RENCANA KINERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2012

dokumen-dokumen yang mirip
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2011

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2012

MATRIK 2.3 RENCANA TINDAK PEMBANGUNAN KEMENTERIAN/ LEMBAGA TAHUN 2011

!"!"!#$%"! & ' ((( ( ( )

Ringkasan Eksekutif Pemantapan daya saing basis industri manufaktur yang berkelanjutan serta terbangunnya pilar industri andalan masa depan

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Kementerian Perindustrian

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian

Organisasi. struktur. Kementerian Perindustrian

STRUKTUR ORGANISASI KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN

Kementerian Perindustrian REPUBLIK INDONESIA LAPORAN TRIWULAN I KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2016

Formulir C Laporan Pengendalian dan Evaluasi Pelaksana Rencana Pembangunan Triwulan III Berdasarkan PP No.39 Tahun 2006 Tahun Anggaran 2014

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

B. VISI : Indonesia Menjadi Negara Industri yang Berdaya Saing dengan Struktur Industri yang Kuat Berbasiskan Sumber Daya Alam dan Berkeadilan

BAHAN KULIAH DAN TUGAS

Kementerian Perindustrian

SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI PADA RAPAT KERJA DEPARTEMEN PERINDUSTRIAN DENGAN DINAS PERINDUSTRIAN KABUPATEN/KOTA KAWASAN TIMUR INDONESIA TAHUN

KEBIJAKAN INDUSTRI NASIONAL TAHUN Disampaikan pada acara: Rapat Kerja Kementerian Perindustrian Di Hotel Bidakara

DISAMPAIKAN OLEH : DIREKTUR JENDERAL INDUSTRI AGRO PADA RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2013 JAKARTA, FEBRUARI 2013 DAFTAR ISI

RUMUSAN HASIL RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN DENGAN PEMERINTAH DAERAH TAH

FORMULIR 1 RENCANA KERJA KEMENTERIAN/LEMBAGA (RENJA-KL) TAHUN ANGGARAN 2013

Kementerian Perindustrian

RENCANA KINERJA TAHUN ANGGARAN 2016

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI AGRO DAN KIMIA

Menteri Perindustrian Republik Indonesia

RENCANA STRATEGIS KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN RENCANA STRATEGIS KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN TAHUN KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN

Kementerian Perindustrian REPUBLIK INDONESIA LAPORAN TRIWULAN I KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2017

RENCANA KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN ANGGARAN 2015 JAKARTA, APRIL 2014

Ringkasan. Kebijakan Pembangunan Industri Nasional

LAPORAN KONSOLIDASI PROGRAM DIRINCI MENURUT KEGIATAN TRIWULAN III TAHUN ANGGARAN 2011

Industrialisasi Sektor Agro dan Peran Koperasi dalam Mendukung Ketahanan Pangan Nasional. Kementerian Perindustrian 2015

DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI AGRO

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI NOMOR: 151 /M-IND/PER/12/2010 TENTANG:

Written by Danang Prihastomo Friday, 06 February :22 - Last Updated Wednesday, 11 February :46

LAPORAN KONSOLIDASI PROGRAM DIRINCI MENURUT KEGIATAN TRIWULAN III TAHUN ANGGARAN 2016

PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN RETENSI ARSIP SEKTOR PEREKONOMIAN URUSAN PERINDUSTRIAN

Written by Danang Prihastomo Thursday, 05 February :00 - Last Updated Monday, 09 February :13

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI AGRO TAHUN 2016

PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN RETENSI ARSIP SEKTOR PEREKONOMIAN URUSAN PERINDUSTRIAN

Menteri Perindustrian Republik Indonesia

BAB 17 PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR

b. Kepala Sub Bagian Keuangan; c. Kepala Sub Bagian Program, Evaluasi dan Pelaporan.

Statistik KATA PENGANTAR

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 73 TAHUN 2011 TENTANG RINCIAN TUGAS POKOK DINAS PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN PROVINSI BALI

Menteri Perindustrian Republik Indonesia PAPARAN MENTERI PERINDUSTRIAN PADA ACARA RAKER KEMENTERIAN PERDAGANGAN JAKARTA, 27 JANUARI 2016

BAB 17 PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR

Peningkatan Daya Saing Industri Manufaktur

PROGRAM PENGEMBANGAN INDUSTRI MAKANAN, HASIL LAUT DAN PERIKANAN

BAB 18 DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR

FOKUS PENGEMBANGAN INDUSTRI UNGGULAN BERBASIS TEKNOLOGI TINGGI TAHUN 2014

Energy Conservation in the Industry by Utilizing Renewable Energy or Energy Efficiency and Technology Development. Jakarta, 19 Agustus 2015

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas rahmat dan Karunia-Nya, kami telah dapat menyelesaikan penyusunan Laporan

REVIEW PENETAPAN KINERJA TAHUN 2014 DINAS PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN PROVINSI JAWA TIMUR

DISAMPAIKAN PADA RAPAT KOORDINASI DAN SINKRONISASI PENYUSUNAN PROGRAM KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI AGRO TAHUN 2013 Oleh : SEKRETARIS DIREKTORAT

RENCANA KINERJA TAHUN ANGGARAN 2017

MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA

II Tahun Anggaran 2013

GUBERNUR JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR,

Kegiatan Prioritas Tahun 2010

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG PETA PANDUAN (ROAD MAP) PENGEMBANGAN INDUSTRI UNGGULAN PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

Menteri Perindustrian Republik Indonesia SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI PADA ACARA RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2016

BAB 3 ANALISIS SISTEM YANG BERJALAN

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PROGRAM KERJA DITJEN ILMTA TAHUN 2010 DAN RENCANA KERJA DITJEN ILMTA TAHUN 2011

FORMULIR 1 RENCANA KERJA KEMENTERIAN/LEMBAGA (RENJA-KL) TAHUN ANGGARAN 2014

BAB I PENDAHULUAN. tercapainya perekonomian nasional yang optimal. Inti dari tujuan pembangunan

Statistik Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) Tahun

Statistik KATA PENGANTAR

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 86 TAHUN 2016 TENTANG

BAB 18 DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR

Tahun Anggaran 2013 III

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 92 TAHUN 2011 TENTANG

RENCANA STRATEGIS TAHUN DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI AGRO

Ringkasan Bahan Menteri Perindustrian Pada Seminar Menumbuhkan Ekonomi Kerakyatan untuk Memenangkan MEA I. Gambaran Umum Industri Kecil dan Menengah

Menteri Perindustrian Republik Indonesia SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI PADA ACARA KUNJUNGAN DI UNIVERSITAS NUSA CENDANA KUPANG, 14 APRIL 2016

MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA HILIRISASI INDUSTRI PERTANIAN

MENINGKATKAN NILAI TAMBAH IKM MELALUI SISTEM PEMBINAAN YANG TEPAT DAN KOORDINASI YANG EFEKTIF (RENCANA KERJA

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2010

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PERDAGANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Rencana Strategis Perindustrian di Bidang Energi

LAMPIRAN PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN RETENSI ARSIP SEKTOR PEREKONOMIAN URUSAN PERDAGANGAN

Menteri Perindustrian Republik Indonesia. Menghidupkan Kembali Sektor Industri Sebagai Penggerak Ekonomi Nasional

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI GULA RAFINASI DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI AGRO KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN JAKARTA, OKTOBER 2013

PROGRAM KERJA 2009 & RENCANA KERJA 2010 DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI AGRO DAN KIMIA

REINDUSTRIALISASI DALAM RANGKA MENDUKUNG TRANSFORMASI EKONOMI

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2005 TENTANG UNIT ORGANISASI DAN TUGAS ESELON I KEMENTERIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Menteri Perindustrian Republik Indonesia

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

LAPORAN KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (LAKIP) DIREKTORAT IKM PANGAN BARANG DARI KAYU DAN FURNITUR TAHUN ANGGARAN 2017

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI

Mendukung terciptanya kesempatan berusaha dan kesempatan kerja. Meningkatnya jumlah minat investor untuk melakukan investasi di Indonesia

LAPORAN PERKEMBANGAN KEMAJUAN PROGRAM KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PERDAGANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA


BUPATI MOJOKERTO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MOJOKERTO,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,

GAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH,

SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN PADA RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2013

Transkripsi:

RENCANA KINERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2012 KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN 2011

KATA PENGANTAR Tata kepemerintahan yang baik (Good Governance) merupakan penyelenggaraan manajemen pemerintahan dan pembangunan yang didasarkan pada prinsip-prinsip pemerintahan yang baik. Untuk itu diperlukan suatu sistem perencanaan pembangunan yang menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, dan pengawasan; mengoptimalkan partisipasi masyarakat; dan menjamin tercapainya penggunaan sumber daya secara efisien, efektif, berkeadilan dan berkelanjutan. Dalam rangka mewujudkan siklus manajemen yang teratur serta pencapaian sasaran pembangunan industri melalui tugas dan pokok fungsi (TUPOKSI) seluruh unit kerja di lingkungan Kementerian Perindustrian, maka pada setiap tahun anggaran seluruh unit kerja perlu menyusun Rencana Kinerja (RENKIN). RENKIN disusun untuk memenuhi amanat dari Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. Untuk memenuhi amanat sebagaimana dimaksud, Kementerian Perindustrian menyusun yang juga merupakan penjabaran dari Peta Strategi, Rencana Strategis Kementerian Perindustrian Tahun 2010-2014 serta Peraturan Presiden No. 28 Tahun 2008 tentang Kebijakan Industri Nasional (KIN) serta merupakan kelanjutan yang berkesinambungan dari Rencana Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun 2011. Diharapkan Rencana Kinerja ini merupakan dasar dari pengajuan anggaran kinerja serta sebagai suatu kesepakatan tentang kinerja yang akan diwujudkan oleh Kementerian Perindustrian. Jakarta, April 2011 MENTERI PERINDUSTRIAN Ttd MOHAMAD S. HIDAYAT

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI Halaman i ii BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang I - 1 B. Maksud dan Tujuan I 2 C. Tugas Pokok dan Fungsi Organisasi I - 2 D. Ruang Lingkup I - 6 BAB II : PERKEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI A. Hasil Yang Telah Dicapai II - 1 B. Arah Kebijakan Kementerian Perindustrian II - 10 BAB III : RENCANA KINERJA A. Sasaran Strategis Tahun 2012 III - 1 B. Indikator Kinerja III - 6 BAB IV : PENUTUP L A M P I R A N

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional merupakan sistem yang bertujuan untuk mendukung koordinasi antar pelaku pembangunan; menjamin terciptanya integrasi, sinkronisasi, dan sinergi baik antar daerah, antar ruang, antar waktu, antar fungsi pemerintah maupun antara pusat dan daerah; menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, dan pengawasan; mengoptimalkan partisipasi masyarakat; dan menjamin tercapainya penggunaan sumber daya secara efisien, efektif, berkeadilan dan berkelanjutan. Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Nasional merupakan penjabaran dari tujuan dibentuknya Pemerintahan Negara Indonesia yang tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam bentuk visi, misi dan arah pembangunan nasional, kebijakan umum, program Kementerian/Lembaga dan lintas Kementerian/Lembaga, kewilayahan dan lintas kewilayahan, serta kerangka ekonomi makro yang mencakup gambaran perekonomian secara menyeluruh termasuk arah kebijakan fiskal dalam rencana kerja yang berupa kerangka regulasi dan kerangka pendanaan yang bersifat indikatif. Dalam rangka mewujudkan siklus manajemen yang teratur serta pencapaian sasaran pembangunan industri melalui tugas pokok dan fungsi (TUPOKSI) seluruh unit kerja di lingkungan Kementerian Perindustrian, maka pada setiap tahun anggaran seluruh unit kerja perlu menyusun Rencana Kinerja (RENKIN). RENKIN merupakan penjabaran lebih lanjut dari Rencana Strategis (RENSTRA) untuk suatu tahun tertentu, ditetapkan pada awal setiap tahun anggaran dan merupakan dasar dari pengajuan anggaran kinerja serta sebagai suatu kesepakatan tentang kinerja yang akan diwujudkan oleh suatu organisasi.

Pendahuluan I - 2 B. MAKSUD DAN TUJUAN Rencana Kinerja (RENKIN) disusun untuk memenuhi amanat dari Undang- Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. ini merupakan penjabaran dari Peta Strategi dan Rencana Strategis Kementerian Perindustrian Tahun 2010-2014 dan Peraturan Presiden Nomor 28 Tahun 2008 tentang Kebijakan Industri Nasional (KIN) serta merupakan kelanjutan yang berkesinambungan dari Rencana Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun 2011. Rencana Kinerja Kementerian Perindustrian ini juga merupakan kontrak atau kesepakatan tentang kinerja yang akan diwujudkan oleh Kementerian Perindustrian pada tahun 2012. C. TUGAS POKOK DAN FUNGSI Sesuai dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2010 tentang tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara serta Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara, Kementerian Perindustrian mempunyai tugas menyelenggarakan urusan di bidang perindustrian dalam pemerintahan untuk membantu Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara. Dalam melaksanakan tugas tersebut, Kementerian Perindustrian menyelenggarakan fungsi: 1. Perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan di bidang perindustrian; 2. Pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab Kementerian Perindustrian; 3. Pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan Kementerian Perindustrian; 4. Pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi atas pelaksanaan urusan Kementerian Perindustrian di daerah; dan 5. Pelaksanaan kegiatan teknis yang berskala nasional.

Pendahuluan I - 3 D. STRUKTUR ORGANISASI KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN Berdasarkan Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 105/M- IND/PER/10/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Perindustrian, Kementerian Perindustrian terbagi atas 9 (sembilan) unit eselon I dan 3 (tiga) Staf Ahli Menteri. Tugas Pokok masing-masing unit kerja adalah sebagai berikut: 1. Wakil Menteri Perindustrian Mempunyai tugas membantu Menteri Perindustrian dalam memimpin pelaksanaan tugas Kementerian Perindustrian. Wakil Menteri diangkat pada tanggal 10 November 2009 melalui Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 111/M Tahun 2009 guna memperlancar pelaksanaan tugas Menteri yang memerlukan penanganan khusus sesuai ketentuan pasal 10 Undang- Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara. 2. Sekretariat Jenderal Mempunyai tugas melaksanakan koordinasi pelaksanaan tugas, pembinaan dan pemberian dukungan administrasi kepada seluruh unit organisasi di lingkungan Kementerian Perindustrian. Sekretariat Jenderal terdiri dari 5 (lima) biro, yaitu Biro Perencanaan, Biro Kepegawaian, Biro Keuangan, Biro Hukum dan Organisasi, serta Biro Umum. 3. Direktorat Jenderal Basis Industri Manufaktur Mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang basis industri manufaktur. Direktorat Jenderal Basis Industri Manufaktur terdiri atas 5 (lima) unit eselon II, yaitu Sekretariat Direktorat Jenderal; Direktorat Industri Material Dasar Logam; Direktorat Industri Kimia Dasar; Direktorat Industri Kimia Hilir; dan Direktorat Industri Tekstil dan Aneka. 4. Direktorat Jenderal Industri Agro Mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang industri agro. Direktorat Jenderal Industri Agro terdiri atas 4 (empat) unit eselon II, yaitu Sekretariat Direktorat Jenderal; Direktorat Industri Hasil Hutan dan Perkebunan; Direktorat Industri

Pendahuluan I - 4 Makanan, Hasil Laut, dan Perikanan; dan Direktorat Industri Minuman dan Tembakau. 5. Direktorat Jenderal Industri Unggulan Berbasis Teknologi Tinggi Direktorat Jenderal Industri Unggulan Berbasis Teknologi Tinggi mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang industri unggulan berbasis teknologi tinggi. Direktorat Jenderal Industri Unggulan Berbasis Teknologi Tinggi terdiri atas 5 (lima) unit eselon II, yaitu Sekretariat Direktorat Jenderal; Direktorat Industri Alat Transportasi Darat; Direktorat Industri Maritim, Kedirgantaraan, dan Alat Pertahanan; Direktorat Industri Elektronika dan Telematika; dan Direktorat Industri Permesinan dan Alat Mesin Pertanian. 6. Direktorat Jenderal Industri Kecil dan Menengah Direktorat Jenderal Industri Kecil dan Menengah mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang industri kecil dan menengah. Direktorat Jenderal Industri Kecil dan Menengah terdiri atas 4 (empat) unit eselon II, yaitu Sekretariat Direktorat Jenderal; Direktorat Industri Kecil dan Menengah Wilayah I; Direktorat Industri Kecil dan Menengah Wilayah II; dan Direktorat Industri Kecil dan Menengah Wilayah III. 7. Direktorat Jenderal Pengembangan Perwilayahan Industri Direktorat Jenderal Pengembangan Perwilayahan Industri mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang pengembangan perwilayahan industri. Direktorat Jenderal Pengembangan Perwilayahan Industri terdiri atas 4 (empat) unit eselon II, yaitu Sekretariat Direktorat Jenderal; Direktorat Pengembangan Fasilitasi Industri Wilayah I; Direktorat Pengembangan Fasilitasi Industri Wilayah II; dan Direktorat Pengembangan Fasilitasi Industri Wilayah III. 8. Direktorat Jenderal Kerja Sama Industri Internasional Direktorat Jenderal Kerja Sama Industri Internasional mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang kerja sama industri internasional. Direktorat Jenderal Kerja Sama Industri

Pendahuluan I - 5 Internasional terdiri atas 4 (empat) unit eselon II, yaitu Sekretariat Direktorat Jenderal; Direktorat Kerja Sama Industri Internasional Wilayah I dan Multilateral; Direktorat Kerja Sama Industri Internasional Wilayah II dan Regional; dan Direktorat Ketahanan Industri. 9. Inspektorat Jenderal Inspektorat Jenderal mempunyai tugas melaksanakan pengawasan intern di Iingkungan Kementerian Perindustrian. Inspektorat Jenderal terdiri atas 5 (lima) unit eselon II, yaitu Sekretariat Inspektorat Jenderal; Inspektorat I; Inspektorat II; Inspektorat III; dan Inspektorat IV. 10. Badan Pengkajian Kebijakan, Iklim, Dan Mutu Industri Badan Pengkajian Kebijakan, Iklim, dan Mutu Industri mempunyai tugas melaksanakan penelitian dan pengkajian serta penyusunan rencana kebijakan makro pengembangan industri jangka menengah dan panjang, kebijakan pengembangan klaster industri prioritas serta iklim dan mutu industri. Badan Pengkajian Kebijakan, Iklim, Dan Mutu Industri terdiri dari 5 (lima) unit eselon II, yaitu Sekretariat Badan; Pusat Standardisasi; Pusat Pengkajian Kebijakan dan Iklim Usaha Industri; Pusat Pengkajian Industri Hijau dan Lingkungan Hidup; dan Pusat Pengkajian Teknologi dan Hak Kekayaan Intelektual. 11. Staf Ahli Menteri Adalah unsur pembantu Menteri di bidang keahlian tertentu, yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri. Staf Ahli Menteri mempunyai tugas memberi telaahan kepada Menteri mengenai masalah tertentu sesuai bidang keahliannya, yang tidak menjadi bidang tugas Sekretariat Jenderal, Direktorat Jenderal, Badan dan Inspektorat Jenderal. Staf Ahli Menteri terdiri atas Staf Ahli Bidang Penguatan Struktur Industri; Staf Ahli Bidang Pemasaran dan Peningkatan Penggunaan Produksi Dalam Negeri; dan Staf Ahli Bidang Sumber Daya Industri dan Teknologi.

Pendahuluan I - 6 Di samping itu, untuk menunjang pelaksanaan tugas Kementerian, terdapat 3 (tiga) unit eselon II (Pusat) yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri melalui Sekretaris Jenderal, yaitu: 1. Pusat Pendidikan dan Pelatihan Industri (Pusdiklat Industri) Pusat Pendidikan dan Pelatihan Industri yang selanjutnya disebut Pusdiklat Industri adalah unsur pendukung pelaksanaan tugas Kementerian Perindustrian yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri Perindustrian melalui Sekretaris Jenderal. Pusdiklat Industri dipimpin oleh seorang Kepala dan mempunyai tugas melaksanakan pembinaan dan pengembangan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia aparatur dan sumber daya manusia industri. 2. Pusat Data dan Informasi (Pusdatin) Pusat Data dan Informasi yang selanjutnya disebut Pusdatin adalah unsur pendukung pelaksanaan tugas Kementerian yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri melalui Sekretaris Jenderal. Pusdatin dipimpin oleh seorang Kepala dan mempunyai tugas melaksanakan pembinaan dan pengelolaan sistem informasi, manajemen data, serta pelayanan data dan informasi industri. 3. Pusat Komunikasi Publik Pusat Komunikasi Publik adalah unsur pendukung pelaksanaan tugas Kementerian Perindustrian yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Menteri Perindustrian melalui Sekretaris Jenderal. Pusat Komunikasi Publik dipimpin oleh Kepala dan mempunyai tugas melaksanakan hubungan antar lembaga, pemberitaan, publikasi, dan informasi pelayanan publik. D. RUANG LINGKUP Rencana Kinerja ini disusun dengan ruang lingkup meliputi: 1. Hasil-hasil yang dicapai Kementerian Perindustrian Tahun 2010. 2. Arah kebijakan sektor industri Tahun 2012, berupa sasaran, strategi dan kebijakan pelaksanaan tugas Kementerian Perindustrian. 3. Rencana Kinerja tahun 2012.

BAB II PERKEMBANGAN PEMBANGUNAN INDUSTRI A. HASIL YANG TELAH DICAPAI Perkembangan pembangunan industri sebagai hasil kinerja Kementerian Perindustrian baik secara langsung maupun tidak langsung, khusus untuk tahun 2010 dapat dijelaskan sebagai berikut: Selama tahun 2010, tiga sektor utama yaitu sektor Pertanian, Industri Pengolahan, dan Perdagangan bersama-sama memberikan kontribusi sekitar 53,88 persen terhadap PDB total, sementara pada tahun 2009 ketiga sektor utama tersebut menyumbang sedikit lebih besar yaitu sebesar 54,94 persen. Masing-masing sektor utama tersebut memberi sumbangan dengan rincian: sektor Industri Pengolahan memberi sumbangan sebesar 26,37 persen pada tahun 2009 dan 24,82 persen pada tahun 2010; sektor Pertanian sebesar 15,30 persen pada tahun 2009 dan 15,34 persen pada tahun 2010; dan sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran sebesar 13,28 persen pada tahun 2009 dan 13,72 persen pada tahun 2010. Dari ketiga sektor utama di atas yang merupakan penyumbang utama bagi perekonomian nasional adalah sektor Industri Pengolahan karena merupakan penyumbang tertinggi. Dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2010, semua sektor ekonomi yang membentuk PDB mengalami pertumbuhan, dan yang mencapai nilai terbesar adalah dari tahun 2000 hingga tahun 2010 adalah dari sektor Industri Pengolahan yaitu sebesar 1.208.732,50 (dalam Milyar Rupiah). Sementara untuk kontribusi sektor Industri Pengolahan terhadap total nilai PDB selama periode 2000-2010 selalu menempati posisi teratas dengan rata-rata kontribusi sebesar 27,53 persen kemudian sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran sebesar 15,33 persen, dan yang terendah pada sektor Listrik, Gas, dan Air Bersih yaitu sebesar 0,84 persen. Industri telah cukup berkembang walaupun masih banyak sektor industri di Indonesia yang masih bisa dikembangkan. Menurut catatan World Economic Forum (WEF) pada tahun 2000 posisi daya saing Indonesia masih berada pada urutan ke-47 dari 58 negara, sedangkan pada tahun 2009 posisi daya saing

Perkembangan Pembangunan Industri II - 2 Indonesia berada pada posisi 54 dari 133 negara dan tahun 2010 posisi daya saing Indonesia mengalami peningkatan yaitu berada pada posisi 44 dari 139 negara. Daya saing Indonesia sudah sedikit mengalami kemajuan walaupun belum begitu signifikan. Kurang maksimalnya daya saing diakibatkan oleh berbagai pihak. Menurut tolak ukur WEF, diidentifikasi 5 faktor penting yang menonjol. Pada tataran makro terdapat tiga faktor, yaitu: 1. Kondisi ekonomi makro yang tidak kondusif; 2. Kualitas kelembagaan publik yang buruk dalam menjalankan fungsinya sebagai fasilitator dan pusat pelayanan; dan 3. Lemahnya kebijakan pengembangan teknologi dalam memfasilitasi kebutuhan peningkatan produktivitas. Sementara itu, pada tataran mikro atau tataran bisnis, dua faktor yang menonjol adalah: 1. Rendahnya efisiensi usaha pada tingkat operasionalisasi perusahaan; dan 2. Lemahnya iklim persaingan usaha. Pada tahun 2010 Kabinet Indonesia Bersatu II periode 2010-2014 di bidang perekonomian menargetkan pertumbuhan ekonomi rata-rata 7 persen serta tingkat pengangguran menjadi berkisar 5 6 persen. Dalam rangka mewujudkan Indonesia sebagai Negara industri yang tangguh pada tahun 2025, menghadapi tantangan dan kendala yang ada serta merevitalisasi industri nasional telah diterbitkan Peraturan Presiden Nomor 28 tahun 2008 tentang Kebijakan Industri Nasional. Guna mendukung Kebijakan Industri Nasional, Pemerintah melalui Kementerian Perindustrian telah menyusun 35 klaster industri prioritas yang terbagi dalam 6 kelompok klaster industri, diantaranya: I. Kelompok Klaster Industri Basis Industri Manufaktur: 1. Klaster Industri Baja; 2. Klaster Industri Semen; 3. Klaster Industri Petrokimia; 4. Klaster Industri Keramik; 5. Klaster Industri Mesin Listrik dan Peralatan Listrik; 6. Klaster Industri Mesin Peralatan Umum;

Perkembangan Pembangunan Industri II - 3 7. Klaster Industri Tekstil dan Produk Tekstil; 8. Klaster Industri Alas Kaki. II. Kelompok Klaster Industri Berbasis Agro: 1. Klaster Industri Pengolahan Kelapa Sawit; 2. Klaster Industri Karet dan Barang Karet; 3. Klaster Industri Kakao; 4. Klaster Industri Pengolahan Kelapa; 5. Klaster Industri Pengolahan Kopi; 6. Klaster Industri Gula; 7. Klaster Industri Hasil tembakau; 8. Klaster Industri Pengolahan Buah; 9. Klaster Industri Furniture; 10. Klaster Industri Pengolahan Ikan; 11. Klaster Industri Kertas; 12. Klaster Industri Pengolahan Susu. III. Kelompok Klaster Industri Alat Angkut: 1. Klaster Industri Kendaraan Bermotor; 2. Klaster Industri Perkapalan; 3. Klaster Industri Kedirgantaraan; 4. Klaster Industri Perkeretaapian. IV. Kelompok Klaster Industri Elektronika dan Telematika: 1. Klaster Industri Elektronika; 2. Klaster Industri Telekomunikasi; 3. Klaster Industri Komputer dan Peralatannya. V. Kelompok Klaster Industri Penunjang Industri Kreatif dan Kreatif Tertentu: 1. Klaster Industri Perangkat Lunak dan Konten Multimedia; 2. Klaster Industri Fashion; 3. Klaster Industri Kerajinan dan Barang Seni.

Perkembangan Pembangunan Industri II - 4 VI. Kelompok Klaster Industri Kecil dan Menengah Tertentu: 1. Klaster Industri Batu Mulia dan Perhiasan. 2. Klaster Industri Garam 3. Klaster Industri Gerabah dan Keramik Hias; 4. Klaster Industri Minyak Atsiri; 5. Klaster Industri Makanan Ringan. Pengembangan klaster industri prioritas diatas telah dilaksanakan melalui beberapa hal, diantaranya: 1. Sosialisasi pembangunan Klaster Industri. 2. Diagnosis dan penyusunan Peta Jalan Pengembangan Klaster-klaster yang ditargetkan. 3. Pembentukan working group serta forum komunikasi kerjasama industri pada masing-masing klaster industri. 4. Perbaikan iklim usaha dan dukungan program kelembagaan. 5. Pengembangan kerjasama antara industri inti. 6. Industri terkait dan industri penunjang. Pada bidang Pengembangan Iklim Industri telah dilaksanakan berbagai langkah untuk mendukung peningkatan usaha, investasi dan produksi. Beberapa langkah penting antara lain: 1. Penerbitan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2009 tentang Kawasan Industri dalam rangka lebih menertibkan dan mengatur sebaran industri sesuai kaidah efisiensi dan pengelolaan lingkungan yang baik. 2. Penerbitan Peraturan Menteri Perindustrian Nomor: 35/M-IND/PER/3/2010 tentang Pedoman Teknis Kawasan Industri. 3. Penyusunan Kebijakan Percepatan Pengembangan Sektor Riil dan Pemberdayaan UMKM Kementerian Perindustrian tentang Peningkatan Efektivitas Pengembangan IKM melalui Pendekatan Satu Desa Satu Produk (One Village One Product - OVOP) dengan terbitnya Peraturan Menteri Perindustrian No. 78/M.IND/PER/9/2007.

Perkembangan Pembangunan Industri II - 5 4. Pengakomodasian usulan beberapa sektor industri (Perkapalan, Komponen Otomotif, Elektronika) untuk mendapatkan fasilitas PPh (PP No 1 Tahun 2007 dan PP No. 62 Tahun 2008). 5. Penerbitan Peraturan Menteri Perindustrian tentang industri unggulan propinsi untuk 18 propinsi serta Peraturan Menteri Perindustrian tentang kompetensi inti industri daerah di 5 Kabupaten/Kota. 6. Penerbitan Peraturan Menteri Perindustrian penting lainnya dalam upaya memfasilitasi iklim usaha yang lebih baik yang dapat memberikan kepastian berusaha, khususnya yang terkait dengan perbaikan infrastruktur, teknologi, permodalan dan penanganan lingkungan. Pada bidang Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri, pemerintah telah menerbitkan Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 2009 dan Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 49/M-IND/PER/4/2009 tentang Penggunaan Produk Dalam Negeri serta Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 48/M-IND/PER/4/2010 tentang Pedoman Penggunaan Produk Dalam Negeri Untuk Pembangunan Infrastruktur Ketenagalistrikan, yang telah disosialisasikan untuk diterapkan di Instansi Pemerintah Pusat maupun di Daerah. Pada sektor-sektor penting tertentu tengah dilaksanakan usaha-usaha untuk: 1) Memaksimalkan pemanfaatan kemampuan industri strategis dalam pengadaan Alutsista sektor Pertahanan; 2) Memberdayakan industri Perkapalan Nasional sesuai Inpres No 5 Tahun 2005; 3) Mendorong BUMN-BUMN memaksimalkan penggunaan produksi dalam negeri dalam rangka Program Percepatan Pembagunan PLTU Batubara dan Program Konversi Minyak Tanah ke LPG; 4) Memprakarsai penyusunan RUU Peningkatan Penggunaan produksi Dalam Negeri. Pada bidang Peningkatan Kemampuan Teknologi, Kementerian Perindustrian telah melaksanakan beberapa langkah penting seperti: 1) Penetapan hasil-hasil riset unggulan untuk IKM yang diseleksi dari hasil-hasil Litbang pada 11 Balai Besar dan 11 Balai Riset dan Standardisasi Industri; 2) Proyek Percontohan Coco-diesel; 3) Program Restrukturisasi Industri TPT; 4) Bantuan Mesin/Peralatan (untuk pengelasan, alsintan, fasilitas Pusat Desain Optik, fasilitas UPT Kulit Magetan, pembuatan bahan bakar nabati dari biji jarak, pabrik Biodiesel; 5) Bimbingan Teknis untuk pengelolaan limbah; 6) Penghargaan

Perkembangan Pembangunan Industri II - 6 Rintisan Teknologi; 7) Penghargaan Indonesia Good Design Selection dan 8) Pembangunan Pusat Desain Industri Perkapalan. Pemerintah telah melaksanakan berbagai kegiatan diklat untuk Peningkatan Kemampuan SDM Industri antara lain: 1) Dalam rangka peningkatan daya saing (HACCP, Corporate Social Responsibility, CEFE, Marketing, Manajemen Lingkungan, TQM) dsb; 2) Pengelasan Sertifikasi Internasional; 3) Konservasi dan Audit Energi; 4) Teknologi Produksi & Design; 5) Penanganan Zat-zat Kimia Berbahaya; dan 6) Pelatihan Asesor terintegrasi ISO 9001. Sedangkan pada Bidang Peningkatan Kemampuan SDM Aparatur, pemerintah telah melaksanakan kegiatan antara lain: 1) Diklat Sistem Industri (I, II, III, dan IV) untuk meningkatkan kapasitas aparatur Dinas Perindustrian di Propinsi/Kabupaten/Kota dengan total peserta sebanyak 4.136 orang; 2) Diklatdiklat Struktural; 3) Diklat Teknis, Diklat Jabatan Fungsional; 4) Program beasiswa S2 dan S3; 5) Program Bea Siswa D3 Tenaga Penyuluh Lapangan Industri dengan ikatan dinas di Unit Pendidikan Tinggi di Lingkungan Kementerian Perindustrian dan 6) Pelatihan Petugas Pengawas Standar Barang dan Jasa di pabrik ( PPSP) sebanyak 8 angkatan dengan peserta sebanyak 175 orang. Industri pengolahan diharapkan dapat menjadi penggerak utama perekonomian nasional yang telah memberikan kontribusi PDB sebesar 24,82 persen pada tahun 2010. Industri Kecil Menengah (IKM) yang diharapkan dapat menjadi penggerak utama perekonomian nasional pada akhir RPJMN telah memberikan kontribusi PDB Sektor Industri sebesar 24,95 persen. Pada tahun 2010 cabang industri non migas mengalami pertumbuhan mencapai 5,09 persen, sedangkan pada tahun 2009 hanya berkisar 2,56 persen. Selama periode 2004-2009 triwulan III terjadi peningkatan sebanyak 946.289 unit usaha, dan menyerap tenaga kerja sebesar 1.187.776 orang. Program Pengembangan IKM dalam pelaksanaan program utama dan pelaksanaan program pendukung meliputi: Pengembangan 6 Klaster IKM; Pengembangan IKM penunjang klaster industri; Pengembangan IKM Unggulan Daerah; Pengembangan IKM di daerah tertinggal, perbatasan, pasca konflik & pasca bencana; Pengembangan Promosi dan

Perkembangan Pembangunan Industri II - 7 Informasi; Peningkatan SDM IKM; Peningkatan Kerjasama Industri dan Peningkatan Standardisasi dan Teknologi. Dari sisi penyerapan tenaga kerja di sektor Industri Pengolahan, secara kumulatif dari tahun 2005-2009 mengalami peningkatan sebesar 2.551.507 orang atau rata-rata per tahun sekitar 519.137 orang (5,28 persen), yang berarti di atas yang ditargetkan pada RPJMN sebesar 500 ribu per tahun. Pada periode yang sama pula penanaman modal di sektor Industri Pengolahan terealisasi rata-rata per tahun senilai 19,14 triliun rupiah untuk Proyek Penanaman Modal Dalam Negeri dan US $ 4,33 miliar untuk Proyek Penanaman Modal Asing. Dengan asumsi kurs rata-rata US $ 10.000 rupiah, maka PMA yang diserap sektor Industri Pengolahan sekitar 43,29 triliun rupiah per tahun. Bila dijumlahkan, total investasi PMA dan PMDN yang tertanam di sektor Industri Pengolahan rata-rata sebesar 62,43 triliun rupiah per tahun. Angka tersebut melebih sasaran investasi sektor Industri Pengolahan pada RPJMN yaitu antara 40-50 triliun rupiah. Pertumbuhan sektor Industri Pengolahan Non Migas selama 5 (lima) tahun terakhir boleh dikatakan berada di bawah pertumbuhan ekonomi nasional. Tahun 2005, laju pertumbuhan sektor industri sebesar 5,86 persen sedikit diatas pertumbuhan ekonomi yang besarnya 5,69 persen. Pada tahun 2006, 2007 dan 2008 laju pertumbuhan sektor industri selalu di bawah pertumbuhan ekonomi. Pada tahun 2009 ekonomi tumbuh 4,58 persen, pertumbuhan sektor industri non migas tumbuh sebesar 2,56 persen. Sedangkan pada tahun 2010 pertumbuhan industri mencapai 5,09 persen dan pertumbuhan ekonomi sebesar 6,10 persen. Penurunan yang terjadi pada tahun-tahun terakhir disebabkan terjadinya pertumbuhan negatif pada beberapa cabang industri, seperti Brg. kayu & Hasil hutan lainnya yaitu turun mencapai 3,50 persen. Walau demikian pada tahun 2010 terdapat kelompok industri yang pertumbuhannya cukup tinggi yaitu Alat Angkut, Mesin & Peralatannya yang memberikan sumbangan pertumbuhan paling besar yaitu mencapai 10,35 persen, walau pada tahun 2009 mengalami penurunan. Menurun serta negatifnya pertumbuhan sektor-sektor industri tersebut disebabkan berbagai permasalahan yang dihadapi, seperti: keterbatasan infrastruktur dan listrik, kurangnya pasokan bahan baku untuk Industri

Perkembangan Pembangunan Industri II - 8 Pengolahan Kayu dan Hasil Hutan lainnya, serta maraknya illegal loging dan illegal trade, kurangnya pasokan gas bumi sebagai bahan baku dan energi untuk industri pupuk, serta beredarnya isu penggunaan bahan tambahan pangan yang tidak diperbolehkan untuk industri makanan dan minuman yang sempat meresahkan masyarakat. Dari semua cabang industri, terdapat dua cabang industri yang mendominasi, yaitu industri makanan, minuman dan tembakau dan industri alat angkut, mesin dan peralatan. Peran Industri makanan, minuman dan tembakau relatif konstan sekitar 28-34 persen, tetapi industri alat angkut, mesin dan peralatan pada 15 tahun yang lalu perannya masih sekitar 12 persen, pada periode 2005-2009 meningkat secara signifikan menjadi sekitar 27-29 persen. Sedangkan pada tahun 2010 industri yang mengalami pertumbuhan terbesar yaitu industri alat angkut, mesin & peralatannya sebesar 10,35 persen dan industri pupuk, kimia & barang dari karet sebesar 4,67 persen. Dengan kontribusi terhadap industri non migas terbesar disumbangkan oleh dua cabang industri, yaitu industri makanan, minuman dan tembakau sebesar 33,60 persen dan industri alat angkut, mesin & peralatannya sebesar 28,14 persen. Dapat disimpulkan bahwa telah terjadi pendalaman dan penguatan struktur industri ke arah produksi produk-produk yang bernilai tambah tinggi dan memiliki kandungan teknologi yang lebih tinggi bila dibandingkan periode 10 tahun yang lalu. Utilisasi industri juga menjadi isu penting karena baru sektiar 47 sub sektor industri di Indonesia yang utilisasinya di atas 80 persen, sementara 96 sub sektor dan 83 sub sektor industri utilisasinya masing-masing baru mencapai antara 61 dan 79 persen dan bahkan di bawah 60 persen. Sub sektor yang memiliki utilitas di atas 80 persen didominasi oleh sub sektor Industri Kimia Hulu, dimana sektor hilir industri yang nilai tambahnya lebih tinggi, utilisasi kapasitas terpasangnya lebih rendah. Kelompok industri yang memiliki nilai tambah yang tinggi dibandingkan dengan Industri Kimia seperti Industri Permesinan dan Elektronika, ternyata utilitasnya berkisar antara 61 sampai dengan 79 persen, bahkan beberapa diantaranya di bawah 60 persen seperti Industri Radio/Radio Cassette, Industri Mesin Proses Minyak Kelapa Sawit, Industri Mesin Proses Pengolahan Gula dan Mesin Proses Pengerjaan Logam.

Perkembangan Pembangunan Industri II - 9 Penguatan struktur industri selama kurun waktu 2005-2010 telah terjadi pada Industri Baja, Industri Semen, Industri Petrokimia, Industri Keramik, Industri Mesin Listrik dan Peralatan Listrik, Industri Mesin Peralatan Umum, Industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT), Industri Alas Kaki, Industri Pengolahan Kelapa Sawit, Industri Pengolahan Karet dan Barang Karet, Industri Kakao dan Coklat, Industri Pengolahan Kopi, Industri Gula, Industri Pengolahan Tembakau, Industri Pengolahan Buah, Industri Furniture, Industri Kertas, Industri Kendaraan Bermotor, Industri Perkapalan, Industri Kedirgantaraan, Industri Elektronika, Industri Telematika (Telekomunikasi, Komputer dan Peralatannya). Namun perkembangan tersebut dirasakan masih belum memenuhi sebagaimana yang diharapkan. Dari sisi pandang lain diharapkan struktur baru dapat segera berfungsi maksimal dan dapat segera muncul industri yang belum ada dalam struktur industri di tanah air, hal ini menunjukkan masih besarnya peluang investasi pada sektor industri tertentu, baik berupa pendirian perusahaan baru pada industri yang sudah ada maupun membuka perusahaan pada industri yang belum ada. Sebaran industri di Indonesia masih terkonsentrasi secara geografis di Pulau Jawa dan Sumatera. Pada tahun 2008 persebaran Industri Manufaktur masih terfokus di Pulau Jawa dan Sumatera menyerap 79,83 persen. Adapun tahun 2006 kedua pulau tersebut menyerap 79,5 persen unit usaha yang ada di Indonesia, sementara pada tahun 2004 serapannya 77,5 persen. Realisasi Investasi PMDN menunjukkan perkembangan yang makin membaik walau masih tetap di bawah periode sebelum krisis tahun 1998. Sektor industri merupakan sektor utama yang paling banyak diminati oleh perusahaanperusahaan PMDN. Realisasi Investasi PMDN di sektor industri dari 2005-2009 mencapai Rp. 95,72 triliun dari Rp. 144,28 triliun PMDN secara keseluruhan. Investasi sektor industri paling besar terdapat pada industri Kertas dan Percetakan yaitu Rp. 32,15 triliun dengan 59 proyek. Sedangkan realisasi investasi PMA di sektor industri 2005-2009 mencapai US$ 20.163,6 Juta dengan Jumlah proyek sebanyak 2.057. Sedangkan hingga semester I tahun 2010 investasi PMDN sebesar Rp. 10.169,5 miliar dengan jumlah proyek sebanyak 267 dan untuk investasi PMA sebesar US$ 1.189,7 dengan jumlah proyek sebanyak 507 proyek.

Perkembangan Pembangunan Industri II - 10 Tahun 2010 hingga Triwulan III penyerapan tenaga kerja di sektor industri besar sedang sebanyak 4.402.686 orang, 24.626 unit usaha, Nilai Produksi sebesar Rp. 684.977.935.396.000, Nilai Output sebesar Rp. 717.655.268.995.000, Biaya Input sebesar Rp. 429.308.159.952.000, dengan Nilai Tambah Bruto sebesar Rp. 288.347.109.043.000. Industri pengolahan telah meningkat rata-rata 6,34 persen pada periode tahun 2005-2009, dengan rincian pada tahun 2006, 2007, 2008, dan 2009 masing-masing meningkat 14,82 persen; 20,527 persen, 22,36 persen, dan 27,49 persen dibanding tahun 2005. B. ARAH KEBIJAKAN KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN Visi Pembangunan Industri Nasional Jangka Panjang (2025) adalah Membawa Indonesia pada tahun 2025 untuk menjadi Negara Industri Tangguh Dunia yang bercirikan : 1. Industri kelas dunia; 2. PDB sektor Industri yang seimbang antara Pulau Jawa dan Luar Jawa; 3. Teknologi menjadi ujung tombak pengembangan produk dan penciptaan pasar. Untuk menuju Visi tersebut, dirumuskan Visi tahun 2020 yakni Tercapainya Negara Industri Maju Baru sesuai dengan Deklarasi Bogor tahun 1995 antar para kepala Negara APEC. Sebagai Negara Industri Maju Baru, Indonesia harus mampu memenuhi beberapa kriteria dasar antara lain: 1. Kemampuan tinggi untuk bersaing dengan Negara industri lainnya; 2. Peranan dan kontribusi sektor industri tinggi bagi perekonomian nasional; 3. Kemampuan seimbang antara Industri Kecil Menengah dengan Industri Besar; 4. Struktur industri yang kuat (pohon industri dalam dan lengkap, hulu dan hilir kuat, keterkaitan antar skala usaha industri kuat); 5. Jasa industri yang tangguh.

Perkembangan Pembangunan Industri II - 11 Berdasarkan Visi tahun 2020, kemampuan Industri Nasional diharapkan mendapat pengakuan dunia internasional, dan mampu menjadi basis kekuatan ekonomi modern secara struktural, sekaligus wahana tumbuh-suburnya ekonomi yang berciri kerakyatan. Dalam mewujudkan Visi Kementerian Perindustrian tahun 2020, diperlukan upaya-upaya sistemik yang dijabarkan ke dalam peta strategi yang mengakomodasi perspektif pemangku kepentingan berupa pencapaian strategis (Strategic Outcomes) yaitu : 1. Meningkatnya nilai tambah industri; 2. Meningkatnya penguasaan pasar dalam dan luar negeri; 3. Meningkatnya kemampuan SDM Industri, R&D dan kewirausahaan; 4. Meningkatnya penguasaan teknologi industri yang hemat energi dan ramah lingkungan; 5. Lengkap dan menguatnya struktur industri; 6. Tersebarnya pembangunan industri; 7. Meningkatnya peran IKM terhadap PDB. Visi tersebut di atas kemudian dijabarkan dalam visi lima tahun sampai dengan 2014 yakni Pemantapan daya saing basis industri manufaktur yang berkelanjutan serta terbangunnya pilar industri andalan masa depan. Dalam rangka mewujudkan visi 2025 di atas, Kementerian Perindustrian sebagai institusi pembina Industri Nasional mengemban misi sebagai berikut: 1. Menjadi wahana pemenuhan kebutuhan hidup masyarakat; 2. Menjadi dinamisator pertumbuhan ekonomi nasional; 3. Menjadi pengganda kegiatan usaha produktif di sektor riil bagi masyarakat; 4. Menjadi wahana (medium) untuk memajukan kemampuan teknologi nasional; 5. Menjadi wahana penggerak bagi upaya modernisasi kehidupan dan wawasan budaya masyarakat; 6. Menjadi salah satu pilar penopang penting bagi pertahanan negara dan penciptaan rasa aman masyarakat; 7. Menjadi andalan pembangunan industri yang berkelanjutan melalui pengembangan dan pengelolaan sumber bahan baku terbarukan,

Perkembangan Pembangunan Industri II - 12 pengelolaan lingkungan yang baik, serta memiliki rasa tanggung jawab sosial yang tinggi. Sesuai dengan Visi tahun 2014 di atas, misi tersebut dijabarkan dalam misi lima tahun, sampai dengan 2014 misi yang akan dicapai adalah sebagai berikut: 1. Tingginya nilai tambah industri; 2. Tingginya penguasaan pasar dalam dan luar negeri; 3. Kokohnya faktor-faktor penunjang pengembangan industri; 4. Tingginya kemampuan inovasi dan penguasaan teknologi Industri; 5. Kuat, lengkap dan dalamnya struktur industri; 6. Tersebarnya pembangunan industri; 7. Meningkatnya peran industri kecil dan menengah terhadap PDB. Arah kebijakan dalam Rencana Strategis mencakup beberapa hal pokok sebagai berikut: 1. Merevitalisasi sektor industri dan meningkatkan peran sektor industri dalam perekonomian nasional. 2. Membangun struktur industri dalam negeri yang sesuai dengan prioritas nasional dan kompetensi daerah. 3. Meningkatkan kemampuan industri kecil dan menengah agar terkait dan lebih seimbang dengan kemampuan industri skala besar. 4. Mendorong pertumbuhan industri di luar pulau Jawa. 5. Mendorong sinergi kebijakan dari sektor-sektor pembangunan yang lain dalam mendukung pembangunan industri nasional.

BAB III RENCANA KINERJA A. SASARAN TAHUN 2012 Sasaran-sasaran strategis yang akan dicapai Kementerian Perindustrian pada tahun 2012 sesuai dengan Peta Strategis Kementerian Perindustrian yang telah dituangkan dalam Rencana Strategis tahun 2010-2014 adalah sebagai berikut: 1. Tingginya nilai tambah industri Nilai tambah industri dimaksud adalah nilai tambah dari hasil produksi yang merupakan selisih antara nilai output dengan nilai input. Sasaran strategis ini akan dicapai melalui indikator kinerja utama laju pertumbuhan industri dan kontribusi industri manufaktur terhadap PDB nasional. 2. Tingginya penguasaan pasar dalam dan luar negeri Penguasaan pasar di dalam negeri dimaksudkan untuk meningkatkan penjualan produk dalam negeri dibanding dengan seluruh pangsa pasar. Sedangkan penguasaan pasar di luar negeri dimaksudkan untuk meningkatkan nilai ekspor produk industri sehingga dapat meningkatkan rasio/ perbandingan nilai ekspor industri terhadap nilai ekspor keseluruhan. Indikator kinerja utama sasaran strategis ini adalah pangsa pasar produk industri nasional terhadap total permintaan dalam negeri dan pangsa pasar produk dan jasa industri nasional di 5 (lima) negara utama tujuan ekspor (AS, Jepang, Uni Eropa, Cina, dan Korsel). 3. Kokohnya faktor-faktor penunjang pengembangan industri; Dengan kokohnya faktor-faktor penunjang industri nasional, diharapkan dapat mendukung tercapainya tujuan industri (faktor dimaksud adalah dalam hal SDM dalam industri dan iklim industri yang dinilai dari berbagai hal seperti: kebijakan/peraturan yang mengatur industri, pelayanan Kemenperin, fasilitas dalam industri dan lain sebagainya. Sasaran strategis ini dicapai melalui indikator kinerja utama tingkat

Rencana Kinerja III - 2 produktifitas dan kemampuan SDM industri dan indeks iklim industri nasional. 4. Tingginya kemampuan inovasi dan penguasaan teknologi industri Inovasi dimaksud adalah kreativitas untuk menciptakan produk baru sebagai hasil penelitian dan pengembangan teknologi terapan, dan penelitian dari berbagai sektor lainnya. Jumlah hasil penelitian dan pengembangan teknologi industri terapan inovatif dan pemanfaatan hasil penelitian dan pengembangan oleh sektor industri menjadi indikator kinerja utama sasaran strategis ini. 5. Kuat, lengkap dan dalamnya struktur industri Struktur industri dimaksud adalah perimbangan antara industri hulu dan industri antara serta bagaimana kemampuan kandungan lokal digunakan dalam produksi. Sehingga indikator kinerja utamanya adalah tumbuhnya industri logam dasar, besi dan baja serta tumbuhnya industri Alat Angkut, Mesin dan Peralatanya. 6. Tersebarnya pembangunan industri Terpusatnya industri di Jawa dan Sumatera menyebabkan ketimpangan pembangunan industri, sehingga perlu adanya persebaran pembangunan industri ke luar Jawa. Indikator kinerja utama dari sasaran strategis ini diukur melalui indikator kinerja utama yaitu meningkatnya kontribusi manufaktur di luar pulau jawa terhadap PDB nasional serta jumlah investasi cabang industri yang menyerap banyak tenaga kerja. 7. Meningkatnya peran industri kecil dan menengah terhadap PDB. Saat ini Produk Domestik Bruto (PDB) sebagian besar masih merupakan sumbangan dari industri besar. Sedangkan industri kecil dan menengah yang jumlahnya sangat banyak masih belum mampu memberikan kontribusi yang signifikan terhadap produk domestik bruto. Untuk itu, sasaran strategis yang akan dicapai Kementerian Perindustrian adalah dengan meningkatkan peran industri kecil dan menengah terhadap PDB. Ukuran ketercapaian sasaran staregis ini diukur melalui tumbuhnya industri kecil di atas pertumbuhan ekonomi nasional, tumbuhnya industri menengah dua kali di atas industri kecil.

Rencana Kinerja III - 3 Selain sasaran-sasaran strategis diatas yang merupakan perspektif stakeholder, Kementerian Perindustrian juga telah menetapkan 13 sasaran strategis yang akan dicapai berdasarkan perspektif pelaksanaan tugas pokok dan fungsi Kementerian Perindustrian yang akan mendukung pencapaian sasaran strategis berdasarkan perspektif stakeholder. Sasaran tersebut antara lain: 1. Mempersiapkan dan/atau menetapkan kebijakan produk hukum industri; Merupakan jumlah kebijakan industri yang dihasilkan Kementerian Perindustrian dalam rangka pelaksanaan tugas sebagai perumus kebijakan dalam rangka membangun industri nasional. Capaian sasaran strategis ini diukur melalui jumlah konsep kebijakan dan produk hukum serta kebijakan dan produk hukum yang telah ditetapkan Menteri. 2. Menetapkan rencana strategis dan/atau pengembangan industri prioritas dan industri andalan masa depan; Dengan kertebatasan sumber daya yang dimiliki, diperlukan rencana strategis untuk industri prioritas dan industri andalan yang akan dikembangkan yang mampu menjadi prime mover, sehingga dengan keterbatasan sumber daya yang ada, hasil yang dicapai tetap maksimal. Sebagai indikator kinerja utama sasaran ini adalah tersusunnya rencana kerja tahunan. 3. Menetapkan peta panduan pengembangan industri. Membuat peta tentang kondisi dan situasi industri nasional sebagai panduan untuk pengembangan industri. Dengan adanya peta panduan pengembangan industri ini diharapkan adanya kesinambungan pengembangan industri-industri tertentu. Peta panduan juga diharapkan dapat memberi gambaran yang jelas mengenai arah pengembangan industri baik itu secara Top-Down maupun Bottom-Up. Indikator kinerja utama sasaran strategis ini adalah tersusunnya peta panduan industri unggulan serta peta panduan kompetensi inti industri daerah. 4. Mengusulkan insentif yang mendukung pengembangan industri; Salah satu bentuk dukungan atau fasilitasi Pemerintah dalam hal ini Kementerian Perindustrian, akan memberikan insentif, baik fiskal maupun non fiskal guna mendukung pengembangan industri. Capaian

Rencana Kinerja III - 4 sasaran strategis ini diukur melalui jumlah rekomendasi usulan insentif untuk perusahaan dan jumlah perusahaan yang memperoleh insentif. 5. Mengembangkan R & D di instansi dan industri; Minimnya R&D yang dilakukan terutama Industri Kecil dan Menengah menyebabkan lemahnya daya saing IKM terhadap produk-produk luar negeri yang masuk ke Indonesia. Untuk itu Kementerian Perindustrian akan memfasilitasi pengembangan R&D guna mendukung daya saing IKM di dalam negeri. Indikator kinerja utama dari sasaran strategis ini adalah jumlah kerjasama antara instansi terkait dengan sektor industri dalam hal R & D. 6. Memfasilitasi penerapan, pengembangan dan penggunaan kekayaan intelektual; Dalam hal melindungi dan meningkatkan inovasi baru guna mendukung pengembangan industri, Kementerian Perindustrian akan memfasilitasi Perusahaan untuk mendapat sertifikasi Hak Kekayaan Intelektual serta mempromosikan produk-produk HKI (paten) untuk dikomersialisasikan. Jumlah perusahaan yang mendapatkan HKI dan jumlah hak paten yang dipromosikan menjadi indikator kinerja utama dari sasaran strategis ini. 7. Memfasilitasi pengembangan industri; Kementerian Perindustrian akan melakukan fasilitasi kepada industri untuk mendapat kemudahan dalam hal akses kepada sumber bahan baku, sumber modal dan lainnya tujuan pengembangan industri. Capaian sasaran strategis ini diukur melalui tingkat utilisasi kapasitas produksi, jumlah perusahaan yang mendapatkan akses ke sumber pembiayaan, atau bahan baku serta jumlah perjanjian internasional dalam rangka pengembangan industri. 8. Memfasilitasi promosi industri; Selain memfasilitasi dalam hal produksi dan pengembangan industri, Kementerian Perindustrian juga akan memfasilitasi perusahaan untuk dapat mengikuti pameran sebagai bentuk promosi untuk meningkatkan pangsa pasar. Untuk mengukur capaian sasaran ini adalah melalui jumlah perusahaan yang mengikuti pameran/ seminar, misi dagang/ investasi.

Rencana Kinerja III - 5 9. Memfasilitasi Penerapan Standarisasi; Standarisasi sebagai bentuk dari non tariff barrier terhadap masuknya produk-produk luar negeri sangat diperlukan. Untuk itu Kementerian Perindustrian akan memfasilitasi penerapan standar dengan menyusun Rancangan Standar Nasional Indonesia (RSNI), penambahan jumlah SNI wajib yang diterapkan, serta memfasilitasi perusahaan untuk menerapkan Sistem Manajemen Mutu ISO 9001-2008 (Pedoman BSN10 dan GKM). 10. Meningkatkan Kualitas Pelayanan Publik; Guna meningkatkan pelaksanaan tugas pokok dan fungsi Kemenperin dalam hal pelayanan dan fasilitasi, perlu dilakukan survey terhadap pelayanan yang diberikan tersebut. Pelaksanaan survey akan dikoordinir oleh Pusat Komunikasi Publik yang akan dilakukan secara sampling. 11. Mengkoordinasikan Peningkatan Kualitas Lembaga Pendidikan dan Pelatihan serta Kewirausahaan; Kementerian Perindustrian akan meningkatkan kualitas SDM industri melalui peningkatan koordinasi dengan berbagai lembaga pendidikan dan pelatihan yang disediakan Kemenperin untuk pengembangan berbagai kebutuhan industri misalnya sertifikasi dan akreditasi. Jumlah instruktur yang bersertifikat serta jumlah jurusan lembaga pendidikan dan lembaga diklat yang terakreditasi menjadi indikator sasaran ini. 12. Mengoptimalkan Budaya Pengawasan Pada Unsur Pimpinan dan Staf; Pelaksanaan salah satu tugas pokok Kementerian yaitu pengawasan, pengendalian dan evaluasi dilakukan dengan mengoptimalkan budaya pengawasan pada unsur pimpinan dan staf dengan hasil penilaian untuk tujuan meningkatkan budaya pengawasan yang dilaksanakan bagian pengawasan di lingkungan Kementerian Perindustrian. Pengawasan ini dimaksudkan untuk meminimalisir atau bahkan menghilangkan penyimpangan pelaksanaan tugas pokok dan fungsi. Tingkat penurunan penyimpangan minimal dan terbangunnya Sistem Pengendalian Intern di unit pengawasan menjadi indikator kinerja utama sasaran ini.

Rencana Kinerja III - 6 13. Mengoptimalkan Evaluasi Pelaksanaan Kebijakan dan Efektifitas Pencapaian Kinerja Industri. Evaluasi kebijakan dan efektifitas kinerja industri akan dilaksanakan oleh Inspektorat Jenderal. Hasil evaluasi pembuatan kebijakan dan pencapaian target kinerja untuk menjamin tercapainya tujuan Kementerian. Capaian sasaran ini diukur melalui hasil laporan evaluasi untuk kemudian dihitung tingkat penurunan penyimpangan pelaksanaan kebijakan industri. B. INDIKATOR KINERJA UTAMA Dalam rangka mengukur tingkat pencapaian suatu sasaran yang telah ditetapkan pada tahun 2012, dibutuhkan indikator kinerja utama yang merupakan ukuran kuantitatif dan/atau kualitatif yang menggambarkan tingkat pencapaian suatu sasaran yang telah ditetapkan. Indikator kinerja tersebut antara lain: 1. Laju pertumbuhan industri nasional ditargetkan sebsar 6,75 persen. 2. Kontribusi industri manufaktur ditargetkan sebesar 23,81 persen terhadap PDB Nasional. 3. Pangsa pasar produk industri nasional terhadap total permintaan di pasar dalam negeri sebesar 60 persen. 4. Pangsa pasar produk dan jasa industri nasional di 5 (lima) negara utama tujuan ekspor sebesar 35 persen. 5. Tingkat produktifitas SDM industri yang dihitung dari persentase pembagian antara nilai tambah dan jumlah tenaga kerja di sektor Industri yang bersangkutan, secara ekstrapolasi dari data 2 (dua) tahun lalu yang didekati dengan peningkatan persentase pertambahan nilai tambah/jenis industri (data dari BPS) ditargetkan untuk 250.000 nilai tambah (rupiah) per tenaga kerja. 6. Index iklim industri nasional yang dihitung dari nilai hasil pengukuran dengan menggunakan kuesioner, dengan target nilai index 4. 7. Jumlah hasil penelitian dan pengembangan teknologi industri terapan inovatif yang ditargetkan sejumlah 250 hasil penelitian.

Rencana Kinerja III - 7 8. Pemanfaatan hasil penelitian dan pengembangan oleh sektor industri sejumlah 50 hasil penelitian. 9. Tumbuhnya industri logam dasar besi dan baja yang ditargetkan sebesar 4 persen. 10. Tumbuhnya industri komponen otomotif, elektronika dan permesinan sebesar 7,78 persen. 11. Meningkatnya kontribusi manufaktur diluar Pulau Jawa terhadap PDB nasional ditargetkan sebesar 31,9 persen. 12. Jumlah investasi cabang industri yang menyerap banyak tenaga kerja sebesar Rp. 44,473.12 miliar. 13. Tumbuhnya industri kecil diatas pertumbuhan ekonomi nasional ditargetkan sebesar 6,5 persen. 14. Tumbuhnya industri menengah dua kali diatas industri kecil sebesar 13 persen. 15. Konsep kebijakan dan produk hukum (RUU, RPP, R.Perpres/R.Keppres) ditargetkan sejumlah 1 konsep kebijakan. 16. Kebijakan dan produk hukum yang ditetapkan Menteri Perindustrian ditargetkan sebanyak 50 kebijakan atau produk hukum. 17. Tersusunnya Rencana Kerja untuk tahun 2013. 18. Peta panduan kompetensi inti industri Kabupaten/Kota sebanyak 200 peta panduan. 19. Rekomendasi usulan insentif untuk 10 jenis kelompok industri. 20. Perusahaan industri yang memperoleh insentif ditargetkan sejumlah 300 perusahaan. 21. Kerjasama R&D instansi dengan industri sebanyak 18 kerjasama. 22. Perusahaan yang mendapatkan fasilitasi Hak Kekayaan Intelektual sebanyak 220 perusahaan. 23. Produk Hak Kekayaan Intelektual yang dikomersialkan (Paten) sebanyak 10 produk. 24. Tingkat utilisasi kapasitas produksi yang dihitung dari persentase penggunaan kapasitas terpasang dalam industri masing-masing (sesuai dengan jenis industrinya) sebesar 80 persen.

Rencana Kinerja III - 8 25. Perusahaan yang mendapat akses ke sumber pembiayaan sebanyak 600 perusahaan. 26. Perusahaan yang mendapat akses ke sumber bahan baku sebanyak 40 perusahaan. 27. Perjanjian kerjasama Internasional merupakan jumlah kerjasama yang sudah dilaksanakan dalam bentuk project kerjasama internasional yang terkait dengan fasilitasi di bidang capacity building (baik G to G maupun B to B) sebanyak 5 (lima) MoU. 28. Perusahaan yang mengikuti seminar/ konfrensi, pameran, misi dagang/ investasi sebanyak 5160 perusahaan. 29. Rancangan SNI yang diusulkan oleh Kemenperin sebanyak 120 RSNI. 30. Penambahan SNI wajib yang diterapkan sabanyak 10 SNI. 31. Jumlah perusahaan yang menerapkan Sistem Manajemen Mutu ISO 9001-2008 sebanyak 200 perusahaan. 32. Tingkat kepuasan pelanggan dengan nilai index 4 (empat). 33. Instruktur yang bersertifikat sebanyak 20 orang. 34. Jurusan pada lembaga pendidikan dan lembaga diklat yang terakreditasi sebanyak 5 (lima). 35. Tingkat penurunan penyimpangan dalam pelaksanaan tugas di lingkungan Kemenperin minimal sebesar 60 persen. 36. Terbangunnya Sistem Pengendalian Intern di 57 satker. 37. Laporan evaluasi pelaksanaan kebijakan sebanyak 10 laporan. 38. Tingkat penurunan penyimpangan pelaksanaan kebijakan industri ditargetkan sebesar 40 persen.