2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sedimen dasar laut

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sedimen dasar laut"

Transkripsi

1 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sedimen dasar laut Sedimen yang merupakan partikel lepas (unconsolidated) yang terhampar di daratan, di pesisir dan di laut itu berasal dari batuan atau material yang mengalami proses pelapukan, peluluhan pengangkutan dan pengendapan. Sedimen itu berasal dari batuan beku, batuan metamorf, batuan sedimen atau dari material biogenik, yang diangkut oleh air, angin dan gaya gravitasi. Batuan sedimen adalah sedimen yang telah mengalami proses pengerasan atau kompak (consolidated) yang meliputi proses pemampatan (compaction), penyemenan (cementation) dan penghabluran atau pengkristalan (recrystallization). Batuan sedimen dicirikan dengan adanya perlapisan, butiran sedimen yang mengalami proses pengangkutan, struktur sedimen dan hadirnya mineral atau fosil. Proses-proses sedimen, seperti pelapukan, pengangkutan dan pengendapan, pada akhirnya menghasilkan sedimen yang berbeda. Ada sedimen yang berbutir kasar, seperti kerikil dan pasir, yang berbutir halus, seperti lanau atau lempung. Sedimen berbutir kasar berupa kerikil-pasir kuarsa akan diendapkan di sekitar pantai atau pesisir, sedangkan sedimen yang lebih halus seperti lanau dan lempung diendapkan di laut. Kerikil-pasir kuarsa, lanau dan lempung hasil proses sedimentasi itu akan membentuk endapan sedimen. Endapan sedimen itu dapat hanya berupa kerikil-pasir, atau campuran sehingga sulit untuk dipisahkan. Endapan sedimen tersebut dikelompokkan sebagai endapan klastik, seperti endapan pasir, lanau, lempung dan endapan campuran pasir dan lanau (Dewi dan Darlan, 2008). Sedimen dicirikan atau dikarakterisasi menurut sifat-sifat alami yang dimilikinya, yaitu misalnya: ukuran butir (grain size), densitas, kecepatan jatuh, komposisi, porositas, bentuk dan sebagainya. Berdasarkan ukuran butirnya, sedimen diklasifikasikan menurut: lumpur (mud), pasir (sand) dan kerikil (gravel) (Poerbondono dan Djunasjah, 2005). Ukuran-ukuran partikel sedimen merupakan salah satu cara yang mudah untuk menetukan klasifikasi sedimen. Klasifikasi berdasarkan ukuran partikelnya

2 menurut Wentworth (1922) in Dale dan William (1989) dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Klasifikasi sedimen berdasarkan ukuran Jenis Partikel Diameter Partikel (mm) Boulder > 256 Cobble Pebble 4 64 Granule 2 4 Sand Silt 2.2. Metode hidroakustik 0,062 2 (62 2,000 µm) 0,004 0,062 (4 62 µm) Clay < 0,004 (< 4 µm) Sumber : Dale dan William (1989) Akustik merupakan ilmu yang mempelajari tentang gelombang suara dan perambatannya dalam suatu medium. Prinsip dari pengoperasian alat akustik adalah dengan gelombang suara yang ditransmisikan ke kolom perairan dalam bentuk pulsa yang nantinya akan mengenai target kemudian dilakukan analisa terhadap pantulan yang diberikan oleh target. Prinsip dari pengoperasian metode hidroakustik (Gambar 2) adalah dimulai dari timer yang berfungsi sebagai penanda pulsa listrik untuk mengaktifkan pemancaran pulsa yang akan dipancarkan oleh transmitter melalui transducer. Transducer berfungsi mengubah energi listrik menjadi energi suara ketika suara akan dipancarkan ke medium. Gelombang akustik yang merambat di kolom perairan akan mengenai target seperti ikan atau dasar perairan dimana gelombang akustik ini akan dipantulkan kembali dalam bentuk echo dan akan diterima oleh transducer dan mengubahnya menjadi energi listrik dan diteruskan ke receiver amplifier yang berfungsi untuk menguatkan sinyal listrik sebelum diteruskan ke unit peraga untuk ditampilkan dalam bentuk echogram (MacLennan dan Simmonds, 2005).

3 Gambar 2. Prinsip hidroakustik (MacLennan dan Simmonds, 2005) 2.3. Split beam echosounder Split beam merupakan metode baru yang dikembangkan untuk memperbaiki kelemahan-kelemahan dari metode sebelumnya seperti single beam dan dual beam. Perbedaan split beam dengan metode sebelumnya terdapat pada konstruksi transducerr yang digunakan, dimana pada echosounder ini transducer dibagi dalam empat kuadran. Pemancaran gelombang suara dilakukan dengan full beam yang merupakan penggabungan dari keempat kuadran dalam pemancaran secara simultan. Selanjutnya, sinyal yang memancar kembali dari target diterima oleh masing-masing kuadran secara terpisah, output dari masing-masing lagi untuk membentuk suatu full beam dengan dua set kuadran kemudian digabungkan split beam. Target tunggal diisolasi dengan menggunakan outpu dari full beam sedangkan posisi sudut target dihitung dari kedua set split beam.. Menurut buku manual Simrad (1993), pada prinsipnya tranducer split beam terdiri dari empat kuadran yaitu Fore (bagian depan), Aft (bagian belakang), Port (sisi kiri kapal) dan Starboard (sisi kanan kapal) (Gambar 3).

4 Gambar 3. Skema transducer split beam (Simrad, 1993) Split beam echosounder memiliki fungsi Time Varied Gain (TVG) di dalam sistem perolehan data akustik. TVG ini berfungsi secara otomatis untuk mengeleminir pengaruh atenuasi yang disebabkan baik oleh geometrical spreading dan absorpsi suara ketika merambat ke dalam air. Split beam SIMRAD EY 60 scientific echosounder system merupakan instrumen hidroakustik yang paling baru dan merupakan generasi keenam yang dibuat oleh Simrad. SIMRAD EY 60 disebut sebagai alat hidroakustik pertama yang serba bisa, yang mampu menyediakan sounder tiga frekuensi, target strength analyzer dan echo integrator lanjutan. Sinyal echo diproses secara on-line dan hasilnya ditampilkan dengan echogram. SIMRAD EY 60 disebut sebagai scientific echosounder karena konsep baru yang digunakan pada receiver memungkinkan alat ini mencapai rentang dinamis sampai dengan 160 db. Sounder dapat beroperasi pada tiga frekuensi sebesar 12, 38 dan 120 khz. Keunikan lain dari alat ini adalah kemampuannya untuk mengamati posisi horizontal dari ikan yang berada pada beam, hal ini memungkinkan peneliti untuk mempelajari tingkah laku ikan Backscattering dasar perairan Metode hidroakustik mampu melakukan pengukuran terhadap besar kecilnya pantulan dasar perairan dari berbagai tipe partikel. Secara ringkas, gelombang akustik yang terjadi pada permukaan antara air laut dan dasar laut yang mencakup pantulan dan pembauran pada daerah tersebut dan transmisi di

5 medium kedua. Proses ini secara umum ditentukan oleh beda impedansi akustik (z = ρc) antara kedua media (Siwabessy, 2001). Pada saat gelombang hidroakustik mengenai permukaan dasar perairan, sebagian energi akan menembus dasar perairan dan sebagian kembali ke transducer. Pada frekuensi rendah, pantulan dasar akustik ditentukan oleh sedimen dasar perairan yang berbeda-beda. Dasar perairan yang sangat keras memiliki pantulan dasar yang lebih kuat dari dasar perairan yang lunak. Dasar perairan yang keras memiliki pantulan yang lebih besar dari dasar perairan yang halus dan seterusnya (Siwabessy, 2001). Dasar perairan memiliki karakteristik memantulkan dan menghamburkan kembali gelombang suara seperti halnya pada permukaan perairan laut. Namun efek pantulan dan backscattering yang dihasilkan lebih kompleks karena sifat dasar laut yang tersusun atas beragam unsur mulai dari lapisan bebatuan yang keras hingga lempung yang halus dan tersusun atas lapisan-lapisan yang memiliki komposisi yang berbeda-beda (Urick, 1983). Beberapa kendala yang mempengaruhi sinyal pantul menjadi berbeda dari pulsa akustik yang dihasilkan adalah sebagai berikut (Siwabessy, 2001). 1. Ketidaksesuaian impedansi akustik dari air laut dasar laut menyebabkan pembauran permukaan dari pulsa utama; 2. Parameter akustik dari instrumen; 3. Penetrasi sinyal akustik pada dasar laut menyebabkan besarnya pembauran pulsa utama; 4. Arah pemantulan pada interface air laut dasar laut yang diakibatkan oleh kekasaran dasar laut; 5. Time delay dari hasil oblique karena spherical spreading terhadap perubahan kedalaman; 6. Respon dari scattering yang berasal dari second acoustic bottom pada permukaan air, gelembung pada kolom air dan kapal; 7. Kemiringan dasar laut; 8. Penyerapan akustik air laut; dan 9. Noise.

6 Kloser et al. (2001b) dan Schlagintweit (1993) telah melakukan observasi klasifikasi dasar laut berdasarkan frekuensi akustik. Untuk dasar perairan yang memiliki ciri yang sama, indeks kekasaran (roughness) telah diamati dengan dua frekuensi berbeda yang mereka gunakan. Schlagintweit (1993) menemukan bahwa perbedaan muncul dari data frekuensi 40 dan 208 khz yang disebabkan perbedaan penetrasi dasar perairan dari frekuensi ini pada berbagai macam tipe dasar perairan (Gambar 4). Gambar 4. Echo dasar perairan (Hamouda and Abdel-Salam, 2010) Besarnya tingkat penetrasi dan pantulan (refleksi) dasar perairan juga ditentukan oleh jenis sedimen itu sendiri (Krastel et al. 2006) dimana dasar perairan atau sedimen yang memiliki sifat lebih keras akan memberikan pantulan dengan nilai amplitudo yang lebih besar (Hamilton, 2001). Nilai backscattering strength dipengaruhi oleh impedansi akustik sebagai faktor utama, selain itu juga dipengaruhi oleh kekasaran (roughness) permukaan sedimen dan heterogenitas volume sedimen (Fonsesca dan Mayer, 2007). Gelombang akustik yang dihamburkan secara acak karena ketidakteraturan dari dasar perairan mencakup kekasaran dari permukaan sedimen dasar perairan, variasi ruang dalam sifat fisis sedimen dan masukan oleh kulit karang atau gelembung. Proses backscattering ini dapat dilihat pada Gambar 5. Pada frekuensi tinggi, semua dasar perairan memiliki banyak ketidakteraturan pada skala gelombang akustik (Jackson dan Richardson, 2006).

7 Incident wave Reflected wave Bottom wave Gambar 5. Sketsa backscattering akustik dasar perairan yang disebabkan kekasaran dari permukaan dan heterogenitas sedimen (Jackson dan Richardson, 2006) Adapun hubungan pantulan dasar perairan terhadap tipe dasar perairan yang berbeda (batu, kerikil, pasir dan lumpur) ditunjukkan pada Gambar 6. Gambar 6. Hubungan sudut datang dan pantulan dasar pada berbagai tipe dasar perairan (Siwabessy, 2001)

8 2.5. Pendekatan metode hidroakustik terhadap dasar perairan Informasi tentang jenis lapisan dasar perairan dan vegetasi bawah air disandikan dalam sinyal echo. Sinyal tersebut dapat disimpan dan diperoleh secara bersamaan dengan data GPS. Sinyal yang disandikan dan informasi tentang dasar perairan dapat diproyeksikan ke dalam bentuk grafik digital. Untuk proses verifikasi hasil, sampling fisik dasar perairan harus ada dan pengamatan dilakukan oleh penyelam atau kamera bawah air dan data yang diperoleh harus dicatat sebagai data akustik. Setelah diverifikasi, hasil disimpan sehingga jenis dasar perairan dapat diketahui dan dapat dibandingkan dengan data dari sinyal echo (Burczynski, 2002). Parameter sinyal echo selain tergantung pada jenis dasar perairan (khususnya kekasaran (roughness) dan kekerasan (hardness) juga dipengaruhi oleh parameter dari alat (frekuensi seperti beamwidth transducer dan lain-lain). Oleh karena itu, hasil verifikasi akan sah hanya untuk sistem akustik yang digunakan untuk verifikasi (Burczynski, 2002). Suatu perkiraan bahwa bagian dasar perairan keras akan menghasilkan echo yang tajam dengan amplitudo yang tinggi sementara bagian dasar perairan lunak akan menghasilkan echo yang panjang dengan amplitudo yang lebih rendah. Fenomena ini dapat diamati pada osiloskop yang ada pada echogram di echosounder selama survei (Gambar 7). Gambar 7. Contoh jejak dasar perairan kasar dan lunak pada perekaman hitam putih (Burczynski, 2002)

9 Gambar 8 memperlihatkan contoh echo dari dasar perairan yang keras dan lunak. Nilai amplitudo dari echo dikuadratkan, melalui pengintegrasian echo dan kemudian kurva kumulatif dari echo dasar perairan. Perbedaan yang nyata akan terlihat dari bentuk yang berbeda antara energi kumulatif dari sinyal dasar perairan yang keras dan lunak. Dasar perairan yang keras akan menghasilkan kurva dengan peningkatan yang tajam sementara bagian dasar perairan yang lunak akan menghasilkan kurva yang meningkat dengan kemiringan yang relatif rendah. Echo yang berasal dari dasar perairan yang ditampilkan dalam bentuk energi kumulatif dapat disimpan dalam database. Kemudian untuk jenis yang tidak diketahui dapat diimplementasikan sebagai curve fitness algorithm dan mengenali jenis dasar perairan sesuai dengan bentuk kurva energi kumulatif. Gambar 8. Bentuk kurva dasar perairan dari dasar perairan yang keras dan lunak; (a) Amplitudo sinyal echo dan (b) Kurva energi kumulatif (Burczynski, 2002) Amplitudo dan bentuk sinyal akustik yang dipantulkan dari dasar laut ditentukan oleh kekasaran dasar laut, perbedaan densitas antara air dan dasar laut, dan reverberasi di dalam substrat. Klasifikasi dasar laut memerlukan sistem akuisisi data akustik dan suatu algoritma yang menganalisis data, menentukan jenis dasar laut dan menghubungkannya dengan hasil klasifikasi akustik terhadap sifat fisik sedimen laut (Tsemahman et al. 1997). Penggunaan sistem klasifikasi dasar laut telah terintegrasi dengan kombinasi perangkat keras dan perangkat lunak. Pengolahan data biasanya tergantung pada ekstraksi fitur karakteristik dari echo dasar laut (Gambar 9).

10 Klasifikasi memasukkan semacam teknik penyaringan untuk kelompok echo dengan fitur yang serupa. Gambar 9. Echo yang menunjukkan jejak dari pulsa yang dikirim dan dipantulkan dari dasar laut (Collins dan McConnaughey, 1998) Durasi echo mempengaruhi berbagai macam fitur yang selain tergantung pada bentuk echo, juga tergantung pada jenis sedimen dan kedalaman. Nilai amplitudo backscatter tergantung pada jenis sedimen, grazing angle dan jarak. Ketergantungan pada grazing angle dan jarak harus dikurangi untuk klasifikasi dasar perairan (Preston et al. 2004).

2. TINJAUAN PUSTAKA. Sedimen adalah kerak bumi (regolith) yang ditransportasikan melalui proses

2. TINJAUAN PUSTAKA. Sedimen adalah kerak bumi (regolith) yang ditransportasikan melalui proses 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sedimen Dasar Laut Sedimen adalah kerak bumi (regolith) yang ditransportasikan melalui proses hidrologi dari suatu tempat ke tempat yang lain, baik secara vertikal maupun secara

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. Dasar Laut Arafura merupakan paparan yang sangat luas. Menurut Nontji

2. TINJAUAN PUSTAKA. Dasar Laut Arafura merupakan paparan yang sangat luas. Menurut Nontji 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian Dasar Laut Arafura merupakan paparan yang sangat luas. Menurut Nontji (1987), paparan Arafura (diberi nama oleh Krummel, 1897) ini terdiri dari tiga

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Terumbu Karang Bentuk Pertumbuhan Karang

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Terumbu Karang Bentuk Pertumbuhan Karang 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Terumbu Karang Terumbu karang merupakan satu kesatuan dari berbagai jenis karang. Terumbu karang adalah endapan-endapan masif yang penting dari kalsium karbonat yang terutama dihasilkan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Sedimen Dasar Perairan Berdasarkan pengamatan langsung terhadap sampling sedimen dasar perairan di tiap-tiap stasiun pengamatan tipe substrat dikelompokkan menjadi 2, yaitu:

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Dasar perairan memiliki peranan yang sangat penting yaitu sebagai habitat bagi bermacam-macam makhluk hidup yang kehidupannya berasosiasi dengan lingkungan perairan.

Lebih terperinci

Gambar 8. Lokasi penelitian

Gambar 8. Lokasi penelitian 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan lokasi penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 30 Januari-3 Februari 2011 yang di perairan Pulau Gosong, Pulau Semak Daun dan Pulau Panggang, Kabupaten

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sedimen Dasar Laut

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sedimen Dasar Laut 6 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sedimen Dasar Laut Seluruh permukaan dasar laut ditutupi oleh partikel-partikel sedimen yang telah diendapkan secara perlahan-lahan dalam jangka waktu berjuta-juta tahun. Sedimen

Lebih terperinci

KUANTIFIKASI DAN KARAKTERISASI ACOUSTIC BACKSCATTERING DASAR PERAIRAN DI KEPULAUAN SERIBU JAKARTA OBED AGTAPURA TARUK ALLO

KUANTIFIKASI DAN KARAKTERISASI ACOUSTIC BACKSCATTERING DASAR PERAIRAN DI KEPULAUAN SERIBU JAKARTA OBED AGTAPURA TARUK ALLO KUANTIFIKASI DAN KARAKTERISASI ACOUSTIC BACKSCATTERING DASAR PERAIRAN DI KEPULAUAN SERIBU JAKARTA OBED AGTAPURA TARUK ALLO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Tabel 2 Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian. No. Alat dan Bahan Type/Sumber Kegunaan.

METODE PENELITIAN. Tabel 2 Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian. No. Alat dan Bahan Type/Sumber Kegunaan. METODE PENELITIAN Waktu dan Lokasi Penelitian Pengambilan data lapang dilakukan pada tanggal 16-18 Mei 2008 di perairan gugusan pulau Pari, Kepulauan Seribu, Jakarta (Gambar 11). Lokasi ditentukan berdasarkan

Lebih terperinci

Sumber : Mckenzie (2009) Gambar 2. Morfologi Lamun

Sumber : Mckenzie (2009) Gambar 2. Morfologi Lamun 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Lamun Lamun merupakan tumbuhan laut yang hidup di perairan jernih pada kedalaman berkisar antara 2 12 m dengan sirkulasi air yang baik. Hampir semua tipe substrat dapat

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Identifikasi Lifeform Karang Secara Visual Karang memiliki variasi bentuk pertumbuhan koloni yang berkaitan dengan kondisi lingkungan perairan. Berdasarkan hasil identifikasi

Lebih terperinci

PENGUKURAN HAMBUR BALIK AKUSTIK DASAR LAUT DI SEKITAR KEPULAUAN SERIBU MENGGUNAKAN SPLIT BEAM ECHOSOUNDER

PENGUKURAN HAMBUR BALIK AKUSTIK DASAR LAUT DI SEKITAR KEPULAUAN SERIBU MENGGUNAKAN SPLIT BEAM ECHOSOUNDER PENGUKURAN HAMBUR BALIK AKUSTIK DASAR LAUT DI SEKITAR KEPULAUAN SERIBU MENGGUNAKAN SPLIT BEAM ECHOSOUNDER KORSUES LUMBAN GAOL SKRIPSI DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Perairan Laut Arafura di lokasi penelitian termasuk ke dalam kategori

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Perairan Laut Arafura di lokasi penelitian termasuk ke dalam kategori 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Profil Peta Batimetri Laut Arafura Perairan Laut Arafura di lokasi penelitian termasuk ke dalam kategori perairan dangkal dimana kedalaman mencapai 100 meter. Berdasarkan data

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada koordinat 5º - 8 º LS dan 133 º º BT

3. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada koordinat 5º - 8 º LS dan 133 º º BT 3. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada koordinat 5º - 8 º LS dan 133 º - 138 º BT (Gambar 2), pada bulan November 2006 di Perairan Laut Arafura, dengan kedalaman

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Substrat dasar perairan memiliki peranan yang sangat penting yaitu sebagai habitat bagi bermacam-macam biota baik itu mikrofauna maupun makrofauna. Mikrofauna berperan

Lebih terperinci

AKUSTIK REMOTE SENSING/PENGINDERAAN JAUH

AKUSTIK REMOTE SENSING/PENGINDERAAN JAUH P. Ika Wahyuningrum AKUSTIK REMOTE SENSING/PENGINDERAAN JAUH Suatu teknologi pendeteksian obyek dibawah air dengan menggunakan instrumen akustik yang memanfaatkan suara dengan gelombang tertentu Secara

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kajian dasar perairan dapat digunakan secara luas, dimana para ahli sumberdaya kelautan membutuhkannya sebagai kajian terhadap habitat bagi hewan bentik (Friedlander et

Lebih terperinci

3. METODOLOGI PENELITIAN

3. METODOLOGI PENELITIAN 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Pengambilan data akustik dilakukan pada tanggal 29 Januari sampai 3 Februari 2011 di perairan Kepulauan Seribu. Wilayah penelitian mencakup di

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengambilan Contoh Dasar Gambar 16 merupakan hasil dari plot bottom sampling dari beberapa titik yang dilakukan secara acak untuk mengetahui dimana posisi target yang

Lebih terperinci

Scientific Echosounders

Scientific Echosounders Scientific Echosounders Namun secara secara elektronik didesain dengan amplitudo pancaran gelombang yang stabil, perhitungan waktu yang lebih akuran dan berbagai menu dan software tambahan. Contoh scientific

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Data Lapangan Berdasarkan pengamatan langsung di lapangan dengan melakukan penyelaman di lokasi transek lamun, diperoleh data yang diuraikan pada Tabel 4. Lokasi penelitian berada

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian 3.2 Kapal Survei dan Instrumen Penelitian

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian 3.2 Kapal Survei dan Instrumen Penelitian 3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini merupakan bagian dari Ekspedisi Selat Makassar 2003 yang diperuntukkan bagi Program Census of Marine Life (CoML) yang dilaksanakan oleh

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Batimetri Selat Sunda Peta batimetri adalah peta yang menggambarkan bentuk konfigurasi dasar laut dinyatakan dengan angka-angka suatu kedalaman dan garis-garis yang mewakili

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Gangguan Pada Audio Generator Terhadap Amplitudo Gelombang Audio Yang Dipancarkan Pengukuran amplitudo gelombang audio yang dipancarkan pada berbagai tingkat audio generator

Lebih terperinci

3. METODOLOGI. Pengambilan data dengan menggunakan side scan sonar dilakukan selama

3. METODOLOGI. Pengambilan data dengan menggunakan side scan sonar dilakukan selama 3. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Pengambilan data dengan menggunakan side scan sonar dilakukan selama dua hari, yaitu pada 19-20 November 2008 di perairan Aceh, Lhokseumawe (Gambar 3). Sesuai

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Desember 2010 Juli 2011 yang meliputi tahapan persiapan, pengukuran data lapangan, pengolahan dan analisis

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. Side Scan Sonar merupakan peralatan observasi dasar laut yang dapat

2. TINJAUAN PUSTAKA. Side Scan Sonar merupakan peralatan observasi dasar laut yang dapat 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Side Scan Sonar Side Scan Sonar merupakan peralatan observasi dasar laut yang dapat memancarkan beam pada kedua sisi bagiannya secara horizontal. Side scan sonar memancarkan pulsa

Lebih terperinci

SOUND PROPAGATION (Perambatan Suara)

SOUND PROPAGATION (Perambatan Suara) SOUND PROPAGATION (Perambatan Suara) SOUND PROPAGATION (Perambatan Suara) Reflection and Refraction Ketika gelombang suara merambat dalam medium, terjadi sebuah pertemuan antara kedua medium dengan kepadatan

Lebih terperinci

PENGUKURAN ACOUSTIC BACKSCATTERING STRENGTH DASAR PERAIRAN DENGAN INSTRUMEN SINGLE DAN MULTI BEAM ECHO SOUNDER BAMBANG SUPARTONO

PENGUKURAN ACOUSTIC BACKSCATTERING STRENGTH DASAR PERAIRAN DENGAN INSTRUMEN SINGLE DAN MULTI BEAM ECHO SOUNDER BAMBANG SUPARTONO PENGUKURAN ACOUSTIC BACKSCATTERING STRENGTH DASAR PERAIRAN DENGAN INSTRUMEN SINGLE DAN MULTI BEAM ECHO SOUNDER BAMBANG SUPARTONO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013 PENGUKURAN ACOUSTIC

Lebih terperinci

KELOMPOK 2 JUWITA AMELIA MILYAN U. LATUE DICKY STELLA L. TOBING

KELOMPOK 2 JUWITA AMELIA MILYAN U. LATUE DICKY STELLA L. TOBING SISTEM SONAR KELOMPOK 2 JUWITA AMELIA 2012-64-0 MILYAN U. LATUE 2013-64-0 DICKY 2013-64-0 STELLA L. TOBING 2013-64-047 KARAKTERISASI PANTULAN AKUSTIK KARANG MENGGUNAKAN ECHOSOUNDER SINGLE BEAM Baigo Hamuna,

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI DAN KLASIFIKASI LIFEFORM KARANG MENGGUNAKAN METODE HIDROAKUSTIK JEFRY BEMBA

IDENTIFIKASI DAN KLASIFIKASI LIFEFORM KARANG MENGGUNAKAN METODE HIDROAKUSTIK JEFRY BEMBA IDENTIFIKASI DAN KLASIFIKASI LIFEFORM KARANG MENGGUNAKAN METODE HIDROAKUSTIK JEFRY BEMBA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini

Lebih terperinci

3. DISTRIBUSI IKAN DI LAUT CINA SELATAN

3. DISTRIBUSI IKAN DI LAUT CINA SELATAN 3. DISTRIBUSI IKAN DI LAUT CINA SELATAN Pendahuluan Keberadaan sumberdaya ikan, baik ikan pelagis maupun demersal dapat diduga dengan menggunakan metode hidroakustik (Mitson 1983). Beberapa keuntungan

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Terumbu Karang

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Terumbu Karang 6 2.1 Terumbu Karang 2 TINJAUAN PUSTAKA Terumbu karang merupakan kumpulan organisme karang yang hidup diperairan laut dangkal terutama di daerah tropis. Ekosistim terumbu karang komponen utamanya disusun

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. kondisinya dipengaruhi oleh karakteristik oseanik Samudra Hindia dan sifat

2. TINJAUAN PUSTAKA. kondisinya dipengaruhi oleh karakteristik oseanik Samudra Hindia dan sifat 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Keadaan Umum Lokasi Penelitian Perairan Selat Sunda terletak di antara Pulau Sumatera dan Pulau Jawa serta berhubungan dengan Laut Jawa dan Samudera Hindia. Pada perairan ini terdapat

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 39 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Profil Kecepatan Suara Profil kecepatan suara (SVP) di lokasi penelitian diukur secara detail untuk mengurangi pengaruh kesalahan terhadap data multibeam pada

Lebih terperinci

4. HASIL PEMBAHASAN. Sta Latitude Longitude Spesies Keterangan

4. HASIL PEMBAHASAN. Sta Latitude Longitude Spesies Keterangan 4. HASIL PEMBAHASAN 4.1 Data Lapangan Berdasarkan pengamatan langsung di lapangan dengan melakukan penyelaman di lokasi transek lamun, ditemukan 3 jenis spesies lamun yakni Enhalus acoroides, Cymodocea

Lebih terperinci

EFEK UKURAN BUTIRAN, KEKASARAN, DAN KEKERASAN DASAR PERAIRAN TERHADAP NILAI HAMBUR BALIK HASIL DETEKSI HYDROAKUSTIK ABSTRACT

EFEK UKURAN BUTIRAN, KEKASARAN, DAN KEKERASAN DASAR PERAIRAN TERHADAP NILAI HAMBUR BALIK HASIL DETEKSI HYDROAKUSTIK ABSTRACT P P Staf P P Peneliti E-Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 2, No. 1, Hal. 59-67, Juni 2010 EFEK UKURAN BUTIRAN, KEKASARAN, DAN KEKERASAN DASAR PERAIRAN TERHADAP NILAI HAMBUR BALIK HASIL DETEKSI

Lebih terperinci

Model integrasi echo dasar laut Blok diagram scientific echosounder ditampilkan pada Gambar I. echo pada pre-amplifier, ERB :

Model integrasi echo dasar laut Blok diagram scientific echosounder ditampilkan pada Gambar I. echo pada pre-amplifier, ERB : N AWSTIK SCATTERINGSTRENGTH DASAR LAUT DAN IDENTIFIKASI WABIcrAT I DENGAN ECHOSOUNDER (Measurement of Acoustic ScatGering Strength of Sea Bottom and Identification of Fish Habitat Using Echosounder) Oleh:

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN SISTEM INFORMASI DATA HIDROAKUSTIK BERBASIS WEBSITE

RANCANG BANGUN SISTEM INFORMASI DATA HIDROAKUSTIK BERBASIS WEBSITE RANCANG BANGUN SISTEM INFORMASI DATA HIDROAKUSTIK BERBASIS WEBSITE Oleh : Asep Ma mun C64104030 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

Lebih terperinci

PENDUGAAN KELIMPAHAN DAN SEBARAN IKAN DEMERSAL DENGAN MENGGUNAKAN METODE AKUSTIK DI PERAIRAN BELITUNG

PENDUGAAN KELIMPAHAN DAN SEBARAN IKAN DEMERSAL DENGAN MENGGUNAKAN METODE AKUSTIK DI PERAIRAN BELITUNG Pendugaan Kelimpahan dan Sebaran Ikan... Metode Akustik di Perairan Belitung (Fahmi, Z.) PENDUGAAN KELIMPAHAN DAN SEBARAN IKAN DEMERSAL DENGAN MENGGUNAKAN METODE AKUSTIK DI PERAIRAN BELITUNG ABSTRAK Zulkarnaen

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. sekitar 100 tahun. Pada awal 1800-an teori elastis propagasi gelombang mulai

2. TINJAUAN PUSTAKA. sekitar 100 tahun. Pada awal 1800-an teori elastis propagasi gelombang mulai 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sejarah Teknologi Seismik Seismologi adalah ilmu yang relatif muda yang diteliti secara kuantitatif sekitar 100 tahun. Pada awal 1800-an teori elastis propagasi gelombang mulai

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2 Ilustrasi morfologi lamun yang membedakan tiap spesies. (Lanyon, 1986, diacu dalam McKenzie and Campbell, 2002)

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2 Ilustrasi morfologi lamun yang membedakan tiap spesies. (Lanyon, 1986, diacu dalam McKenzie and Campbell, 2002) TINJAUAN PUSTAKA Lamun Bagi Ekosistem Pesisir Lamun (seagrass) merupakan tumbuhan berbunga (angiospermae) dan mempunyai akar rimpang, daun, bunga dan buah (Gambar 2). Lamun hidup di sedimen dasar laut,

Lebih terperinci

ANALISIS MODEL JACKSON PADA SEDIMEN BERPASIR MENGGUNAKAN METODE HIDROAKUSTIK DI GUGUSAN PULAU PARI, KEPULAUAN SERIBU SYAHRUL PURNAWAN

ANALISIS MODEL JACKSON PADA SEDIMEN BERPASIR MENGGUNAKAN METODE HIDROAKUSTIK DI GUGUSAN PULAU PARI, KEPULAUAN SERIBU SYAHRUL PURNAWAN ANALISIS MODEL JACKSON PADA SEDIMEN BERPASIR MENGGUNAKAN METODE HIDROAKUSTIK DI GUGUSAN PULAU PARI, KEPULAUAN SERIBU SYAHRUL PURNAWAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN

Lebih terperinci

3. METODOLOGI. Gambar 10. Lokasi penelitian

3. METODOLOGI. Gambar 10. Lokasi penelitian 3. METODOLOGI 3.1. Waktu dan lokasi penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 29 Januari 2 Februari 2011 yang berlokasi di sekitar perairan Pulau Pramuka, Pulau Panggang, Pulau Karya dan Pulau

Lebih terperinci

HUBUNGAN TIPE DASAR PERAIRAN TERHADAP DISTRIBUSI IKAN DEMERSAL DI PERAIRAN PANGKAJENE SULAWESI SELATAN 2011

HUBUNGAN TIPE DASAR PERAIRAN TERHADAP DISTRIBUSI IKAN DEMERSAL DI PERAIRAN PANGKAJENE SULAWESI SELATAN 2011 HUBUNGAN TIPE DASAR PERAIRAN TERHADAP DISTRIBUSI IKAN DEMERSAL DI PERAIRAN PANGKAJENE SULAWESI SELATAN 2011 HIDAYANTO AKBAR SKRIPSI DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

Lebih terperinci

PERBEDAAN KETEBALAN INTEGRASI DASAR PERAIRAN DENGAN INSTRUMEN HIDROAKUSTIK SIMRAD EY-60 DI PERAIRAN KEPULAUAN PARI

PERBEDAAN KETEBALAN INTEGRASI DASAR PERAIRAN DENGAN INSTRUMEN HIDROAKUSTIK SIMRAD EY-60 DI PERAIRAN KEPULAUAN PARI PERBEDAAN KETEBALAN INTEGRASI DASAR PERAIRAN DENGAN INSTRUMEN HIDROAKUSTIK SIMRAD EY-60 DI PERAIRAN KEPULAUAN PARI SANTI OKTAVIA SKRIPSI DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU

Lebih terperinci

BAB 2 DASAR TEORI AKUSTIK BAWAH AIR

BAB 2 DASAR TEORI AKUSTIK BAWAH AIR BAB 2 DASAR TEORI AKUSTIK BAWAH AIR 2.1 Persamaan Akustik Bawah Air Persamaan akustik bawah air diturunkan dari persamaan state, persamaan kekekalan massa (persamaan kontinuitas) dan persamaan kekekalan

Lebih terperinci

II BAHAN DAN METODE. II.1 Faktor yang Mengontrol Pergerakan Sedimen

II BAHAN DAN METODE. II.1 Faktor yang Mengontrol Pergerakan Sedimen II BAHAN DAN METODE Sedimen merupakan fragmentasi material yang berasal dari pemecahan batuan akibat proses fisis dan kimiawi (van Rijn, 1993). Di kawasan pesisir, pasokan sedimen terutama berasal dari

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. (http://id.wikipedia.org/wiki/sonar, 2 April 2009). Berdasarkan sistemnya, ada

2. TINJAUAN PUSTAKA. (http://id.wikipedia.org/wiki/sonar, 2 April 2009). Berdasarkan sistemnya, ada 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sonar Sonar merupakan alat pendeteksian bawah air yang menggunakan gelombang suara untuk mendeteksi kedalaman serta benda-benda di dasar laut (http://id.wikipedia.org/wiki/sonar,

Lebih terperinci

PEDOMAN PRAKTIKUM GEOLOGI UNTUK PENGAMATAN BATUAN

PEDOMAN PRAKTIKUM GEOLOGI UNTUK PENGAMATAN BATUAN PEDOMAN PRAKTIKUM GEOLOGI UNTUK PENGAMATAN BATUAN Kegiatan : Praktikum Kuliah lapangan ( PLK) Jurusan Pendidikan Geografi UPI untuk sub kegiatan : Pengamatan singkapan batuan Tujuan : agar mahasiswa mengenali

Lebih terperinci

KUANTIFIKASI DAN KLASIFIKASI KARANG BERDASARKAN KUAT HAMBUR BALIK MENGGUNAKAN METODE AKUSTIK SINGLE BEAM BAIGO HAMUNA

KUANTIFIKASI DAN KLASIFIKASI KARANG BERDASARKAN KUAT HAMBUR BALIK MENGGUNAKAN METODE AKUSTIK SINGLE BEAM BAIGO HAMUNA 15 KUANTIFIKASI DAN KLASIFIKASI KARANG BERDASARKAN KUAT HAMBUR BALIK MENGGUNAKAN METODE AKUSTIK SINGLE BEAM BAIGO HAMUNA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013 16 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

5. ESTIMASI STOK SUMBERDAYA IKAN BERDASARKAN METODE HIDROAKUSTIK

5. ESTIMASI STOK SUMBERDAYA IKAN BERDASARKAN METODE HIDROAKUSTIK 5. ESTIMASI STOK SUMBERDAYA IKAN BERDASARKAN METODE HIDROAKUSTIK Pendahuluan Sumberdaya perikanan LCS merupakan kontribusi utama yang sangat penting di tingkat lokal, regional dan internasional untuk makanan

Lebih terperinci

PENGUKURAN ACOUSTIC BACKSCATTERING STRENGTH DASAR PERAIRAN SELAT GASPAR DAN SEKITARNYA MENGGUNAKAN INSTRUMEN SIMRAD EK60

PENGUKURAN ACOUSTIC BACKSCATTERING STRENGTH DASAR PERAIRAN SELAT GASPAR DAN SEKITARNYA MENGGUNAKAN INSTRUMEN SIMRAD EK60 PENGUKURAN ACOUSTIC BACKSCATTERING STRENGTH DASAR PERAIRAN SELAT GASPAR DAN SEKITARNYA MENGGUNAKAN INSTRUMEN SIMRAD EK60 ROSHYANA WAHYU NOOR JAYANTIE SKRIPSI DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS

Lebih terperinci

Terbentuknya Batuan Sedimen

Terbentuknya Batuan Sedimen Partikel Sedimen Terbentuknya Batuan Sedimen Proses terbentuknya batuan sedimen dari batuan yang telah ada sebelumnya. Material yang berasal dari proses pelapukan kimiawi dan mekanis, ditransportasikan

Lebih terperinci

NILAI KEKUATAN HAMBUR BALIK (BACKSCATTERING STRENGTH VALUE) SUBSTRAT BERPASIR STEVEN SOLIKIN

NILAI KEKUATAN HAMBUR BALIK (BACKSCATTERING STRENGTH VALUE) SUBSTRAT BERPASIR STEVEN SOLIKIN NILAI KEKUATAN HAMBUR BALIK (BACKSCATTERING STRENGTH VALUE) SUBSTRAT BERPASIR STEVEN SOLIKIN DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015

Lebih terperinci

ANALISIS HAMBUR BALIK AKUSTIK UNTUK IDENTIFIKASI SPESIES LAMUN LA OLE

ANALISIS HAMBUR BALIK AKUSTIK UNTUK IDENTIFIKASI SPESIES LAMUN LA OLE ANALISIS HAMBUR BALIK AKUSTIK UNTUK IDENTIFIKASI SPESIES LAMUN LA OLE SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

Lebih terperinci

PERBEDAAN KETEBALAN INTEGRASI DASAR PERAIRAN DENGAN INSTRUMEN HIDROAKUSTIK SIMRAD EY-60 DI PERAIRAN KEPULAUAN PARI

PERBEDAAN KETEBALAN INTEGRASI DASAR PERAIRAN DENGAN INSTRUMEN HIDROAKUSTIK SIMRAD EY-60 DI PERAIRAN KEPULAUAN PARI PERBEDAAN KETEBALAN INTEGRASI DASAR PERAIRAN DENGAN INSTRUMEN HIDROAKUSTIK SIMRAD EY60 DI PERAIRAN KEPULAUAN PARI SANTI OKTAVIA SKRIPSI DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU

Lebih terperinci

PERTEMUAN IV SURVEI HIDROGRAFI. Survei dan Pemetaan Universitas IGM Palembang

PERTEMUAN IV SURVEI HIDROGRAFI. Survei dan Pemetaan Universitas IGM Palembang PERTEMUAN IV SURVEI HIDROGRAFI Survei dan Pemetaan Universitas IGM Palembang Konfigurasi Survei Hidrografi 1. Penentuan posisi (1) dan penggunaan sistem referensi (7) 2. Pengukuran kedalaman (pemeruman)

Lebih terperinci

PENGUKURAN DAN ANALISIS NILAI HAMBUR BALIK AKUSTIK UNTUK KLASIFIKASI DASAR PERAIRAN DELTA MAHAKAM

PENGUKURAN DAN ANALISIS NILAI HAMBUR BALIK AKUSTIK UNTUK KLASIFIKASI DASAR PERAIRAN DELTA MAHAKAM Pengukuran dan Analisis Nilai Hambur. Klasifikasi Dasar Perairan Delta Mahakam (Ningsih E.N., et al) PENGUKURAN DAN ANALISIS NILAI HAMBUR BALIK AKUSTIK UNTUK KLASIFIKASI DASAR PERAIRAN DELTA MAHAKAM ACOUSTIC

Lebih terperinci

HUBUNGAN TIPE DASAR PERAIRAN DENGAN DISTRIBUSI IKAN DEMERSAL DI PERAIRAN PANGKAJENE SULAWESI SELATAN 2011

HUBUNGAN TIPE DASAR PERAIRAN DENGAN DISTRIBUSI IKAN DEMERSAL DI PERAIRAN PANGKAJENE SULAWESI SELATAN 2011 Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan. Vol. 4. No. 1 Mei 2013: 31-39 ISSNN 2087-4871 HUBUNGAN TIPE DASAR PERAIRAN DENGAN DISTRIBUSI IKAN DEMERSAL DI PERAIRAN PANGKAJENE SULAWESI SELATAN 2011 (THE RELATION

Lebih terperinci

3. METODOLOGI PENELITIAN

3. METODOLOGI PENELITIAN 17 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari sampai Juni 211, sedangkan survei data dilakukan oleh pihak Balai Riset Perikanan Laut (BRPL) Departemen

Lebih terperinci

Arqi Eka Pradana Netro Handaru Fajar Lukman Hakim Muhammad Rizki Nandika Elok Puspa

Arqi Eka Pradana Netro Handaru Fajar Lukman Hakim Muhammad Rizki Nandika Elok Puspa Arqi Eka Pradana 115080201111007 Netro Handaru 115080600111005 Fajar Lukman Hakim 115080600111023 Muhammad Rizki Nandika 115080601111018 Elok Puspa Nirmala 115080213111012 M Rifki Fajarulloh 115080201111035

Lebih terperinci

PENGUKURAN DAN ANALISIS NILAI HAMBUR BALIK AKUSTIK UNTUK KLASIFIKASI DASAR PERAIRAN DAN HUBUNGANNYA DENGAN MAKROZOOBENTOS DI DELTA MAHAKAM

PENGUKURAN DAN ANALISIS NILAI HAMBUR BALIK AKUSTIK UNTUK KLASIFIKASI DASAR PERAIRAN DAN HUBUNGANNYA DENGAN MAKROZOOBENTOS DI DELTA MAHAKAM PENGUKURAN DAN ANALISIS NILAI HAMBUR BALIK AKUSTIK UNTUK KLASIFIKASI DASAR PERAIRAN DAN HUBUNGANNYA DENGAN MAKROZOOBENTOS DI DELTA MAHAKAM ELLIS NURJULIASTI NINGSIH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

Citra akustik Ikan Uji. Matriks Data Akustik. Hitungan Deskriptor. 15 Desk. teridentifikasi. 8 Desk. utama. Rancangan awal JSTPB JSTPB1

Citra akustik Ikan Uji. Matriks Data Akustik. Hitungan Deskriptor. 15 Desk. teridentifikasi. 8 Desk. utama. Rancangan awal JSTPB JSTPB1 3 METODOLOGI Secara garis besar metode penelitian dalam disertasi ini berkaitan dengan permasalahan identifikasi kawanan ikan secara hidroakustik yang berkaitan dengan pengukuran dan pemrosesan data hidroakustik,

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Sejarah Penggunaan Cahaya pada Penangkapan Ikan

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Sejarah Penggunaan Cahaya pada Penangkapan Ikan 8 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sejarah Penggunaan Cahaya pada Penangkapan Ikan Pada mulanya penggunaan lampu untuk penangkapan masih terbatas pada daerah-daerah tertentu dan umumnya dilakukan hanya di tepi-tepi

Lebih terperinci

Pendahuluan. Peralatan. Sari. Abstract. Subarsyah dan M. Yusuf

Pendahuluan. Peralatan. Sari. Abstract. Subarsyah dan M. Yusuf PENGARUH FREKUENSI GELOMBANG TERHADAP RESOLUSI DAN DELINEASI PERLAPISAN SEDIMEN BAWAH PERMUKAAN DARI DUA INSTRUMEN AKUSTIK YANG BERBEDA DI SUNGAI SAGULING Subarsyah dan M. Yusuf Pusat Penelitian dan Pengembangan

Lebih terperinci

UJI BEDA KETEBALAN INTEGRASI PADA PANTULAN PERTAMA DAN KEDUA HASIL DETEKSI AKUSTIK MULYANI

UJI BEDA KETEBALAN INTEGRASI PADA PANTULAN PERTAMA DAN KEDUA HASIL DETEKSI AKUSTIK MULYANI UJI BEDA KETEBALAN INTEGRASI PADA PANTULAN PERTAMA DAN KEDUA HASIL DETEKSI AKUSTIK MULYANI DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2014 PERNYATAAN

Lebih terperinci

Karakterisasi Pantulan Akustik Karang Menggunakan Echosounder Single Beam

Karakterisasi Pantulan Akustik Karang Menggunakan Echosounder Single Beam Karakterisasi Pantulan Akustik Karang Menggunakan Echosounder Single Beam Characterization of Coral Acoustics Backscattering Using Single Beam Echosounder Baigo Hamuna 1, Sri Pujiyati 2, Totok Hestirianoto

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN. Gambar 8 Peta lokasi penelitian.

3 METODE PENELITIAN. Gambar 8 Peta lokasi penelitian. 30 3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini menggunakan data hasil survei akustik yang dilaksanakan oleh Balai Riset Perikanan Laut (BRPL), Dirjen Perikanan Tangkap, KKP RI pada bulan Juni

Lebih terperinci

III. TEORI DASAR. gelombang akustik yang dihasilkan oleh sumber gelombang (dapat berupa

III. TEORI DASAR. gelombang akustik yang dihasilkan oleh sumber gelombang (dapat berupa III. TEORI DASAR 3.1 Konsep Seismik Refleksi Seismik refleksi merupakan salah satu metode geofisika yang digunakan untuk mengetahui keadaan di bawah permukaan bumi. Metode ini menggunakan gelombang akustik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bangunan. Tanah yang terdiri dari campuran butiran-butiran mineral dengan atau

BAB I PENDAHULUAN. bangunan. Tanah yang terdiri dari campuran butiran-butiran mineral dengan atau BAB I PENDAHULUAN 1.1 Umum Dalam dunia geoteknik tanah merupakansalah satu unsur penting yang yang pastinya akan selalu berhubungan dengan pekerjaan struktural dalam bidang teknik sipil baik sebagai bahan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Sound Velocity Profile (SVP) Pengukuran nilai Sound Velocity Profile (SVP) dilakukan dengan menggunkan sebuah instrumen CTD SBE 19. Instrumen ini memiliki tingkat

Lebih terperinci

Besar butir adalah ukuran (diameter dari fragmen batuan). Skala pembatasan yang dipakai adalah skala Wentworth

Besar butir adalah ukuran (diameter dari fragmen batuan). Skala pembatasan yang dipakai adalah skala Wentworth 3. Batuan Sedimen 3.1 Kejadian Batuan Sedimen Batuan sedimen terbentuk dari bahan yang pernah lepas dan bahan terlarut hasil dari proses mekanis dan kimia dari batuan yang telah ada sebelumnya, dari cangkang

Lebih terperinci

KARAKTERISTIKA ALIRAN DAN BUTIR SEDIMEN

KARAKTERISTIKA ALIRAN DAN BUTIR SEDIMEN KARAKTERISTIKA ALIRAN DAN BUTIR SEDIMEN May 14 Transpor Sedimen Karakteristika Aliran 2 Karakteristika fluida air yang berpengaruh terhadap transpor sedimen Rapat massa, ρ Viskositas, ν Variabel aliran

Lebih terperinci

BAB 5 PEMBAHASAN. 39 Universitas Indonesia

BAB 5 PEMBAHASAN. 39 Universitas Indonesia BAB 5 PEMBAHASAN Dua metode penelitian yaitu simulasi dan eksperimen telah dilakukan sebagaimana telah diuraikan pada dua bab sebelumnya. Pada bab ini akan diuraikan mengenai analisa dan hasil yang diperoleh

Lebih terperinci

DETEKSI DAN INTERPRETASI TARGET DI DASAR LAUT MENGGUNAKAN INSTRUMEN SIDE SCAN SONAR

DETEKSI DAN INTERPRETASI TARGET DI DASAR LAUT MENGGUNAKAN INSTRUMEN SIDE SCAN SONAR DETEKSI DAN INTERPRETASI TARGET DI DASAR LAUT MENGGUNAKAN INSTRUMEN SIDE SCAN SONAR 1) Soetjie Poernama Sari 2) Henry M. Manik 1) Alumni Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan FPIK IPB 2) Dosen Bagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kebutuhan akan data batimetri semakin meningkat seiring dengan kegunaan data tersebut untuk berbagai aplikasi, seperti perencanaan konstruksi lepas pantai, aplikasi

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini teknologi hidroakustik atau perangkat lunak pengolah sinyal akustik masih sulit untuk dapat mengetahui jenis dan panjang ikan secara langsung dan akurat. Selama

Lebih terperinci

BAB II GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK. walaupun tidak ada medium dan terdiri dari medan listrik dan medan magnetik

BAB II GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK. walaupun tidak ada medium dan terdiri dari medan listrik dan medan magnetik BAB II GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK 2.1 Umum elektromagnetik adalah gelombang yang dapat merambat walaupun tidak ada medium dan terdiri dari medan listrik dan medan magnetik seperti yang diilustrasikan pada

Lebih terperinci

BAB. IV SIMULASI DAN EKSPERIMEN SISTEM PENCITRAAN ULTRASONIK

BAB. IV SIMULASI DAN EKSPERIMEN SISTEM PENCITRAAN ULTRASONIK BAB. IV SIMULASI DAN EKSPERIMEN SISTEM PENCITRAAN ULTRASONIK 4.1 Simulasi Simulasi merupakan penggambaran suatu sistem atau proses dengan memperagakan atau menirukan (menyerupai) sesuatu yg besar dengan

Lebih terperinci

III METODE PENELITIAN

III METODE PENELITIAN III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Waduk Ir. H. Djuanda dan Laboratorium Akustik Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB Bogor. Kegiatan penelitian ini terbagi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 13 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. 1 Pantai 2.1.1. Pengertian Pantai Pengertian pantai berbeda dengan pesisir. Tidak sedikit yang mengira bahwa kedua istilah tersebut memiliki arti yang sama, karena banyak

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK TANAH. Angga Yuhistira Teknologi dan Manajemen Lingkungan - IPB

KARAKTERISTIK TANAH. Angga Yuhistira Teknologi dan Manajemen Lingkungan - IPB KARAKTERISTIK TANAH Angga Yuhistira Teknologi dan Manajemen Lingkungan - IPB Pendahuluan Geosfer atau bumi yang padat adalah bagian atau tempat dimana manusia hidup dan mendapatkan makanan,, mineral-mineral

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. hidroakustik merupakan data hasil estimasi echo counting dan echo integration

2. TINJAUAN PUSTAKA. hidroakustik merupakan data hasil estimasi echo counting dan echo integration 3 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Metode Hidroakustik 2.1.1. Prinsip Kerja Metode Hidroakustik Hidroakustik merupakan ilmu yang mempelajari gelombang suara dan perambatannya dalam suatu medium, dalam hal ini

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN Pada bab ini akan dijelaskan mengenai suatu kasus yang akan menjadi alasan dilakukan penelitian ini, yang akan diuraikan pada Latar Belakang. Atas dasar masalah yang telah dikemukakan

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Penangkapan Ikan

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Penangkapan Ikan 5 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Penangkapan Ikan Suatu wilayah perairan laut dapat dikatakan sebagai daerah penangkapan ikan apabila terjadi interaksi antara sumberdaya ikan yang menjadi target penangkapan

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA Gelombang Bunyi Perambatan Gelombang dalam Pipa

2. TINJAUAN PUSTAKA Gelombang Bunyi Perambatan Gelombang dalam Pipa 2 Metode yang sering digunakan untuk menentukan koefisien serap bunyi pada bahan akustik adalah metode ruang gaung dan metode tabung impedansi. Metode tabung impedansi ini masih dibedakan menjadi beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari bebatuan yang sudah mengalami pelapukan oleh gaya gaya alam.

BAB I PENDAHULUAN. dari bebatuan yang sudah mengalami pelapukan oleh gaya gaya alam. BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Salah satu tahapan paling awal dalam perencanaan pondasi pada bangunan adalah penyelidikan tanah. Tanah adalah lapisan permukaan bumi yang berasal dari bebatuan yang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. spektrofotometer UV-Vis dan hasil uji serapan panjang gelombang sampel dapat

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. spektrofotometer UV-Vis dan hasil uji serapan panjang gelombang sampel dapat BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Penelitian diawali dengan pembuatan sampel untuk uji serapan panjang gelombang sampel. Sampel yang digunakan pada uji serapan panjang gelombang sampel adalah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada tahun 2000-an berkembang isu didunia internasional akan dampak

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada tahun 2000-an berkembang isu didunia internasional akan dampak BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada tahun 2000-an berkembang isu didunia internasional akan dampak dari konsumsi bahan bakar minyak yang menjadi topik utama di berbagai media massa. Salah satu dampaknya

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA. TERSEBUT DIAPLIKASIKAN UNTUK PENDETEKSIAN CACAT DALAM PADA MATERIAL BAJA. DENGAN

BAB IV ANALISA. TERSEBUT DIAPLIKASIKAN UNTUK PENDETEKSIAN CACAT DALAM PADA MATERIAL BAJA. DENGAN BAB IV ANALISA. TERSEBUT DIAPLIKASIKAN UNTUK PENDETEKSIAN CACAT DALAM PADA MATERIAL BAJA. DENGAN BAB IV ANALISA 4.1 Analisis Simulasi Salah satu teknik untuk memodelkan perambatan ultrasonik dalam medium

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. Gambar 1. Peta Lokasi penelitian

BAB III METODOLOGI. Gambar 1. Peta Lokasi penelitian BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di perairan Pulau Bintan Timur, Kepulauan Riau dengan tiga titik stasiun pengamatan pada bulan Januari-Mei 2013. Pengolahan data dilakukan

Lebih terperinci

BUKU PANDUAN PRAKTIKUM AKUSTIK KELAUTAN

BUKU PANDUAN PRAKTIKUM AKUSTIK KELAUTAN BUKU PANDUAN PRAKTIKUM AKUSTIK KELAUTAN Disusun Oleh : TIM ASISTEN AKUSTIK KELAUTAN Nama : NIM : Kelompok : FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2015 KATA PENGANTAR Syukur

Lebih terperinci

Oleh: Henry M. ~anik"

Oleh: Henry M. ~anik PENGUKURAN AKUSTIK SCATTERING STRENGTH DASAR LAUT DAN IDENTIFIKASI HABITAT IKAh' DENGAN ECHOSOUNDER (Measurement ofacoustic Scattering Strength of Sea Bottom and Identification of Fish Habitat Using Echosounder)

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pasang Surut Pasang surut merupakan suatu fenomena pergerakan naik turunnya permukaan air laut secara berkala yang diakibatkan oleh kombinasi gaya gravitasi dan gaya tarik

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA. tersebut diaplikasikan untuk pendeteksian cacat dalam pada material baja. Dengan

BAB IV ANALISA. tersebut diaplikasikan untuk pendeteksian cacat dalam pada material baja. Dengan BAB IV ANALISA 4.1 Analisis Simulasi Salah satu teknik untuk memodelkan perambatan ultrasonik dalam medium adalah dengan pulse echo single probe. Pulse echo single probe adalah salah satu probe ultrasonik

Lebih terperinci

Oleh : PAHMI PARHANI C SKRIPSI Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Oleh : PAHMI PARHANI C SKRIPSI Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan STUDI TENTANG ARAH DAN KECEPATAN RENANG IKAN PELAGIS DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM AKUSTIK BIM TEmAGI (SPLIT-BEAM ACOUSTIC SYSTEM ) DI PERAIRAN TELUK TOMINI PADA BULAN JULI-AGUSTUS 2003 Oleh : PAHMI PARHANI

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Jarak Near Field (R nf ) yang diperoleh pada penelitian ini dengan menggunakan formula (1) adalah 0.2691 m dengan lebar transducer 4.5 cm, kecepatan suara 1505.06

Lebih terperinci

BAB IV STUDI SEDIMENTASI PADA FORMASI TAPAK BAGIAN ATAS

BAB IV STUDI SEDIMENTASI PADA FORMASI TAPAK BAGIAN ATAS BAB IV STUDI SEDIMENTASI PADA FORMASI TAPAK BAGIAN ATAS 4.1 Pendahuluan Untuk studi sedimentasi pada Formasi Tapak Bagian Atas dilakukan melalui observasi urutan vertikal terhadap singkapan batuan yang

Lebih terperinci

PEMETAAN DAN KLASIFIKASI SEDIMEN DENGAN INSTRUMEN SIDE SCAN SONAR DI PERAIRAN BALONGAN, INDRAMAYU-JAWA BARAT

PEMETAAN DAN KLASIFIKASI SEDIMEN DENGAN INSTRUMEN SIDE SCAN SONAR DI PERAIRAN BALONGAN, INDRAMAYU-JAWA BARAT PEMETAAN DAN KLASIFIKASI SEDIMEN DENGAN INSTRUMEN SIDE SCAN SONAR DI PERAIRAN BALONGAN, INDRAMAYU-JAWA BARAT (Mapping and Sediment Classification using Side Scan Sonar Instrument at Balongan, Indramayu

Lebih terperinci