BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Pengantar Manajemen Pemeliharaan. P2M Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Indonesia

Total Productive Maintenance (TPM) Sistem Perawatan TIP FTP UB Mas ud Effendi

Total Productive Maintenance (TPM) Sistem Perawatan TIP FTP UB Mas ud Effendi

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB II KERANGKA TEORITIS

BAB II LANDASAN TEORI

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

PENGUKURAN PRODUKTIFITAS MESIN UNTUK MENGOPTIMALKAN PENJADWALAN PERAWATAN (STUDI KASUS DI PG LESTARI)

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

BAB 2 LANDASAN TEORI. Pendapat tersebut sejalan dengan pendapat Stephens (2004:3), yang. yang diharapkan dari kegiatan perawatan, yaitu :

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB V ANALISIS PEMECAHAN MASALAH Analisis Perhitungan Overall Equipmenteffectiveness (OEE).

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

1. Tingkat efectivitas dan efisiensi mesin yang diukur adalah dengan Metode Overall

Analisa Total Productive Maintenance pada Mesin Machining Center pada PT. Hitachi Power System Indonesia (HPSI) Dengan Menggunakan Metode

BAB 3 LANDASAN TEORI

BAB V ANALISA HASIL Analisis Perhitungan Overall Equipment Effectiveness (OEE)

ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI MESIN RING FRAME DENGAN TOTAL PRODUCTIVE MAINTENANCE DI PT INDORAMA SYNTHETICS Tbk

Jl. Kaliurang Km 14.4 Sleman, DIY ,2) ABSTRAK

1 BAB I PENDAHULUAN. ini disebabkan karena tim perbaikan tidak mendapatkan dengan jelas

Sistem Manajemen Maintenance

BAB V ANALISIS HASIL

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Teknologi merupakan komponen penting bagi berkembangnya

BAB V ANALISA PEMECAHAN MASALAH

BAB II LANDASAN TEORI

dalam pembahasan sehingga hasil dari pembahasan sesuai dengan tujuan yang

BAB III LANDASAN TEORI

Evaluasi Efektivitas Mesin Creeper Hammer Mill dengan Pendekatan Total Productive Maintenance (Studi Kasus: Perusahaan Karet Remah di Lampung Selatan)

STUDI KASUS PENINGKATAN OVERALL EQUIPMENT EFFECTIVENESS (OEE) MELALUI IMPLEMENTASI TOTAL PRODUCTIVE MAINTENANCE (TPM)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Prosiding SNATIF Ke-1 Tahun ISBN:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. berperan penting dalam perusahaan selain manajemen sumber daya manusia,

BAB II LANDASAN TEORI. diperkenalkan di Jepang. Bagaimanapun juga konsep dari pemeliharaan pencegahan

BAB II LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian, adalah sebagai berikut :

Analisis Overall Equipment Effectiveness pada Mesin Wavetex 9105 di PT. PLN Puslitbang

PENERAPAN SISTEM PERAWATAN TERPADU DALAM UPAYA MENINGKATKAN KONDISI OPERASIONAL PERALATAN WORKSHOP DAN LABORATORIUM

BAB I PENDAHULUAN. tersebut adalah performance mesin yang digunakan (Wahjudi et al., 2009). Salah

BAB I PENDAHULUAN. industri baik dalam bidang teknologi maupun dalam bidang manajemen,

BAB II LANDASAN TEORI

AKTIFITAS UNTUK MENINGKATKAN EFISIENSI KEGIATAN PERAWATAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Penerapan Total Productive Maintenance Pada Mesin Electric Resistance Welding Menggunakan Metode Overall Equipment Effectiveness

BAB V ANALISA HASIL PERHITUNGAN. Equipment Loss (Jam)

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PRESENTASI SIDANG SKRIPSI. September

Universitas Widyatama

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. usaha masyarakat banyak mengalami kesulitan, tidak sedikit diantaranya kegiatan usaha yang

BAB II LANDASAN TEORI

Analisis Overall Equipment Effectiveness dalam Meminimalisasi Six Big Losses pada Area Kiln di PT. Semen Indonesia (Persero) Tbk.

BAB II LANDASAN TEORI

BAB III METODE PENELITIAN. ada sekarang secara sistematis dan faktual berdasarkan data-data. penelitian ini meliputi proses

BAB V ANALISA DAN PEMECAHAN MASALAH

Industrial Management Analisis Overall Equipment Effectiveness (OEE) dalam Meminimalisir Six Big Losses Pada Mesin Produksi di UD.

BAB 1 PENDAHULUAN. menciptakan barang dan jasa yang ditawarkan perusahaan kepada. perusahaan tersebut seperti man, machine, material, methode serta

Implementasi Metode Overall Equipment Effectiveness Dalam Menentukan Produktivitas Mesin Rotary Car Dumper

BAB III METODELOGI PENELITIAN

BAB IV ANALISIS HASIL PENGOLAHAN DATA

BAB VI PERAWATAN DI INDUSTRI

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di PT. Perkebunan Nusantara VII Unit Usaha Way

PREVENTIVE MAINTENANCE

ANALISIS TOTAL PRODUCTIVE MAINTENANCE PADA LINI PRODUKSI MESIN PERKAKAS GUNA MEMPERBAIKI KINERJA PERUSAHAAN

BAB V ANALISA HASIL. sebelumnya menggunakan metode OEE maka dapat disimpulkan bahwa hasil

ANALISIS SISTEM PERAWATAN PADA MESIN KMF 250 A MENGGUNAKAN METODE OVERALL EQUIPMENT EFFECTIVENESS (OEE) DI PT TSG

Pengukuran Efektivitas Mesin Rotary Vacuum Filter dengan Metode Overall Equipment Effectiveness (Studi Kasus: PT. PG. Candi Baru Sidoarjo)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. masalah dalam mesin/peralatan produksi, misalnya mesin berhenti secara tiba-tiba,

NASKAH PUBLIKASI ILMIAH ANALISIS TOTAL PRODUCTIVE MAINTENANCE PENINGKATAN EFISIENSI PRODUK MESIN B-3 MELALUI OVERALL EQUIPMENT EFFECTIVENEES (OEE)

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB 2 LANDASAN TEORI

DAFTAR ISI Halaman Halaman Judul... i Halaman Pengajuan... ii Halaman Pengesahan... iii Kata Pengantar... iv Daftar Isi... vi Daftar Tabel...

BAB II LADASAN TEORI 2.1 Defenisi Perawatan Mesin ( Maintenance 2.2 Manajemen Perawatan

Dengan memanfaatkan prosedur maintenance yang baik, dimana terjadi koordinasi yang baik antara bagian produksi dan maintenance maka akan diperoleh:

ANALISA FAKTOR-FAKTOR SIX BIG LOSSES PADA MESIN CANE CATTER I YANG MEMPENGARUHI EFESIENSI PRODUKSI PADA PABRIK GULA PTPN II SEI SEMAYANG

ANALISIS PEMELIHARAAN PRODUKTIF TOTAL PADA PT. WAHANA EKA PARAMITRA GKD GROUP

BAB 9 MANAJEMEN OPERASIONAL SISTEM PRODUKSI TEPAT WAKTU (JUST IN TIME-JIT)

BAB V ANALISA. pengambilan keputusan untuk menyelesaikan permasalahan.

Analisis OEE (Overall Equipment Effectiveness) pada Mesin Discmill di PT Tom Cococha Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. menyusun kembali strategi dan taktik bisnisnya sehari-hari. Persaingan yang

BAB III LANDASAN TEORI

KARYA AKHIR Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Dari Syarat-Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sains Terapan. Oleh TENGKU EMRI FAUZAN

Nia Budi Puspitasari, Avior Bagas E *) Program Studi Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro Jl. Prof. Sudharto, Tembalang, Semarang

ANALISIS EFEKTIVITAS PERALATAN PRODUKSI PADA PT. BAHARI DWIKENCANA LESTARI KABUPATEN ACEH TAMIANG

SISTEM PRODUKSI TEPAT WAKTU (JUST IN TIME-JIT)

KEPEKAAN TERHADAP ADANYA LOSSES

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Dalam pengertian paling luas, manajemen operasi berkaitan dengan

BAB I PENDAHULUAN. Pada saat ini dunia usaha dihadapkan pada era globalisasi dimana pasar

Transkripsi:

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Peranan Pemeliharaan (Maintenance) Pemeliharaan atau perawatan di suatu industri merupakan salah satu faktor yang penting dalam mendukung suatu proses produksi yang mempunyai daya saing di pasaran. Produk yang dibuat industri harus mempunyai hal-hal berikut: Kualitas baik Harga pantas Dan diserahkan ke konsumen dalam waktu yang tepat. Oleh karena itu proses produksi harus didukung oleh peralatan yang siap bekerja setiap saat dan handal. Untuk mencapai hal itu maka peralatanperalatan penunjang proses produksi ini harus selalu dilakukan perawatan yang teratur dan terencana. Dalam masalah pemeliharaan, kadang-kadang kurang memperoleh perhatian yang cukup dari perusahaan, sehingga kegiatan pemeliharaan mesin dan peralatan produksi kurang berjalan dengan baik. Akibat kurang berjalannya kegiatan pemeliharaan, maka dapat menimbulkan kerusakankerusakan mesin yang cukup fatal, namun hal tersebut baru akan dirasakan pada kemudian hari. Para karyawan pada umumnya baru mengetahui atau

9 merasakannya apabila mesin dan peralatan produksi yang digunakannya telah benar-benar rusak atau tidak dapat digunakan secara normal. Berdasarkan pada keadaan tersebut, maka sebenarnya pihak perusahaan mempunyai fungsi ganda dalam hubungannya dengan masalah pemeliharaan ini. Hal pertama yang harus dilaksanakan adalah yang berhubungan dengan pelaksanaan pemeliharaan mesin dan peralatan produksi yang digunakan, misalnya penyusunan perencanaan pemeliharaan mesin, kapan mesin harus dibersihkan, kapan mesin harus diganti pelumasnya, kapan mesin dan peralatan harus diganti bagian-bagian yang aus, kapan harus diadakan perbaikan total dan lain sebagainya. Sedangkan hal yang kedua adalah yang berhubungan dengan kesadaran karyawan untuk mengadakan pemeliharaan yang baik bagi mesin dan peralatan produksi yang digunakan. Bagaimana seharusnya para karyawan tersebut mempergunakan mesin dengan baik, bagaimana seharusnya menghidupkan atau mematikan mesin, bagaimana membersihkan mesin yang benar serta bagaimana pula cara menjaga kebersihan mesin tersebut, bagaimana cara-cara melaksanakan proses produksi dengan baik sehingga mesin dan peralatan produksi dapat dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya. Akibat-akibat kurangnya pemeliharaan mesin dan peralatan produksi memang tidak dirasakan dalam jangka waktu pendek, melainkan di dalam jangka waktu panjang. Oleh karena itu maka pihak manajemen perusahaan selayaknya dapat merencanakan program pemeliharaan yang cukup baik bagi

10 mesin dan peralatan produksi yang digunakan dalam perusahaannya, sehingga tidak akan menimbulkan berbagai masalah pada saat mesin dan peralatan produksi tersebut digunakan, misalnya terdapatnya kemacetan mesin, penyerapan bahan bakar yang lebih besar dari ukuran normal, pemakaian bahan bakar yang menjadi lebih boros dan lain sebagainya. Keterlambatan perbaikan-perbaikan kecil, penyetelan mesin dan sebagainya jika dibiarkan berlarut-larut dapat mengakibatkan kerusakan-kerusakan mesin yang lebih besar lagi. Jadi dengan adanya kegiatan pemeliharaan ini, maka mesin dan peralatan dapat digunakan untuk produksi sesuai dengan rencana dan tidak mengalami kerusakan selama mesin dan peralatan tersebut digunakan untuk proses produksi atau sebelum jangka waktu tertentu yang direncanakan tercapai. Sehingga dengan adanya pemeliharaan tersebut diharapkan proses produksi dapat berjalan dengan lancar dan terjamin. 2.1.1 Pengertian Pemeliharaan Beberapa ahli manajemen mendefinisikan pemeliharaan (maintenance) sebagai berikut : Menurut Antony Corder (Teknik Manajemen Pemeliharaan, 1996) definisi pemeliharaan adalah : Suatu kombinasi dari setiap tindakan yang dilakukan untuk menjaga peralatan atau memperbaikinya sampai suatu kondisi yang bisa diterima.

11 Menurut Sofjan Assauri (Manajemen Produksi dan Operasi edisi Revisi, 1999) pemeliharaan dapat diartikan : Sebagai kegiatan untuk memelihara atau menjaga fasilitas/peralatan pabrik dan mengadakan perbaikan atau penyesuaian/penggantian yang diperlukan agar kegiatan produksi yang memuaskan sesuai dengan yang direncanakan. 2.1.2 Tujuan Pemeliharaan Pemeliharaan mempunyai peranan yang penting dalam menentukan kegiatan produksi. Adapun tujuan dari fungsi pemeliharaan adalah sebagai berikut (Assauri,1999): 1. Kemampuan produksi dapat memenuhi kebutuhan sesuai dengan rencana produksi. 2. Menjaga kualitas pada tingkat yang tepat untuk memenuhi apa yang dibutuhkan oleh produk itu sendiri dan kegiatan produksi yang tidak terganggu. 3. Untuk membantu mengurangi pemakaian dan penyimpangan yang diluar batas dan menjaga modal yang diinvestasikan dalam perusahaan selama waktu yang ditentukan sesuai dengan kebijaksanaan perusahaan mengenai investasi tersebut. 4. Untuk mencapai tingkat biaya pemeliharaan serendah mungkin, dengan melaksanakan kegiatan pemeliharaan secara efektif dan efisien secara keseluruhan.

12 5. Menghindari kegiatan pemeliharaan yang dapat membahayakan keselamatan para pekerja. 6. Mengadakan suatu kerja sama yang erat dengan fungsi-fungsi utama lainnya dari suatu perusahaan dalam rangka untuk mencapai tujuan utama perusahaan, yaitu tingkat keuntungan atau return of investment yang sebaik mungkin dan total biaya yang terendah. Adapun tujuan pemeliharaan yang utama adalah sebagai berikut (Corder, 1996): 1. Untuk memperpanjang usia kegunaan asset (yaitu setiap bagian dari suatu tempat kerja, bangunan, dan isinya). 2. Untuk menjamin ketersediaan optimum peralatan yang dipasang dalam produksi atau jasa dan mendapatkan laba investasi (return of investment) semaksimal mungkin. 3. Untuk menjamin kesiapan operasional dari seluruh peralatan yang diperlukan dalam keadaan darurat setiap waktu, misalnya unit cadangan, unit pemadam kebakaran, penyelamat dan sebagainya. 4. Untuk menjamin keselamatan orang yang menggunakan sarana tersebut. Dengan demikian dari definisi dan tujuan pemeliharaan di atas, disimpulkan bahwa pemeliharaan bukanlah kegiatan menjaga atau merawat mesin dan peralatan saja, tetapi juga upaya untuk menurunkan biaya produksi, sehingga akan timbul suatu tanggung jawab bahwa kegiatan memelihara bukan tanggung jawab bagian maintenance dan produksi saja tetapi tanggung

13 jawab bersama. Yang pada akhirnya akan timbul suatu kerja sama yang erat baik antar karyawan serta atasan, karena pada dasarnya tanggung jawab setiap karyawan adalah sama, yaitu bertanggung jawab mempertahankan kinerja produksi perusahaan. 2.1.3 Kegiatan-Kegiatan Dasar Pemeliharaan Pada dasarnya kegiatan pemeliharaan suatu mesin atau peralatan terbagi dalam empat tingkatan yaitu : 1. Pemeriksaan Kegiatan ini berusaha untuk memeriksa kemampuan suatu peralatan dibandingkan dengan standar yang ada berikut prosedur pengetesan yang harus dilakukannya. Program pemeriksaan harus mempunyai jadwal tertentu sehingga tidak terjadi kerusakan pada saat mesin dan peralatan bekerja. 2. Reparasi dan penggantian komponen Perbaikan atas mesin atau peralatan yang rusak harus segera dilakukan dan penggantian komponen didasarkan atas hasil pemeriksaan perbaikan dan kegiatan ini memberikan alternatif yang terbaik bagi pengoperasian suatu mesin atau peralatan, baik ditinjau dari segi teknis maupun segi ekonomis.

14 3. Perbaikan dan pembongkaran mesin Pada kegiatan ini mesin atau peralatan diperiksa secara menyeluruh dan selanjutnya di set up kembali. Adakalanya terdapat bagian-bagian yang diganti, diperbaiki atau hanya dibersihkan saja. 4. Penggantian mesin dan peralatan Penggantian ini dilakukan karena kegiatan 1, 2, dan 3 dianggap tidak mampu lagi untuk mengembalikan mesin atau peralatan kepada keadaan atau kondisi semula. 2.1.4 Keuntungan-Keuntungan Adanya Pemeliharaan Adapun beberapa keuntungan yang akan diperoleh dengan adanya pemeliharaan yang baik dari mesin dan peralatan produksi antara lain sebagai berikut (Ahyari, 1987): 1. Mesin dan peralatan produksi akan dapat digunakan dalam jangka waktu yang relatif lebih panjang. 2. Pelaksanaan proses produksi akan berjalan dengan lancar. Sejauh tidak ada hal-hal lain yang mengganggu di luar mesin dan peralatan (misalnya bahan baku, tenaga kerja, dan lain sebagainya), maka dengan adanya pemeliharaan yang baik diharapkan fasilitas produksi juga dapat berfungsi dan berjalan dengan baik pula. 3. Dapat menghindarkan diri, atau setidak-tidaknya dapat menekan sekecil mungkin dari kemungkinan kerusakan-kerusakan berat dari mesin dan

15 peralatan produksi yang digunakan selama proses produksi berjalan. Hal ini disebabkan oleh adanya perbaikan-perbaikan yang dilakukan segera pada setiap kerusakan-kerusakan kecil yang terjadi, sehingga dapat mencegah timbulnya kerusakan besar selama proses. 4. Karena mesin dan peralatan produksi berjalan dengan stabil dan baik, maka pengendalian proses dan pengendalian kualitas proses dalam perusahaan atau pabrik dapat dilaksanakan dengan baik pula. 5. Dapat mencegah terjadinya kerusakan-kerusakan total dari mesin dan peralatan produksi yang digunakan, maka berarti perusahaan dapat menekan biaya pemeliharaan bagi mesin dan peralatan tersebut. 6. Apabila mesin dan peralatan produksi berjalan dengan baik, maka penyerapan bahan baku juga akan dapat berjalan dengan normal pula. 7. Dengan adanya kelancaran penggunaan mesin dan peralatan produksi, maka pembebanan mesin dan peralatan yang ada akan menjadi semakin baik. 2.2 Jenis-Jenis Pemeliharaan/Perawatan Kegiatan pemeliharaan di dalam perusahaan atau pabrik adalah beraneka ragam. Dari pemeliharaan yang ringan sampai kepada perbaikanperbaikan yang cukup berat. Namun demikian pada dasarnya kegiatan pemeliharaan ini adalah merupakan kegiatan yang saling berkaitan dengan pelaksanaan proses produksi itu sendiri, sehingga antara pemeliharaan yang

16 dilakukan dengan pelaksanaan proses produksi tidak dapat dipisahkan. Untuk penyusunan perencanaan pemeliharaan yang teratur dalam suatu perusahaan, maka perlu dipisahkan adanya berbagai jenis pemeliharaan yang dapat dilakukan. Jenis-jenis pemeliharaan ini semuanya perlu dilakukan dalam perusahaan, namun waktu dan jadwalnya berbeda-beda tergantung kepada kebutuhan pemeliharaan yang ada dalam perusahaan yang bersangkutan. Dalam istilah pemeliharaan disebutkan bahwa, tercakup dua pekerjaan yaitu istilah pemeliharaan/perawatan dan perbaikan. Pemeliharaan dimaksudkan sebagai aktifitas untuk mencegah kerusakan, sedangkan istilah perbaikan dimaksudkan sebagai tindakan untuk memperbaiki kerusakan. Secara umum, ditinjau dari saat pelaksanaan pekerjaan perawatan, dapat dibagi menjadi dua cara : 1. Perawatan yang direncanakan (Planned maintenance) 2. Perawatan yang tidak direncanakan (Unplanned maintenance) 2.2.1 Pemeliharaan Berdasarkan Tujuannya Yang termasuk jenis pemeliharaan berdasarkan tujuan adalah sebagai berikut (Assauri, 1999) : 1. Preventive Maintenance (Pemeliharaan Pencegahan) Yang dimaksud dengan preventive maintenance adalah kegiatan pemeliharaan dan perawatan untuk mencegah timbulnya kerusakankerusakan yang tidak terduga dan menemukan kondisi atau keadaan yang

17 dapat meyebabkan fasilitas produksi mengalami kerusakan pada waktu digunakan dalam proses produksi. Termasuk dalam preventive maintenance ini adalah bagaimana caranya mempergunakan mesin dan peralatan produksi tersebut serta menjaga kebersihan dari mesin dan peralatan produksi baik bagian luar maupun bagian dalam yang dapat dibersihkan. Bagaimana para karyawan menghidupkan mesin, menggunakannya untuk operasi produksi dan mematikan mesin tersebut perlu mendapat pengarahan yang tepat dari bagian maintenance. Di samping cara-cara penggunaan mesin dan peralatan produksi, preventive maintenance ini juga meliputi penggantian minyak pelumas, penggantian suku cadang dan lain sebagainya. Penggantian semacam ini bertujuan untuk mencegah proses produksi menjadi terganggu dikarenakan mesin dan peralatan produksi tidak dapat berfungsi dengan baik lantaran kehabisan pelumas, atau suku cadang yang seharusnya sudah saatnya untuk diganti tetapi belum dilakukan penggantiannya. Dengan adanya preventive maintenance yang baik maka diharapkan mesin dan peralatan produksi akan selalu berada dalam kondisi yang optimal untuk melaksanakan proses produksi yang telah direncanakan dalam perusahaan. 2. Corrective atau Breakdown Maintenance (Pemeliharaan Perbaikan) Corrective atau breakdown maintenance adalah kegiatan pemeliharaan dan perawatan yang dilakukan setelah terjadinya suatu

18 kerusakan atau kelainan pada fasilitas atau peralatan sehingga tidak dapat berfungsi dengan baik, atau dengan kata lain pemeliharaan yang harus dilakukan karena adanya kerusakan-kerusakan mesin dan peralatan produksi. Kegiatan corrective maintenance yang dilakukan sering disebut kegiatan perbaikan atau reparasi. Perbaikan yang dilakukan karena adanya kerusakan yang dapat terjadi akibat tidak dilakukannya preventive maintenance ataupun telah dilakukan preventive maintenance, tetapi sampai pada suatu waktu tertentu mesin atau peralatan tersebut tetap rusak. Maksud dari tindakan perbaikan ini adalah agar mesin atau peralatan yang rusak dapat digunakan atau berfungsi kembali dalam keadaan normal untuk proses produksi. Untuk memperbaiki mesin dan peralatan yang mengalami kerusakan maka prinsip kerja dari mesin atau peralatan yang bersangkutan harus dikuasai agar diagnosa terhadap kerusakan dapat dilakukan dengan cepat dan tepat. Sifat kerusakan atau breakdown mesin dan peralatan produksi dapat dibedakan menjadi : Sporadis, yaitu breakdown yang terjadi mendadak, dramatis atau kerusakan-kerusakan alat yang tidak terduga, breakdown jenis ini bisa terjadi dan mudah ditanggulangi.

19 Kronis, yaitu minor breakdown tetapi frekuensi kejadiannya tinggi. Breakdown jenis ini sering diabaikan atau dilupakan setelah beberapa kali usaha penanggulangan gagal. 3. Improve Maintenance (Pemeliharaan Penyempurnaan) Ada satu lagi jenis pemeliharaan yang dilakukan yang dilihat dari sisi tujuannya yaitu improve maintenance atau pemeliharaan penyempurnaan (Ahyari, 1987). Improve maintenance adalah pemeliharaan yang bersifat perbaikan atau pembenahan pada kekurangankekurangan fungsi mesin, namun terbatas kepada kekurangan yang tidak menyebabkan gangguan proses. Dalam hal ini umumnya proses produksi sudah berjalan, namun masih dapat diupayakan agar jalannya proses produksi tersebut menjadi lebih baik lagi. Misalnya diusahakan perbaikan agar konsumsi bahan bakar mesin menjadi lebih hemat, penyerapan bahan baku menjadi lebih sedikit untuk setiap unit produk, pengurangan suara bising yang ditimbulkan oleh mesin dan peralatan proses, dan lain sebagainya. Oleh karena improve maintenance ini lebih banyak mengarah kepada peningkatan kemampuan mesin dan peralatan produksi ataupun peningkatan kualitas proses, pada umumnya masih jarang perusahaanperusahaan yang melakukannya. Jika dilihat dari faktor biaya secara sepintas memang kegiatan corrective maintenance lebih murah dibandingkan dengan preventive

20 maintenance, hal tersebut benar jika kerusakan tidak terjadi selama proses produksi berlangsung namun lain lagi halnya jika kerusakan terjadi pada saat proses produksi berlangsung, ini dapat menyebabkan melonjaknya biayabiaya perawatan dan pemeliharaan pada saat terjadinya kerusakan. Sehingga kebijaksanaan corrective maintenance yang diambil tersebut merupakan kebijaksanaan yang salah dan tidak tepat. Corrective maintenance akan menyebabkan beberapa kerugian baik yang langsung maupun yang tidak langsung. Kerugian langsung mencakup biaya perbaikan, biaya pencegahan, kerugian cacat produk dan lain sebagainya. Sedangkan kerugian yang tidak langsung mencakup penurunan produksi, merosotnya moral karyawan, dan merusak citra perusahaan. Corrective/breakdown maintenance sedapat mungkin harus dicegah dengan mengintensifkan kegiatan preventive maintenance. 2.2.2 Pemeliharaan Berdasarkan Waktu Pelaksanaan Adapun yang termasuk dalam pemeliharaan tersebut adalah sebagai berikut (Assauri, 1999): 1. Routine Maintenance (Pemeliharaan Rutin) Routine maintenance adalah kegiatan pemeliharaan dan perawatan yang dilakukan secara rutin misalnya setiap hari. Sebagai contoh dari kegiatan routin maintenance adalah pembersihan mesin dan peralatan produksi yang digunakan, pelumasan (lubrication) atau pengecekan

21 olinya, serta pengecekan isi bahan bakarnya dan mungkin termasuk pemanasan (warming up) dari mesin-mesin selama beberapa menit sebelum dipakai beroperasi sepanjang hari. 2. Periodic maintenance (Pemeliharaan berkala) Periodic maintenance adalah kegiatan pemeliharaan dan perawatan yang dilakukan secara periodik atau dalam jangka waktu tertentu, misalnya setiap satu minggu sekali, setiap satu bulan sekali, setiap triwulan sekali, atau setiap satu tahun sekali. Periodic maintenance dapat dilakukan pula dengan memakai lamanya jam kerja mesin atau peralatan produksi tersebut sebagai jadwal kegiatan pemeliharaan, misalnya setiap seratus jam kerja mesin sekali dan seterusnya. Jadi sifat kegiatan pemeliharaan ini tetap secara periodik atau berkala. Kegiatan periodic maintenance jauh lebih berat daripada kegiatan routine maintenance. Sebagai contoh dari kegiatan periodic maintenance adalah pembongkaran karburator ataupun pembongkaran alat-alat di bagian sistem aliran bensin, penyetelan katup-katup masuk pembuangan silinder mesin dan pembongkaran mesin atau peralatan tersebut untuk penggantian pelor roda (bearing). Dalam mempertahankan serta memelihara keterandalan terhadap sistem, kadang-kadang tindakan-tindakan pemeliharaan yang lebih drastis adalah ekonomis. Keputusan-keputusan ini mencakup pembaharuan mesin-mesin melalui pembongkaran-pembongkaran atau menggantinya

22 bila sudah tua atau tidak berfungsi dengan baik. Keputusan-keputusan untuk pembongkaran dan penggantian dapat dikaitkan dengan biayabiaya modal dan operasional (termasuk pemeliharaan) dari peralatan. Gambar 2.1 memperlihatkan bahwa sementara biaya-biaya operasional meningkat untuk sementara waktu melalui pemeliharaan preventif, reparasi/perbaikan, dan pembongkaran terdapat suatu kenaikan biaya sedikit hingga pada akhirnya penggantian dapat dibenarkan. Biaya operasional Reparasi Pembongkaran Penggantian Waktu Gambar 2.1 Kenaikan biaya operasional lawan waktu dengan peningkatan-peningkatan sementara yang diakibatkan oleh reparasi, pembongkaran dan penggantian Sumber : Buffa, 2008 Keputusan-keputusan mengenai pilihan antara reparasi/perbaikan dan pembongkaran besar biasanya terjadi pada waktu adanya kerusakan. Banyak organisasi mempunyai pula jadwal-jadwal teratur guna pembongkaran, misalnya perusahaan truk mungkin menjadwalkan pembongkaran mesin secara besaran-besaran sesudah suatu jumlah mil

23 operasional tertentu. Tindakan-tindakan pemeliharaan preventif yang penting ini dimaksudkan supaya mendahului kerusakan-kerusakan dan terjadinya mesin itu berhenti bekerja pada waktu-waktu yang tidak tidak tepat, dan barangkali untuk memperkecil biaya-biaya berhenti bekerjanya mesin/downtime cost. 3. Unschedulled Maintenance (Pemeliharaan Tidak Terjadwal) Disamping routine maintenance dan periodic maintenance yang pada umumnya akan dapat direncanakan dengan baik oleh perusahaan, maka dari sisi waktu pemeliharaan ini terdapat satu jenis pemeliharaan lain yang disebut unschedulled maintenance (Ahyari, 1987). Sesuai dengan namanya pemeliharaan jenis ini pada umumnya tidak terjadwalkan sebelumnya oleh manajemen perusahaan, namun harus dilaksanakan dalam perusahaan tersebut. Unschedulled maintenance ini pada umumnya merupakan pemeliharaan perbaikan, dimana titik berat pemeliharaannya adalah mengembalikan fungsi teknis dari mesin dan peralatan produksi yang mengalami kerusakan pada saat proses produksi dilaksanakan, sehingga proses produksi dapat dihindarkan dari gangguan mesin atau peralatan tersebut. Jika dalam suatu perusahaan yang bersangkutan selalu mengadakan routine maintenance dan periodic maintenance dengan baik dan teratur, maka pada umumnya frekuensi terjadinya unschedulled maintenance akan semakin kecil. Lain halnya di mana routine

24 maintenance dan periodic maintenance tidak dilakukan dengan baik, maka besar kemungkinan mesin dan peralatan produksi yang digunakan tersebut akan mengalami kerusakan-kerusakan yang tidak terduga sebelumnya. 2.3 Total Productive Maintenance (TPM) 2.3.1 Sejarah Total Productive Maintenance (TPM) Salah satu cara yang sangat efektif untuk meningkatkan pendayagunaan alat adalah dengan menggunakan konsep Total Productive Maintenance. Pada mulanya TPM merupakan pengembangan dari preventive maintenance yang dikenal pada tahun 1950, yang kemudian berkembang menjadi lebih mapan yaitu productive maintenance pada tahun 1960. TPM pertama kali diperkenalkan di Jepang pada tahun 1969 oleh Nippondenso Co.Ltd, bagian grup Toyota, dan mulai berkembang pada tahun 1970. Perkembangan total preventive maintenance (TPM) di Jepang dibagi menjadi empat tingkat perkembangan yaitu sebagai berikut (Nakajima, 1988) : 1. Tingkat 1 : Breakdown Maintenance. 2. Tingkat 2 : Preventive Maintenance. 3. Tingkat 3 : Productive Maintenance. 4. Tingkat 4 : Total Productive Maintenance.

25 2.3.2 Definisi Total Productive Maintenance (TPM) TPM merupakan sebuah pendekatan dari Jepang untuk memaksimalkan efektivitas fasilitas yang digunakan dalam suatu perusahaan dan juga suatu filosofi yang terintegrasi untuk mewujudkan suatu sistem pemeliharaan yang menunjang manajemen pemeliharaan. Dalam TPM tidak hanya ditujukan pada pemeliharaan saja tetapi pada semua aspek operasional, instalasi fasilitas yang digunakan dan secara mendalam bergantung pada motivasi dan inisiatif dari orang yang bekerja dalam perusahaan. Definisi TPM adalah sebagai productive maintenance yang melibatkan keikutsertaan karyawan secara keseluruhan dari top manajemen sampai ke operator melalui kegiatan yang dilakukan oleh kelompok-kelompok kecil (Nakajima, 1988). TPM juga didefinisikan sebagai suatu pendekatan inovatif tentang pemeliharaan dengan mengoptimalkan keefektifan peralatan, mengeliminasi kerusakan-kerusakan (six big losses) dan merupakan sarana untuk mempromosikan autonomous maintenance operator (kemandirian pemeliharaan) melalui aktivitas sehari-hari yang melibatkan seluruh pekerja/karyawan yang tujuannya adalah untuk peningkatan produksi serta meningkatkan moral tenaga kerja dan kepuasan kerja karyawan. Definisi lengkap TPM meliputi lima unsur berikut ini (Nakajima, 1988): 1. TPM bertujuan untuk memaksimalkan efektivitas peralatan. 2. TPM membentuk sebuah sistem pemeliharaan produktif yang terpadu dan menyeluruh yang meliputi seluruh umur peralatan.

26 3. TPM dilaksanakan oleh berbagai departemen (teknik, operasional, pemeliharaan). 4. TPM melibatkan semua karyawan, dari manajemen puncak sampai pekerja lapangan. 5. TPM mempromosikan pemeliharaan produktif melalui manajemen motivasi yaitu melalui kegiatan-kegiatan oleh kelompok kecil. Kata Total pada Total Productive Maintenance mempunyai tiga pengertian yang dapat menggambarkan prinsip TPM, tiga pengertian itu adalah sebagai berikut (Nakajima, 1988): 1. Total Effectiveness Untuk mendapatkan efisiensi yang maksimal sehingga mempunyai nilai ekonomis yang tinggi dan keuntungan yang optimum, serta mengurangi hal-hal yang tidak berguna dan pemborosan. 2. Total Maintenance Sistem Mencakup perencanaan perawatan mesin dan merupakan konsep pemeliharaan yang mandiri dari seluruh aspek siklus kerja peralatan. Maintenance Prevention (MP) Memperpanjang daur hidup mesin. Maintainability Improvement (MI) Memperpendek waktu yang diperlukan untuk memperbaiki mesin.

27 Preventive Maintenance Perawatan pencegahan. 3. Total Participation All Of Employee Mencakup perawatan mandiri oleh operator melalui kegiatan-kegiatan keleompok kecil serta keikutsertaan seluruh karyawan dan manajemen. Preventive maintenance adalah perawatan yang dilakukan untuk mencegah terjadinya kerusakan (breakdown). Preventive maintenance dilakukan secara kontinyu dan periodik serta dengan perlakuan khusus sesuai dengan spesifikasi yang ada pada mesin atau peralatan tersebut. Predictive maintenance merupakan bagian dari preventive maintenance, yang meramalkan suatu kerusakan yang mungkin akan terjadi pada peralatan melalui pemeriksaan yang kontinyu dan periodik. Maintenance prevention adalah suatu rancangan metode perawatan yang mempunyai fungsi untuk menghindari perawatan atau membebaskan peralatan dari perawatan (maintenance fre design). TPM tidaklah terlalu mahal untuk diimplementasikan, tidak memerlukan biaya konsultasi atau lisensi, hanya saja tidak dapat dicapai dalam waktu jangka pendek. TPM bukan konsep yang sulit untuk dipahami dan diterapkan, prakteknya langsung kepermasalahan dan logis serta hasilnya dapat langsung dilihat, contohnya adalah tercapainya zero breakdown, zero defect, zero accident, dan zero abnormalities sepanjang siklus hidup dari

28 sistem produksi sehingga memaksimalkan efektifitas penggunaan mesin. TPM telah dirasakan manfaatnya dalam menunjang kemajuan perusahaan serta kemampuan bersaing secara global. 2.3.3 Tujuan dan Sasaran Total Productive Maintenance (TPM) Tujuan utama dari penerapan TPM yang dilakukan adalah sebagai upaya peningkatan efisiensi sistem produksi Overall Equipment Effectiveness (OEE) yaitu perbaikan maintenance untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi dengan cara menjaga mesin atau peralatan selalu dalam kondisi yang optimal, sehingga menghasilkan produk yang bermutu tinggi dengan biaya yang ditekan serendah mungkin. Adapun beberapa tujuan penerapan dari TPM adalah sebagai berikut : 1. Memaksimalkan efektifitas kerja mesin-mesin dan peralatan secara menyeluruh (total). 2. Mengurangi waktu tunggu (delay) saat operasi. 3. Meningkatkan ketersediaan (availability) atau menambah waktu yang produktif. 4. Meningkatkan dan menjamin kelangsungan umur pemakaian peralatan atau mesin semaksimal mungkin. 5. Melibatkan pemakaian peralatan dan perawatan, dibantu oleh personil maintenance. 6. Melaksanakan pemeliharaan pencegahan (preventive maintenance).

29 7. Membangun kerja sama semua bagian yang terkait dalam suatu metode terpadu yang melibatkan : a. Bagian perencanaan (engineering design). b. Bagian produksi. c. Bagian maintenance. Sasaran atau target dari semua kegiatan penyempurnaan (improvement) dalam suatu perusahaan adalah untuk meningkatkan produktivitas dengan cara mengurangi masukan (input) dan menaikan keluaran (output). TPM sebagai sistem perawatan yang terpadu mempunyai sasaran yang sama yaitu meningkatkan produktivitas. Input meliputi manusia (tenaga kerja), mesin dan material, dimana semua itu dapat diterjemahkan sebagai bentuk uang. Sedangkan output terdiri dari dari produksi (P), kualitas (Q), biaya (C), pengiriman (D), keamanan kesehatan dan lingkungan (S) serta moral (M). Faktor input ditentukan oleh bagaimana sistem mengalokasikan tenaga kerja, merekayasa dan merawat fasilitas serta bagaimana menyimpan (persediaan) dapat dikendalikan. Faktor output dikendalikan melalui metode-metode pengelolaan seperti pengawasan produksi untuk produksi, pengawasan kualitas untuk kualitas dan seterusnya.

30 2.3.4 Aktivitas Dasar Total Productive Maintenance (TPM) Total Productive Maintenance bertitik tolak pada pemikiran bahwa : 1. Untuk meningkatkan mutu diperlukan keandalan alat. 2. Perlu adanya pemikiran yang sama antara bagian produksi (yang mengoperasikan alat) dengan bagian maintenance (yang merawat alat). 3. Pengertian yang sama dapat terwujud bila pihak bagian produksi terlibat dalam kegiatan perawatan. 4. Permasalahan tidak dapat diselesaikan hanya oleh problem solver tetapi harus ada partisipasi dari owner. 5. Merawat mesin akan lebih baik hasilnya kalau dilakukan oleh operator sendiri. Inti permasalahan dari TPM adalah merubah dan memperbaiki sikap karyawan yang semula bekerja berkotak-kotak menjadi sikap bekerja sama (team work). Bertitik tolak dari prinsip bekerja sama tersebut, ada tiga konsep dasar yang menjadi acuan dasar kerja TPM yaitu sebagai berikut : 1. Memaksimalkan pendayagunaan fasilitas (Maximizing Overall Equipment Effectiveness) Dalam hal ini dapat dilakukan melalui dua tipe kegiatan yaitu : a. Secara kuantitatif dengan menaikkan availability total dari fasilitas serta memperbaiki produktivitas (daya produksi) dalam periode waktu operasi.

31 b. Secara kualitatif dengan cara mengurangi produk-produk yang rusak, menstabilkan dan memperbaiki mutu atau kualitas. Usaha peningkatan pendayagunaan mesin/peralatan diarahkan untuk mengurangi enam jenis pemborosan/kerugian (six big losses) yang selalu mengurangi pendayagunaan alat. 2. Perawatan mandiri oleh operator (Autonomous Maintenance by Operator) Kegiatan perawatan yang dilakukan oleh operator memberikan kontribusi yang sangat berarti dalam peningkatan pendayagunaan alat. Inti dari kegiatan ini adalah pencegahan memburuknya peralatan yang dalam hal ini dilakukan dengan cara yaitu sebagai berikut: a. Pengoperasian peralatan secara benar dan baik. b. Membuat standar operasional prosedur (SOP) dalam menjalankan mesin. c. Memelihara kondisi peralatan (pembersihan, pemeriksaan harian, pelumasan, dan pengencangan baut dan mur). d. Penyetelan yang benar. e. Mencatat data-data kerusakan dan gangguan yang terjadi. Selain itu operator diminta juga melakukan pemeriksaan rutin tertentu, pemeriksaan harian serta melaporkan kejanggalan-kejanggalan yang dapat diketahui secara dini. Operator juga diberi kewenangan untuk melakukan perbaikan-perbaikan hasil maupun penggantian komponen/part yang sederhana, diberikan kesempatan untuk ikut serta

32 aktif membantu pihak maintenancedalam perbaikan perbaikan yang mendadak. 3. Aktivitas-aktivitas kelompok kecil (Small Group Activity) Pengembangan program TPM pun pada prinsipnya sama dengan pengembangan total quality control (TQC), sebagai mutu yang baik dibangun pada sumbernya, yaitu proses produksi dan bukan melalui pemeriksaan. Seperti juga halnya dengan pemeliharaan produktif lebih disukai daripada pemeliharaan setelah terjadinya kerusakan. TPM sebagai suatu sistem perawatan yang terpadu dalam pelaksanaannya memerlukan gugus-gugus kecil semacam gugus kendali mutu (GKM), seperti dalam sistem TQC untuk memudahkan tercapainya target TPM. Aktivitas grup kecil dalam TPM tidak persis sama dengan GKM terutama dalam keterlibatan anggotanya. Tabel 2.1 Perbandingan antara Total Productive Maintenance dan Total Quality Control. Masalah Gangguan mesin (TPM) Cacat produksi (TQC) Pemeriksaan tradisional Penanggulangan kemacetan dan penggantian suku cadang Pemeriksaan dan pemilihan barang jelek serta pengerjaan Pemecahan yang ditingkatkan Pemantauan informasi Pemeliharaan berdasarkan kondisi mesin Pencegahan gangguan Pemeliharaan pencegahan Catatan gangguan mesin MTBF (Mean Time Between Failure) Pendekatan dasar Pendidikan karyawan Pengerahan karyawan Maintenance is free Sumber : Nakajima, 1988 kembali Alat anti salah (pokayoke) Kualitas rancang bangun Peta control kualitas statistik Pendidikan karyawan Pengerahan karyawan Quality is free

33 Dalam TQC, keterlibatan anggotanya hanya bersifat sukarela, kedudukan supervisor dan manajer hanya menyokong, sedangkan dalam TPM keterlibatan anggota dalam grup kecil adalah wajib, demikian pula untuk supervisor dan manajer serta staf-staf lainnya adalah wajib dan keharusan. Tema serta target dari kegiatan-kegiatan gugus dalam TQC dan TPM juga berbeda. GKM dibentuk untuk tema-tema spesifik dengan target ditentukan untuk tiap-tiap tema, sedangkan TPM, tema serta target terlebih dahulu ditentukan untuk memacu target tahunan perusahaan, seperti penurunan delay, penurunan ongkos dan lain-lain. Tetapi dalam pelaksanaannya bisa saja terjadi pembauran antara kegiatan GKM dan kegiatan gugus kecil TPM dalam mencapai target perusahaaan yang telah direncanakan. Inti dari TPM adalah teamwork yang difokuskan pada kondisi dan kinerja dari fasilitas tertentu. Kelompok ini terdiri dari karyawan yang mengoperasikan, menset-up, dan merawat fasilitas dengan dukungan dari karyawan yang terlibat dalam perencanaan atau rekayasa pada fasilitas tersebut. Yang membuat TPM berjalan adalah kelompok, dan yang membuat kelompok berjalan adalah kenyataan bahwa mereka terfokus pada fasilitas sendiri, masalah sehari-hari mereka, dan dalam habitat mereka sendiri. Diatas semuanya itu dukungan dari pihak manajemen sangat penting dalam mendorong pelaksanaan TPM ini.

34 2.3.5 Garis Besar Total Productive Maintenance (TPM) Filosofi Total Productive Maintenance secara garis besar meliputi halhal sebagai berikut : 1. Kerja sama tim. 2. Pemotivasian karyawan di semua tingkatan. 3. Kepemimpinan dan dukungan yang positif. 4. Kesempatan pengembangan diri yang sama untuk semua orang. 5. Penghargaan dan pengakuan diri karyawan. 6. Pengembangan yang berkesinambungan. Pada garis besar sistem TPM tersebut di atas terdapat enam buah aktivitas yang utama yaitu sebagai berikut : 1. Penghapusan enam kerugian utama (elimination of six big losses) 2. Perencanaan pemeliharaan (planned maintenance) 3. Pemeliharaan mandiri (autonomous maintenance) 4. Rekayasa pencegahan (preventive engineering) 5. Desain produk yang mudah diproduksi (easy to manufacture product design) 6. Pendidikan (education). 2.3.6 Tahapan Penerapan Total Productive Maintenance (TPM) TPM sebagai suatu sistem baru, pada awal penerapannya tentunya mendapat tantangan atau reaksi dari sistem yang sudah ada atau sistem yang

35 sudah dianggap mapan. Untuk itu paling sedikit ada tiga faktor yang harus dikondisikan agar penerapan sistem yang baru tersebut bisa diterima dan mendapat dukungan. Faktor-faktor tersebut antara lain sebagai berikut: 1. Motivasi dan kompetisi 2. Kemampuan 3. Lingkungan kerja Ketiga faktor ini merupakan kunci keberhasilan dari suksesnya penerapan sistem baru. Untuk mengeliminasi six big losses, diperlukan perubahan perilaku pegawai dan peningkatan kemampuan mereka. Dengan meningkatkan motivasi dan sifat berkompetisi akan memaksimalkan keefektifan dan pengoperasian mesin/peralatan. Kemudian dengan lingkungan kerja yang harmonis akan mendukung program kerja penerapan TPM. TPM sebagai suatu kebijaksanaan perusahaan hanya bisa bisa diterapkan bila telah ada komitmen dari pimpinan puncak perusahaan serta para manajer untuk melaksanakan sistem tersebut. Dan bila pimpinan perusahaan sudah menyatakan sebagai kebijaksanaan perusahaan, maka seluruh jajaran pegawai dan karyawan harus diberitahu dan dibuat mengerti akan kebijaksanaan baru tersebut. Promosi TPM hanya bisa terwujud melalui suatu manajemen yang baik. Dengan demikian pendidikan dan pelatihan (training) merupakan prasyarat juga agar TPM bisa diterapkan dalam suatu perusahaan. Pelatihan mengenai konsep TPM harus diberikan kepada semua pegawai, mulai dari level atas sampai level bawah. Usaha-usaha untuk

36 mengkondisikan tercapianya faktor-faktor penentu keberhasilan harus dilaksanakan dan diarahkan oleh manajemen atas melalui : 1. Pendidikan dan pelatihan untuk menambah skill, baik untuk personil maintenance maupun personil produksi. 2. Memberikan informasi serta penjelasan atas kebijaksanaan yang diambil perusahaan beserta alasan dan tujuannya. 3. Membina moral dan motivasi serta sikap mental semua lapisan pegawai melalui pertemuan-pertemuan rutin baik formal maupun informal. 4. Menciptakan lingkungan kerja yang harmonis, serta menanamkan rasa saling menghargai diantara pegawai. Dengan adanya usaha-usaha diatas diharapkan semua tingkatan dalam perusahaan terutama pegawai menengah dan bawah dapat meningkatkan : 1. Kemampuan karyawan akan bertambah sehingga dapat menerima serta menerapkan sistem TPM. 2. Motivasi pegawai tumbuh termasuk untuk menerima hal-hal yang baru. 3. Lingkungan kerja dirasakan sebagai tempat yang subur untuk tumbuhnya sistem baru dan ide-ide yang membawa pada keadaan yang lebih baik. Tahapan-tahapan yang ditempuh untuk implementasi TPM adalah sebagai berikut (Nakajima, 1988): 1. Tahap persiapan Tahap ini bertujuan untuk menciptakan lingkungan yang kondusif untuk implementasi TPM, tahap persiapan ini meliputi :

37 a. Mengumumkan keputusan manajemen puncak untuk implementasi TPM Hal diatas dapat dilaksanakan melalui presentasi resmi yang berisi konsep, latar belakang, tujuan dan manfaat dari TPM kepada seluruh bagian. b. Melatih dan mengembangkan karyawan Kegiatan ini bertujuan untuk menjelaskan semua tentang TPM, meningkatkan moral dan mengubah pola pikir yang sempit bahwa pemeliharaan mesin hanyan tugas departemen pemeliharaan saja. c. Mengenalkan kepada semua peserta TPM, khususnya operator tentang TPM. Hal ini dimaksudkan supaya TPM dapat diterima dengan mudah,sehingga pada nantinya akan membudaya menjadi kebiasaan yang biasadilakukan tanpa adanya paksaan. d. Membentuk organisasi untuk mengembangkan TPM Organisasi ini dapat terdiri dari perwakilan seluruh departemen dengan integrasi dari atas ke bawah dan berorientasi manajemen dari bawah ke atas dan ditekankan pada aktivitas kegiatan grup-grup TPM. e. Menerapkan dasar TPM berdasarkan kebijakan dan tujuan. Contoh kegiatan ini adalah dengan membuat target dan jadwal untuk jangka pendek. f. Membuat master plan untuk perkembangan TPM

38 Master plan dapat berisi jadwal dan rencana penerapan untuk beberapa tahun kedepan tentang TPM, misalnya tahun ke 1 pengenalan, tahun ke 2 penerapan, dan tahun ke 3 pengembangan. 2. Tahap awal implementasi Tahap awal impementasi adalah tahap membangun dasar untuk implementasi TPM untuk pertama kali. a. Menentukan objek mesin sebagai percontohan. Keuntungan menggunakan proyek percontohan ini adalah : TPM dapat di tes di perusahaan. TPM dapat dilihat langsung bagaimana prakteknya sehingga menarik perhatian operator. Sebagai materi untuk implementasi di area selanjutnya. b. Melaksanakan tahap awal TPM Dengan mengukur enam jenis kerugian utama pada mesin. Hasil yang diperoleh disebut OEE. Keenam jenis kerugian ini diharapkan dapat dikurangi. Evaluasi dilakukan dengan membandingkan OEE yang diperoleh dengan sebelum dan sesudah penerapan TPM. 3. Tahap implementasi TPM Tahapan implementasi TPM adalah tahapan yang dilakukan secara berurutan dan berkesinambungan meliputi : a. Mengukur efektifitas peralatan

39 Berhubungan dengan kegiatan elimination of six big losses b. Melaksanakan program autonomous maintenance Pada setiap akhir kegiatan di atas akan dilakukan audit dengan menjawab kuesioner sebagai evaluasi. c. Mengadakan suatu jadwal program pemeliharaan. d. Mengadakan pelatihan untuk mengembangkan operator dan departemen pemeliharaan. e. Menciptakan early equipment management. Early equipment management adalah bagaimana membuat peralatan dan produk yang dapat mengintegrasikan kebutuhan semua departemen supaya tercipta efektifitas dan efisiensi. 2.4 Overall Equipment Effectiveness (OEE) 2.4.1 Definisi Overall Equipment Effectiveness (OEE) Overall Equipment Effectiveness (OEE) adalah total pengukuran terhadap performance yang berhubungan dengan availability dari proses untuk produktivitas dan kualitas. OEE menunjukkan suatu indikator yang dapat memperlihatkan seberapa baik perusahaan menggunakan sumber daya yang dimilikinya (tingkat kehandalan, tingkat produktivitas, dan lain-lain) suatu peralatan atau mesin yang digunakan pada proses produksi.

40 2.4.2 Tujuan Overall Equipment Effectiveness (OEE) OEE dapat digunakan dalam beberapa jenis tingkatan pada sebuah lingkungan perusahaan. Pertama, OEE dapat digunakan sebagai benchmark untuk mengukur rencana perusahaan dalam performansi. Yang kedua, nilai OEE perkiraan dari satu aliran produksi, dapat digunakan untuk membandingkan garis performansi melintang dari perusahaan, maka akan terlihat aliran yang tidak penting. Ketiga, jika proses permesinan dilakukan secara individual, OEE dapat mengidentifikasikan mesin mana yang mempunyai performansi buruk, bahkan mengindikasikan fokus dari sumber daya TPM. 2.4.3 Enam Jenis Kerugian (Six Big Losses) Enam jenis kerugian (six big losses) merupakan bagian penting yang perlu untuk dipahami untuk mengukur kerusakan dalam proses produksi. Six big losses dihitung untuk mengetahui nilai OEE dari suatu peralatan agar dapat diambil langkah-langkah untuk perbaikan, jika hasilnya sudah baik maka hasil tersebut akan terus dipertahankan. Keenam jenis kegiatan tersebut (dalam tiga kelompok) adalah : 1. Kehilangan waktu (dowm time) kegagalan (breakdown) karena kerusakan alat, gangguan tidak terduga (baik untuk kerusakan alat mendadak/kerusakan elektrik).

41 Set up and adjustment, karena ada perubahan model produk (change over), pengepresan, injeksi, dan lain sebagainya. Dimana kedua losses ini digunakan untuk menghitung availability rate. 2. Kehilangan kecepatan (speed losses) Idle dan minor stoppages operasi, peralatan berhenti/dihentikan karena problem yang sifatnya sementara, dari pengoperasian sensor, sumbatan pada saluran. Reduced speed/pengurangan kecepatan, dari perbedaan antara rencana dan kecepatan aktual dari peralatan. Dimana kedua losses ini digunakan untuk menghitung performance efficiency. 3. Cacat (defect) Produk cacat, cacat atau rusak yang memerlukan perbaikan Penurunan yield selama start-up, karena ada penyetelan-penyetelan sampai kondisi stabil. Dimana kedua losses ini digunakan untuk menghitung rate of quality. 2.4.4 Perhitungan Overall Equipment Effectiveness (OEE) OEE merupakan metode yang digunakan sebagai alat ukur (metric) dalam penerapan program TPM guna menjaga peralatan pada kondisi ideal dengan menghapuskan six big losses peralatan. Pengukuran OEE ini

42 didasarkan pada pengukuran tiga rasio utama yaitu availability rate, performance efficiency, dan rate of quality (Nakajima,1988). 1. Availability Rate Availability rate merupakan suatu rasio yang menggambarkan pemanfaatan waktu yang tersedia untuk kegiatan operasi mesin atau peralatan. Availability merupakan rasio dari operation time, dengan mengeliminasi downtime peralatan, terhadap loading time. Dengan demikian formula yang digunakan untuk mengukur availability ratio adalah sebagai berikut : % % 2. Performance Efficiency Performance efficiency merupakan suatu rasio yang menggambarkan kemampuan dari peralatan dalam menghasilkan barang. Rasio ini merupakan dari operation speed rate dan net operation rate. Operation speed rate peralatan mengacu kepada perbedaan antar kecepatan ideal (berdasarkan desain peralatan) dan kecepatan operasi aktual. Net operation rate mengukur pemeliharaan dari suatu kecepatan selama periode tertentu. Dengan kata lain, ia mengukur apakah suatu

43 operasi tetap stabil dalam periode selama peralatan beroperasi pada kesempatan rendah. Formula pengukuran rasio ini adalah sebagai berikut: % (persamaan 1) (persamaan 2) Maka perhitungan performance efficiency (PE) adalah sebagai berikut: Subtitusikan persamaan (1), (2) ke persamaan (3) (persamaan 3) % Menghilangkan actual time, sehingga persamaan menjadi : Atau % % 3. Rate of Quality Rate of quality merupakan suatu rasio yang menggambarkan kemampuan peralatan dalam menghasilkan suatu produk yang sesuai

44 dengan standar. Persamaan yang digunakan untuk pengukuran rasio ini adalah : Atau persamaan lainnya adalah Atau 4. Nilai Overall equipment effectiveness (OEE) % % % Diperoleh dengan mengalikan ketiga rasio utama tersebut. Secara matematis formula pengukuran nilai OEE adalah sebagai berikut : 2.5 Total Production Ratio (TPR) Pada umumnya kegiatan pengukuran keefektifan penggunaan peralatan untuk mengetahui keberhasilan TPM di perusahaan-perusahaan sifatnya hanya project atau kegiatan jangka pendek saja. Setelah kegiatan tersebut berakhir hasilnya tidak ada record atau rekaman untuk memantau tingkat keefektifan penggunaan peralatan atau performance dari mesin yang dijadikan project tersebut, apakah mengalami peningkatan atau penurunan selama beberapa bulan kedepan. Padahal dalam suatu perusahaan jumlah

45 mesin yang dimiliki untuk proses produksi sangat banyak dan bagian maintenance tidak mungkin mengukur satu persatu tingkat keefektifan penggunaan peralatan dari setiap jenis mesin yang ada di perusahaan. Beranjak dari permasalahan diatas, dibutuhkan pengukuran keefektifan peralatan yang lebih sederhana dan efektif, sehingga bagian maintenance secara berkesinambungan dapat mengetahui dan memantau tingkat keefektifan dari setiap mesin yang menjadi tanggung jawabnya, mendeteksi mesin-mesin mana saja yang mempunyai kinerja tidak baik untuk mendapat prioritas pemeliharaan dan perbaikan serta mempertahankan mesin dalam level kondisi yang ideal. Perusahaan-perusahaan pada umumnya menggunakan nilai OEE sebagai suatu indikator yang dapat memperlihatkan seberapa baik perusahaan menggunakan atau memaksimalkan sumber daya yang dimilikinya (tingkat kehandalan, tingkat produktivitas, dan lain-lain) misalnya suatu peralatan atau mesin yang digunakan pada proses produksi. Di beberapa keadaan dalam prakteknya sangat sulit untuk mengukur nilai OEE bahkan di lini produksi yang sederhana sekalipun. OEE didasarkan pada perhitungan tiga rasio utama yaitu availability, performance, dan quality seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Ketiga rasio utama tersebut digunakan untuk mengukur enam jenis kerugian (six big losses).

46 Dari enam jenis kerugian (six big losses), waktu downtime seperti kerusakan/breakdown mesin, set up dan adjustment sangat mempengaruhi waktu tersedia mesin (Availability). Hal ini menjadi perhatian utama bagi TPM untuk ditanggulangi (Nakajima, 1988). Total Production Ratio (TPR) yaitu suatu rasio yang menggambarkan tingkat keefektifan penggunaan peralatan dilihat dari kemampuan suatu mesin/peralatan untuk menghasilkan produk yang sesuai permintaan konsumen selama total jam kerja yang tersedia. Dalam TPR lebih menitikberatkan faktor keandalan/performance dari mesin yaitu seberapa baik tingkat produktivitas dan keefektifan dari mesin/peralatan yang digunakan. Pengukuran TPR lebih mudah dan sederhana untuk diterapkan jika dibandingkan pengukuran dengan menggunakan OEE yang lebih kompleks. Pengukuran TPR digunakan sebagai alternatif lain untuk mengganti pengukuran OEE. TPR sangat berkaitan erat dengan OEE, pengukuran yang digunakan berasal dari penyederhanaan/subtitusi perkalian dari pengukuran OEE itu sendiri. Nilai TPR adalah perkalian antara operating rate dengan nilai OEE, Operating rate adalah perbandingan antara loading time dengan working time. Untuk lebih jelasnya perhitungan dari TPR adalah sebagai berikut (Leflar, 2001):

47 Dimana : Working time = Total jam kerja setelah dikurangi waktu untuk istirahat. Planned downtime = Downtime yang direncanakan (misalnya adanya schedule maintenance, meeting pagi dan lain-lain) Loading time = Jumlah waktu kerja yang ditetapkan, dikurangi dengan waktu berhenti yang terencana atau penting dari peralatan dalam waktu tertentu. Perluasan dari perhitungan OEE dan TPR adalah sebagai berikut : (persamaan 1) (persamaan 2) (persamaan 3)

48 % Subtitusikan persamaan (2), (3), (4) dan (5) ke persamaan (1) % (persamaan 4) % (persamaan 5) Langkah selanjutnya adalah menghilangkan loading time, operation time, dan net operation time, sehingga perhitungan menjadi sebagai berikut : Dimana : % Total quality production = Jumlah produksi yang dihasilkan dikurangi jumlah produksi yang cacat Ideal cycle time = Waktu siklus yang ideal untuk kondisi yang optimal Working time = Total jam kerja dikurangi waktu untuk istirahat.

49 Perhitungan nilai TPR diatas sangat sederhana dan lebih mudah mengukurnya jika dibandingkan dengan perhitungan nilai OEE yang kompleks. Nilai TPR akan sama konstan dengan nilai OEE jika disajikan dalam bentuk grafik, karena perhitungannya diturunkan dari perhitungan OEE. Nilai hasil perhitungannya menunjukkan Performance atau seberapa baik tingkat produktivitas dan keefektifan dari mesin/peralatan yang digunakan sama seperti nilai perhitungan pada OEE, hanya saja pada TPR hasil perhitungannya langsung diketahui tanpa harus menghitung tiga rasio utama terlebih dahulu. Apabila dalam suatu periode waktu tidak ada downtime yang direncanakan/planned downtime oleh pihak perusahaan, maka loading time akan sama dengan jam kerja efektif (working time) sehingga nilai perbandingan (operating rate) adalah 1, sehingga nilai TPR hasilnya akan sama dengan nilai OEE. Nilai TPR dijadikan tolak ukur keberhasilan penerapan TPM di perusahaan sebagai pengganti dari pengukuran nilai Overall Equipment Effectiveness (OEE) yang biasa digunakan. Kondisi ideal yang digunakan untuk nilai TPR mengacu pada kondisi ideal nilai OEE yaitu sebesar 85 % (Leflar, 2001). Tinggi rendahnya nilai TPR menunjukkan seberapa baik tingkat pemeliharaan dan perawatan yang dilakukan oleh bagian maintenance dan operator, itu tercermin dengan kinerja mesin yang baik, kerusakan/breakdown mesin yang rendah, dan output produksi yang meningkat atau dengan kata lain

50 kondisi mesin selalu dalam keadaan optimal. Hal itu bisa terwujud bila adanya kerjasama dan keterlibatan peran operator dan bagian maintenance, itu semua sesuai dengan prinsip TPM yaitu melibatkan keikutsertaan semua karyawan dari level atas sampai dengan operator di lantai produksi. 2.5.1 Langkah-langkah untuk mencapai standar nilai TPR Apabila dalam penerapan TPM pada suatu perusahaan, nilai TPR yang dicapai masih dibawah 85%. Maka perlu dilakukan perubahan untuk mencapai nilai yang diinginkan tersebut. Berikut 5 langkah yang harus dilakukan untuk menambah nilai TPR (leflar, 2001) : 1. Mengembalikan mesin ke keadaan seperti yang baru. Semua daerah kerja mesin dalam keadaan bersih dan tidak ada cacat kecil yang terlihat. Dibuatnya standar untuk inspeksi dan pembersihan untuk menjaga mesin dalam kondisi tersebut. Daerah kerja mesin dapat dikontrol secara visual. 2. Membuat perencanaan pemeliharaan secara lengkap. Membuat checksheet, jadwal, prosedur preventive maintenance. Membuat spesifikasi inspeksi mesin. Membuat daftar part, dan rencana penggantian part. Membuat qualitas checksheet.

51 3. Menerapkan perencanaan pemeliharaan tersebut secara tepat. Melaksanakan preventive maintenance secara tepat waktu dan lengkap tanpa ada item yang terlewatkan. Melaksanakan preventive maintenance secara berkelanjutan. Terus melakukan pengembangan pengetahuan dan kemampuan pada setiap karyawan perusahaan. 4. Mencegah kerusakan mesin yang terjadi berulang. Melaksanakan analisa kerusakan untuk mencegah kerusakan berulang. Melaksanakan evaluasi dan perbaikan preventive maintenance secara berkelanjutan (lebih mudah, lebih cepat, lebih baik). 5. Meningkatkan produktivitas mesin. Analisa pelumasan, kalibrasi dan penyesuaian. Analisa kualitas dan bagian mesin. Analisa produktivitas yang meliputi availability, setup, scrap, yield, pemberhentian kecil dan kecepatan. Meningkatkan pengamatan kondisi mesin dan secara berkelanjutan. Analisa biaya pemeliharaan. 2.6 Kegagalan (Failure) Kegagalan dapat diartikan sebagai suatu kondisi yang tidak memuaskan. Dalam konteks pemeliharaan, kegagalan didefinisikan sebagai