4. HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
3. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan selama 5 bulan, yaitu pada bulan Maret sampai

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

2. TINJAUAN PUSTAKA. Sedimen adalah kerak bumi (regolith) yang ditransportasikan melalui proses

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

2. TINJAUAN PUSTAKA. sumber suara akan memicu gerak partikel di dekatnya. Gerak partikel sejajar

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Perairan Laut Arafura di lokasi penelitian termasuk ke dalam kategori

2. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Ketentuan International Hydrographic Organisation (IHO) Standards

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN I. 1 Latar Belakang

APLIKASI MULTIBEAM DAN SIDE SCAN SONAR UNTUK MENDETEKSI TARGET RUNTUHNYA JEMBATAN KARTANEGARA DI KUTAI KALIMANTAN TIMUR

3. METODOLOGI PENELITIAN

PERTEMUAN IV SURVEI HIDROGRAFI. Survei dan Pemetaan Universitas IGM Palembang

3. METODOLOGI PENELITIAN

UJI KETELITIAN DATA KEDALAMAN PERAIRAN MENGGUNAKAN STANDAR IHO SP-44 DAN UJI STATISTIK (Studi Kasus : Daerah Pantai Barat Aceh)

METODE PENELITIAN. Tabel 2 Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian. No. Alat dan Bahan Type/Sumber Kegunaan.

2. TINJAUAN PUSTAKA. ( 2 April 2009). Berdasarkan sistemnya, ada

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sedimen dasar laut

Gambar 8. Lokasi penelitian

BAB 3 VERIFIKASI POSISI PIPA BAWAH LAUT PASCA PEMASANGAN

Gambar 3.1. Rencana jalur survei tahap I [Tim Navigasi Survei LKI, 2009]

HASIL DAN PEMBAHASAN

Scientific Echosounders

2. TINJAUAN PUSTAKA. Dasar Laut Arafura merupakan paparan yang sangat luas. Menurut Nontji

3. METODE PENELITIAN

Setelah mengikuti praktikum mata kuliah ini mahasiswa akan mampu memahami komponenkomponen

3. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada koordinat 5º - 8 º LS dan 133 º º BT

3. METODOLOGI. Pengambilan data dengan menggunakan side scan sonar dilakukan selama

2. TINJAUAN PUSTAKA. kondisinya dipengaruhi oleh karakteristik oseanik Samudra Hindia dan sifat

APLIKASI METODE SEISMIK REFRAKSI UNTUK ANALISA LITOLOGI BAWAH PERMUKAAN PADA DAERAH BABARSARI, KABUPATEN SLEMAN, YOGYAKARTA

2. TINJAUAN PUSTAKA. Side Scan Sonar merupakan peralatan observasi dasar laut yang dapat

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

PEMETAAN BATIMETRI MENGGUNAKAN METODE AKUSTIK DI MUARA SUNGAI LUMPUR KABUPATEN OGAN KOMERING ILIR PROVINSI SUMATERA SELATAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II SURVEI LOKASI UNTUK PELETAKAN ANJUNGAN EKSPLORASI MINYAK LEPAS PANTAI

TERBATAS 1 BAB II KETENTUAN SURVEI HIDROGRAFI. Tabel 1. Daftar Standard Minimum untuk Survei Hidrografi

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

STUDI APLIKASI MULTIBEAM ECHOSOUNDER DAN SIDE SCAN SONAR UNTUK MENDETEKSI FREE SPAN PADA SALURAN PIPA BAWAH LAUT

IDENTIFIKASI NILAI AMPLITUDO SEDIMEN DASAR LAUT PADA PERAIRAN DANGKAL MENGGUNAKAN MULTIBEAM ECHOSOUNDER ABSTRAK

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Gosong Semak Daun. P. Karya. P. Panggang. Gambar 2.1 Daerah penelitian.

LAMPIRAN A - Prosedur Patch Test

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. (suhu manual) dianalisis menggunakan analisis regresi linear. Dari analisis

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV PENGOLAHAN DATA MULTIBEAM ECHOSOUNDER MENGGUNAKAN PERANGKAT LUNAK HIPS DAN ANALISISNYA

II BAHAN DAN METODE. II.1 Faktor yang Mengontrol Pergerakan Sedimen

DETEKSI DAN INTERPRETASI TARGET DI DASAR LAUT MENGGUNAKAN INSTRUMEN SIDE SCAN SONAR

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 5 PEMBAHASAN. 39 Universitas Indonesia

3. BAHAN DAN METODE. dan Pemetaan Nasional (BAKOSURTANAL) pada tanggal 15 Januari sampai 15

SOUND PROPAGATION (Perambatan Suara)

4. HASIL PEMBAHASAN. Sta Latitude Longitude Spesies Keterangan

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian 3.2 Kapal Survei dan Instrumen Penelitian

Analisis Geohazard untuk Dasar Laut dan Bawah Permukaan Bumi

BAB 2 KONSEP PENGOLAHAN DATA SIDE SCAN SONAR

Jurnal Geodesi Undip Januari 2016

3 METODOLOGI PENELITIAN

RINGKASAN SKEMA SERTIFIKASI SUB BIDANG HIDROGRAFI

KELOMPOK 2 JUWITA AMELIA MILYAN U. LATUE DICKY STELLA L. TOBING

Gambar 3.1 Peta lintasan akuisisi data seismik Perairan Alor

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 3 KALIBRASI DAN PENGOLAHAN DATA

PEMETAAN DAN KLASIFIKASI SEDIMEN DENGAN INSTRUMEN SIDE SCAN SONAR DI PERAIRAN BALONGAN, INDRAMAYU-JAWA BARAT

APLIKASI INSTRUMEN MULTIBEAM SONAR DALAM KEGIATAN PELETAKAN PIPA BAWAH LAUT (CONTOH STUDI PERAIRAN BALONGAN)

PENGARUH SOUND VELOCITY TERHADAP PENGUKURAN KEDALAMAN MENGGUNAKAN MULTIBEAMECHOSOUNDER DI PERAIRAN SURABAYA

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab 3. Pengumpulan dan Pengolahan Data. Bab 3 Pengumpulan dan Pengolahan Data. 3.1 Pengumpulan Data

BAB I PENDAHULUAN. laut Indonesia, maka ini akan mendorong teknologi untuk dapat membantu dalam

3. METODOLOGI PENELITIAN

Simulasi Arus dan Distribusi Sedimen secara 3 Dimensi di Pantai Selatan Jawa

PEMODELAN GENESIS. KL 4099 Tugas Akhir. Bab 5. Desain Pengamananan Pantai Pulau Karakelang, Kabupaten Kepulauan Talaud, Provinsi Sulawesi Utara

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada Gambar 7 tertera citra MODIS level 1b hasil composite RGB: 13, 12

BAB 3 PENENTUAN POSISI DAN APLIKASI ROV

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

Hidrometri Hidrometri merupakan ilmu pengetahuan tentang cara-cara pengukuran dan pengolahan data unsur-unsur aliran. Pada bab ini akan diberikan urai

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sedimen Dasar Laut

Oleh Satria Yudha Asmara Perdana Pembimbing Eko Minarto, M.Si Drs. Helfinalis M.Sc

BAB 4 ANALISIS. 4.1 Analisis Kemampuan Deteksi Objek

SURVEI HIDROGRAFI UNTUK KAJIAN ALKI DI PERAIRAN LAUT JAWA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Indeks Vegetasi Bentuk komputasi nilai-nilai indeks vegetasi matematis dapat dinyatakan sebagai berikut :

DEBIT AIR DI SUNGAI TERINDIKASI CEMAR DESA BERINGIN MALUKU UTARA

III HASIL DAN DISKUSI

KL 4099 Tugas Akhir. Desain Pengamananan Pantai Manokwari dan Pantai Pulau Mansinam Kabupaten Manokwari. Bab 1 PENDAHULUAN

Bab 2. Dasar Teori Akustik Bawah Air. Bab 2 Dasar Teori Akustik Bawah Air. 2.1 Persamaan Dasar Akustik

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN ANALISA. 3.1 Penentuan Batas Penetrasi Maksimum

BAB 2 DASAR TEORI AKUSTIK BAWAH AIR

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Jurnal Geodesi Undip Oktober 2017

Transkripsi:

39 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Profil Kecepatan Suara Profil kecepatan suara (SVP) di lokasi penelitian diukur secara detail untuk mengurangi pengaruh kesalahan terhadap data multibeam pada saat melakukan pemeruman. Selama pengukuran nilai SVP di lokasi penelitian menunjukan peningkatan seiring dengan meningkatnya kedalaman (Gambar 27). Sumbu x pada gambar tersebut merupakan cepat rambat gelombang akustik sementara itu sumbu y merupakan kedalaman pengukuran. Gambar 27. Sound velocity profile di lokasi penelitian Hasil pengukuran SVP menunjukan kecepatan suara terendah terjadi pada kedalaman 1 meter, yaitu sebesar 1.506,39 m/s dan kecepatan suara tertinggi sebesar 1.507,09 m/s terjadi pada kedalaman 47 meter serta terjadi fluktuasi

40 besarnya nilai kecepatan suara di kedalaman 3 meter hingga 15 meter. Secara umum nilai cepat rambat gelombang akustik di lokasi penelitian memiliki nilai yang lebih kecil di permukaan apabila dibandingkan dengan dasar perairan. 4.1.2. Pengukuran arus sungai Mahakam Tabel 1 merupakan hasil pengukuran in situ arus pada waktu dan kedalaman yang berbeda di lokasi survei. Tabel 1. Nilai kecepatan arus sungai Mahakam di lokasi penelitian Time Kedalaman (m) Kec. Arus (m/s) Direction ( 0 ) 7:50 2 0,416 201 5 0,766 195,8 10 0,590 183 15 0,648 182.2 10:55 2 0,590 204 5 0,532 203 10 0,648 199,7 15 0,706 198 16:14 2 0,301 224 5 0,301 242,4 10 0,359 22,9 15 0,648 237 Hasil pengukuran terlihat bahwa nilai kecepatan arus tinggi berada di kedalaman 10 hingga 15 meter dan nilai kecepatan arus lebih rendah berada di permukaan atau pada kedalaman 2 hingga 5 meter pada tiap waktu pengambilan data. Kisaran nilai kecepatan arus 0,301 meter/detik hingga 0,766 meter/detik.

41 4.1.3. Topografi dasar perairan survei Pengolahan data multibeam dengan menggunakan 2 software yang berbeda, yaitu Caris HIPS&SIPS 6.1 dan PDS2000 diperoleh hasil berupa tampilan 2 dimensi dan 3 dimensi topografi dasar perairan dari lokasi penelitian. Software PDS2000 merupakan software bawaan langsung dari instrumen multibeam Reson Hydrobat yang digunakan dalam proses pemeruman batimetri. Sehingga, hasil dari pengolahan di Caris HIPS&SIPS 6.1 digunakan sebagai pembanding dalam interpretasi data topografi dasar perairan survei. Reson Hydrobat adalah multibeam sonar yang beroperasi pada frekuensi 160 khz yang mencakup luas petak 4 kali dari kedalamannya, dengan jumlah beam 112 dan lebar sapuan 120 0, serta memiliki kisaran 1 meter hingga 200 meter dengan memiliki stabilitas roll. Nilai keakuratan data yang diperoleh selama akuisisi dijaga agar selalu tinggi. Hal tersebut dilakukan untuk mendapatkan peta batimetri yang akurat. Berdasarkan ketentuan IHO Tahun 2008, lokasi penelitian termasuk dalam orde 1. Hal ini dikarenakan lokasi penelitian berada pada kedalaman kurang dari 100 meter. Gambar 28 merupakan hasil pengolahan dengan menggunakan software PDS2000.

42 (a) (b) Gambar 28. Topografi dasar 2D (a) dan 3D (b) dari sungai Mahakam di lokasi penelitian dengan menggunakan software PDS2000

43 Pada Gambar 28 dapat kita ketahui bahwa bentuk topografi dasar dari perairan survei adalah membentuk cekungan di bagian tengah, dengan kedalaman tertinggi berada di daerah cekungan yaitu 58,15 meter dan memiliki kedalaman terendah sebesar 4,18 meter. Gambar di atas dapat diketahui pula bahwa semakin biru tampilan dari gradasi warnanya maka semakin tinggi pula nilai kedalamannya. Hasil dari pengolahan dengan menggunakan software Caris HIPS&SIPS 6.1 hanya diperoleh tampilan 2 dimensi topografi dasar perairan dari lokasi survei dengan bentuk yang tidak jauh berbeda dengan hasil pengolahan di PDS2000 (Gambar 29). Gambar 29. Topografi 2 dimensi dari dasar sungai Mahakam di lokasi penelitian dengan menggunakan software Caris HIPS&SIPS 6.1.

44 Pada Gambar 29 dapat diketahui bahwa semakin biru tampilan warnanya berarti semakin dalam pula kedalamannya. Dari hasil tersebut diperoleh nilai kedalaman terendah yaitu 4,0719 dan tertinggi 56,1952 dengan pola membentuk cekungan di bagian tengah dari topografinya. 4.1.4. Hasil pendeteksian target dasar perairan Target di dasar perairan dapat diketahui dengan jelas dengan menggunakan instrumen Side Scan Sonar Edgetech 4200. Pengolahan data SSS dilakukan pada dua software yaitu software Caris HIPS&SIPS 6.1 dan SonarWeb. Gambar 30 dan Tabel 2 merupakan hasil pengolahan data side scan sonar dengan menggunkan Caris HIPS&SIPS 6.1 beserta informasinya. Gambar 30. Mosaik dari SSS di lokasi penelitian menggunakan Caris 6.1.

45 Tabel 2. Hasil deteksi target dari data SSS di Caris HIPS&SIPS 6.1 No. Gambar Target Keterangan 1. Posisi : 00-26-41.30S dan 117-00-12.14E, 00-26-42.09S dan 117-00-09.53E Size : P= 86,05 m dan L =7,15 m, Kedalaman : 31,07 43,11 m Bentuk : Rangka jembatan Target di line 20111129145155H 2. Posisi : 00-26-40.21S dan 117-00-08.67E Size : P=3,25 m dan L= 2,7 Kedalaman: 41,23 m Bentuk : Persegi Target di line 20111129145812H 3. Posisi: 00-26-40.56S dan 117-00-09.36E dan 00-26-40.36S dan 117-00-06.77E Size : P = 84,91 m dan L= 12,15 m Kedalaman : 35,24 45,98 m Bentuk : Rangka jembatan Target di line 20111129145812H 4. Posisi : 00-26-42.54S dan 117-00-09.00E Tali Kedalaman : 34,24 36,1 m Bentuk : Tali Target di line 20111129145812H

46 Tabel 2. Hasil deteksi target dari data SSS di Caris HIPS&SIPS 6.1(Lanjutan) 5. Posisi : 00-26-41.32S dan 117-00-07.45E Size: P=2,41 m dan L=1,20 m Kedalaman : 33,08 m Bentuk: Gundukan kecil Target di line 20111129145812H 6. Posisi : 00-26-42.00S dan 117-00-08.46E, 00-26-41.85S dan 117-00-09.88E Size : P=43,34 m dan L= 10,16 m Bentuk : Rangka jembatan Kedalaman: 32,10 37,91 m Target di line 20111129150448H 7. Posisi: 00-26-41.64S dan 117-00-08.82E Size: P=4,13 m dan L=2,51 m Bentuk : Persegi Kedalaman: 33,86 m Target di line 20111129150448H 8. Posisi : 00-26-41.00S dan 117-00-08.50E Size : P=3,47 m dan L=2,37 m Kedalaman : 31,93 m Bayangan Bentuk : Kotak Target di line 20111129150448H 9. Posisi : 00-26-43.27S dan 117-00-09.71E Kedalaman: 35,01 m Bentuk : Benda bertali Target di line 20111129150448H

47 Tabel 2. Hasil deteksi target dari data SSS di Caris HIPS&SIPS 6.1(Lanjutan) 10. Posisi : 00-26-39.79S dan 117-00-12.01E, 00-26-39.29S dan 117-00-13.12E Size : P=40,89 m dan L=11,30 m Kedalaman: 30,58 45,78 m Bentuk: Rangka jembatan Target di line 20111129151020H 11. Posisi: 00 26 40.92 S dan 117-00-09.19E, 00-26-40.84S dan 117-00-11.07E Rangka jembatan yg terbenam di lumpur Size : P=58,60 m dan L= 13,69 m Kedalaman: 28,31 40,58 m Bentuk: Rangka jembatan Target di line 20111129151020H Hasil pengolahan data Side Scan Sonar di SonarWeb diperoleh juga berupa mosaik dan gambar target beserta informasinya. Karena digunakan sebagai pembanding dan pelengkap informasi dari hasil di Caris 6.1, maka gambar target di SonarWeb diambil dengan bentuk yang hampir sama dengan hasil dari Caris HIPS&SIPS 6.1. Gambar 31 dan Tabel 3 merupakan hasil pengolahannya data SSS di SonarWeb.

48 N N N N N E E E Gambar 31. Mosaik hasil pengolahan data SSS dengan SonarWeb Gambar mosaik tersebut merupakan hasil gabungan (merge) dari beberapa line survei. Terlihat bagian tengah tanda dari runtuhan rangka jembatan yang memotong mosaik. Tabel 3. Hasil deteksi target dari data SSS menggunakan SonarWeb No. Gambar Target Keterangan 1. Posisi : 00 26.6790' S 117 00.1946' E Kedalaman: 46,1 m First Target Ping Num: 1191 at 11/29/2011 14:53:07 Bentuk: Rangka jembatan Target di line 20111129145155H 2. Posisi: 00 26.6790' S 117 00.1946' E Kedalaman: 46,1 m Bentuk: Rangka jembatan First Target Ping Num: 1191 at 11/29/2011 14:53:07 Target di line 20111129145155H

49 Tabel 3. Hasil deteksi target dari data SSS menggunakan SonarWeb (Lanjutan) No. Gambar Target Keterangan 3. Posisi: 00 26.6839' S 117 00.1546' E Kedalaman: 40,4 m First Target Ping Num: 1657 at 11/29/2011 14:59:59 Bentuk: Rangka jembatan Target di line 20111129145812H 4. Posisi: 00 26.6797' S 117 00.1541' E Kedalaman: 35,2 m First Target Ping Num: 1792 at 11/29/2011 15:00:09 Bentuk: Kotak atau persegi Target di line 20111129145812H 5. Posisi: 00 26.6672' S 117 00.1495' E Kedalaman: 35,4 m First Target Ping Num: 1958 at 11/29/2011 15:00:21 Bentuk: gundukan kecil Target di line 20111129145812H 6. Posisi: 00 26.6914' S 117 00.1191' E Kedalaman: 34,2 m First Target Ping Num: 1747 at 11/29/2011 15:00:05 Bentuk: Rangka jembatan Target di line 20111129145812H 7. Posisi: 00 26.7258' S 117 00.1643' E Kedalaman : 25,4 m First Target Ping Num: 1007 at 11/29/2011 14:59:11 Bentuk: Tali Target di line 20111129145812H

50 Tabel 3. Hasil deteksi target dari data SSS menggunakan SonarWeb (Lanjutan) No. Gambar Target Keterangan 8. Posisi: 00 26.6891' S 117 00.1422' E Kedalaman: 45,1 m First Target Ping Num: 1671 at 11/29/2011 15:06:34 Bentuk: Rangka jembatan Target di line 20111129150448H 9. Posisi: 00 26.6833' S 117 00.1381' E Kedalaman: 37,3 m First Target Ping Num: 1662 at 11/29/2011 15:06:33 Bentuk: Kotak atau persegi Target di line 20111129150448H 10. Posisi: 00 26.6700' S 117 00.1322' E Kedalaman: 40 m First Target Ping Num: 1463 at 11/29/2011 15:06:20 Bentuk: Kotak atau persegi Target di line 20111129150448H 11. Posisi: 00 26.7201' S 117 00.1576' E Kedalaman: 41,8 m First Target Ping Num: 2124 at 11/29/2011 15:07:09 Bentuk: Benda bertali Target di line 20111129150448H 12. Posisi: 00 26.6735' S 117 00.2071' E Kedalaman: 45,9 m First Target Ping Num: 1259 at 11/29/2011 15:11:37 Target di line 20111129151020H 13. Posisi: 00 26.6911' S 117 00.1877' E Kedalaman: 44,8 m First Target Ping Num: 547 at 12/02/2011 10:59:42 Target di line 20111202105859H

51 4.1.5. Pendugaan nilai amplitudo target di SSS Hasil pengolahan data Side scan sonar diperoleh nilai kisaran amplitudo yang dapat dilihat pada Tabel 4. Nilai amplitudo tertinggi adalah dari target berbentuk rangka jembatan diikuti benda bentuk kotak/persegi, benda berbentuk gundukan kecil, benda bertali, bentuk tali, dan terkecil dari substrat dasar di sekitar benda berbentuk tali. Tabel 4. Nilai kisaran amplitudo target dari data Side Scan Sonar No. Target Kisaran Nilai Amplitudo 1. Rangka Jembatan 7.200 7.974 2. Bentuk kotak atau persegi 2.019 2.715 3. Bentuk gundukan kecil 1.795 2.490 4. Benda bertali 819-830 5. Bentuk tali 684-729 6. Substrat di sekitar target bentuk tali 258-454 Penelitian yang dilakukan Gumbira (2011) diperoleh nilai kisaran amplitudo dari jenis sedimen Silt (lumpur halus) yaitu 300-350, Silty clay (lumpur berlempung) adalah 350-400, dan Clayey silt (lempung berlumpur) adalah 400-450.

52 4.2. Pembahasan 4.2.1. Sound velocity profile Kecepatan gelombang suara dalam air laut dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu suhu, salinitas, dan tekanan. SVP di lokasi penelitian (Gambar 27) termasuk ke dalam wilayah surface layer. Permukaan merupakan bagian yang sangat bervariasi dengan kedalaman berkisar 0 sampai 100 meter (Mike, 2008), sehingga dengan peningkatan suhu maka akan meningkatkan cepat rambat gelombang akustik. SVP pada wilayah surface layer sangat dipengaruhi oleh perubahan diurnal harian air dan perubahan lokal seperti pemanasan, pendinginan, dan pergerakan angin (Urick, 1967). Panas dari sinar matahari menyebabkan air lapisan atas lebih hangat dibandingkan bagian bawah. Kondisi tersebut menyebabkan terbentuknya mixed layer yang terus berlangsung sampai sore hari hingga gradient SVP tersebut menjadi negatif (afternoon effect). Nilai positif dari gradient SVP di lokasi penelitian disebabkan kuatnya pengaruh arus sehingga terbentuk mixed layer yang dapat menyebabkan kondisi isothermal atau kondisi suhu perairan hampir sama, sehingga tekanan air merupakan faktor yang berpengaruh (disamping salinitas) terhadap cepat rambat gelombang akustik. Menurut Mike (2008) peningkatan suhu 1 0 C akan meningkatkan cepat rambat gelombang akustik sebesar 4 m/s, peningkatan tekanan air laut setiap 1 km meningkatkan cepat rambat gelombang akustik sebesar 17 m/s dan peningkatan salinitas 1 psu meningkatkan cepat rambat gelombang akustik sebesar 1,4 m/s.

53 Kecepatan suara sangat penting dalam survei batimetri karena dapat digunakan untuk meramalkan arah penjalaran gelombang akustik. Prinsip dasar pengukuran kedalaman dengan metode hidroakustik adalah melakukan penghitungan terhadap cepat rambat gelombang akustik dibagi dua, kemudian dikali dengan waktu tempuhnya. Special publication No. 44 (S.44)-IHO menyebutkan bahwa salah satu koreksi yang penting dalam survei batimetri adalah koreksi kecepatan gelombang suara dari lokasi penelitian. 4.2.2. Pengukuran arus sungai Mahakam Salah satu ketentuan dalam survei hidrografi adalah dengan melakukan pengamatan arus di lokasi penelitian, pengamatan dilakukan dengan menggunakan Current meter pada kedalaman 3 hingga 10 meter atau sesuai dengan kebutuhan. Kecepatan dan arah arus diukur dengan satuan ketelitian bacaan 0,1 knot dan 10 derajat. Pengukuran ini dimaksudkan untuk mengetahui pengaruh arus terhadap navigasi permukaan (PPDKK BAKOSURTANAL, 2010). Pengukuran arus di lokasi survei pada pukul 7:50, 10:55, dan 16:14 waktu setempat diperoleh hasil kecepatan arus lebih tinggi berada di bagian dalam (kedalaman 15 m) dengan kecepatan arus berkisar 0,648 m/s dan 0,706 m/s. Sedangkan nilai terendahnya adalah sebesar 0,301 m/s hingga 0,590 m/s yang berada di permukaan, serta memiliki arah yang tidak jauh berbeda di tiap kedalaman pengukuran. Sehingga dengan informasi tersebut navigasi dan kecepatan survei kapal dapat ditentukan dengan tepat dan memperkecil tingkat kesalahan atau error saat pengambilan data batimetri.

54 4.2.3. Topografi dasar perairan survei Data kedalaman hasil akuisisi diolah dengan menggunakan 2 software yaitu PDS 2000 dan Caris HIPS&SIPS 6.1 dengan hasil yang diperoleh berupa topografi dasar daerah penelitian yang memiliki rentang nilai kedalaman yang hampir sama, yaitu hasil pengolahan data multibeam di Caris diperoleh nilai rentang kedalaman 4,071936 meter hingga 56,19515 meter dan hasil pengolahan data di PDS 2000 diperoleh rentang kedalaman 4,18 meter hingga 58,15 meter. Perbedaan hasil dari kedua software tersebut dapat disebabkan oleh perbedaan dalam filtrasi manual atau manual reject saat proses pengolahan data atau dapat juga disebabkan oleh tingkat akurasi dari kedua software tersebut dalam mengolah data multibeam hasil pemeruman. Proses akuisisi data dilakukan dengan menggunakan software PDS 2000 yang merupakan software bawaan langsung dari alatnya yaitu multibeam sonar Reson Hydrobat, sehingga kualitas data yang dihasilkan dari pengolahan data multibeam pada software PDS 2000 lebih baik dibanding dengan software Caris HIPS&SIPS 6.1 yang digunakan sebagai pembanding. Dalam pemrosesan data multibeam di PDS 2000 hanya digunakan interpolasi circular saja, karena untuk membandingkan hasil pengolahan di Caris HIPS&SIPS 6.1 yang hanya menggunakan interpolasi bentuk matriks (3x3 atau 5x5). Kedua interpolasi ini memiliki kesamaan dalam penggunaan yaitu untuk membangkitkan data akibat adanya lubang-lubang kecil (small holes) yang nampak di area data, lubang-lubang kecil (gaps) ini dapat disebabkan oleh sebagai contoh beam terluar dari multibeam survei sepanjang ujung terluar dari area survei, di mana hanya ada sedikit atau tidak ada cakupan yang menutupinya (no

55 overlapping coverage). Perbedaannya terdapat pada maksimum gap atau jarak terjauh di mana interpolasi masih valid atau dapat dilakukan interpolasi (Gambar 32). Pada interpolasi matrik di Caris HIPS&SIPS 6.1 maksimum gap yang dapat dilakukan interpolasi hanya dalam ukuran matrik 3x3 dan 5x5, sebagai contoh jika kita memilih ukuran matrik 3x3 maka akan ditentukan nilai dari piksel yang kosong tersebut dengan menggunakan nilai pixel dari tetangganya (neighbours) dengan jumlah minimum neighbours 3 dan maksimum 9. Sedangkan, interpolasi circular pada PDS 2000 nilai maksimun range-nya dapat ditentukan sendiri dan dapat dipilih jenis interpolasi circular yang akan digunakan, yaitu kedalaman rata-rata (Z average), kedalaman minimum (Z min), kedalaman maksimum (Z max ), atau kedalaman standar deviasi (Z stand dev) yang ada disekelilingnya. (a) (b) Gambar 32. Perbedaan maksimum interpolasi pada interpolasi circular (a) dan interpolasi matrix (b). Pada Gambar 28 dan 29 terlihat, bahwa topografi dasar perairan lokasi penelitian di sungai Mahakam memiliki nilai kedalaman yang berkisar di antara kedalaman 4,07 meter hingga 58,15 meter. Bentuk variasi dari topografinya secara umum ialah membentuk cekungan di bagian tengah, dengan gambaran kedalaman dari sebelah utara 5,506 meter hingga 10 meter, 11 meter hingga 20 meter, 21

56 meter hingga 36 meter, 37 meter hingga 43 meter, 44 meter hingga 52 meter, 53 meter hingga 58,15 meter, dan kedalaman semakin berkurang hingga menuju ke bagian selatan dari bagian cekungan dasar perairan dengan kedalaman hingga 4,07 meter. Bagian cekungan merupakan bagian kedalaman yang berada di sekitar posisi bawah jembatan dengan kedalaman berkisar dari 20 meter hingga 58 meter. Gambar 33 merupakan tampilan cekungan bagian tengah dari topografi dasar perairan di lokasi penelitian. Gambar 33. Topografi dasar perairan lokasi penelitian di sekitar bawah jembatan

57 4.2.4. Hasil pendeteksian target dasar perairan Hasil pengolahan data side scan sonar dengan menggunakan software Caris HIPS&SIPS 6.1 (Tabel 2) dan SonarWeb (Tabel 3) diperoleh gambar target dasar berupa rangka jembatan, target berbentuk kotak/persegi, berbentuk tali, benda bertali, dan berbentuk gundukan kecil, dengan menggunakan bantuan software ArcGIS 9.3, maka dapat dilakukan overlay data batimetri dari Multibeam sonar dan data posisi (koordinat) target dari Side scan sonar untuk menghasilkan peta lokasi target hasil survei di lokasi penelitian (Gambar 34). Gambar 34. Peta lokasi target di daerah survei

58 Pada Gambar 30 terlihat, bahwa intensitas dari pantulan dasar perairan hasil pendeteksian dengan menggunakan Side Scan Sonar (SSS) diinterpretasikan dalam bentuk warna, semakin merah berarti nilai pantulan gelombang suaranya semakin besar. Hal ini terkait dengan sifat benda atau kekasaran objek dasar perairan dalam memantukan energi akustik (backscattering). Material seperti besi, bongkahan, kerikil, atau batuan vulkanik sangat efisien dalam merefleksikan pulsa akustik (backscatter kuat). Sedangkan sedimen halus seperti tanah liat, lumpur, tidak merefleksikan pulsa suara dengan baik (lemah). Reflektor kuat akan menghasilkan pantulan backscatter yang kuat sedangkan reflektor lemah menghasilkan backscatter yang lemah (Tritech International Limited, 2008), sehingga dapat dikatakan bahwa tingkat dominansi dari pemantulan gelombang suara di dasar perairan lokasi penelitian adalah cenderung lemah. Gambar 31 merupakan mosaik hasil pendeteksian SSS dari beberapa line yang telah digabung atau merge. Terlihat tanda reruntuhan dari rangka jembatan yang memotong mosaik di bagian tengah. Tingkat kekeruhan yang tinggi pada Sungai Mahakam sangat mempengaruhi energi gelombang suara yang ditransmisikan oleh transduser. Gelombang suara dapat mengalami pengurangan energi (teratenuasi) akibat adanya proses penyerapan (absorption) dan penghamburan (scattering) oleh partikel terlarut dalam kolom air atau karena kebocoran dari alat (sound channels) (Urick, 1967). Kegiatan tambang emas dan batu bara dapat dijumpai di bagian hulu Sungai Mahakam. Kegiatan ini membuat kerusakan pada DAS Mahakam. Sejumlah perusahaan tambang batu bara diketahui membuang limbahnya langsung ke Sungai Mahakam sehingga terjadi pencemaran dengan bahan partikel terlarut

59 (suspended particulate matter/spm) yang tinggi dengan konsentrasi 80 miligram/liter. Tingkat sedimentasi lumpur di sepanjang Sungai Mahakam sudah sangat tinggi, mencapai 60 sentimeter per bulan. Ini disebabkan tingginya erosi akibat rusaknya hutan pada daerah aliran sungai sepanjang 900 kilometer itu (Watiningsih, 2009). Gambar 35 merupakan citra hasil pendeteksian SSS 6 hari setelah kejadian runtuh, terlihat rangka jembatan yang terbenam dalam lumpur. N Port 190 meter N Blindzone Rangka jembatan N Starboard E E E Gambar 35. Hasil pendeteksian SSS pada tanggal 2 Desember 2011 (6 hari setelah runtuh). 4.2.5. Pendugaan nilai amplitudo target di SSS Nilai amplitudo dari target yang ditemukan, ditentukan dengan bantuan Microsoft Excel, dengan memplotkan nilai amplitudo dan waktu yang berasal dari trace di mana target diduga berada, sehingga dengan melihat bentuk grafik dan frekuensi nilai dari amplitudo yang pantulkan oleh permukaan dasar serta

60 mengasumsikan pada selang waktu 0 hingga 30 millisecond atau 40 ms sebagai noise, maka dapat ditentukan dugaan nilai amplitudo dari target yang diamati. Gambar 36 merupakan grafik hubungan antara waktu dan amplitudo dari masingmasing target. Gambar 36. Grafik hubungan waktu dan amplitudo dari target rangka jembatan, gundukan kecil, bentuk kotak/persegi, benda bertali, dan target bentuk tali. Pada Tabel 4 dapat dilihat besarnya nilai amplitudo dari target yang ditemukan adalah nilai amplitudo tertinggi dari target rangka jembatan yaitu 7.200 7.974 dan terendah dari substrat di sekitar target bentuk tali yaitu 258 454. Hal ini dikarenakan besarnya intensitas pantulan suara dari dasar laut umumnya tergantung pada sudut datang gelombang suara, tingkat kekerasan (hardness), tingkat kekasaran (roughness) dasar laut, komposisi sedimen dasar laut, dan

61 frekuensi suara yang digunakan (Jaya, 2011). Ukuran butiran sedimen yang lebih besar memiliki pantulan (backscattering) yang lebih kuat pula, tingkat kepadatan sedimen (bulk density) yang lebih tinggi akan memiliki nilai backscattering yang lebih besar pula (Manik, 2011). Oleh karena itu, semakin keras benda yang ada di dasar perairan maka semakin kuat pula pantulan gelombang suara yang mengenai benda tersebut.