BAB II KAJIAN TEORITIS 2.1 Prestasi Kerja 2.1.1 Pengertian Prestasi Kerja Setiap perusahaan pada dasarnya menginginkan dan menuntut agar seluruh karyawan selalu menyelesaikan pekerjaannya dengan sebaik mungkin. Tanpa peran aktif karyawan perusahaan tidak dapat mencapai tujuannya dengan maksimal. Pengertian kinerja berasal dari kata job performance/actual performance yang berarti prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang dicapai oleh seseorang. Sebagaimana yang diungkapkan Mangkunegara (2001:67) bahwa kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Dengan demikian seseorang dikatakan berprestasi kerja jika dilihat hasil kerja/kinerjanya sesuai dengan tujuan perusahaan. Seperti yang diungkapkan As ad (1999:48) bahwa prestasi kerja adalah hasil yang dicapai seseorang menurut ukuran yang berlaku untuk pekerjaan yang bersangkutan. Hasibuan (2001:105) juga mengungkapkan bahwa, prestasi kerja adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman dan kesungguhan serta waktu. 7
Dari pendapat diatas, jelas bahwa untuk dapat meraih keberhasilan dalam pekerjaan seseorang perlu... mempunyai kompotensi dan kapabilitas dalam melaksanakan rencana yang telah diharapkan sebelumnya (Husain, 2011:47). Pelaksanaan rencana akan lebih efektif apabila didukung dengan keyakinan dan motivasi yang tinggi. Dengan adanya keyakinan akan mendorong seseorang untuk bertanggung jawab terhadap pekerjaannya sehingga dapat tercapai tujuan perusahaan yang diinginkan. 2.1.2 Penilaian Prestasi Kerja Ukuran terakhir keberhasilan dari suatu departemen personalia adalah prestasi kerja. Karena baik departemen itu sendiri maupun karyawan memerlukan umpan balik atas upayanya masing-masing, dalam konteks ini maka prestasi kerja dari setiap karyawan perlu dinilai. Oleh karena itu Penilaian prestasi kerja dapat dikatakan sebagai proses melalui mana organisasi mengevaluasi atau menilai prestasi kerja karyawannya. Menurut Heidrahman dan Suad Husnan (2002:126), faktor-faktor prestasi kerja yang perlu dinilai adalah sebagai berikut : 1. Kuantitas Kerja. Banyaknya hasil kerja sesuai dengan waktu kerja yang ada, hal yang perlu diperhatikan bukan hasil rutin tetapi seberapa cepat pekerjaan dapat diselesaikan. 2. Kualitas kerja. Mutu hasil kerja yang didasarkan pada standar yang ditetapkan. Biasanya diukur melalui ketepatan, ketelitian, keterampilan, kebersihan hasil kerja.
3. Keandalan. Dapat atau tidaknya karyawan diandalkan adalah kemampuan memenuhi atau mengikuti instruksi, inisiatif, hati-hati, kerajinan dan kerjasama. 4. Inisiatif. Kemampuan mengenali masalah dan mengambil tindakan korektif, memberikan saran-saran untuk peningkatan dan menerima tanggung jawab menyelesaikannya. 5. Kerajinan. Kesediaan melakukan tugas tanpa adanya paksaan dan juga yang bersifat rutin. 6. Sikap. Perilaku karyawan terhadap perusahaan atau atasan atau teman kerja. 7. Kehadiran. Keberadaan karyawan di tempat kerja untuk bekerja sesuai dengan waktu/jam kerja yang telah ditentukan. Pendapat lain yang diungkapkan oleh Siagian (2010 : 230) bahwa terdapat indikator penilaian prestasi kerja dalam memberikan pelayan yaitu ; 1. Kemahiran menempuh prosedur yang telah ditentukan, 2. Sikap menghadapi nasabah, 3. Kecermatan dalam pelayanan, dan 4. Kecepatan menyelesaikan tugas Selain itu pula menurut Darsono dan Siswandoko (2011:124), terdapat lima tipe karakteristik penilaian prestasi kerja (kompetensi), yaitu : 1. Motif, yaitu dorongan untuk bertindak yang berdasarkan kesadaran berfikir konsisten untuk melakukan tindakan, motif datang dari diri sendiri, bersifat individual. Dua sisi motif yaitu dorongan dan tujuan untuk bertindak. 2. Keyakinan, yaitu percaya diri bahwa tindakan yang dilakukan pasti berhasil.
3. Konsep diri, yaitu nilai yang diyakini kebenarannya dimiliki seseorang. 4. Pengetahuan, yaitu informasi dibidang tertentu yang dimiliki seseorang. 5. Keterampilan, yaitu kemampuan fisik dan mental melaksanakan tugas pekerjaan. Pengukuran tentang kinerja tergantung dari jenis pekerjaan dan tujuan dari organisasi perusahaan yang bersangkutan. Kriteria yang diinginkan dalam pengukuran kinerja menurut As ad (1999:63) adalah kuantitas, kualitas,waktu yang dipakai, jabatan yang dipegang, absensi dan keselamatan dalam menjalankan tugas pekerjaan. 2.1.3 Kegunaan Penilaian Prestasi Kerja Penilaian prestasi kerja dapat memperbaiki keputusan-keputusan personalia dan memberikan umpan balik kepada karyawan tentang pelaksanaan kerja mereka. Oleh karena itu kegunaan penilaian prestasi kerja menurut Sedarmayanti (2007 : 264) dalam bukunya Manajemen SDM, dapat dirinci sebagai berikut: 1. Meningkatkan Prestasi Kerja Dengan adanya penilaian, baik pimpinan maupun karyawan memperoleh umpan balik dan mereka dapat memperbaiki pekerjaan / prestasinya. 2. Memberi kesempatan kerja yang adil Penilaian akurat dapat menjamin karyawan memperoleh kesempatan menempati sisi pekerjaan sesuai kemampuannya.
3. Kebutuhan pelatihan dan pengembangan Melalui penilaian prestasi kerja, terdeteksi karyawan yang kemampuannya rendah sehingga memungkinkan adanya program pelatihan untuk meningkatkan kemampuan mereka. 4. Penyesuaian kompensasi. Melalui penilaian, pimpinan dapat mengambil keputusan dalam menentukan perbaikan pemberian kompensasi dan sebagainya. 5. Keputusan promosi dan demosi Hasil penilaian prestasi kerja dapat digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan untuk mempromosikan atau mendemosikan karyawan. 6. Mendiagnosis Kesalahan Desain Pekejaan Prestasi kerja yang jelek mungkin merupakan suatu tanda kesalahan dalam desain pekerjaan. Penilaian prestasi membantu diagnosa kesalahan-kesalahan tersebut. 7. Menilai proses rekrutmen dan Seleksi Prestasi kerja karyawan baru yang rendah dapat mencerminkan adanya penyimpangan proses rekruitmen dan seleksi. Penilaian prestasi kerja pada seluruh karyawan merupakan kegiatan yang harus secara rutin dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan kinerja organisasi secara objektif tepat dan didokumentasikan secara baik cenderung menurunkan potensi penyimpanan yang dilakukan karyawan sehingga kinerja karyawan sesuai dengan yang dibutuhkan perusahaan.
Berdasarkan berbagai teori prestasi kerja yang telah di kemukakan di atas, maka peneliti menetapkan penelitian ini menggunakan teori sebagaimana yang di kemukakan oleh Heidrahman dan Suad Husnan (1990:126), dengan indikatorindikator prestasi kerja diantaranya; 1. Kualitas dan kuantitas kerja, 2. Keandalan, 3. Inisiatif, 4. Kerajinan, 5. Sikap. Dari tujuh indikator yang di kemukakan Heidrahman dan Suad Husnan (1990:126), peneliti hanya memilih lima indikator penelitian prestasi kerja, karena menurut peneliti kelima indikator diatas merupakan indikator yang paling menonjol di lapangan yang dapat digunakan sebagai ukuran penilaian prestasi kerja. 2.2 Insentif 2.2.1 Pengertian Insentif Insentif sebagai sarana motivasi yang mendorong para pegawai untuk bekerja dengan kemampuan yang optimal, yang dimaksudkan sebagai pendapatan ekstra di luar gaji atau upah yang telah ditentukan. Pemberian insentif dimaksudkan agar dapat memenuhi kebutuhan para pegawai dan keluarga mereka. Istilah sistem insentif pada umumnya digunakan untuk menggambarkan rencana-
rencana pembayaran upah yang dikaitkan secara langsung atau tidak langsung dengan berbagai standar kinerja karyawan atau profitabilitas organisasi. Insentif dapat dirumuskan sebagai balas jasa yang memadai kepada pegawai yang prestasinya melebihi standar yang telah ditetapkan. Insentif merupakan suatu faktor pendorong bagi pegawai untuk bekerja lebih baik agar kinerja karyawan dapat meningkat. Untuk memperoleh pengertian yang lebih jelas tentang insentif, di bawah ini ada beberapa ahli manajemen mengemukakan pengertian mengenai insentif. Menurut Malayu S.P Hasibuan (2001:117), mengemukakan bahwa: Insentif adalah tambahan balas jasa yang diberikan kepada karyawan tertentu yang prestasinya di atas prestasi standar. Insentif ini merupakan alat yang dipergunakan pendukung prinsip adil dalam pemberian kompensasi. Menurut Anwar Prabu Mangkunegara (2001:89), bahwa: Insentif adalah suatu bentuk motivasi yang dinyatakan dalam bentuk uang atas dasar kinerja yang tinggi dan juga merupakan rasa pengakuan dari pihak organisasi terhadap kinerja karyawan dan kontribusi terhadap organisasi (perusahaan). Sementara itu, Siagian (2010:268) juga menjelaskan bahwa insentif diberikan guna mendorong produktifitas kerja yang lebih tinggi bagi karyawannya. Selanjutnya Winardi (2001:156), juga mengungkapkan gaji/upah termasuk insentif, penting sebagai sumber umpan balik kinerja untuk kelompok karyawan yang berprestasi tinggi.
Jadi menurut pendapat-pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa, insentif adalah dorongan pada seseorang agar mau bekerja dengan baik dan agar dapat mencapai prestasi kerja yang tinggi sehingga dapat membangkitkan gairah kerja dan motivasi seorang karyawan. Di mana pada prinsipnya pemberian insentif menguntungkan kedua belah pihak. Perusahaan mengharapkan adanya kekuatan atau semangat yang timbul dalam diri penerima insentif yang mendorong mereka untuk bekerja dengan lebih baik dalam arti lebih produktif agar tujuan yang ingin dicapai oleh perusahaan dapat terpenuhi sedangkan bagi karyawan sebagai salah satu alat pemuas kebutuhannya. 2.2.2 Tujuan Pemberian Insentif Tujuan pemberian insentif adalah untuk memenuhi kepentingan berbagai pihak, yaitu: 1. Bagi perusahaan: a) Mempertahankan tenaga kerja yang terampil dan cakap agar loyalitasnya tinggi terhadap perusahaan. b) Mempertahankan dan meningkatkan moral kerja pegawai yang ditunjukkan akan menurunnya tingkat perputaran tenaga kerja dan absensi. c) Meningkatkan produktivitas perusahaan yang berarti hasil produksi bertambah untuk setiap unit per satuan waktu dan penjualan yang meningkat.
2. Bagi pegawai: a) Meningkatkan standar kehidupannya dengan diterimanya pembayaran di luar gaji pokok. b) Meningkatkan semangat kerja pegawai sehingga mendorong mereka untuk berprestasi lebih baik. Setiap orang apabila ditawarkan suatu ganjaran yang memberikan hasil yang cukup menguntungkan bagi mereka, maka ia akan termotivasi untuk memperolehnya. Alat motivasi yang kuat itu adalah dengan memberikan insentif. Pemberian insentif terutama insentif material dimaksudkan agar kebutuhan materi pegawai terpenuhi, dengan terpenuhinya kebutuhan materi itu diharapkan pegawai dapat bekerja lebih baik, cepat dan sesuai dengan standar perusahaan sehingga output yang dihasilkan dapat meningkat daripada input dan akhirnya kinerja pegawai dapat meningkat. Jadi pemberian insentif merupakan sarana motivasi yang dapat merangsang ataupun mendorong pegawai agar dalam diri mereka timbul semangat yang lebih besar untuk berprestasi bagi peningkatan kinerja. 2.2.3 Indikator-Indikator Pemberian Insentif Beberapa cara perhitungan atau pertimbangan dasar penyusunan insentif sebagaimana dikemukakan Robert Bacal (2005:30), adalah sebagai berikut:
1. Kinerja Sistem insentif dengan cara ini langsung mengkaitkan besarnya insentif dengan pekerjaan yang telah ditunjukkan oleh pegawai yang bersangkutan. Berarti besarnya insentif tergantung pada banyak sedikitnya hasil yang dicapai dalam waktu kerja pegawai. Memang dapat dikatakan bahwa dengan cara ini dapat mendorong pegawai yang kurang produktif menjadi lebih produktif dalam pekerjaannya. Di samping itu juga sangat menguntungkan bagi pegawai yang dapat bekerja cepat dan berkemampuan tinggi. 2. Lama Kerja Besarnya insentif ditentukan atas dasar lamanya pegawai melaksanakan atau menyelesaikan suatu pekerjaan. Cara perhitungannya dapat menggunakan per jam, per hari, per minggu ataupun per bulan. Umumnya cara yang diterapkan apabila ada kesulitan dalam menerapkan cara pemberian insentif berdasarkan kinerja. 3. Senioritas Sistem insentif ini didasarkan pada masa kerja atau senioritas pegawai yang bersangkutan dalam suatu organisasi. Dasar pemikirannya adalah pegawai senior, menunjukkan adanya kesetiaan yang tinggi dari pegawai yang bersangkutan pada organisasi di mana mereka bekerja. Semakin senior seorang pegawai semakin tinggi loyalitasnya pada organisasi, dan semakin mantap dan tenangnya dalam organisasi. Kelemahan yang menonjol dari cara ini adalah belum tentu mereka yang senior ini memiliki kemampuan yang tinggi atau menonjol, sehingga mungkin sekali pegawai muda (junior) yang menonjol kemampuannya akan
dipimpin oleh pegawai senior, tetapi tidak menonjol kemampuannya. Mereka menjadi pimpinan bukan karena kemampuannya tetapi karena masa kerjanya. Dalam situasi demikian dapat timbul di mana para pegawai junior yang energik dan mampu tersebut keluar dari perusahaan/instansi. 4. Kebutuhan Cara ini menunjukkan bahwa insentif pada pegawai didasarkan pada tingkat urgensi kebutuhan hidup yang layak dari pegawai. Ini berarti insentif yang diberikan adalah wajar apabila dapat dipergunakan untuk memenuhi sebagian kebutuhan pokok, tidak berlebihan namun tidak berkekurangan. Hal seperti ini memungkinkan pegawai untuk dapat bertahan dalam perusahaan/instansi. 5. Keadilan dan Kelayakan a. Keadilan. Dalam sistem insentif bukanlah harus sama rata tanpa pandang bulu, tetapi harus terkait pada adanya hubungan antara pengorbanan (input) dengan (output), makin tinggi pengorbanan semakin tinggi insentif yang diharapkan, sehingga oleh karenanya yang harus dinilai adalah pengorbanannya yang diperlukan oleh suatu jabatan. Input dari suatu jabatan ditunjukkan oleh spesifikasi yang harus dipenuhi oleh orang yang memangku jabatan tersebut. Oleh karena itu semakin tinggi pula output yang diharapkan. Output ini ditunjukkan oleh insentif yang diterima para pegawai yang bersangkutan, di mana di dalamnya terkandung rasa keadilan yang sangat diperhatikan sekali oleh setiap pegawai penerima insentif tersebut.
b. Kelayakan. Disamping masalah keadilan dalam pemberian insentif tersebut perlu pula diperhatikan masalah kelayakan. Layak pengertiannya membandingkan besarnya insentif dengan perusahaan lain yang bergerak dalam bidang usaha sejenis. Apabila insentif didalam perusahaan yang bersangkutan lebih rendah dibandingkan dengan perusahaan lain, maka perusahaan/instansi akan mendapat kendala yakni berupa menurunnya kinerja pegawai yang dapat diketahui dari berbagai bentuk akibat ketidakpuasan pegawai mengenai insentif tersebut. 6. Evaluasi Jabatan Evaluasi jabatan adalah suatu usaha untuk menentukan dan membandingkan nilai suatu jabatan tertentu dengan nilai jabatan-jabatan lain dalam suatu organisasi. Ini berarti pula penentuan nilai relatif atau harga dari suatu jabatan guna menyusun rangking dalam penentuan insentif. Siagian (2010 : 265 267), mengungkapkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi sistem pemberian insentif adalah Pertama; Tingkat upah dan gaji yang berlaku. Dari berbagai survey, sistem pemberian upah termasuk insentif yang diterapkan oleh berbagai organisasi dalam suatu wilayah tertentu, diketahui adalah tingkat upah dan gaji yang pada umumnya berlaku. Akan tetapi hal ini tidak bisa diterapkan begitu saja oleh organisasi tertentu, hal ini dikaitkan dengan faktor yang harus di pertimbangkan diantaranya ialah langka tidaknya tenaga kerja yang memiliki pengetahuan dan keterampilan khusus dan sangat dibutuhkan oleh organisasi yang bersangkutan.
Kedua; Tuntutan serikat pekerja. Serikat pekerja berperan dalam mengajukan tuntutan tingkat upah dan gaji termasuk insentif yang lebih tinggi dari tingkat yang berlaku. Tuntutan serikat pekerja ini dapat disebabkan oleh berbagai faktor, misalnya dalam usaha untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan para anggotanya, atau karena situasi yang memungkinkan perubahan dalam struktur upah dan gaji. Ketiga; Produktifitas. Agar mampu mencapai tujuan dan berbagai sasarannya, suatu organisasi memerlukan tenaga kerja yang produktif. Hal ini menggambarkan bahwa kaitan yang sangat erat antara tingkat upah ataupun pemberian insentif dengan tingkat produktivitas kerja. Keempat; Kebijaksanaan organisasi mengenai upah dan gaji. Kebijaksanaan suatu organisasi mengenai upah dan gaji karyawan tercermin dari jumlah pendapatan yang mereka peroleh. Bukan hanya gaji pokok yang mereka peroleh, akan tetapi dari kebijaksanaan tersebut mencakup tunjangan, bonus, dan insentif. Bahkan kebijaksanaan tentang kenaikan gaji berkala perlu mendapat perhatian khusus dari pihak manajemen. Kelima; Peraturan Perundang-undangan. Pemerintah berkepentingan dalam bidang ketenagakerjaan, seperti tingkat upah minimum, upah lembur, jumlah jam kerja dan lain sebagainya di atur dalam perundang-undangan. Sama halnya dengan prestasi kerja, maka untuk insentif sendiri dalam penelitian ini peneliti menggunakan indikator-indikator untuk menilai pemberian insentif sesuai dengan pendapat dari Robert Bacal (2005 : 30) yang mengungkapkan bahwa terdapat beberapa indikator dari pemberian insentif,
akan tetapi peneliti hanya memilih lima indikator yang dapat dijadikan alat ukur untuk penilaian insentif itu sendiri, yang meliputi: 1. Keadilan/kelayakan, 2. Lama kerja, 3. Kebutuhan, 4. Senioritas 5. Evaluasi jabatan. 2.3 Pengaruh Insentif Terhadap Prestasi Kerja Telah dijelaskan sebelumnya bahwa manajemen sumber daya manusia yang efektif sangat erat kaitannya dengan pencapaian berbagai sasaran, baik berupa sasaran organisasional, sasaran sosial dan kepentingan karyawan. Untuk mencapai sasaran tersebut, memang beban organisasi sepanjang pemenuhan kewajibannya pada karyawan semakin beragam dan semakin berat. Secara teoretis terdapat beberapa faktor yang sangat mempengaruhi prestasi kerja karyawan. Hal ini sebagaimana dikemukakan Siagian (2005:269) yang menjelaskan bahwa prestasi kerja dapat ditentukan oleh penerapan sistem insentif pada suatu perusahaan yang dapat ditempuh melalui beberapa cara, diantaranya sebagai berikut: 1) Piecework. Merupakan salah satu teknik yang lumrah digunakan untuk mendorong karyawan meningkatkan produktivitas kerjanya adalah dengan jalan memberikan insentif finansial berdasarkan hasil pekerjaan karyawan. 2) Bonus. Insentif dalam bentuk diberikan pada karyawan yang mampu bekerja sedemikian rupa sehingga tingkat produksi dapat terlampaui.
3) Komisi. Pada dasarnya ada dua bentuk sistem ini, pertama, karyawan memperoleh gaji pokok, tetapi penghasilannya dapat bertambah dengan bonus yang diberikan karena keberhasilan tugas. Kedua, karyawan memperoleh penghasilan semata-mata karena komisi dari perusahaan. 2.4 Kerangka Pikir Sumber daya manusia yang dimiliki oleh setiap perusahaan menginginkan adanya nilai tambah dari hasil kerja yang mereka lakukan. Hal ini dapat dilakukan oleh manajemen dengan jalan pemberian insentif untuk karyawan yang kinerjanya sesuai dengan yang telah ditetapkan perusahaan. Insentif sebagai faktor motivasi yang mendorong para karyawan untuk terus berupaya bekerja dengan kemampuan yang optimal. Adapun yang dimaksudkan sebagai insentif adalah pendapatan ekstra di luar gaji atau upah yang telah ditentukan. Dalam konteks penelitian ini yang menjadi indikator pemberian insentif yaitu : keadilan, lama kerja, kebutuhan, senioritas, serta evaluasi jabatan. Selanjutnya dalam konteks penelitian ini akan melihat seberapa besar pengaruh insentif terhadap prestasi kerja. Prestasi kerja merupakan hasil kerja atau pencapaian hasil penjualan setiap karyawan yang diperoleh dalam periode tertentu. Dalam hal ini prestasi kerja dapat ditentukan oleh beberapa indikator, meliputi : kualitas dan kuantitas kerja, keandalan, inisiatif, kerajinan dan sikap. Pentingnya pemberian insentif untuk meningkatkan prestasi kerja merupakan hal yang perlu diperhatikan oleh perusahaan, sehingga dapat memberikan manfaat
bagi kedua belah pihak, baik bagi setiap karyawan itu sendiri maupun terhadap perusahaan dalam pencapaian target yang telah ditetapkan. Berdasarkan penjelasan di atas, maka peneliti dapat menggambarkan bagan kerangka pikir penelitian sebagai berikut : PEMBERIAN INSENTIF (X) 1. Keadilan 2. Lama Kerja 3. Kebutuhan 4. Senioritas 5. Evaluasi Jabatan Heidrahman & Suad Husnan (2002:126) PRESTASI KERJA (Y) 1. Kualitas/Kuantitas 2. Keandalan 3. Inisiatif 4. Kerajinan 5. Sikap Robert Bacal (2005:30) Meningkatnya Volume Penjualan Gambar 1. Kerangka Pikir 2.5 Hipotesis Menurut Arikunto (1997:94) hipotesis adalah jawaban yang sifatnya sementara terhadap permasalahan penelitian sampai terbukti melalui data yang terkumpul. Berdasarkan rumusan masalah dan kerangka pikir di atas, maka hipotesis yang diangkat dalam penelitian ini adalah diduga terdapat pengaruh signifikan antara insentif terhadap prestasi kerja karyawan PT. Putra Sulawesi Sejati Perkasa Cabang Gorontalo.