I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rebung merupakan salah satu bahan makanan yang cukup populer di masyarakat. Rebung pada pemanfaatannya biasa digunakan dalam kuliner atau makanan tradisional masyarakat Indonesia. Rebung bambu tabah merupakan salah satu komoditi yang mulai banyak diminati selain rebung jenis bambu betung (Dendrocalamus asper) dan bambu legi (Gigantochloa ater). Keunggulan dari rebung bambu tabah adalah memiliki kandungan protein sebesar 2,29%, serat lebih tinggi dari pada rebung bambu betung (Dendrocalamus asper) yaitu sebesar 3,14% dan kandungan HCN lebih rendah dari rebung lain sebesar 0,07 mg per 100 g bahan segar (Kencana et al., 2012). Rebung bambu tabah memiliki rasa yang sangat enak, lembut, crispy dan manis. Selain dimanfaatkan sebagai kuliner atau makanan tradisional, rebung bambu tabah dapat diolah menjadi produk simplisia berupa tepung rebung bambu tabah. Hasil penelitian Puspaningrum (2014) menyebutkan bahwa kandungan serat pangan tepung rebung bambu tabah seperti hemiselulosa sebesar 30,99% (bk), selulosa sebesar 37,55% (bk) dan lignin sebesar 4,05% (bk) selain itu pada tepung rebung bambu tabah mengandung komponen oligosakarida yaitu rafinosa (C18H32O16) sebesar 4,55% (bk) dan sukrosa (C12H22O11) sebesar 0,35% (bk). Kandungan serat pangan dan oligosakarida pada tepung rebung bambu tabah dapat dikembangkan sebagai prebiotik. Prebiotik merupakan komponen pada makanan yang tidak dapat dicerna namun mempunyai efek yang menguntungkan karena menstimulasi pertumbuhan 1
2 satu atau beberapa jumlah bakteri di usus yang dapat meningkatkan kesehatan (Gibson dan Roberfoid, 1995). Prebiotik merupakan serat pangan (dietary fibre) yang dapat menjadi substrat bagi mikroba menghasilkan asam lemak rantai pendek atau Short Chain Fatty Acid (SCFA). Menurut Silalahi dan Hutagalung (2002), oligosakarida disebut sebagai prebiotik karena dapat berperan sebagai media yang baik untuk pertumbuhan bakteri yang menguntungkan di dalam saluran pencernaan. Oligosakarida adalah karbohidrat sederhana berantai pendek dengan struktur kimia yang unik, senyawa ini tidak dapat dicerna oleh enzim-enzim pencernaan, sifatnya menyerupai serat pangan, sehingga tidak bisa diserap dalam usus kecil, yang pada gilirannya akan masuk ke usus besar. Selanjutnya akan difermentasi oleh bakteri-bakteri yang menguntungkan di dalam usus besar (kolon). Manning et al. (2004) mengatakan bahwa apapun komponen nutrisi yang mencapai kolon tanpa tercerna berpotensi sebagai prebiotik, namun perkembangan penelitian mengenai prebiotik mengklaim senyawa oligosakarida tak tercerna sebagai prebiotik utama. Senyawa oligosakarida tak tercerna antara lain fructooligosaccharides (FOS), transgalactooligosaccharides (TOS), Isomaltooligosaccharides (IMO), xylooligosaccharides (XOS), soyoligosaccharides (SOS), glucooligosaccharides (GOS), dan lactosucrose. Menurut Surono (2004), di dalam usus besar, bahan prebiotik akan difermentasi oleh bakteri probiotik terutama Bifidobacterium dan Lactobacillus dan menghasilkan asam lemak rantai pendek dalam bentuk asam asetat, propionat, butirat, L-laktat, CO2 dan hidrogen. Asam laktat akan menjadikan kondisi usus menjadi asam sehingga bakteri patogen yang tidak tahan asam akan mati, asam
3 asetat dapat mempengaruhi kadar asam lemak pada darah, asam propionat memiliki peran penting dalam menurunkan kadar gula dalam darah, asam butirat memberikan efek perlindungan terhadap kanker kolon. Diperjelas lagi oleh Tensiska (2008) bahwa fermentasi serat dalam kolon akan menghasilkan produk berupa gas seperti gas H2, dan CO2, serta asam lemak rantai pendek seperti asam asetat, asam propionat dan asam butirat. Proses fermentasi tepung rebung bambu tabah oleh Lactobacillus casei subsp. rhamnosus dapat dilakukan dengan perlakuan lama fermentasi sebesar 0, 6, 12, 18 dan 24 jam, suhu yang digunakan sebesar 37 C dan ph sebesar ± 6,0. Menurut Zainuddin et al. (2008) jumlah sel Lactobacillus casei meningkat pada lama inkubasi 6 dan 12 jam, namun pada lama inkubasi 18 sampai 24 jam pertambahan jumlah sel hampir sama bahkan tetap. Hal ini disebabkan pada lama inkubasi 6 dan 12 jam Lactobacillus casei mengalami fase eksponensial dalam pertumbuhannya, pada fase eksponensial ini pembelahan sel berlangsung cepat, massa menjadi dua kali lipat. Pada lama inkubasi 18 dan 24 jam, pertumbuhannya telah masuk dalam fase stasioner. Pada fase ini pertumbuhan mulai diperlambat dan akhirnya mengalami jumlah bakteri yang berbiak sama dengan jumlah bakteri yang mati dan pada kurva pertumbuhan fase ini menunjukkan garis yang hampir horizontal. Puspaningrum (2014) mengatakan bahwa bakteri asam laktat (BAL) yang di uji secara in vitro dapat tumbuh dengan baik pada media yang ditambah tepung rebung bambu tabah. Rebung bagian atas dan tengah dapat menstimulasi pertumbuhan L. casei subsp. rhamnosus lebih baik dibandingkan dengan Lactobacillus acidophilus, L. brevis, Bifidobacterium bifidum. Pertumbuhan L.
4 casei subsp. rhamnosus tumbuh dengan baik pada MRSB-m pada masing-masing bagian tepung rebung sebanyak 3,1 x 10 10 CFU/g - 5,8 x 10 10 CFU/g. L. brevis mampu tumbuh pada MRSB-m pada masing-masing bagian tepung rebung cukup baik sebanyak 2,6 x 10 10 CFU/g - 5,5 x 10 10 CFU/g. Bifidobacterium tumbuh dengan baik pada MRSB-m pada masing-masing bagian tepung rebung sebanyak 2,6 x 10 10 CFU/g - 3,6 x 10 10 CFU/g. L. acidophilus tumbuh cukup baik pada MRSB-m pada masing-masing bagian tepung rebung sebanyak 2,5 x 10 10 CFU/g - 2,8 x 10 10 CFU/g. Berdasarkan hal tersebut perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap tepung rebung bambu tabah karena berpotensi sebagai prebiotik untuk menghasilkan asam lemak rantai pendek. 1.2 Rumusan Masalah 1. Apakah proses fermentasi tepung rebung bambu tabah oleh Lactobacillus casei subsp. rhamnosus dapat menghasilkan asam lemak rantai pendek? 2. Berapakah jumlah asam lemak rantai pendek yang dihasilkan pada setiap lama fermentasi tepung rebung bambu tabah oleh Lactobacillus casei subsp. rhamnosus? 1.3 Hipotesis 1. Fermentasi tepung rebung bambu tabah oleh Lactobacillus casei subsp. rhamnosus dapat menghasilkan asam lemak rantai pendek. 2. Lama fermentasi tepung rebung bambu tabah oleh Lactobacillus casei subsp. rhamnosus menghasilkan jumlah asam lemak rantai pendek tertentu. 1.4 Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui asam lemak rantai pendek yang dihasilkan dari fermentasi tepung rebung bambu tabah oleh Lactobacillus casei subsp. rhamnosus.
5 2. Untuk mengetahui jumlah asam lemak rantai pendek yang dihasilkan pada setiap lama fermentasi tepung rebung bambu tabah oleh Lactobacillus casei subsp. rhamnosus. 1.5 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dan memberikan informasi ilmiah tentang degradasi tepung rebung bambu tabah oleh Lactobacillus casei subsp. rhamnosus menghasilkan asam lemak rantai pendek selama proses fermentasi.