BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III BAHAN, ALAT, DAN CARA KERJA. Aminofilin (Jilin, China), teofilin (Jilin, China), isopropil miristat (Cognis

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. membentuk konsistensi setengah padat dan nyaman digunakan saat

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Karakterisasi Fisik Vitamin C

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Penelitian dilakukan di laboratorium Farmasetika, Farmakologi, Kimia

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Alat-alat gelas, Neraca Analitik (Adam AFA-210 LC), Viskometer

PENGARUH BENTUK SEDIAAN KRIM, GEL, DAN SALEP TERHADAP PENETRASI AMINOFILIN SEBAGAI ANTISELULIT SECARA IN VITRO MENGGUNAKAN SEL DIFUSI FRANZ

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 3 PERCOBAAN. 3.3 Hewan Percobaan 3 ekor Kelinci albino galur New Zealand dengan usia ± 3 bulan, bobot minimal 2,5 kg, dan jenis kelamin jantan.

Kode Bahan Nama Bahan Kegunaan Per wadah Per bets

BAB 3 PERCOBAAN. 3.3 Mikroorganisme Uji Propionibacterium acnes (koleksi Laboratorium Mikrobiologi FKUI Jakarta)

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Optimasi pembuatan mikrokapsul alginat kosong sebagai uji

PENGARUH ASAM OLEAT TERHADAP LAJU DIFUSI GEL PIROKSIKAM BASIS AQUPEC 505 HV IN VITRO

3 METODOLOGI PENELITIAN

FORMULASI SEDIAAN SEMISOLIDA

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

FORMULASI LOTION EKSTRAK BUAH RASPBERRY(Rubus rosifolius) DENGAN VARIASI KONSENTRASI TRIETANOLAMIN SEBAGAI EMULGATOR SERTA UJI HEDONIK TERHADAP LOTION

FORMULASI DAN UJI STABILITAS FISIK KRIM SUSU KUDA SUMBAWA DENGAN EMULGATOR NONIONIK DAN ANIONIK

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN

EMULSI FARMASI. PHARM.DR. JOSHITA DJAJADISASTRA, MS, PhD

Uji Penetrasi Asam Glikolat 8% sebagai Sediaan Kosmetika Pelembab Kulit dalam Bentuk Krim O/W, Krim W/O dan Gel

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Evaluasi kestabilan formula krim antifungi ekstrak etanol rimpang

Lampiran 1. Surat keterangan hasil identifikasi tumbuhan jahe merah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG [1] Tidak diperkenankan mengumumkan, memublikasikan, memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini

Pembuatan Basis Krim VCO (Virgin Coconut Oil) Menggunakan Microwave Oven

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sehingga kosmetika menjadi stabil (Wasitaatmadja,1997).

SUSPENSI DAN EMULSI Mata Kuliah : Preskripsi (2 SKS) Dosen : Kuni Zu aimah B., S.Farm., M.Farm., Apt.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan rancangan penelitian eksperimental dengan

1. Formula sediaan salep dengan golongan basis salep hidrokarbon atau berlemak

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Pusat Teknologi Farmasi dan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Palu, Sulawesi Tengah, Indonesia. Tanaman ini termasuk jenis tumbuhan dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ultra Violet/UV (λ nm), sinar tampak (λ nm) dan sinar

KELOMPOK 4 : SEDIAAN GEL

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

PENGARUH DIMETIL SULFOKSIDA (DMSO) TERHADAP PENETRASI KRIM ASAM KOJAT SECARA IN VITRO. Sity Muzdalifah Dali, Robert Tungadi, Dewi Rahmawaty Moo *)

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Bahan Baku Ibuprofen

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDALA SURABAYA

PEMBUATAN DAN CARA EVALUASI SEDIAAN KRIM. I. TUJUAN Untuk mengetahui cara pembuatan dan evaluasi sediaan krim.

SALEP, KRIM, GEL, PASTA Dosen : Kuni Zu aimah B., S.Farm., M.Farm., Apt. Mata Kuliah : Preskripsi (2 SKS)


Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kecil daripada jaringan kulit lainnya. Dengan demikian, sifat barrier stratum korneum

PENGARUH KONSENTRASI PROPILEN GLIKOL TERHADAP STABILITAS FISIK KRIM ANTIOKSIDAN FITOSOM EKSTRAK KULIT BUAH KAKAO (Theobroma cacao L.

Lampiran 1. Flowsheet Rancangan Percobaan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil Pengamatan dan Hasil Ekstrak Daun Binahong (Anredera cordifolia

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil percobaan pendahuluan, ditentukan lima formula

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

3 METODOLOGI PENELITIAN

LAPORAN PRAKTIKUM FARMASETIKA I

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Selulit (Gynoid limphodystrophy) merupakan suatu kondisi berupa

Stabilitas didefinisikan sebagai kemampuan suatu produk obat atau kosmetik untuk bertahan dalam batas spesifikasi yang ditetapkan sepanjang periode

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Timbangan analitik EB-330 (Shimadzu, Jepang), spektrofotometer UV

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA

BAB II METODE PENELITIAN. A. Kategori Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan metode eksperimental

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Hasil dari penelitian ini berupa hasil dari pembuatan gliserol hasil samping

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

3 Percobaan. Untuk menentukan berat jenis zeolit digunakan larutan benzena (C 6 H 6 ).

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

BAB IV PROSEDUR KERJA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Munculnya kerutan halus pada wajah, timbul spot-spot hitam, merupakan ciri-ciri

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PENGARUH PENAMBAHAN ALPHA HYDROXY ACID TERHADAP LAJU PENETRASI IN VITRO KAFEIN SEBAGAI GEL ANTISELULIT

BAB I PENDAHULUAN. pelindung, maupun pembalut penyumbat (Lachman, dkk., 1994). Salah satu bahan

FORMULASI DAN TEKNOLOGI SEDIAAN SEMI SOLID GEL LAPORAN PRAKTIKUM FORMULASI DAN TEKNOLOGI SEDIAAN SEMI SOLID GEL

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Evaluasi kestabilan dari formula Hair Tonic sari lidah buaya (Aloe vera L.) dengan

PEMBAHASAN. I. Definisi

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. L.) yang diperoleh dari Pasar Sederhana, Kelurahan. Cipaganti, Kecamatan Coblong dan Pasar Ciroyom, Kelurahan Ciroyom,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. penentuan rancangan formula krim antinyamuk akar wangi (Vetivera zizanioidesi

Cyntia Wahyuningrum, Joshita Djajadisastra, Raditya Iswandana Fakultas Farmasi, Universitas Indonesia

METODE. = hasil pengamatan pada ulangan ke-j dari perlakuan penambahan madu taraf ke-i µ = nilai rataan umum

UJI STABILITAS FISIK DAN KIMIA SEDIAAN SIRUP RACIKAN

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorium.

PENGARUH PENGGUNAAN EMOLIEN PRIMER DAN SEKUNDER TERHADAP PENETRASI VITAMIN E ASETAT BERDASARKAN KOEFISIEN PARTISI KE DALAM KULIT SECARA IN VITRO

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelarutan Ibuprofen dalam Minyak, Surfaktan, dan Kosurfaktan Formulasi Self-nanoemulsifying Drug Delivery System

Lampiran 1. Hasil identifikasi sampel

Tahapan-tahapan disintegrasi, disolusi, dan difusi obat.

LAMPIRAN. Lampiran 1 Data kalibrasi piroksikam dalam medium lambung ph 1,2. NO C (mcg/ml) =X A (nm) = Y X.Y X 2 Y 2

BAB I PENDAHULUAN. Kulit merupakan jaringan pelindung yang lentur dan elastis, yang

BAB 3 METODE PENELITIAN. 3.1 Alat Alat Adapun alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah: Alat-alat Gelas.

RONAL SIMANJUNTAK DIFUSI VITAMIN C DARI SEDIAAN GEL DAN KRIM PADA BERBAGAI ph PROGRAM STUDI SAINS DAN TEKNOLOGI FARMASI

FORMULASI DAN ANALISIS KUALITAS SEDIAAN SALEP MATA DENGAN BAHAN AKTIF CIPROFLOXACIN. Atikah Afiifah, Dapid Caniago, Rahmah Restiya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lunak yang dapat larut dalam saluran cerna. Tergantung formulasinya kapsul terbagi

Jurnal Kesehatan Volume VII No. 2/2014

EFEK PENINGKAT PENETRASI DIMETILSULFOKSIDA TERHADAP LAJU DIFUSI PADA SEDIAAN GEL KLINDAMISIN HIDROKLORIDA SECARA IN VITRO

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB III BAHAN, ALAT DAN CARA KERJA

COSMETIC STABILITY. Rabu, 18 Nopember 2004, Hotel Menara Peninsula, Slipi, Jakarta

Pot III : Pot plastik tertutup tanpa diberi silika gel. Pot IV : Pot plastik tertutup dengan diberi silika gel

Transkripsi:

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Hasil Evaluasi Sediaan a. Hasil pengamatan organoleptis Hasil pengamatan organoleptis menunjukkan krim berwarna putih dan berbau khas, gel tidak berwarna atau transparan tidak berbau, dan salep berwarna kuning berbau khas. Hasil pengamatan organoleptis ditunjukkan pada Tabel 4 dan Gambar 6. b. Hasil pemeriksaan homogenitas Hasil ini menunjukkan bahwa ketiga sediaan memiliki homogenitas yang baik, tidak mengalami perubahan, dan tetap menunjukkan susunan yang homogen. Hasil pengamatan homogenitas ditunjukkan pada Tabel 4. c. Hasil pengukuran ph sediaan Hasil pengukuran menunjukkan bahwa ph sediaan memenuhi kriteria ph kulit, yaitu berada dalam interval ph 4,5 6,5. Hasil pengukuran ph ditunjukkan pada Tabel 4. 32

d. Hasil pengukuran viskositas Hasil pengukuran viskositas ketiga sediaan ditunjukkan pada Tabel 5. Dari kurva sifat alir yang terbentuk menunjukkan sifat alir sediaan krim dan gel pseudoplastis tiksotropik, sedangkan salep plastis tiksotropik. Kurva sifat alir ketiga sediaan dapat dilihat pada Gambar 7-9. e. Hasil pemeriksaan konsistensi Pemeriksaan konsistensi diukur menggunakan alat penetrometer. Hasil pemeriksaan konsistensi sediaan dapat dilihat pada Tabel 6. f. Hasil pengukuran diameter global rata-rata Hasil pengukuran diameter globul sediaan dapat dilihat pada Tabel 4. Foto mikroskopik diameter globul krim dan salep dapat dilihat pada Gambar 10. g. Uji stabilitas sediaan fisik Ketiga sediaan menunjukkan hasil yang stabil pada pengamatan cycling test. Pada uji mekanik hanya gel yang menunjukkan hasil yang stabil, sedangkan krim dan salep menunjukkan pemisahan fase. Hasil pengamatan stabilitas sediaan dapat dilihat pada Tabel 7-8 dan Gambar 11-12. 33

2. Hasil Uji Penetrasi Secara In Vitro a. Membran Membran yang digunakan dalam penelitian ini adalah membran perut tikus Sprague-Dawley dengan berat ± 150 gram yang berumur 8-10 minggu. Ketebalan membran 0,6 ± 0,1 mm dengan luas 1,389 cm 2. b. Pembuatan kurva kalibrasi Kurva serapan teofilin 10 ppm dalam larutan dapar fosfat ph 7,4 pada spektrofotometer UV-Vis menunjukkan λmax pada panjang gelombang 272,5 nm. Spektrum serapan teofilin 10 ppm dalam dapar fosfat ph 7,4 dapat dilihat pada Gambar 13. Data kurva kalibrasi teofilin dalam dapar fosfat ph 7,4 dapat dilihat pada Tabel 9 dan kurva kalibrasinya ditunjukkan pada Gambar 14. Persamaan regresi yang diperoleh yaitu: y = 0,005164 + 0,055271x dengan r = 0,99985 c. Penetapan kadar teofilin dalam aminofilin Kadar teofilin dalam aminofilin yang didapat dari perhitungan adalah sebesar 85,68%. Spektrum dan data serapan aminofilin 10 ppm dalam dapar fosfat ph 7,4 dapat dilihat pada Gambar 15 dan Tabel 10. 34

d. Uji penetrasi aminofilin Jumlah kumulatif aminofilin yang terpenetrasi melalui kulit tikus dari sediaan krim selama uji penetrasi 8 jam adalah 2104,13 ± 17,00 μg/cm 2, gel 3779,51 ± 25,96 μg/cm 2, dan salep 518,24 ± 21,22 μg/cm 2. Persentase jumlah kumulatif aminofilin yang terpenetrasi dari sediaan krim adalah 14,62 ± 0,12%, gel 26,25 ± 0,18%, dan salep 3,60 ± 0,15%. Fluks aminofilin dari sediaan krim adalah 263,02 ± 2,13 µgcm -2 jam -1, gel 472,44 ± 3,24 µgcm -2 jam -1, dan salep 64,78 ± 2,65 µgcm -2 jam -1. Hasil uji penetrasi aminofilin dalam larutan penerima dapar fosfat ph 7,4 dapat dilihat pada Tabel 11-13 dan Gambar 16-17. B. PEMBAHASAN 1. Pembuatan Sediaan a. Krim Basis krim dibuat menggunakan isopropil miristat yang merupakan emolien yang dapat berfungsi sebagai peningkat penetrasi. Setil alkohol digunakan sebagai emolien dan agen pengemulsi. Steareth-2 dan steareth-21 adalah surfaktan nonionik yang merupakan emulgator untuk mengemulsikan minyak dalam fase air. Asam sitrat digunakan untuk 35

menurunkan ph, sedangkan metil paraben dan propil paraben digunakan sebagai pengawet. b. Gel Sediaan gel dibuat menggunakan HPMC 4000 sebagai gelling agent. Propilen glikol digunakan sebagai humektan dan asam sitrat digunakan untuk menurunkan ph sediaan. Penggunaan metil paraben dan propil paraben sebagai pengawet untuk menghindari pertumbuhan mikroba karena adanya kandungan air dalam jumlah besar. c. Salep Pada pembuatan salep dibuat basis absorpsi menggunakan adeps lanae yang memungkinkan adanya pencampuran dengan air membentuk emulsi air dan minyak. Hal ini dilakukan karena untuk melarutkan aminofilin dalam basis dibutuhkan air. Paraffin cair digunakan sebagai emolien dan asam sitrat digunakan untuk menurunkan ph sediaan. Penggunaan BHT sebagai antioksidan untuk menghindari terjadinya oksidasi karena besarnya kandungan fase minyak dalam sediaan. Metil paraben dan propil paraben digunakan sebagai pengawet. 36

2. Evaluasi a. Pengamatan organoleptis Hasil pemeriksaan organoleptis krim, gel, dan salep tidak menunjukkan pemisahan fase, perubahan warna maupun perubahan bau selama masa penyimpanan. b. Pemeriksaan homogenitas Hasil pemeriksaan homogenitas dari sediaan krim, gel, dan salep menunjukkan bahwa ketiga sediaan memiliki homogenitas yang baik. c. Pengukuran ph Hasil pengukuran ph sediaan memenuhi kriteria ph kulit yaitu berada dalam interval ph 4,5-6,5. Dalam penelitian ini, peneliti mengatur ph dengan penambahan asam sitrat, karena pada ketiga bentuk sediaan sebelum ditambahkan asam sitrat memiliki ph di atas 7, hal ini disebabkan karena aminofilin sebagai zat aktif bersifat basa lemah. Jika ph sediaan berada diluar rentang ph kulit 4.5-6.5, dikhawatirkan akan menyebabkan kulit bersisik. Pada sediaan salep, pengukuran ph agak sulit dilakukan karena sedikitnya kandungan air membuat pengukuran dengan ph meter tidak memberikan hasil yang konstan. Untuk itu dilakukan pula pengukuran ph dengan menggunakan indikator universal untuk meyakinkan bahwa ph sediaan salep berada pada interval ph kulit. 37

d. Pengukuran viskositas Viskositas adalah suatu pernyataan tahanan dari suatu cairan untuk mengalir, makin tinggi viskositas, akan makin besar tahanannya. Nilai viskositas dipengaruhi oleh zat pengental, surfaktan yang dipilih, proporsi fase terdispersi dan ukuran partikel. Ketika proporsi fase terdispersi meningkat, konsentrasi emulgator meningkat dan ukuran partikel semakin kecil maka viskositas dari sediaan akan meningkat. Viskositas emulsi akan menurun jika temperatur dinaikkan, dan akan meningkat pada temperatur rendah. Hal ini dikarenakan adanya panas akan memperbesar jarak antar atom sehingga gaya antar atom akan berkurang, jarak menjadi renggang mengakibatkan viskositas sediaan menjadi turun. Pengukuran viskositas sediaan krim dan gel menggunakan spindel 6, sedangkan untuk sediaan salep menggunakan spindel 7 pada penelitian ini. Hasil pengukuran viskositas pada ketiga sediaan menunjukkan bahwa salep memiliki viskositas tertinggi dibandingkan dengan krim dan salep. Hal ini disebabkan oleh penggunaan adeps lanae yang bersifat sangat kental dan lengket dengan persentase tinggi serta penggunaan air dengan persentase yang sangat kecil dibandingkan pada krim dan gel. Kurva sifat air sediaan yang terbentuk menunjukkan sifat aliran pseudoplastis tiksotropik pada krim dan gel, sedangkan pada salep menunjukkan aliran plastis tiksotropik. Pada kurva sifat alir terlihat bahwa kurva menurun ada disebelah kiri kurva menaik. Hal ini menunjukkan bahwa sediaan tersebut memiliki nilai viskositas lebih 38

rendah pada setiap harga kecepatan geser dari kurva yang menurun dibandingkan pada kurva menaik. Hal tersebut lebih dikenal dengan sebutan tiksotropik karena adanya pemecahan struktur yang tidak terbentuk kembali dengan segera jika tekanan tersebut dihilangkan atau dikurangi. Tiksotropik merupakan suatu sifat alir yang diharapkan dalam sediaan semisolid karena mempunyai konsistensi tinggi dalam wadah namun dapat dengan mudah dituang dan mudah tersebar (19). e. Pemeriksaan konsistensi Penetrometer adalah alat yang digunakan untuk mengukur konsistensi atau kekerasan sediaan semisolid. Dari hasil pengukuran konsistensi ketiga sediaan, gel memberikan hasil tertinggi dibandingkan krim dan salep. Hal ini menunjukkan bahwa sediaan gel konsistensinya lebih kecil dan lebih mudah menyebar dibandingkan krim dan salep. f. Pengukuran diameter globul rata-rata Pengukuran diameter globul rata-rata dilakukan menggunakan mikroskop optik dengan perbesaran 100 kali. Pengukuran diameter globul hanya dilakukan pada krim dan salep karena kedua bentuk sediaan tersebut mengandung tetesan-tetesan minyak, sedangkan pada gel tidak mengandung tetesan minyak. Hasil pengukuran diameter globul rata-rata krim adalah 0,137 µm dan salep 0,113 µm. 39

g. Uji stabilitas fisik sediaan Uji cycling test pada emulsi dilakukan untuk menguji produk terhadap kemungkinan mengalami kristalisasi atau berawan sebagai indikator kestabilan emulsi, sedangkan pada gel untuk menguji apakah terjadi sineresis pada gel. Sineresis adalah gejala pada saat gel mengerut secara alamiah dan sebagian dari cairannya terperas ke luar. Hal ini terjadi karena struktur matriks serat gel yang terus mengeras dan akhirnya mengakibatkan terperasnya air ke luar. Hasil cycling test pada ketiga sediaan menunjukkan bahwa ketiga sediaan memiliki stabilitas yang cukup baik. Pada 6 siklus perlakuan metode cycling test, ketiga sediaan tidak menunjukkan pemisahan fase. Pada krim dan salep yang didinginkan akan terjadi pelepasan air pada sediaan, namun jika film pengemulsi dapat bekerja kembali di bawah tekanan yang diinduksi oleh kristal es sebelum koalesens terjadi maka sistem emulsi tersebut akan stabil. Sedangkan pada sediaan gel menunjukkan tidak terjadinya sineresis. Uji mekanik atau uji sentrifugasi merupakan salah satu indikator kestabilan fisik sediaan semisolid. Hukum Stokes menunjukkan bahwa pembentukan krim merupakan suatu fungsi gravitasi dan kenaikan gravitasi dapat mempercepat pemisahan fase. Sampel yang disentrifugasi dengan kecepatan 3750 rpm selama 5 jam, hasilnya ekuivalen dengan efek gravitasi selama satu tahun (15). Dari ketiga sediaan yang telah disentrifugasi, sediaan gel memberikan hasil yang stabil, sedangkan pada krim dan salep terjadi 40

pemisahan fase. Hal ini mungkin disebabkan karena kurang kuatnya lapisan surfaktan melindungi tetesan-tetesan minyak pada sediaan krim. Pemisahan fase pada sediaan salep disebabkan karena adanya gaya sentrifugal pada uji sentrifugasi, dimana fase minyak yang memiliki density lebih tinggi akan berada bawah dan fase air yang memiliki density lebih rendah akan berada di atas. 3. Uji Penetrasi Aminofilin Pembuatan kurva kalibrasi pada penelitian ini menggunakan teofilin, hal ini dikarenakan adanya peruraian aminofilin menjadi teofilin dan etilen diamin pada pembuatan sediaan, sehingga hasil difusi aminofilin dari sediaan yang akan terukur pada alat spektrofotometer adalah teofilin yang berasal dari peruraian aminofilin. Aminofilin mengandung tidak kurang dari 84,0% dan tidak lebih dari 87,4% teofilin (9). Pada penetapan kadar teofilin dalam aminofilin diperoleh kadar sebesar 85,68%, hal ini menunjukkan bahwa aminofilin yang digunakan memenuhi syarat. Uji penetrasi in vitro dilakukan menggunakan sel difusi Franz. Pengujian dilakukan untuk mengetahui jumlah aminofilin yang dapat berpenetrasi melalui kulit selama interval waktu tertentu. Membran yang digunakan pada pengujian adalah kulit abdomen tikus dari galur Sprague- Dawley dengan berat ± 150 gram, berumur 8-10 minggu, dengan ketebalan membran 0,6 ± 0,1 mm dan luas membran 1,389 cm 2. Alasan penggunaan 41

kulit tikus sebagai membran karena cukup mudah didapat dan telah dilaporkan bahwa permeabilitas kulit tikus yang telah dicukur bulunya mirip dengan permeabilitas kulit manusia. Kulit manusia memiliki koefisien permeabilitas sebesar 92,97 cm/jam 10 5, sedangkan kulit tikus yang telah dicukur bulunya memiliki koefisien permeabilitas sebesar 103,08 cm/jam 10 5 (25). Untuk cairan pada kompartemen reseptor digunakan dapar fosfat ph 7,4. Pengadukan pada kompartemen reseptor dilakukan menggunakan magnetic stirer dengan kecepatan 300 rpm, berfungsi untuk mempercepat proses homogenasi. Suhu larutan pada kompartemen reseptor dijaga pada 37 ± 0,5 o C sesuai suhu tubuh menggunakan water jacket yang dihubungkan ke termostat. Pengujian dilakukan selama 8 jam dan pengambilan sampel dilakukan 11 kali pada menit ke-10, 30, 60, 90, 120, 180, 240, 300, 360, 420, dan 480. Sampel setiap kali diambil sebanyak 0,5 ml dan diencerkan di labu ukur 5,0 ml untuk sampel krim dan salep, sedangkan untuk sampel gel diencerkan di labu ukur 10,0 ml karena serapan yang dihasilkan terlalu besar bila menggunakan labu ukur 5,0 ml. Tiap kali sampel diambil, larutan kompartemen reseptor diganti sebanyak yang diambil menggunakan dapar fosfat ph 7,4. Sampel diukur serapannya menggunakan spektrofotometer UV-VIS pada panjang gelombang 272,5 nm. 42

Hasil uji penetrasi menunjukkan bahwa jumlah kumulatif aminofilin yang terpenetrasi dan kecepatan penetrasi aminofilin yang terbesar adalah sediaan gel, sedangkan yang terkecil adalah sediaan salep. Salah satu faktor yang mempengaruhi penetrasi melalui membran adalah stratum korneum yang terhidrasi. Efek hidrasi ini akan meningkatkan kadar air, dimana air akan membuka struktur lapisan tanduk yang kompak dan juga benang-benang keratin dari lapisan tanduk (stratum korneum) akan mengembang sehingga kulit menjadi lebih permeabel. Sifat permeabilitas kulit yang meningkat akan meningkatkan penetrasi obat (26). Dalam hal ini, basis gel memiliki kandungan air tinggi paling tinggi diantara semua sediaan, sehingga meningkatkan hidrasi dari membran dan memudahkan penetrasi aminofilin dari gel. Krim mengandung fase minyak sebagai fase dalam dan fase air sebagai fase luar. Dimana fase air akan meningkatkan hidrasi dari membran. Namun, penetrasi aminofilin dari sediaan krim lebih kecil dibandingkan gel. Hal ini dikarenakan adanya fase minyak dalam basis krim yang mempengaruhi hidrasi pada membran dibandingkan gel yang kandungan airnya lebih tinggi sehingga hidrasi pada membran lebih tinggi. Pada salep menunjukkan jumlah kumulatif aminofilin yang terpenetrasi dan kecepatan penetrasi yang terkecil. Hal ini disebabkan oleh sediaan salep yang terdiri dari fase minyak dan fase air, dimana aminofilin berada pada fase air yang jumlahnya sangat sedikit dan dikelilingi oleh fase minyak yang jumlahnya sangat besar, sehingga molekul aminofilin yang terpenetrasi 43

melalui membran lebih sedikit karena air yang terkandung dalam basis salep tidak mampu menghidrasi membran sebaik gel dan krim. Selain itu viskositas sediaan juga berpengaruh terhadap pelepasan bahan aktif dari basis menuju permukaan kulit. Meningkatnya viskositas sediaan akan menurunkan kecepatan penetrasi sehingga menurunkan mobilitas bahan aktif menuju permukaan kulit. Berdasarkan hasil pengukuran viskositas, salep menunjukkan viskositas tertinggi dibandingkan krim dan gel, sehingga aminofilin akan sulit berdifusi dari basis salep. Dari profil fluks aminofilin per jam pada sediaan krim, gel, dan salep terllihat kurva menaik di menit ke-10 kemudian kurva terus menurun pada menit berikutnya. Hal ini berarti pada kurva menaik gradien konsentrasi antara kompartemen donor dan reseptor besar, sedangkan pada kurva menurun disebabkan karena konsentrasi aminofilin di kompartemen donor mulai berkurang. 44