II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Penyaratan yang dimaksud adalah penyaradan (Pen)

dokumen-dokumen yang mirip
PRESTASI KERJA PENEBANGAN AKASIA (Acacia mangium) (Studi kasus di BKPH Parung Panjang KPH Bogor) AWALUDIN

TEKNIK PENEBANGAN KAYU

TINJAUAN PUSTAKA. kayu dari pohon-pohon berdiameter sama atau lebih besar dari limit yang telah

TINJAUAN PUSTAKA. merupakan serangkaian kegiatan yang dimaksudkan untuk memindahkan kayu. kayu dibedakan atas 4 (empat) komponen yaitu:

Oleh/By : Marolop Sinaga ABSTRACT

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. rangkaian kegiatan yang dimaksudkan untuk mempersiapkan dan memudahkan

Kayu bundar jenis jati Bagian 3: Pengukuran dan tabel isi

BAB I PENDAHULUAN. Hutan alam yang ada di Indonesia banyak diandalkan sebagai hutan produksi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

Standard Operating Procedure PENGOPERASIAN CHAINSAW (CHAINSAW OPERATION)

BAB IX ANGGARAN PENDAPATAN PERUSAHAAN HUTAN

BAB III METODE PENELITIAN

ANALISIS KEBIJAKAN PENEBANGAN RATA TANAH UNTUK POHON JATI (Tectona grandis Linn f ) di KPH Nganjuk Perum Perhutani Unit II Jawa Timur RIZQIYAH

IDENTIFIKASI DAN PENGUKURAN POTENSI LIMBAH PEMANENAN KAYU (STUDI KASUS DI PT. AUSTRAL BYNA, PROPINSI KALIMANTAN TENGAH)

STANDARDISASI GERGAJI RANTAI UNTUK PENEBANGAN POHON

BAB I PENDAHULUAN. pengolahan hasil hingga pemasaran hasil hutan. Pengelolaan menuju

Abstract. Pendahuluan

Analisis Potensi Limbah Penebangan dan Pemanfaatannya pada Hutan Jati Rakyat di Kabupaten Bone


Kayu bundar jenis jati Bagian 1: Klasifikasi, persyaratan dan penandaan

BAB I PENDAHULUAN. hutan, dan hasil hutan yang diselenggarakan secara terpadu. Hutan sendiri

RUANG LINGKUP PERLINDUNGAN HUTAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Tanaman Industri Hutan Tanaman Industri adalah hutan yang dibangun dalam rangka meningkatkan potensi dan kualitas

BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi Penelitian 3.2 Objek dan Alat Penelitian

STUDI PRODUKTIVITAS PENYARADAN KAYU DENGAN MENGGUNAKAN TRAKTOR KOMATSU D70 LE DI HUTAN ALAM

PRODUKTIVITAS PENEBANGAN PADA HUTAN JATI (Tectona Grandis) RAKYAT DI KABUPATEN BONE

II. TINJAUAN PUSTAKA. (hardwood). Pohon jati memiliki batang yang bulat lurus dengan tinggi mencapai

Oleh/Bj : Maman Mansyur Idris & Sona Suhartana

BAB I PENDAHULUAN. ekonomis tinggi. Menurut Bermejo et al. (2004) kayu jati merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. hasil kayu merupakan kegiatan yang paling berat. Kegiatan pemanenan hasil

Pengeluaran Limbah Penebangan Hutan Tanaman Industri dengan Sistem Pemikulan Manual (Penilaian Performansi Kualitatif)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BADAN PENELITIAN, PENGEMBANGAN DAN INOVASI PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HASIL HUTAN LATAR BELAKANG. Defisit kemampuan

Kayu bundar daun jarum Bagian 1: Klasifikasi, persyaratan dan penandaan

BAB III METODE PENELITIAN

III METODOLOGI PENELITIAN

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Kayu bundar Bagian 2: Pengukuran dan tabel isi

Topik : PERSAMAAN ALOMETRIK KARBON POHON

V. HASIL. Tanggal Waktu Kegiatan Hasil Kegiatan 19 Juni Pengukuran waktu kerja penebangan 30 kali ulangan untuk operator Muhadin

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

POTENSI LIMBAH DAN TINGKAT EFEKTIVITAS PENEBANGAN POHON DI HUTAN DATARAN RENDAH TANAH KERING META FADINA PUTRI

Djoko Setyo Martono. 1) 1) Dosen Fakultas Pertanian Universitas Merdeka Madiun.

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN

Oleh/Bj : Sona Suhartana dan Maman Mansyur Idris. Summary

BAB I PENDAHULUAN. (renewable resources), namun apabila dimanfaatkan secara berlebihan dan terusmenerus

BAB III METODE PENELITIAN

III. METODOLOGI PE ELITIA

Kayu bundar Bagian 1: Istilah dan definisi

VI. ANALISIS NILAI TAMBAH INDUSTRI PENGGERGAJIAN KAYU (IPK)

Kayu bundar jenis jati Bagian 2: Cara uji

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang berkaitan

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

Teak Harvesting Waste at Banyuwangi East Java. Juang Rata Matangaran 1 dan Romadoni Anggoro 2

MENAKSIR VOLUME POHON BERDIRI DENGAN PITA VOLUME BUDIMAN

Lampiran 1 Peraturan Direktur Jenderal Bina Produksi Kehutanan Nomor : P. 14 /VI-BIKPHH/2009 Tanggal : 10 November 2009

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG. Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi

Produk kayu bundar Bagian 1: Kayu bundar jati

3. Bagaimana cara mengukur karbon tersimpan?

UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 1999 TENTANG KEHUTANAN [LN 1999/167, TLN 3888]

Laporan Kegiatan Pengendali Ekosistem Hutan REHABILITASI SAVANA BEKOL DENGAN PEMBERANTASAN GULMA. Oleh : TIM PENGENDALI EKOSISTEM HUTAN

.:::: Powered By Ludarubma ::::. KAYU BUNDAR JATI

PENGATURAN PEMANFAATAN HASIL HUTAN HAK/MILIK DI WILAYAH KABUPATEN PANDEGLANG BUPATI PANDEGLANG,

B. BIDANG PEMANFAATAN

PERENCANAAN PEMBAGIAN BATANG SECARA INTENSIF PADA PENGUSAHAAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI KAYU MANGIUM

KISI-KISI MATERI PLPG MATA PELAJARAN TEKNIK PRODUKSI HASIL HUTAN. Standar Kompetensi Guru (SKG) Kompetensi Guru Mata Pelajaran (KD)

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV KONSEP PERANCANGAN

PERANCANGAN JALAN SAARAD UNTUK MEMINIMALKAN KERUSAKAN LINGKUNGAN MUHDI. Program Ilmu Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

MUHDI, S. Hut., M.Si Fakultas Pertanian Program Ilmu Kehutanan Universitas Sumatera Utara

Perum Perhutani merupakan sebuah perusahaan berbentuk Badan Usaha. Tahun 1972, yang sebagaimana telah diubah dengan PP No.

BAB III METODE PENELITIAN

PENYUSUNAN SKEDUL SUHU DAN KELEMBABAN DASAR UNTUK PENGERINGAN KAYU BINUANG BERSORTIMEN 83 X 118 X 5000 MM DALAM TANUR PENGERING KONVENSIONAL

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

II. METODOLOGI. A. Metode survei

KUANTIFIKASI KAYU SISA PENEBANGAN JATI PADA AREAL PENGELOLAAN HUTAN BERBASIS MASYARAKAT TERSERTIFIKASI DI KABUPATEN KONAWE SELATAN, SULAWESI TENGGARA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab II SISTEM PEMANENAN HASIL HUTAN

a. Biaya tetap Perhitungan biaya tetap menggunakan rumus-rumus menurut FAO (1992) dalam Mujetahid (2009) berikut: M R Biaya penyusutan: D = N x t

PEMBELAJARAN PENERAPAN RIL-C DI PERUSAHAAN (PENERAPAN PRAKTEK PENGELOLAAN RENDAH EMISI DI HUTAN PRODUKSI DI AREAL PT. NARKATA RIMBA DAN PT.

III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan tempat 3.2 Alat dan bahan 3.3 Pengumpulan Data

V. POLA DAN TEHNIK PEMBELAHAN

KOMPOSISI LIMBAH PENEBANGAN DI AREL HPH PT. TELUK BINTUNI MINA AGRO KARYA

STANDAR OPERATIONAL PROSEDUR (SOP) PT. ARFAK INDRA

KETENTUAN MENGENAI PELAKSANAAN PENGUSAHAAN HUTAN PT. DAYA SAKTI TIMBER CORPORATION

PENGARUH PEMBUATAN TAKIK REBAH DAN TAKIK BALAS TERHADAP ARAH JATUH POHON : STUDI KASUS DI HUTAN TANAMAN DI PULAU LAUT, KALIMANTAN SELATAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hutan yang berada di sebuah desa atau kota harus dilestarikan oleh

II. TINJAUAN PUSTAKA

PRESTASI PEKERJA DALAM KEGIATAN PEMBAGIAN BATANG PADA KEGIATAN PEMANENAN DI HUTAN JATI RAKYAT DESA LILI RIATTANG KABUPATEN BONE

TINJAUAN PUSTAKA. bermanfaat bagi kehidupan ekonomi dan kebudayaan masyarakat. Selain itu,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

Transkripsi:

3 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Penebangan Penebangan dimaksudkan untuk memungut hasil hutan berupa kayu dari suatu tegakan tanpa mengikutsertakan bagian yang ada dalam tanah. Kegiatan ini meliputi kegiatan menebang, membersihkan cabang dan pembagian batang menjadi sortimen kayu yang diperlukan (Sastrodimedjo 1973, diacu dalam Bachtiar 1989). Menurut Juta (1954) tujuan dari kegiatan penebangan adalah untuk mendapatkan hasil keuntungan perusahaan, berupa kayu dengan jumlah yang cukup dan mutu yang memenuhi persaratan. Pada dasarnya kegiatan penebangan yang dilakukan terdiri dari dua unsur kegiatan yaitu menebang pohon sampai rebah dan dilanjutkan dengan membagi batang. Penebangan memerlukan perencanaan yang matang dan hati-hati. Semakin besar diameter pohon yang ditebang, semakin sulit pula menentukan arah rebahnya. Namun karena pohon-pohon besar tinggi nilainya, justru pada pohon besar ketelitian arah rebahnya sangat penting (Suparto 1975, diacu dalam Bachtiar 1989 ). Menurut Juta (1954) sebelum dimulai dengan penebangan arah rebah harus ditetapkan terlebih dahulu. Arah rebah pohon perlu direncanakan secara hati-hati agar kerusakan kayu dapat diminimalkan. Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam menentukan arah rebah adalah : (1) lapangan (lerengnya, berbukit dll) (2) kondisi pohon yang akan ditebang dengan tetap memperhatikan kecondongan pohon dan kerusakannya (3) arah penyaratan 1) keluar dan pengangkutan. Penebangan merupakan salah satu kegiatan pemanenan hutan yang memiliki tingkat resiko kerja yang tinggi. Hal ini dikarenakan sifat pekerjaannya yang langsung berhadapan dengan pohon yang akan ditebang dan variasi lapangan tempat bekerja yang cukup tinggi. Sehingga kegiatan penebangan harus dilakukan oleh operator yang berpengalaman dengan dilengkapi perlengkapan keamanan yang memadai (helm kerja, sepatu kerja, sarung tangan, baju kerja, dan sebagainya). Perlengkapan yang mendukung pada kegiatan penebangan seperti 1. Penyaratan yang dimaksud adalah penyaradan (Pen)

4 gergaji rantai, kikir, parang, tangki bahan bakar, peta penyebaran pohon yang telah disiapkan dan digunakan selama kegiatan penebangan dalam membantu menentukan letak pohon yang akan ditebang (FAO 1990, diacu dalam Hidayat 2000). B. Pembagian Batang Menurut Juta (1954) kegiatan pembagian batang merupakan rangkaian kegiatan setelah pohon rebah ke tanah. Kegiatan ini merupakan pekerjaan yang sangat penting dalam pemungutan hasil hutan. Prinsip dasar pembagian batang adalah menghimpun cacat di satu potongan batang kayu sedemikian rupa sehingga diperoleh nilai kayu setinggi-tingginya. Selanjutnya dijelaskan pula bahwa pelaksanaan tebangan harus sesuai dengan manajemen batang per batang, artinya urutan pemotongan dimulai dari pangkal ke ujung dengan tetap memperhatikan mutu kayu pada cabang yang dapat dipungut untuk kayu pertukangan. Kegiatan pembagian batang mempunyai tujuan untuk mendapatkan nilai kayu yang tinggi. Jenis sortimen yang diproduksi (Perum Perhutani 1999) adalah sebagai berikut : 1. Kayu Bundar Kecil (KBK) yang disebut sortimen AI a. Diameter 4-7 cm Panjang 1,00-11,00 m naik dengan kelipatan panjang 50 cm Panjang 11,00 m ke atas naik dengan kelipatan 100 cm b. Diameter 10-13 cm Panjang 0,7-0,9 m naik dengan kelipatan panjang 10 cm Panjang 1,00-11,00 m naik dengan kelipatan panjang 50 cm Panjang 11,00 m ke atas naik dengan kelipatan 100 cm c. Diameter 16-19 cm Panjang 0,4-0,9 m naik dengan kelipatan panjang 10 cm Panjang 1,00-11,00 m naik dengan kelipatan panjang 50 cm Panjang 11,00 m ke atas naik dengan kelipatan 100 cm 2. Kayu Bundar Sedang (KBS) yang disebut sortimen AII Dimeter 22-28 cm (naik dengan kelipatan diameter 3 cm) Panjang 0,4-0,9 m naik dengan kelipatan panjang 10 cm

5 Panjang 1,00-2,50 m naik dengan kelipatan panjang 25 cm Panjang 2,50-11,00 m ke atas naik dengan kelipatan panjang 50 cm Panjang 11,00 m ke atas naik dengan kelipatan panjang 100 cm 3. Kayu Bundar Besar (KBB) yang disebut sortimen AIII Diameter 30 cm ke atas (naik dengan kelipatan diameter 1 cm) Panjang 0,4-10,00 m naik dengan kelipatan panjang 10 cm Panjang 10,00 m ke atas naik dengan kelipatan panjang 50 cm Dari setiap kayu yang dipotong harus diberi jarak spilasi (penambahan ukuran), tujuannya untuk menghindarkan kesalahan atau kekurangan ukuran panjang batang dalam pemotongan batang. Menurut Juta (1954) pembagian batang dan penggergajiannya sangat dipengaruhi oleh : a. Syarat-syarat yang diminta oleh pasar. b. Politik penjualan kayu. c. Kemungkinan penyaratan dan pengangkutan. d. Adanya industri-industri yang mengerjakan kayu. e. Pesanan perusahaan. C. Penelitian dan Pengukuran Waktu Kerja Penelitian kerja adalah istilah umum bagi teknik-teknik, khususnya penelitian metode dan pengukuran kerja, yang digunakan dalam pengamatan pekerjaan manusia dalam segala seginya dan yang secara sistematis menjurus ke penyelidikan dari semua faktor yang mempengaruhi dayaguna serta hemat cermatnya keadaan yang sedang diamati, agar dapat diperoleh perbaikan (International Labour Office 1979). Menurut Soemitro (1976) diacu dalam Andhika (2003), pengukuran kerja adalah teknik menentukan waktu untuk mengerjakan suatu tugas tertentu berdasarkan pada isi pekerjaan tersebut ditambah suatu prosentase kelelahan dan keterlambatan. Untuk tujuan penelitian waktu kerja adalah untuk menentukan waktu standar suatu pelaksanaan kerja, yaitu waktu yang diperlukan oleh seorang pekerja berpengalaman dan ahli dalam pelaksanaan kerja dengan cara tertentu dan berkecepatan normal.

6 Menurut Barnes (1958) diacu dalam Andhika (2003), pengukuran kerja digunakan untuk menentukan waktu yang dibutuhkan oleh pekerja yang berkualitas dan terlatih dengan baik yang bekerja pada kegiatan yang normal dalam melakukan suatu tugas yang spesifik. Dengan waktu kerja dapat diketahui hal-hal seperti : 1. Pengaruh perubahan kondisi kerja terhadap hasil kerja. 2. Akibat dari suatu hasil kerja. 3. Waktu yang diperlukan untuk melakukan suatu pekerjaan. Sanjoto (1958) menyatakan bahwa dalam menentukan waktu kerja sering ditemukan adanya kesukaran-kesukaran yang cukup menghambat kelancaran penelitian. Sehingga pekerjaan tersebut tidak dapat dilakukan oleh setiap orang, yang hanya sekedar mampu menggunakan jam henti (stopwatch) saja. Syaratsyarat yang diperlukan bagi seseorang yang melakukan penelitian waktu kerja, antara lain adalah : 1. Mempunyai pengalaman dalam bidang yang akan ditelitinya atau setidaknya pemahaman. 2. Mempunyai sifat teliti dalam bekerja. 3. Mengerti bahwa setiap persoalan atau tahapan yang sederhana tidak boleh diabaikan. 4. Memiliki kemampuan analitis 2). 5. Dapat mengawasi pekerjaan dengan baik. D. Prestasi Kerja Prestasi kerja adalah hasil kerja atau produksi dalam satuan kerja per satuan waktu. Banyaknya hasil kerja yang diperoleh seorang pekerja tergantung pada alat kerja, kecakapan, kemampuan serta keadaan tempat bekerja. Prestasi kerja ditentukan oleh faktor-faktor yang dapat diubah dan tidak dapat diubah (Wasono 1965, diacu dalam Alasi 2003). Menurut Sanjoto (1958) prestasi kerja dapat ditentukan dalam berbagai ukuran, ukuran prestasi kerja adalah sebagai berikut : 1. Satuan untuk hasil orang sehari 2. Analitis adalah kemampuan untuk menyelidiki terhadap suatu peristiwa yang sebenarnya (Kamus B. Indonesia 2005)

7 Banyaknya hasil ini bukanlah merupakan angka-angka prestasi yang obyektif, karena akan ditetapkan tidak hanya oleh lamanya waktu kerja dan usaha kerja saja, tetapi masih dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti keadaan tempat, cara kerja dan sebagainya. 2. Satuan bidang luas yang dikerjakan seseorang atau alat Satuan ini tidak obyektif karena tidak bebas dari pengaruh keadaan yang berbeda-beda. 3. Satuan orang per jam Satuan ini menunjukkan waktu kerja dan walaupun kurang terpengaruh oleh faktor-faktor seperti di atas, tetapi masih tergantung pada kecepatan kerja dan usaha yang dibutuhkan bagi pekerja tersebut. 4. Satuan Kerja dalam sistim satuan Bedeaux, sistim Univers dan sistim Reva a. Sistim satuan Bedeaux (B) Merupakan hasil kerja per menit dari pekerja normal yang cakap dan berpengalaman, yang bekerja dalam keadaan dan kecepatan normal serta mendapat waktu istirahat cukup. b. Sistim Univers Sistim ini pada prinsipnya sama dengan Bedeaux, hanya saja sistim ini dihitung dalam 0.01 jam. c. Sistim satuan Reva Prinsipnya sama dengan sistim satuan Bedeaux dan Univers. Menurut Juta (1954) untuk mencapai prestasi kerja yang tinggi, perlu dilakukan penyelidikan terhadap apa yang akan dikerjakan oleh pekerja. Tindakan penyelidikan itu antara lain : 1. Cara pelaksanaan pekerjaan. 2. Sikap badan dan gerak pada sesuatu pekerjaan. 3. Alat yang tepat. 4. Pemakaian otot-otot yang tertentu. 5. Pegangan-pegangan dengan tangan. 6. Waktu bekerja dan istirahat. 7. Pakaian. 8. Makanan.

8 9. Pernafasan yang baik dan teratur, dan berhubung dengan itu sikap gerak badan yan tepat. Wasono (1965) diacu dalam Alasi (2003) bahwa prestasi kerja adalah sebagai hasil kerja atau produksi dalam satuan kerja per satuan waktu. Prestasi kerja dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut : P = HkX 60 h dimana : P = Prestasi kerja per jam yang dicapai (M 3 /jam) h = waktu kerja (menit) Hk = Hasil kerja (M 3 ) E. Faktor-faktor Pengaruh Prestasi Kerja Menurut Soekartika (1980) diacu dalam Alasi (2003), prestasi kerja yang dihasilkan sangat dipengaruhi oleh beberapa hal, antara lain metode dan cara kerja, alat-alat kerja dan lain-lain. Wasono (1965) diacu dalam Alasi (2003) mengemukakan bahwa prestasi kerja yang dihasilkan seorang pekerja tergantung kepada alat kerja, kecakapan dan keadaan lapangan di mana ia bekerja. Dalam kegiatan penebangan terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi kerja penebangan. Faktor-faktor tersebut adalah cuaca, topografi, kerapatan tumbuhan bawah, diameter pohon, performance alat, dan keterampilan serta motivasi operator. Untuk mendapat prestasi kerja penebangan yang tinggi semua pekerjaan harus diorganisir, harus berjalan menurut rencana, bila tidak akan kacau balau. Penebang yang satu dengan yang lain tidak boleh mengganggu. Agar prestasi kerja penebangan meningkat, maka selalu harus bekerja dengan alatalat yang tajam dan baik (Juta 1954).