BAB III BASIC REPRODUCTION NUMBER

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV ANALISIS MODEL 2

III. MODEL MATEMATIK PENYEBARAN PENYAKIT DBD

II MODEL MATEMATIKA PENYEBARAN PENYAKIT DBD

Oleh Nara Riatul Kasanah Dosen Pembimbing Drs. Sri Suprapti H., M.Si

Inisialisasi Sistem Peringatan Dini Penyebaran Penyakit Demam Berdarah Dengue

Pengaruh Faktor Pertumbuhan Populasi Terhadap Epidemi Demam Berdarah Dengue. Institut Teknologi Sepuluh Nopember Program Studi S2 Matematika

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisa Kualitatif pada Model Penyakit Parasitosis

Kesimpulan serta Masalah yang masih Terbuka

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Prosiding Seminar Hasil-Hasil PPM IPB 2015 Vol. I : ISBN :

Pemodelan dan Simulasi Matematika Pengendalian Epidemi DBD di Wilayah Bandung dan Sekitarnya

Bab III Model Matematika Transmisi Filariasis Tanpa Pengobatan

Bab II Teori Pendukung

Dengan maraknya wabah DBD ini perlu adanya suatu penelitian dan pemikiran yang

BAB 2 BEBERAPA MODEL EPIDEMI. Laju pertumbuhan populasi akan dapat diketahui apabila kelahiran, kematian

Model Matematika Penyebaran Internal Demam Berdarah Dengue dalam Tubuh Manusia

ANALISIS STABILITAS SISTEM DINAMIK UNTUK MODEL MATEMATIKA EPIDEMIOLOGI TIPE-SIR (SUSCEPTIBLES, INFECTION, RECOVER)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Model Matematika Penyebaran Eksternal Demam Berdarah Dengue

III MODEL MATEMATIKA S I R. δ δ δ

KESTABILAN MODEL SUSCEPTIBLE VACCINATED INFECTED RECOVERED (SVIR) PADA PENYEBARAN PENYAKIT CAMPAK (MEASLES) (Studi Kasus di Kota Semarang)

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. ekuilibrium bebas penyakit beserta analisis kestabilannya. Selanjutnya dilakukan

ANALISIS STABILITAS MODEL MATEMATIKA DARI PENYEBARAN PENYAKIT MENULAR MELALUI TRANSPORTASI ANTAR DUA KOTA

BAB IV PEMBAHASAN. 4.1 Proses Pencabangan model DTMC SIR

ANALISIS KESTABILAN MODEL MATEMATIKA PENYEBARAN PENYAKIT DBD DENGAN INKUBASI INTRINSIK DAN GABUNGAN INKUBASI INTRINSIK DAN EKSTRINSIK RINANCY TUMILAAR

FOURIER April 2013, Vol. 2, No. 1, MODEL PENYEBARAN PENYAKIT POLIO DENGAN PENGARUH VAKSINASI. RR Laila Ma rifatun 1, Sugiyanto 2

LANDASAN TEORI HERD IMMUNITY

PEMODELAN MATEMATIKA DAN ANALISIS STABILITAS DARI PENYEBARAN PENYAKIT FLU BURUNG

MODEL MATEMATIKA DALAM KASUS EPIDEMIK KOLERA DENGAN POPULASI KONSTAN. Renny, M.Si Program Studi Matematika Universitas Jenderal Soedirman

MODEL MATEMATIKA PENYEBARAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE TIPE SEIR INFEKSI GANDA ELINORA NAIKTEAS BANO

BAB III MODEL KAPLAN. 3.1 Model Kaplan

Perhitungan Basic Reproduction Number (R 0 ) Demam Berdarah Dengue Melalui Beberapa Metode dengan Studi Kasus Data di Indonesia

III PEMODELAN. (Giesecke 1994)

BAB 1 PENDAHULUAN. Dengue adalah penyakit infeksi virus pada manusia yang ditransmisikan

ANALISIS STABILITAS PADA PENYEBARAN PENYAKIT CAMPAK DAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI KABUPATEN JEMBER SKRIPSI. Oleh Andy Setyawan NIM

MODEL STOKASTIK PENYEBARAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DI KOTA DEPOK PENDAHULUAN

BAB IV PENGEMBANGAN MODEL KAPLAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

PENGARUH PARAMETER PENGONTROL DALAM MENEKAN PENYEBARAN PENYAKIT FLU BURUNG. Rina Reorita, Niken Larasati, dan Renny

BAB I PENDAHULUAN. penyebabnya adalah gaya hidup dan lingkungan yang tidak sehat. Murwanti dkk,

Analisis Stabilitas Model SIR (Susceptibles, Infected, Recovered) Pada Penyebaran Penyakit Demam Berdarah Dengue di Provinsi Maluku

Oleh : HASNAN NASRUN SUBCHAN, MAHMUD YUNUS

Model Dan Simulasi Transmisi Virus Dengue Di Dalam Tubuh Manusia

Bab 3 MODEL DAN ANALISIS MATEMATIKA

BIFURKASI PADA MODEL SUSCEPTIBLE INFECTED RECOVERED (SIR) DENGAN WAKTU TUNDA DAN LAJU PENULARAN BILINEAR SKRIPSI

BAB 1 PENDAHULUAN. Gambaran epidemiologi..., Lila Kesuma Hairani, FKM UI, 2009 Universitas Indonesia

BAB II KAJIAN TEORI. representasi pemodelan matematika disebut sebagai model matematika. Interpretasi Solusi. Bandingkan Data

Studi Penyebaran Penyakit Flu Burung Melalui Kajian Dinamis Revisi Model Endemik SIRS Dengan Pemberian Vaksinasi Unggas. Jalan Sukarno-Hatta Palu,

MODEL MATEMATIK DEMAM BERDARAH DENGUE DENGAN NYAMUK Aedes albopictus SEBAGAI VEKTOR JAMES U. L. MANGOBI

ANALISIS MODEL MATEMATIKA PENYEBARAN KOINFEKSI MALARIA-TIFUS

ANALISIS KESTABILAN MODEL DINAMIK PENYEBARAN VIRUS INFLUENZA

MODEL MATEMATIKA PENYEBARAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE JUMADI

T - 1 PEMODELAN MATEMATIKA UNTUK MENSIMULASIKAN EFEK POPULASI KARANTINA TERHADAP PENYEBARAN PENYAKIT HIV/AIDS DI PAPUA

III PEMBAHASAN. μ v. r 3. μ h μ h r 4 r 5

Oleh : Dinita Rahmalia NRP Dosen Pembimbing : Drs. M. Setijo Winarko, M.Si.

Agus Suryanto dan Isnani Darti

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat karena menyebar dengan cepat dan dapat menyebabkan kematian (Profil

SIFAT-SIFAT DINAMIK DARI MODEL INTERAKSI CINTA DENGAN MEMPERHATIKAN DAYA TARIK PASANGAN

THE EFFECT OF DELAYED TIME OF OSCILLATION IN THE LOGISTIC EQUATION

ADLN PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB IV PEMBAHASAN. optimal dari model untuk mengurangi penyebaran polio pada dengan

Model Matematika SIV Untuk Penyebaran Virus Tungro Pada Tanaman Padi

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorhagic Fever

MODEL SIR (SUSCEPTIBLE, INFECTIOUS, RECOVERED) UNTUK PENYEBARAN PENYAKIT TUBERKULOSIS

MODEL EPIDEMI RANTAI MARKOV WAKTU DISKRIT SUSCEPTIBLE INFECTED RECOVERED DENGAN DUA PENYAKIT

KATA PENGANTAR. Penulis

UNNES Journal of Mathematics

ANALISIS DAN SIMULASI MODEL MATEMATIKA PENYAKIT DEMAM DENGUE DENGAN SATU SEROTIF VIRUS DENGUE

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh protozoa parasit

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Middle East Respiratory Syndrome-Corona Virus atau biasa disingkat MERS-

Dinamik Model Epidemi SIRS dengan Laju Kematian Beragam

BAB III PEMBAHASAN. Ebola. Setelah model terbentuk, akan dilanjutkan dengan analisa bifurkasi pada

MODEL MATEMATIKA EKSTERNAL DAN INTERNAL PENYEBARAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE DISERTASI NUNING NURAINI NIM :

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit infeksi yang disebabkan

Tingkat Vaksinasi Minimum untuk Pencegahan Epidemik Berdasarkan Model Matematika SIR

Bab III Model Awal Kecanduan Terhadap Rokok

BAB IV PEMBAHASAN. 4.1 Analisis Kestabilan Model Matematika AIDS dengan Transmisi. atau Ibu menyusui yang positif terinfeksi HIV ke anaknya.

Matematika dan Statistika

BAB II LANDASAN TEORI. Pada bab ini akan dibahas mengenai definisi-definisi dan teorema-teorema

KONTROL OPTIMAL MODEL EPIDEMIK HOST-VECTOR DENGAN SIMULASI MENGGUNAKAN FORWARD-BACKWARD SWEEP METHOD

PENYELESAIAN NUMERIK DAN ANALISA KESTABILAN PADA MODEL EPIDEMIK SEIR DENGAN PENULARAN PADA PERIODE LATEN

ANALISIS KESTABILAN PADA MODEL TRANSMISI VIRUS HEPATITIS B YANG DIPENGARUHI OLEH MIGRASI

BAB I PENDAHULUAN. semakin besar. Keadaan rumah yang bersih dapat mencegah penyebaran

Distribusi Probabilitas Kontinyu Teoritis

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes spp.

Analisis Model SIR dengan Imigrasi dan Sanitasi pada Penyakit Hepatitis A di Kabupaten Jember

1. PENDAHULUAN Tahun

Dinamika dan Aplikasi dari Model Epidemologi Hepatitis C Ema Hardika S. ( )

LAMPIRAN. Model Tanpa Delay

Esai Kesehatan. Disusun Oleh: Prihantini /2015

ANALISIS STABILITAS PADA PENYEBARAN PENYAKIT DBD DI KABUPATEN JEMBER DENGAN METODE SIR STOKASTIK SKRIPSI. Oleh: Effendy

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis model epidemik beserta simulasinya, diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

PENGARUH FAKTOR PERTUMBUHAN POPULASI TERHADAP EPIDEMI DEMAM BERDARAH DENGUE

T - 11 MODEL STOKASTIK SUSCEPTIBLE INFECTED RECOVERED (SIR)

1. BAB I PENDAHULUAN

Transkripsi:

BAB III BASIC REPRODUCTIO UMBER Dalam kaitannya dengan kejadian luar biasa, dalam epidemiologi matematika dikenal suatu besaran ambang batas (threshold) yang menjadi indikasi apakah dalam suatu populasi akan terjadi epidemi atau tidak. Besaran ini dikenal dengan nama Basic Reproduction umber (R ). Untuk lebih jelasnya akan diuraikan sebagai berikut. 3.1 Basic Reproduction umber (R ) Basic reproduction number (R ) menjadi suatu hal yang paling penting dalam mempelajari epidemik, khususnya digunakan dalam membandingkan efek pengontrolan pada dinamika populasi, usaha yang dibutuhkan untuk pengontrolan dan keefektifannya. Dalam demografi dan ekologi, R diinterprestasikan sebagai nilai ekpektasi dari betina yang melahirkan keturunan betina selama masa hidupnya. amun R biasanya digunakan dalam epidemik. R bergantung pada kontak/hubungan, penularan, perioda infeksi, heterogenitas, jalur transmisi (langsung, tidak langsung, vertical, horizontal, diagonal, melalui vektor dan lain-lain). Basic Reproduction umber (R ) adalah nilai ekpektasi dari terjadinya kasus sekunder akibat dari kasus primer dalam suatu populasi yang virgin dan tertutup. 13

Tertutup artinya terjadinya penambahan atau pengurangan jumlah populasi hanya melalui kelahiran dan kematian. Dalam penyebaran demam berdarah dengue, nilai R dapat mengindikasikan apakah timbul penularan suatu penyakit atau tidak sama sekali. Jika R >1 artinya pada populasi terjadi kasus epidemik atau terjadi penularan penyakit sedangkan R <1 artinya pada populasi tidak terjadi kasus epidemik atau tidak terjadi penularan penyakit. Ada beberapa metoda dalam menghitung Basic Rreproduction umber (R ) baik untuk penyakit infeksi yang ditulari lewat vektor maupun yang bukan melewati vektor, yaitu 1. Menghitung jumlah host yang berpotensial untuk terinfeksi oleh orang yang terinfeksi pertama kali. amun ini membutuhkan data entomologi yang biasanya tidak diketahui. 2. Menggunakan hubungan antara R dengan nilai akhir yang merata. Untuk menaksir nilai rataannya, mesti diketahui jumlah akhir dari kasus dan ukuran populasi dimana epidemik sedang berkembang. amun ini sulit untuk ditentukan. Karena bisa terjadi penaksiran yang terlalu rendah pada jumlah kasus yang tidak dilaporkan atau mungkin penaksiran yang terlalu tinggi karena kesamaan dari gejala demam berdarah atau penyakit lainnya. 3. Anggap penularannya berantai. Tapi ini sulit untuk menentukan siapa menginfeksi siapa dan ketika kasus tidak sesuai dengan yang sebenarnya. 4. Menaksir nilai R dari gradien pertumbuhan eksponensial jumlah kasus (force of infection). Metoda ini menggunakan data (biasanya data harian) dan tidak bergantung pada ukuran kasus yang dilaporkan dan dimonitor, selama ukuran ini diasumsikan konstan, dengan memasukkan nilai periode inkubasi intrinsik dan ekstrinsik, metode ini memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan metode lainnya. 14

3.2 Model Basic Reproduction umber Demam Berdarah Dengue Ada beberapa Model yang akan dibahas dalam bab ini, antara lain 3.2.1 Model 1 Basic Reproduction umber Misalkan x(t) adalah jumlah susceptible, y(t) adalah individu terinfeksi, n(t) adalah total populasi dengan µ adalah angka kematian dari populasi host, β adalah kontak rate, 1 adalah periode terinfeksi. Sehingga diperoleh hubungan γ dy( t) x( t) y( t) = β ( μ + γ ) y( t) (3.1) n( t) Pada awal epidemik diasumsikan bahwa jumlah total populasi (n) sama dengan jumlah susceptible (x). dy() t = βy() t ( μ + γ) y() t dy() t = ( β ( μ + γ)) y( t) dy() t = ( β ( μ γ) ) yt () + ln yt ( ) = + t ( β ( μ γ) ) sehingga diperoleh solusi untuk Persamaan 3.1 adalah ( ( )) (3.2) y() t = exp β μ + γ t + C dengan C adalah suatu konstanta. Kemudian dengan menggunakan first doubling time (t d ) - yaitu selang waktu dimana jumlah kasus penyakit meningkat menjadi dua kali lipat atau y(t d ) = 2y() maka dari Persamaan 3.2 akan diperoleh nilai Basic Reproduction umber (R ) sebagai berikut 15

ln 2y() = ( β ( μ + γ )) t ln 2 + ( μ + γ ) t ln 2 ( μ + γ ) t R d ln 2 = ( μ + γ ) t β + 1 = ( μ + γ ) + d d = βt 1 d d (3.3) 3.2.2 Model 2 Basic Reproduction umber Model lain yang digunakan dalam menentukan Basic Reproduction umber (R ) adalah dengan menggunakan force of infection (Λ ) yaitu peluang susceptible (orang sehat yang mungkin sakit) menjadi terinfeksi, ( ) K() t e Λt (3.4) dengan K adalah jumlah kasus demam berdarah pada saat t. Pada awal epidemik, populasi di asumsikan homogen. Berikut adalah laju pertambahan jumlah host dan vektor penyakit demam berdarah dengue, d () () S t S t VI () t = γ mab γ S () t (3.5) V d ( ) I () t S t τi V I ( t τi) = mab γ I () t (3.6) V dv () () S t V S t I () t = λ V ac λ V S () t (3.7) dv ( ) I () t V S t τe I ( t τe) = exp( λτ ) e ac λv I ( t) (3.8) 16

Keempat Persamaan di atas menjelaskan laju perubahan populasi tiap kompartemen sebagai berikut : 1. Laju jumlah susceptible host terhadap waktu. Penambahannya dipengaruhi oleh kelahiran alami susceptible host dan berkurang karena adanya kontak antara susceptible host dengan infectious vektor yang dipengaruhi oleh indeks banyaknya vektor terhadap host, nilai rata-rata dari gigitan perhari pervektor perhost, proporsi gigitan dari infectious vector pada susceptible host sehingga menjadi terinfeksi dibagi dengan jumlah total vektor, dan kembali berkurang karena adanya kematian dari susceptible host. 2. Laju jumlah infectious host terhadap waktu. Penambahannya dipengaruhi oleh adanya kontak antara susceptible host dengan infectious vector pada saat lampau, indeks banyaknya vektor terhadap host, jumlah rata-rata dari gigitan perhari pervektor perhost, proporsi gigitan infectious vector pada susceptible host sehingga menjadi terinfeksi terhadap jumlah total vektor, dan kembali berkurang karena kematian dari infectious host. 3. Laju jumlah susceptible vektor terhadap waktu. Penambahannya dipengaruhi oleh kelahiran alami dari vektor dan berkurang karena adanya kontak antara susceptible vektor dengan infectious host, nilai rata-rata dari gigitan perhari pervektor per host, proporsi gigitan dari susceptible vektor pada host sehingga menjadi infectious vector, dan berkurang karena kematian dari susceptible vektor. 4. Laju jumlah infectious vector terhadap waktu. Penambahannya dipengaruhi oleh adanya kontak antara susceptible vektor dengan infectious host pada saat lampau (masa inkubasi ekstrinsik pada vektor), nilai rata-rata dari gigitan perhari pervektor per host, proporsi gigitan dari susceptible vector pada host sehingga menjadi infectious vektor dan berkurang karena kematian dari infectious vektor. 17

Simbol Parameter Tabel Variabel dan Parameter ilai S () t jumlah susceptible host variabel I () t jumlah infectious host variabel V S () t jumlah susceptible vector variabel V I () t jumlah infectious vector variabel nilai awal dari susceptible host 6 V jumlah total vektor -18 a nilai rata-rata dari gigitan perhari pervektor per host -.5 /hari b c proporsi gigitan dari infectious vector pada susceptible host sehingga menjadi terinfeksi proporsi gigitan dari susceptible vector pada host sehingga menjadi infectious vector m indek banyaknya nyamuk terhadap manusia -3 proporsi awal dari susceptible host 1 γ survive rate dari host -.5 /hari λ survive rate dari vektor -.2 /hari τ e masa inkubasi ekstrinsik (pada vektor) 1-16 hari τ i masa inkubasi intrinsik (pada host) 1-11 hari -1-1 Untuk kasus ini, jumlah host dan vektor yang tidak susceptible diabaikan, dan jumlah host dan vektor dapat diasumsikan sebagai berikut, I ( t) exp( Λ t) dan V I ( t) V exp( Λ t) (3.9) S () t dan V S () t (3.1) Persamaan 3.9 dan 3.1 disubsitusikan ke Persamaan 3.6 dan 3.8 maka V 18

bagi Persamaan A dan B dengan mab V e Λ e = (A) Λ( t τ i) Λt Λt γ e V e ac e ( λτe) Λ( t τ e) Λt V Λt Λ Ve = λve (B) ( t) e Λ, sehingga didapatkan Persamaan Λτi Λ+ γ = (C) V ( ) mab V e Subsitusikan C ke D e ( Λ+ λ) V = λτe ac e V Λτe Λ ( τe+ τi) λτe 2 ( λ)( γ) (D) Λ+ Λ+ e = e a mbc (E) Kedua sisi Persamaan E dibagi dengan γλ sehingga diperoleh nilai R sebagai berikut, 2 Λ Λ ma bc 1+ 1+ exp Λ ( τ e + τi) = R * = exp( λ e) γ λ τ (3.11) λγ Maka secara umum dapat dituliskan Model untuk menentukan nilai Basic Reproduction umber (R ) adalah Λ Λ 1 1 exp e i γ λ R = + + Λ ( τ + τ ) (3.12) 3.3 Perhitungan Basic Reproduction umber (R ) Pada sub bab ini akan dihitung besarnya Basic Reproduction umber (R ) Demam Berdarah Dengue untuk kasus demam berdarah yang pernah terjadi di beberapa negara Asia dan kota Bandung dengan menggunakan Model yang ada pada sub bab 3.2. Dalam perhitungan ini, digunakan Model lain sebagai perbandingan yang ditemukan oleh Marques (1994) 19

dan oleh Massad (21) Λ R = 1+ (3.13) γ Λ Λ R = 1+ 1+ (3.14) γ λ 3.3.1 Basic Reproduction umber (R ) untuk Kasus DBD di Beberapa egara Asia Misalkan parameter yang digunakan adalah λ =.2, γ =.5, τ = 7 hari, dan τ =5 hari e dengan mensubtitusikan data penyakit DBD pada Persamaan 3.4 dan menggunakan Model 3.12, maka besarnya Basic Reproduction umber (R ) untuk beberapa egara Asia adalah sebagai berikut i Gambar 3.1 Basic Reproduction umber DBD beberapa negara Asia Dari grafik di atas, dapat dilihat bahwa rata-rata R untuk kasus demam berdarah di beberapa negara di Asia lebih dari satu, artinya telah terjadi kasus endemik atau penyebaran penyakit DBD dibeberapa negara Asia. 2

Sebagai perbandingan, akan dihitung R dengan menggunakan Model di Persamaan 3.13 dan 3.14 sehingga nilai R untuk negara Indonesia adalah seperti grafik berikut Gambar 3.2 Basic Reproduction umber DBD di Indonesia Grafik 3.2 memperlihatkan bahwa perhitungan R dengan menggunakan Model di Persamaan 3.12 jauh lebih besar jika dibandingkan dengan dua Model di Persamaan 3.13 dan 3.14 (Massad dan Marques). Model Massad dan Marques cenderung konstan karena hanya melibatkan beberapa parameter yang nilainya konstan jika dibandingkan dengan Persamaan 3.12. 3.3.2 Basic Reproduction umber (R ) untuk Kasus DBD di Kota Bandung Dengan menggunakan besaran parameter dan Model yang sama dengan sub bab 3.3.1, maka berdasarkan data kasus DBD di kota Bandung akan diperoleh perhitungan R untuk kota Bandung sebagai berikut 21

Gambar 3.3 Basic Reproduction umber DBD di Kota Bandung Dari Gambar 3.3 dapat disimpulkan bahwa telah terjadi kasus endemik demam berdarah dengue di kota Bandung karena Basic Reproduction umber nya lebih besar dari satu baik menggunakan Model 3.12 maupun menggunakan Model Massad dan Marques dan cenderung meningkat dari tahun ke tahun. 22