel yang terbentuk 11 Unit.

4. Tercapainya Penerimaan PSDH dan DR, dengan Indikator Kinerja berupa Jumlah pungutan PSDH sebesar Rp. 4 Milyar dan DR sebesar 600,000 US$ Uraian yang lebih rinci tersaji pada Lampiran 2. tentang Rencana Kinerja Tahunan Tahun 2013. C. Penetapan Kinerja. Penetapan Kinerja 2013 merupakan penjabaran dari sasaran dan program yang telah ditetapkan dalam Rencana Kinerja Tahunan Tahun 2013, yang akan dilaksanakan oleh Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Selatan melalui berbagai program dan kegiatan tahunan. Dalam Penetapan Kinerja 2013 termuat informasi tentang Sasaran Strategis yang ingin dicapai Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Selatan dalam tahun 2013, indikator kinerja sasaran dan rencana capaiannya serta program/kegiatan dan anggaran pendukunganya. Penetapan kinerja yang dicanangkan sejak dari awal tahun 2013 meliputi beberapa program sebagai berikut : 1. Perlindungan dan Konservasi Sumberdaya Hutan, meliputi 2 kegiatan yg dilaksanakan dgn anggaran sebesar Rp. 294.250.000,- 2. Perlindungan dan Konservasi Sumberdaya Alam, meliputi 7 kegiatan yang dilaksanakan dengan anggaran sebesar Rp. 1.056.645.000,- 3. Program Pengendalian Kebakaran Hutan, meliputi 1 kegiatan yang dilaksanakan dengan anggaran sebesar Rp. 662.820.000,- 4. Program Rehabilitasi dan Pemulihan Cadangan SDA, meliputi 1 kegiatan yg dilaksanakan dgn anggaran sebesar Rp. 7.507.734.000,- 5. Program Pemanfaatan Potensi Sumberdaya Hutan, meliputi 4 kegiatan yg dilaksanakan dgn anggaran sebesar Rp. 10.599.958.000,- 6. Program Pembinaan dan Penertiban Industri Hasil Hutan, meliputi 3 kegiatan yg dilaksanakan dgn anggaran sebesar Rp. 317.950.000,-

7. Program Perencanaan Tata Ruang, meliputi 5 kegiatan yang dilaksanakan dengan anggaran sebesar Rp. 1.179.070.000,- 8. Program Pengendalian Pemanfaatan Ruang, meliputi 2 kegiatan yang dilaksanakan dengan anggaran sebesar Rp. 780.933.000,- 9. Program Perencanaan dan Pengembangan Hutan, meliputi 2 kegiatan yang dilaksanakan dengan anggaran sebesar Rp. 450.000.000,- Uraian yang lebih rinci tersaji pada Lampiran 3. tentang Penetapan Kinerja Tahun 2013.

III. AKUNTABILITAS KINERJA Untuk mengetahui kinerja Dinas Kehutanan pada tahun 2013, maka pada laporan ini dilakukan pengukuran kinerja terhadap sasaran strategis yang dilakukan Dinas Kehutanan pada tahun 2013. A. Hasil Pengukuran Kinerja. Pengukuran Kinerja dilakukan terhadap sasaran strategis kegiatan pembangunan yang dilaksanakan pada Tahun 2013. Pengukuran kinerja dimaksudkan untuk menilai keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan kegiatan pembangunan pada Dinas Kehutanan Provinsi Kalsel. Pengukuran Kinerja dilakukan melalui penghitungan realisasi dan target. Hasil pengukuran kinerja terhadap sasaran strategis Dinas Kehutanan pada tahun 2013 adalah sebagai berikut : 1. Sasaran strategis pertama berupa tertanggulanginya gangguan keamanan hutan dan Hasil Hutan. Indikator yang digunakan untuk mengukur keberhasilan kinerja ini adalah prosentase kasus gangguan keamanan hutan dan hasil hutan yang terselesaikan telah tercapai 100% dari target 100.%. 2. Sasaran strategis kedua berupa bertambahnya luas tanaman di dalam kawasan lahan kritis. Indikator yang digunakan untuk mengukur keberhasilan kinerja ini adalah bertambahnya luasan tanaman baru dalam rangka rehabilitasi hutan dan lahan (RHL) telah dilaksanakan seluas 2.972,00 Ha dari target seluas 2.745,00 Ha sehingga kinerjanya tercapai 108,27 % dan jumlah lahan kritis yg tertanami karena rehabilitasi hutan dan lahan ditargetkan seluas 1.125,00 Ha dan tercapai seluas 1.352,00 Ha; sehingga kinerjanya tercapai 120,18 % dan secara kumulatif dari kedua indikator kinerja tersebut tercapai 114,22 %. 3. Sasaran strategis ketiga berupa tercapainya Penerimaan PSDH dan DR. Indikator yang digunakan untuk mengukur keberhasilan kinerja ini adalah Jumlah pungutan PSDH telah direalisasikan sebesar Rp.

3.013.323.182,63 dari target sebesar Rp. 3.000.000.000,- sehingga kinerjanya tercapai 100,44 % dan Jumlah pungutan DR telah direalisasikan sebesar US$ 505,695.39 dari target sebesar US$ 600.000 sehingga kinerjanya tercapai 84,28 % dan secara kumulatif dari kedua indikator kinerja tersebut tercapai sebesar 92,36 %. 4. Sasaran strategis keempat berupa meningkatnya kemantapan dalam pengelolaan kawasan hutan sebagai dasar penyiapan prakondisi pengelolaan sumberdaya hutan secara lestari. Indikator yang digunakan untuk mengukur keberhasilan kinerja ini adalah Jumlah Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) di Kalsel yang terbentuk telah direalisasikan 11 Unit dari target 11 Unit sehingga kinerjanya tercapai 100,00 %. Secara keseluruhan untuk sasaran strategis keempat ini kinerjanya tercapai sebesar 100,00 %. Secara keseluruhan capaian tujuan organisasi yang dilaksanakan dalam 6 Program skornya mencapai 101,65 % B. Analisis Akuntabilitas Kinerja. Hasil pengukuran kinerja terhadap sasaran strategis Dinas Kehutanan pada tahun 2013 adalah sebagai berikut : 1. Sasaran strategis pertama berupa tertanggulanginya gangguan keamanan hutan dan Hasil Hutan. Indikator yang digunakan untuk mengukur keberhasilan kinerja ini adalah prosentase kasus gangguan keamanan hutan dan hasil hutan yang terselesaikan telah tercapai 100% dari target 100.%. Uraian lebih lanjut mengenai keberhasilan pencapaian target ini adalah sebagai berikut: - Kasus-kasus gangguan keamanan hutan telah dapat diselesaikan sampai dengan pemberkasan perkaranya. - Program-program yang telah dilakukan meliputi program perlindungan dan konservasi SDH, program perlindungan dan konservasi SDA, program pengendalian kebakaran hutan.

- Dalam menanggulangi gangguan keamanan hutan dilakukan upaya koordinasi sampai dengan pelaksanaan operasi gabungan dengan Kepolisian. - Hambatan dalam melaksanakan penanggulangan gangguan keamanan hutan adalah keterbatasan personil Polisi Hutan serta sarana prasarananya. 2. Sasaran strategis kedua berupa bertambahnya luas tanaman di dalam kawasan lahan kritis. Indikator yang digunakan untuk mengukur keberhasilan kinerja ini adalah bertambahnya luasan tanaman baru dalam rangka rehabilitasi hutan dan lahan (RHL) telah dilaksanakan seluas 2.927,00 Ha dari target seluas 2.745,00 Ha sehingga kinerjanya tercapai 108,27 % dan jumlah lahan kritis yg tertanami karena rehabilitasi hutan dan lahan ditargetkan seluas 1.125,00 Ha dan tercapai seluas 1.352,00 Ha; sehingga kinerjanya tercapai 120,18 % dan secara kumulatif dari kedua indikator kinerja tersebut tercapai 114,22 %. Uraian lebih lanjut mengenai keberhasilan pencapaian target ini adalah sebagai berikut: - Penanaman tanaman baru telah dilaksanakan baik pada lahan kritis maupun pada lahan milik masyarakat di dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat. - Program-program yang telah dilakukan meliputi program Rehabilitasi Hutan dan Pemulihan Cadangan Sumber Daya Alam dan program pemanfaatan potensi sumber daya hutan. - Dalam melaksanakan kegiatan ini telah dilakukan koordinasi vertikal dengan Kementerian Kehutanan, pemerintah kabupaten/kota dan Instansi di Kabupaten/kota yang menangani urusan kehutanan. - Tidak ditemui hambatan dalam melaksanakan kegiatan di lapangan. 3. Sasaran strategis ketiga berupa tercapainya Penerimaan PSDH dan DR. Indikator yang digunakan untuk mengukur keberhasilan kinerja ini adalah Jumlah pungutan PSDH telah direalisasikan sebesar Rp.

3.013.323.182,63 dari target sebesar Rp. 3.000.000.000,- sehingga kinerjanya tercapai 100,44 % dan Jumlah pungutan DR telah direalisasikan sebesar US$ 505,695.39 dari target sebesar US$ 600.000 sehingga kinerjanya tercapai 84,28 % dan secara kumulatif dari kedua indikator kinerja tersebut tercapai sebesar 92,36 %. Uraian lebih lanjut mengenai keberhasilan pencapaian target ini adalah sebagai berikut: - Berbagai upaya untuk melaksanakan pungutan PSDH dan DR telah dilaksanakan secara optimal. - Program-program yang telah dilakukan meliputi Program Pembinaan dan Penertiban Industri Hasil Hutan dan Program pemanfaatan potensi sumber daya hutan. - Dalam melaksanakan kegiatan ini telah dilakukan koordinasi vertikal dengan Kementerian Kehutanan, pemerintah kabupaten/kota dan Instansi di Kabupaten/kota yang menangani urusan kehutanan. - Tidak ditemukan hambatan dalam melaksanakan tugas ini sehingga penerimaan PSDH melebihi target yang telah ditetapkan. 4. Sasaran strategis keempat berupa meningkatnya kemantapan dalam pengelolaan kawasan hutan sebagai dasar penyiapan prakondisi pengelolaan sumberdaya hutan secara lestari. Indikator yang digunakan untuk mengukur keberhasilan kinerja ini adalah Jumlah Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) di Kalsel yang terbentuk telah direalisasikan 11 Unit dari target 11 Unit sehingga kinerjanya tercapai 100,00 %. Secara keseluruhan untuk sasaran strategis keempat ini kinerjanya tercapai sebesar 100,00 %; Uraian lebih lanjut mengenai keberhasilan pencapaian target ini adalah sebagai berikut: - Berbagai kegiatan telah dilakukan, berupa : Penyusunan Rancang Bangun KPH, Up dating data, Penyusunan Draf Action Plan Pembangunan KPH, Penyusunan Draf Formulasi Kebijakan SDM

KPH, Lokalatih personil KPH dan Sosialisasi Pembangunan KPH pada seluruh Kab/kota. - Program-program yang telah dilakukan meliputi Program Perencanaan Tata Ruang, Program Pengendalian Pemanfaatan Ruang, Program Ruang Terbuka Hijau, Program Peningkatan Kualitas dan Akses Informasi Sumberdaya Alam dan Lingkungan Hidup serta Program Perencanaan dan Pengembangan Hutan. - Dalam melaksanakan kegiatan ini telah dilakukan koordinasi vertikal dengan Kementerian Kehutanan, pemerintah kabupaten/kota dan Instansi di Kabupaten/kota yang menangani urusan kehutanan. - Tidak ada hambatan dalam melaksanakan kegiatan ini. 5. Perbandingan realisasi tiga tahun terakhir. Pencapaian tujuan organisasi selama tiga tahun terakhir disajikan pada tabel 1 berikut : Tabel 1. Realisasi capaian tujuan organisasi 2010 2012. No. SASARAN STRATEGIS REALISASI PADA TAHUN ( % ) 2011 2012 2013 1. Tertanggulanginya gangguan keamanan hutan dan Hasil Hutan 100,00 100,00 100,00 2. Bertambahnya luas tanaman di dalam kawasan lahan kritis 49,54 66,52 100,00 3. Tercapainya penerimaan PSDH dan DR 87,50 108,44 97,60 4. Meningkatnya kemantapan dalam pengelolaan kawasan hutan sebagai dasar penyiapan prakondisi pengelolaan sumberdaya hutan secara lestari 100,00 100,00 100,00 6. Perbandingan realisasi tahun ini dengan target renstra. Perbandingan realisasi tahun 2013 dengan target renstra tahun 2011 2015 disajikan pada tabel 2. Berikut. No. SASARAN TARGET RENSTRA REALISASI TH 2013

1 2 3 4 1. Tertanggulanginya gangguan keamanan hutan 100 % 100 % dan Hasil Hutan 2. Bertambahnya luas tanaman di dalam kawasan lahan kritis 5.500 Ha 2.972 Ha 3. Tercapainya penerimaan PSDH dan DR Rp. 20 M Rp. 3.013.323.182,63 3.000.000 US $ 505,695.39 US $ 4. Meningkatnya kemantapan dalam pengelolaan 11 Unit 11 Unit kawasan hutan sebagai dasar penyiapan prakondisi pengelolaan sumberdaya hutan secara lestari 7. Permasalahan dan Solusi. Penerimaan DR tidak mencapai target yang telah ditetapkan dikarenakan realisasi penebangan sangat tergantung dari permintaan pasar. C. Akuntabilitas Keuangan. 1. Realisasi anggaran setiap sasaran. Pada tahun 2013 untuk melaksanakan setiap sasaran mendapatkan dana baik dari APBD maupun APBN sebagaimana disajikan dalam tabel 3. berikut : Tabel 3. Realisasi anggaran setiap sasaran organisasi pada tahun 2013 No. SASARAN ANGGARAN PAGU (Rp.) REAL (Rp.) % KETE- RANGAN 1 2 3 4 5 6 Tercapainya 3.411.089.250 3.231.676.500 94,74 APBD 1. perlindungan hutan dan hasil hutan 1.300.000.000 1.120.886.350 86.22 APBN 2. Terehabilitasinya hutan 19.699.597.000 16.996.967.632 86,28 APBD dan lahan Kritis 1.428.335.000 1.114.770.400 78,05 APBN Tercapainya 931.445.000 928.178.130 99,65 APBD 3. penerimaan PSDH dan DR 966.865.000 815.015.885 84.29 APBN 4. Terkelolanya kawasan 1.960.003.000 1.885.887.400 96.22 APBD