Pengaruh Pelarut dan Temperatur terhadap Tranport Europium (III) melalui Membran Cair Berpendukung

dokumen-dokumen yang mirip
MEKANISME TRANSPOR LANTANUM MELALUI MEMBRAN CAIR BERPENDUKUNG (SLM) DENGAN PENGEMBAN CAMPURAN D2EHPA (ASAM DI-(2- ETILHEKSIL) FOSFAT) DAN TBP

PEMUNGUTAN LANTANUM DARI MINERAL MONASIT BANGKA DENGAN TEKNIK MEMBRAN CAIR BERPENDUKUNG BERTINGKAT

KEMURNIAN DAN NILAI FAKTOR PEMISAHAN TRANSPOR UNSUR La TERHADAP UNSUR Nd, Gd, Lu DENGAN TEKNIK MEMBRAN CAIR BERPENDUKUNG

Jurnal Kimia Indonesia

PEMULIHAN (RECOVERY) DAN PEMISAHAN SELEKTIF LOGAM BERAT (Zn, Cu dan Ni) DENGAN PENGEMBAN SINERGI MENGGUNAKAN TEKNIK SLM

PERMEABILITAS MEMBRAN TRANSPOR CAMPURAN UNSUR TANAH JARANG (La, Nd, Gd, Lu) MENGGUNAKAN CARRIER (TBP : D2EHPA) MELALUI SUPPORTED LIQUID MEMBRANE

Selektifitas Transpor Lantanum Dari Mineral Monasit Dengan Teknik Supported Liquid Membrane

PENGARUH PENAMBAHAN SENYAWA PENGOMPLEKS PADA FASA PENERIMA TERHADAP PEMISAHAN LOGAM PERAK DENGAN TEKNIK SLM (SUPPORTED LIQUID MEMBRANE)

OPTIMASI TRANSPOR Cu(II) DENGAN APDC SEBAGAI ZAT PEMBAWA MELALUI TEKNIK MEMBRAN CAIR FASA RUAH

RECOVERY PERAK DARI LIMBAH FOTOGRAFI MELALUI MEMBRAN CAIR BERPENDUKUNG DENGAN SENYAWA PEMBAWA ASAM DI-2-ETIL HEKSILFOSFAT (D2EHPA)

3 Metodologi Penelitian

4 Hasil dan Pembahasan

TRANSPOR ION TEMBAGA (II) MELALUI TEKNIK MEMBRAN CAIR FASA RUAH

Bab III Metodologi Penelitian

RECOVERY PERAK DARI LIMBAH FOTOGRAFI MELALUI MEMBRAN CAIR BERPENDUKUNG DENGAN SENYAWA PEMBAWA ASAM DI-2-ETIL HEKSILFOSFAT (D2EHPA)

PENGARUH PENGGUNAAN SENYAWA PENGEMBAN GABUNGAN TERHADAP PEMISAHAN LOGAM PERAK DENGAN TEKNIK SLM (SUPPORTED LIQUID MEMBRANE)

Pemisahan Unsur Samarium dan Yttrium dari Mineral Tanah Jarang dengan Teknik Membran Cair Berpendukung (Supported Liquid Membrane)

3 Percobaan. 3.1 Bahan Penelitian. 3.2 Peralatan

2 Tinjauan Pustaka. 2.1 Polimer. 2.2 Membran

EFEKTIFITAS SURFAKTAN DAN RECOVERY MEMBRAN DALAM DIFUSI FENOL ANTAR FASA TANPA ZAT PEMBAWA. Skripsi Sarjana Kimia. Oleh KHAIRUNNISSA NO.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia Jurusan Pendidikan

Bab IV Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Karakterisasi Fisik Vitamin C

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia dan Laboratorium

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil percobaan pendahuluan, ditentukan lima formula

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSTRASI

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4 Hasil dan Pembahasan

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Bahan Baku Ibuprofen

PENENTUAN KONDISI OPTIMUM PADA PEMISAHAN SERIUM (IV) DARI MINERAL MONASIT MELALUI TEKNIK MEMBRAN CAIR BERPENDUKUNG TUBULAR MEMBRAN

4 Hasil dan Pembahasan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4 Hasil dan Pembahasan

3 Metodologi Penelitian

BATERAI BATERAI ION LITHIUM

PENGARUH PERBANDINGAN VOLUME FASA AIRDENGAN FASA ORGANIK DAN KONSENTRASI AgDALAMFASA AIR PADA EKSTRAKSI PERAKDARI LIMBAH FOTO ROENTGEN

TRANSPOR IODIN MELALUI MEMBRAN KLOROFORM DENGAN TENIK MEMBRAN CAIR FASA RUAH

BAB III METODE PENELITIAN. Ide Penelitian. Studi Literatur. Persiapan Alat dan Bahan Penelitian. Pelaksanaan Penelitian.

Efektivitas Membran Hibrid Nilon6,6-Kaolin Pada Penyaringan Zat Warna Batik Procion

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia Jurusan Pendidikan

3 Metodologi Percobaan

BAB IV DATA DAN ANALISIS

Hasil Penelitian dan Pembahasan

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Optimasi pembuatan mikrokapsul alginat kosong sebagai uji

TINGKAT PERGURUAN TINGGI 2017 (ONMIPA-PT) SUB KIMIA FISIK. 16 Mei Waktu : 120menit

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah ekperimental.

PENGARUH ELEKTROLIT HNO3 DAN HCl TERHADAP RECOVERY LOGAM Cu DENGAN KOMBINASI TRANSPOR MEMBRAN CAIR DAN ELEKTROPLATING MENGGUNAKAN SEBAGAI ION CARRIER

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA

HASIL DAN PEMBAHASAN. Struktur Karbon Hasil Karbonisasi Hidrotermal (HTC)

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V ANALISIS HASIL PERCOBAAN DAN DISKUSI

4 Hasil dan pembahasan

HASIL DAN PEMBAHASAN. didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 20%, 30%, 40%, dan 50%. Kemudian larutan yang dihasilkan diendapkan

tetapi untuk efektivitas ekstraksi analit dengan rasio distribusi yang kecil (<1), ekstraksi hanya dapat dicapai dengan mengenakan pelarut baru pada

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Untuk mendapatkan jawaban dari permasalahan penelitian ini maka dipilih

Djunaidi et al., ALCHEMY Jurnal Penelitian Kimia, Vol. 13 (2017), No. 1, Hal

a. Pengertian leaching

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PEMURNIAN ETANOL SECARA MIKROFILTRASI MENGGUNAKAN MEMBRAN SELULOSA ESTER

4 Hasil dan Pembahasan

BAB V EKSTRAKSI CAIR-CAIR

PENGARUH GARAM Al(NO 3 ) 3 TERHADAP EKSTRAKSI ITRIUM DARI KONSENTRAT LOGAM TANAH JARANG

EKSTRAKSI Th, La, Ce DAN Nd DARI KONSENTRAT Th LOGAM TANAH JARANG HASIL OLAH PASIR MONASIT MEMAKAI TBP

BAB IV HASIL YANG DICAPAI DAN MANFAAT BAGI MITRA

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis proses preparasi, aktivasi dan modifikasi terhadap zeolit

ZAT PEMBAWA OKSIN DAN SDS SEBAGAI ADITIF MELALUI TEKNIK MEMBRAN CAIR FASA RUAH

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Bab III Metodologi III.1 Waktu dan Tempat Penelitian III.2. Alat dan Bahan III.2.1. Alat III.2.2 Bahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III BAHAN, ALAT DAN CARA KERJA

4 Hasil dan Pembahasan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian Secara Keseluruhan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Modifikasi Ca-Bentonit menjadi kitosan-bentonit bertujuan untuk

Uji Selektifitas Transpor Fenol Melalui Teknik Membran Cair Fasa Ruah

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

PEMISAHAN Ce DAN Nd MENGGUNAKAN RESIN DOWEX 50W-X8 MELALUI PROSES PERTUKARAN ION

Elektrodeposisi Lapisan Kromium dicampur TiO 2 untuk Aplikasi Lapisan Self Cleaning

HASIL DAN PEMBAHASAN y = x R 2 = Absorban

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2012 sampai Januari 2013 di

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C

3 Percobaan. 3.1 Bahan Penelitian. 3.2 Peralatan

Olly Norita Tetra *, Zaharasmi, dan Gionanda Laboratorium Elektro/Fotokimia, Jurusan Kimia, FMIPA, Universitas Andalas, Padang

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIK PERCOBAAN H-3 SOL LIOFIL

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

Difusi adalah Proses Perpindahan Zat dari konsentrasi yang tinggi ke konsentrasi yang lebih rendah.

Penyerapan Zat Warna Tekstil BR Red HE 7B Oleh Jerami Padi +) Saepudin Suwarsa Jurusan Kimia FMIPA - ITB Jl. Ganesa 10 Bandung, 40132

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode eksperimen.

Air adalah wahana kehidupan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap

BAB 3 METODE PENELITIAN. 3.1 Alat Alat Adapun alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah: Alat-alat Gelas.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan dari bulan Februari - Juli tahun 2012

Transkripsi:

Jurnal Matematika dan Sains Vol. 8 No. 4, Desember 2003, hal 151 156 Abstrak Pengaruh Pelarut dan Temperatur terhadap Tranport Europium (III) melalui Membran Cair Berpendukung Buchari, Eti Testiati, dan Aminudin Sulaeman Departemen Kimia, FMIPA Institut Teknologi Bandung Jl. Ganesa 10, Bandung 40132, Indonesia Diterima April 2003, disetujui untuk dipublikasikan Juli 2003 Penelitian tentang pengaruh pelarut dan pengaruh temperatur terhadap transport Eu(III) melalui membran cair berpendukung (supported liquid membrane, SLM) diawali dengan menentukan kondisi terbaik pemisahan. Membran politetrafluoroetilen (PTFE) merupakan membran pendukung yang memiliki diameter pori 0,45µm dan tebal 47µm. Membran terlebih dulu direndam dalam larutan pengemban campuran asam di(2-etilheksil)fosfat (D2EHPA)- tributil fosfat (TBP) selama 2 jam. Konsentrasi Eu(III) dalam fasa umpan adalah 100 ppm, sedangkan fasa penerima berupa larutan asam nitrat 0,1 M. Kondisi terbaik pemisahan didapat pada ph fasa umpan sebesar 3, dengan pengemban berupa campuran 0,8 M D2EHPA dan 0,2 M TBP dalam kerosen. Setelah kontak selama 300 menit, jumlah Eu(III) yang tertransport melalui SLM mencapai 71,74 %. Persen transport meningkat menurut urutan penggunaan pelarut: kerosen>toluen>kloroform>n-heksan>1,2-dikloroetan. Pelarut campuran 75% volum kerosen dengan 25 % volum kloroform mampu meningkatkan transport Eu(III) dari 71,74% menjadi 79,10% bila dibandingkan dengan penggunaan kerosen saja. Peningkatan temperatur proses dari 25 o C menjadi 60 o C meningkatkan transport Eu(III) dari 71,74 % menjadi 92,26%. Profil permukaan membran dikarakterisasi dengan mikroskop elektron (SEM). Kata kunci : europium, membran cair berpendukung, politetrafluoroetilen, senyawa pengemban. Abstract Study of the influence of solvents and temperature on the transport of Eu(III) through supported liquide membrane (SLM) has been undertaken. The first step of this work was to determine the best conditions for the extraction. Polytetrafluoroethylene (PTFE) membrane has been used in this research. The thickness of the film is 47 µm and the average pore size is 0.45 µm.the membrane was impregnated in the carrier solutions for 2 hours. The carrier used were di 2-ethylhexyl phosphoric acid (D2EHPA) and tributylphosphate (TBP). Feed compartment contained 100 ppm Eu(III) in a buffer solution. Receiver compartment contained 0.1 M nitric acid. The optimum result has been achieved at feed ph of 3 and a mixture of 0.8 M D2EHPA and 0.2 M TBP in kerosene. At this conditions, 71.74 % of Eu( III) was transported through SLM. The transport percentase ncreased in the solvent order of kerosene>toluena>chloroform>n-hexane>1,2-dichloroethane. The mixture of 75% of kerosene and 25% of chloroform increased the Eu(III) s transport from 71.74 % to 79.1% compared with the kerosen as a solvent. The elevation of temperature from 25 o C to 60 o C increased the transport of Eu(III) from 71.74 to 92.26 %. The profile of membrane surface was characterized by scanning electron microscope (SEM). Keywords : europium, supported liquide membrane, polytetrafluoroethylen, carrier. 1. Pendahuluan Transport europium(iii) melalui membran cair berpendukung (supported liquid membrane, disingkat dengan SLM) telah dipelajari antara lain oleh Nakamura dan Akiba 1,2), Kapunec dan Manh 3,4), Sugiura dan Kikhawa 5) serta oleh Sulaeman 6). Para peneliti tersebut umumnya mengutamakan pencarian senyawa-senyawa untuk dijadikan pengemban (carrier) serta meneliti mekanisme transpornya. Namun, pengaruh jenis pelarut dan temperatur terhadap transport europium(iii) melalui SLM ternyata luput dari perhatian. Tujuan pertama penelitian ini adalah mempelajari pengaruh pelarut terhadap transport Eu(III) melalui SLM. Membran pendukung dalam teknik SLM berperan sebagai kerangka, sehingga cairan yang terperangkap di dalamnya dapat membentuk film bebas. Kestabilan film ini antara lain dipengaruhi oleh jenis pelarut, jenis pengemban serta komposisi fasa umpannya. Beberapa kriteria pemilihan pelarut organik bagi SLM, antara lain : kelarutan yang rendah dalam fasa air, volatilitas rendah, mampu melarutkan senyawa pengemban dan senyawa kompleks antara pengemban dengan ion logam serta viskositas yang relatif tinggi. Nilai viskositas diharapkan semakin meningkat dengan adanya senyawa pengemban atau kompleks senyawa pengemban dengan ion logam. Pengaruh viskositas (η) dan temperatur (T) terhadap koefisien difusi (D) dinyatakan oleh persamaan Stokes-Einstein berikut ini : 151

JMS Vol. 8 No. 4, Desember 2003 152 D = kt/6πηr (1) Pada persamaan itu, k adalah tetapan Boltzman (1,38x10-16 g.cm 2.detik -2.K -1 ) dan r adalah jari-jari partikel. Karena kriteria tersebut di atas dipengaruhi oleh temperatur, maka tujuan kedua dari penelitian ini adalah mempelajari pengaruh temperatur terhadap transport Eu(III) melalui SLM. Umumnya, pelarut yang digunakan dalam teknik SLM memiliki tegangan permukaan antara 20 hingga 30 dyne/cm. Pada penelitian ini dipelajari pengaruh pelarut yang sifat hidrofobiknya semakin menurun, yakni : n heksan, destilat kerosen fraksi 200-220 o C, toluen, kloroform, dan 1,2-dikloroetan (DCE). Tabel 1 berikut memperlihatkan beberapa sifat fisik dari pelarut yang digunakan dalam penelitian ini. Untuk mencapai tujuan tersebut, pada penelitian ini digunakan campuran senyawa asam di(2-etilheksil) fosfat (D2EHPA), dan tributil fosfat (TBP). Di dalam media dodekan atau kerosen, D2EHPA membentuk struktur dimer dengan tetapan dimerisasi sebesar 4,47 dan berat jenisnya sebesar 0,975 g/ml. Saat membentuk kompleks dengan ion logam, dimer memutuskan salahsatu ikatan hidrogennya. Di sisi lain, TBP merupakan molekul netral yang tidak mengalami ionisasi, momen dipol sebesar 3,0 Debye, koefisien dielektrik relatif tinggi dan berat jenis sebesar 0,9727 g/ml. Perbandingan mol antara TBP dengan D2EHPA yang bersenyawa dengan ion logam tanah jarang adalah 1: 4 6). Transport Eu(III) melalui SLM yang menggunakan pengemban campuran D2EHPA-TBP diasumsikan mengikuti mekanisme transport tandingan (counter transport 7). Pada antarmuka fasa umpan dengan membran, terjadi reaksi pembentukan kompleks antara ion Eu 3+ dengan D2EHPA yang mengikuti persamaan reaksi berikut ini : Eu 3+ +3(D2EHPA) 2 Eu[H(DEHPA) 2 ] 3 +3H + (2) Kompleks yang terbentuk terdistribusi di antara kedua fasa, dengan tetapan distribusi: K d,f =[Eu 3+ ]/[Eu 3+ ] f =[Eu(H(DEPA) 2 ]/[Eu 3+ ] f (3) Tanda bar di atas konsentrasi zat menandakan konsentrasi zat dalam fasa membran dan subskrip f menyatakan fasa umpan. Pada antarmuka fasa umpan membran dengan fasa penerima terjadi pelepasan (stripping) Eu 3+ dengan reaksi berikut ini : Eu[H(DEPA) 2 ] 3 +3H + Eu 3+ +3(D2EHPA) 2 (4) Tetapan distribusi pada antarmuka fasa membran dengan fasa penerima diungkapkan menurut persamaan : K d,r =[Eu(III)]/[Eu(III) r =[Eu(H(DEPA) 2 ]/[Eu 3+ ] r (5) Subskrip r menyatakan fasa penerima (receiver). Bila digunakan larutan asam nitrat sebagai fasa penerima, maka reaksinya dengan D2EHPA adalah sebagai berikut : H + + NO 3 - + 2H 2 O + (D2EHPA) 2 (DEHPA.H 2 O) 2. HNO 3 (6) Karena TBP merupakan molekul netral, maka reaksi dengan Eu 3+ memerlukan lebih dulu spesi ionik, yang dalam hal ini dipenuhi oleh ion NO 3 -. Eu 3+ + 3NO 3 - + 3 TBP Eu(NO 3 ) 3 (TBP) 3 (7) Sedangkan reaksi antara asam nitrat dengan TBP adalah sebagai berikut ini. H + + NO 3 - + n TBP HNO 3.nTBP (8) Laju transport suatu senyawa melalui SLM dapat diikuti dengan menentukan perbandingan konsentrasi senyawa itu pada waktu tertentu (C t ) terhadap konsentrasi zat semula (C o ) yang mengikuti hukum pertama Ficks, menurut persamaan : ln (C t /C o ) = -(S/V).P.t (9) Pada persamaan itu, V adalah volume larutan umpan, S adalah luas permukaan membran dan t adalah waktu. Jika (S/V)P=k, maka persamaan (9) menjadi : ln(c t /C o ) = -k.t (10) Tabel 1. Sifat fisik dari pelarut organik. Pelarut Sifat fisik Titik didih ( 0 C) Indek polaritas (Snyder) Koefisien dielektrik Tegangan permukaan pada 20 o C (dyne/cm) n-heksan 68,9 0,0 1,88 18,4 Kerosen 200-220 - 2,02 20 Toluen 110,6 2,3 2,38 28,5 Kloroform 61,7 4,4 4,79 27,1 DCE 83,5 3,7 10,55 24,2

153 JMS Vol. 8 No. 4, Desember 2003 Ketergantungan P terhadap temperatur mengikuti persamaan Arrhenius berikut ini: P = A eks.(-e p /RT) (11) A adalah tetapan laju difusi dan E p adalah energi pengaktifat permeasi (J.mol -1 ). 2. Percobaan Sel pemisahan terdiri dari 2 kompartemen terbuat dari gelas yang dilengkapi dengan pengaduk. Kedua kompartemen dipisahkan oleh membran. Membran pendukung terbuat dari politetrafluoroetilen (PTFE) buatan S&S yang berdiameter 47 mm, dan porositas 0,45 µm. Sebagai pengemban adalah asam di-2-etilheksilfosfat (D2EHPA) dan tributilfosfat (TBP) yang diperoleh dari SIGMA. Pelarut yang dipelajari pengaruhnya adalah n-heksan, destilat kerosen fraksi 200-220 o C, kloroform, toluen dan 2-dikloroetan. Kecuali kerosen, pelarut-pelarut tersebut serta bahan kimia pendukung lainnya merupakan produk Merck.Variabel percobaan yang dibuat tetap adalah lama perendaman membran selama 2 jam, konsentrasi total D2EHPA dan TBP sebesar 1 M, fasa penerima berupa larutan asam nitrat 1 M, dan kecepatan pengadukan sebesar 700 rpm. Variabel percobaan yang dibuat berubah adalah : ph fasa umpan, komposisi campuran senyawa pengemban yang diisikan ke dalam membran pendukung, jenis pelarut, komposisi pelarut campuran kerosen dengan kloroform, serta temperatur proses. Volume fasa umpan dan volume fasa penerima masing-masing 100 ml dan konsentrasi semula Eu(III) dalam fasa umpan sebesar 100 ppm. Proses transport dipantau dengan menentukan konsentrasi Eu(III) dari sejak dimulainya proses pemisahan dan selama proses dengan mengambil 1 ml larutan umpan setiap 60 menit. Konsentrasi Eu(III) ditentukan secara spektrofotometri pada 526 nm dengan natrium alizarin sulfonat (NAS) sebagai senyawa pewarna. Membran PTFE kering direndam selama 2 jam dalam larutan pengemban. Setelah perendaman, membran dikeringkan dengan kertas tisu. Karakterisasi dengan mikroskop elektron (SEM) terhadap membran pendukung sebelum dan sesudah perendaman dilakukan di LPP3G Bandung. Pengaruh ph fasa umpan dipelajari pada kondisi larutan pengemban D2EHPA:TBP sebesar 0,8M:0,2M serta konsentrasi Eu(III) dalam fasa umpan sebesar 100 ppm. ph fasa umpan yang memberikan transpor terbaik digunakan untuk mengoptimasi komposisi D2EHPA:TBP dalam larutan perendam. Variasi perbandingan molar kedua senyawa tersebut adalah : 0,8:0,2; 0,6:0,4; 0,4:0,6; dan 0,2:0,8. Komposisi larutan perendam yang memberikan transpor terbaik digunakan untuk mempelajari pengaruh pelarut. Selain pelarut murni, dipelajari pula pengaruh pelarut campuran kerosen dengan kloroform dengan perbandingan volume 75:25; 50:50 dan 25:75. Kondisi ph, komposisi D2EHPA:TBP, serta pelarut yang memberikan transport terbaik digunakan untuk mempelajari pengaruh pelarut terhadap transport Eu(III). Secara eksperimen, dengan mengalurkan ln(c t /C 0 ) terhadap waktu t, akan diperoleh harga k sebagai kemiringan kurva. Berdasarkan persamaan (9), dengan diketahuinya harga S sebesar 10,75 cm 2, maka harga P dapat ditentukan. 3. Hasil dan pembahasan 3.1 Profil membran Permukaan kasar membran PTFE merupakan permukaan yang kontak dengan larutan umpan sedangkan permukaan halus adalah membran PTFE yang bagian luarnya berlapis polipropilen (PP) merupakan permukaan yang kontak dengan larutan penerima. Pemotretan dengan SEM dilakukan untuk mendapatkan gambaran menyeluruh permukaan kasar, gambaran menyeluruh permukaan halus, permukaan halus yang terlapisi PP, permukaan halus yang tidak terlapisi PP dan penampang lintang membran, baik sebelum direndam maupun sesudah direndam dalam kerosen. Gambar 1 memperlihatkan 6 hasil pemotretan permukaan kasar dan halus membran PTFE. Struktur membran PTFE memperlihatkan simpul-simpul memanjang yang dihubungkan satu dengan lainnya oleh serat-serat berbentuk sarang laba-laba.

JMS Vol. 8 No. 4, Desember 2003 154 a b c d e f Gambar 1. Profil permukaan kasar membran PTFE, sebelum direndam (a), sesudah direndam (b), profil seluruh permukaan halus, sebelum direndam (c), sesudah direndam (d), dan profil permukaan halus bagian yang putih, sebelum direndam (e), sesudah direndam (f). Di antara simpul dan jaringan serat-serat itu terbentuk celah-celah atau pori-pori yang umumnya berbentuk sumuran dengan permukaan berbentuk lingkaran atau oval. Pori yang permukaannya bebentuk lingkaran memiliki garis tengah berkisar antara 0,45 µm hingga 1,20 µm. Antar pori dihubungkan oleh serat dengan panjang antara 2,75 hingga 3,50 µm. Pelarut kerosen mampu membasahi permukaan membran dengan baik dan menyebabkan penggembungan (swelling) terhadap membran. Ukuran pori, serat penghubung dan permukaan penghubung mengalami peningkatan rata-rata dari sekitar 0,17 µm menjadi sekitar 0,56 µm atau lebih dari 3 kali, seperti tampak pada Gambar 1b dan 1f. Kerosen yang digunakan adalah fraksi bertitik didih 200-220 o C, dan dianggap memiliki sifat fisik dan kimia yang mirip dengan dodekan. Permukaan kasar yang dipenuhi oleh lorong-lorong yang berisi larutan pengemban dalam kerosen memberikan peluang bagi kompleks Eu(III)-senyawa pengemban untuk berdifusi menuju fasa penerima. 3.2 Pengaruh ph dan komposisi pengemban Gambar 2 dan 3 memperlihatkan kurva pengaruh ph dan komposisi larutan pengemban terhadap koefisien permeasi Eu(III) melalui SLM. Berdasarkan reaksi 2, 4, 6 dan 8, tampak peranan ph sangat besar. Transport terbaik diperoleh pada ph 3.

155 JMS Vol. 8 No. 4, Desember 2003 Pada ph kurang dari 3, konsentrasi ion H + cukup besar, sehingga reaksi (6) cukup berarti untuk mengurangi jumlah Eu 3+ yang bereaksi dengan pengemban. Pada ph lebih tinggi dari 3, transport Eu(III) kembali menurun yang disebabkan mulai terbentuknya senyawaan kompleks terlarut antara Eu(III) dengan ion hidroksida. Selain itu, harga tetapan hasilkali kelarutan (K sp ) dari Eu(OH) 3 yang relatif rendah akan menyebabkan mulai mengendapnya senyawa tersebut. Kondisi ph umpan sebesar 3 ini digunakan untuk mempelajari pengaruh komposisi pengemban D2EHPA-TBP terhadap koefisien permeasi Eu(III) melalui SLM Hasil optimasi ini ditunjukkan oleh Gambar 3. Laju transport terbaik diperoleh pada penggunaan pengemban campuran 0,8 M D2EHPA dengan 0,2 M TBP. pelarut. Gambar 4 memperlihatkan pengaruh jenis pelarut terhadap koefisien permeasi Eu(III) melalui SLM, sedangkan Gambar 5 memperlihatkan pengaruh komposisi pelarut campuran kerosenkloroform terhadap koefisien permeasi Eu(III) melalui SLM. Gambar 4. Pengaruh pelarut terhadap koefisien permeasi (P) Eu(III) melalui SLM Gambar 2. Pengaruh ph terhadap koefisien permeasi (P) Eu(III) melalui SLM Gambar 5. Pengaruh pelarut campuran kerosenkloroform terhadap koefisien permeasi (P) Eu(III) melalui SLM Gambar 3. Pengaruh komposisi D2EHPA-TBP terhadap koefisien permeasi (P) Eu(III) melalui SLM Bila dibandingkan dengan transport yang menggunakan senyawa pengemban murninya, tampak adanya efek sinergis di antara kedua senyawa itu. D2EHPA merupakan senyawa yang mampu membentuk dimer dalam kerosen. Dengan adanya gugus hidroksil, senyawa ini memiliki kemampuan berdisosiasi dalam medium yang relatif polar. Senyawa TBP, praktis merupakan molekul netral. Peranannya adalah mengisi sisa koordinasi yang terbentuk ketika D2EHPA bersenyawa dengan ion Eu 3+. 3.3 Pengaruh pelarut Optimasi yang menghasilkan ph umpan sebesar 3 dan komposisi D2EHPA-TBP sebesar 0,8M-0,2M digunakan untuk mempelajari pengaruh Penggunaan pelarut kerosen memberikan transport terbaik, diikuti oleh toluen dan kloroform yang keduanya memiliki koefisien permeasi hampir sama. Semakin besar harga tetapan dielektrik, semakin polar sifat pelarut tersebut. N-heksana memiliki koefisien dielektrik yang kecil, namun koefisien permeasinya justru kecil. Hal ini berarti bahwa, walaupun pembasahan membran PTFE oleh heksan berlangsung baik, namun heksan mudah menguap, sehingga selama proses pemisahan berlangsung, banyak pelarut heksan yang hilang. Konsekuensinya adalah kurangnya pembentukan kompleks Eu(III) dengan pengemban dan berakibat kurang baiknya transport Eu(III) melalui SLM. Pembasahan yang sempurna pada membran memberikan peluang yang besar bagi terjadinya swelling (penggembungan) pori-pori pada membran. Penggembungan pori-pori mempermudah permeasi senyawa kompleks Eu(III)-pengemban menuju fasa penerima. Tidak terjadinya pembasahan yang baik seperti halnya bila menggunakan pelarut 1,2- dikloroetan menyebabkan rendahnya koefisien

JMS Vol. 8 No. 4, Desember 2003 156 permeasi senyawa kompleks Eu(III)-senyawa pengemban. Hasil pengamatan terhadap pengaruh komposisi campuran pelarut kerosen dengan kloroform terhadap koefisien permeasi diperlihatkan oleh Gambar 5. Permeabilitas Eu(III) melalui SLM yang terbaik terjadi pada penggunaan pelarut campuran 75% volume kerosen dengan 25% volume kloroform yang mencapai harga 0,0446 ml.cm 2. Harga ini melebihi permeabilitas yang diperoleh jika menggunakan pelarut kerosen murni. Hal ini mengindikasikan bahwa untuk mendapatkan permeabilitas terbaik pada pemisahan secara SLM, senantiasa diperlukan prosedur penentukan kondisi terbaik setiap parameter secara bertahap, karena koefisien permeasi ditentukan antara lain oleh beberapa faktor yang berasal dari sifat fisik pelarut. Bagian terahir dari penelitian ini, adalah mempelajari pengaruh temperatur terhadap permeasi Eu(III) melalui SLM pada kondisi terbaik yang telah ditetapkan terdahulu. Gambar 6. Pengaruh temperatur terhadap oefisien permeasi Eu(III) melalui SLM Pada penelitian ini, temperatur kerja hanya maksimal 60 o C karena memperhatikan sistim larutan umpan dalam air (titik didih sekitar 100 o C), sifat fisik membran cair dengan kerosen sebagai pelarut serta membran PTFE yang mengalami pelenturan berlebihan pada temperatur lebih tinggi dari 60 o C. Bentuk lain dari persamaan (13) adalah : lnp = lna (E p /R) (1/T) (14) Bila dibuat alur antara lnp terhadap 1/T, dapat ditentukan harga A serta harga energi aktivasi permeasi kompleks Eu(III)-pengemban melalui SLM. Dari penelitian ini didapat hubungan antara lnp terhadap 1/T mengikuti persamaan berikut ini : -lnp = -2,8325 + 1797,3/T (15) dengan koefisien regresi sebesar 0,9763.Tetapan laju difusi A berharga 16,98 dengan energi pengaktifan permeasi E p sebesar 14,94 kj.k -1.mol -1. Bila dibandingkan koefisien permeasi (P) pada temperatur 25 o C sebesar 0,0370 dengan pada 60 o C yang berharga 0,0740, tampak adanya peningkatan 100 %. Dari data koefisien permeasi pada menit ke 300, jumlah Eu(III) yang tertransport sebanyak 71,74 % bila bekerja pada 25 o C sedangkan pada 60 o C, jumlah Eu(III) yang tertransport mencapai 92,26%. 4. Kesimpulan Berdasarkan seluruh hasil penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa jenis dan komposisi pelarut menentukan hasil transport kompleks Eu(III)- pengemban melalui SLM. Dari beberapa pelarut yang dipelajari, kerosen merupakan pelarut yang terbaik. Jika dibandingkan dengan penggunaan pelarut kerosen saja, penggunaan pelarut campuran 75% kerosen dengan 25% kloroform mampu meningkatkan tranasport Eu(III) dari 71,74 % menjadi 79,10 %. Lebih lanjut, peningkatan temperatur proses pemisahan dari 25 o C menjadi 60 o C, mampu meningkatkan transport Eu(III) dari 71,74 % menjadi 92,26 %.. Pustaka 1. Nakamura, S., & Akiba, K., Transport of Europium Through Supported Liquid Membrane Containing Dihexyl-N,N-diethylcarbamoylmethyl Phosphonate, Separation Science and Technology, 24, 1317 (1989). 2. Nakamura, S., Sato, A., & Akiba, K., Transport of Europium Through Supported Liquid Membrane Containing di(2,4,4-trimenthylpentyl) phosphinic Acid (DTMPPA) J.Radioanal. Nucl. Chem., 178, 63 (1994). 3. Kopunec, R., & Manh, T.N., Carrier Mediated Transport of Rare Earth Element Through Liquid Membrane. III. Transport of Sc, Y, Ce, Eu, Gd, Tm, Yb Through Supported Liquid Membrane Containing DEHPA, J.Radioanal. Nucl. Chem., 170, 51 (1993). 4. Kopunec, R., & Manh, T.N., Carrier Mediated Transport of Rare Earth Elements Through Liquid Membrane. IV. Transport of Sc, Y, Ce, Eu, Gd, Tm, Yb Through Supported Liquid Membrane Containing TBP, J.Radioanal. Nucl. Chem., 163, 131 (1992). 5. Sugiura, M., & Kikkawa, M., Carrier Mediated Transport of Rare Earth Element Ions Through Supported Liquid Membrane, Separation Science and Technology, 24, 685 (1989). 6. Sulaeman, A., Pola Transport Pada Ekstraksi dan Pemisahan Unsur Tanah Jarang dengan Teknik Membran Cair Berpendukung Menggunakan Pengemban Campuran asam-(2-etilheksil)fosfat (D2EHP) dan Tributil fosfat (TBP), Disertasi doktor, Program Pasca Sarjana ITB, Indonesia (2002). 7. Xingrong, L., & Zhang, X., Simplified Model for Extraction of Rare Earth Ions Using Emulsion Liquid membrane, J.Memb. Sci., 128, 223 (1997).