5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kitosan Kitosan adalah salah satu senyawa turunan dari kitin. Kitin adalah polimer alami (biopolimer) terbesar kedua yang terdapat di alam setelah selulosa dengan rumus molekul (C 8 H 13 NO 5 )n. Senyawa kitin banyak terdapat pada dinding sel tumbuhan tingkat rendah seperti jamur dan juga terdapat pada kulit luar hewan tingkat rendah seperti udang, kepiting, dan cumi-cumi. Kitosan yang mempunyai rumus umum (C 6 H 11 NO 4 )n adalah suatu biopolimer yang tersusun dari kopolimer glukosamin dan N-asetilglukosamin dan mempunyai rantai tidak linier. Kitosan dapat dibuat dengan cara menghidrolisis kitin dengan menggunakan basa kuat sehingga terjadi deasetilasi dari gugus asetamida (NH-COCH 3 ) menjadi gugus amino (NH 2 ) (Savitri, dkk. 2010). Proses tersebut sering disebut sebagai deasetilasi kitin. Kitin memiliki sifat mudah terdegradasi secara biologis, tidak beracun, tidak larut dalam air, asam anorganik encer, serta asam-asam organik lainnya, tetapi larut dalam larutan dimetil asetamida dan litium klorida (Harianingsih, 2010). Sedangkan kitosan mudah larut dalam asam organik seperti asam formiat, asam asetat dan asam sitrat (Istiqomah, 2011). Struktur bangun kimia kitin dan kitosan murni terlihat pada Gambar 2.1 dan 2.2. Tampak bahwa kitin mengandung gugus asetamida (NHCOCH 3 ) dan kitosan mengadung gugus amino (NH 2 ) yang memberikan karakteristik sebagai penukar ion (ion exchange). Gambar 2.1 Struktur kitin (Lestari, dkk, 2011) 5
6 Gambar 2.2 Struktur kitosan (Lestari, dkk, 2011) Kitosan dapat dibuat menjadi membran dengan melarutkan kitosan pada asam organik seperti asam asetat (CH 3 COOH). Asam asetat adalah salah satu asam karboksilat paling sederhana, setelah asam format. Larutan asam asetat dalam air merupakan asam lemah, artinya hanya terdisosiasi sebagian menjadi ion H + dan CH3COO -. 2.2 Membran Membran merupakan suatu lapisan tipis yang memisahkan dua larutan. Membran dapat memisahkan dua komponen secara spesifik, yaitu dengan menahan atau melewatkan salah satu komponen dari komponen lainnya (Meriatna, 2008). Sifat tersebut disebut semipermeabel. Dengan sifat semipermeabel tersebut, maka membran dapat digunakan sebagai alat untuk memisahkan suatu komponen dari komponen lainnya. Proses pemisahan dapat terjadi karena adanya driving force (gaya pendorong atau penggerak) yang bekerja pada komponen-komponen di dalam larutan umpan (feed), antara lain: perbedaan konsentrasi (ΔC), gradient tekanan (ΔP), gradient temperatur (ΔT) dan gradient potensial listrik (ΔV) (Puspita, 2014). Teknologi pemisahan menggunakan membran memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan teknik pemisahan yang lain, sehingga teknologi membran semakin banyak dikembangkan. Keunggulan tersebut antara lain proses pemisahannya dapat dilakukan secara kontinu, konsumsi energi cenderung rendah, dapat dikombinasikan dengan proses pemisahan lain, sifat-sifat dan variabel membran dapat disesuaikan, dan zat aditif yang digunakan tidak terlalu banyak (Suseno, 2003).
7 2.2.1 Jenis-jenis membran Membran dapat digolongkan berdasarkan beberapa faktor, diantaranya material dasar pembuatan, struktur/morfologi, prinsip pemisahan, dan sifat listrik. A. Pengelompokan membran berdasarkan material pembuatan Berdasarkan jenis material pembuatannya, membran dapat dikelompokkan menjadi 2 (Mulder, 1996), yaitu: 1. Membran alami adalah membran yang terdapat di jaringan makhluk hidup. Membran alami sering disebut membran sel. Salah satu fungsi dari membran sel adalah sebagai alat transpor zat pada sel. 2. Membran sintetik (membran buatan) adalah membran yang dibuat sesuai dengan kebutuhan. Membran sintetik dapat dibedakan menjadi membran organik dan anorganik. Membran organik adalah membran dengan bahan penyusun utamanya polimer organik seperti selulosa, selulosa nitrat, polisulfon, poliamida, dan kitosan. Membran anorganik adalah membran dengan bahan penyusun utamanya adalah logam (seperti membran plat logam tipis yang terbuat dari palladium, perak, dan campuran keduanya), gelas (seperti Pyrex dan Vycor yang mengandung SiO 2, B 2 O 3, dan Na 2 O), atau campuran keduanya, yang disebut sebagai keramik atau non logam, seperti siliciumcarbide, zirconiumoxide, dan titaniumoxide. B. Pengelompokan membran berdasarkan struktur/morfologi Berdasarkan morfologinya, membran dibedakan menjadi 2 (Mulder, 1996), yaitu: 1. Membran simetri adalah membran yang mempunyai ukuran dan kerapatan pori homogen pada ke dua sisi membran. Ketebalan membran sekitar10-200 µm. 2. Membran asimetri adalah membran yang mempunyai ukuran pori lebih kecil dan distribusi pori lebih rapat pada lapisan permukaannya, sedangkan pada lapisan pendukung ukuran porinya lebih besar dan distribusi porinya lebih renggang. Ketebalan lapisan permukaan membran ini adalah 0,1-0,5 µm, sedangkan ketebalan lapisan pendukungnya adalah 50-150 µm.
8 C. Pengelompokan membran berdasarkan prinsip pemisahan Berdasarkan prinsip pemisahannya, membran dapat dikelompokkan menjadi 3 (Mulder, 1996), yaitu: 1. Membran berpori, adalah membran yang melakukan pemisahan berdasarkan perbedaan ukuran partikel. Membran tersebut digunakan dalam teknik ultrafiltrasi dan mikrofiltrasi. Selektivitas membran terutama ditentukan oleh ukuran pori terhadap ukuran partikel yang akan dipisahkan. Bahan pembuatan membran tidak memberikan pengaruh yang begitu besar pada pemisahan tersebut. 2. Membran non pori. Membran jenis ini mampu memisahkan molekul yang berukuran hampir sama. Proses pemisahan terjadi melalui perbedaan daya larut dan atau difusi. Ini berarti bahwa sifat intrinsik material menentukan tingkat selektivitas dan permeabilitas. 3. Membran cair (berbentuk emulsi), dimana di dalam membran terdapat zat pembawa yang menentukan selektivitasnya terhadap komponen tertentu yang akan dipisahkan. Pemisahan menggunakan membran cair sering dilakukan dengan teknik difusi, yang dapat dilakukan dengan memilih jenis emulsi dan zat pembawa yang spesifik untuk zat tertentu. D. Pengelompokan membran berdasarkan sifat listrik Berdasarkan sifat listriknya, membran sintetik dikelompokkan menjadi 2 (Mulder, 1996; Nuwair, 2009), yaitu: 1. Membran tidak bermuatan tetap Membran tidak bermuatan tetap disebut juga membran netral. Membran ini terdiri dari polimer yang tidak mengikat ion-ion sebagai ion tetap dan bersifat selektif terhadap larutan kimia. Selektivitas membran netral ditentukan oleh unsur-unsur penyusun, ikatan kimia, ukuran pori-pori, daya tahan terhadap tekanan dan temperatur, resistivitas dan konduktansi, serta sifat listrik lainnya. 2. Membran bermuatan tetap Membran bermuatan tetap adalah membran dimana molekul-molekul ioniknya menempel pada kisi (lattice) membran secara kimia. Ion-ion tidak dapat berpindah dan membentuk lapisan tipis bermuatan pada membran. Membran ini
9 dapat dilewati oleh ion-ion tertentu. Berdasarakan sifat tersebut membran ini dikelompokan menjadi tiga, yaitu: a. Membran penukar kation/cation Exchange Membran (CEM) adalah membran bermuatan anion, yang hanya dapat dilewati oleh kation. b. Membran penukar anion/anion Exchange Membran (AEM) adalah membran bermuatan kation, yang hanya dapat dilewati oleh anion. c. Double Fixed Charge Membran (DFCM) adalah membran bermuatan yang memiliki muatan anion dan kation pada bagian lattice tertentu. Membran ini dapat dilewati oleh anion maupun kation. 2.3 Karakterisasi Gugus Fungsional Membran Kitosan Penentuan gugus fungsional yang terdapat pada membran kitosan dapat dilakukan dengan Fourier Transform Infrared Spectrophotometer (FTIR). Pengukuran dilakukan pada spektrum inframerah daerah tengah yaitu pada bilangan gelombang 4000-400 cm -1. Metoda ini didasarkan pada interaksi antara radiasi inframerah dengan materi. Interaksi ini berupa absorbsi pada frekuensi (bilangan gelombang) atau panjang gelombang tertentu, yang berhubungan dengan energi transisi antara berbagai keadaan energi vibrasi molekul. Oleh karena itu setiap gugus fungsi memiliki bilangan gelombang yang khas seperti pada Tabel 2.1. Tabel 2.1 Rentang bilangan gelombang untuk beberapa gugus fungsi umum pada spektra inframerah (Erika Winasri, 2013) Ikatan yang menyebabkan absorbansi (gugus fungsi) Alkana C-H dari metil (-CH 3 ) C-H dari metilen Alkohol O-H dari alkohol primer (-CH 2 OH) C-O dari alkohol primer (-CH 2 OH) O-H dari alkohol sekunder (-CHOH) C-O dari alkohol sekunder (-CHOH) Amida N-H dari amida sekunder (-CONH-) C-O dari amida sekunder (-CONH-) Amina N-H dari amina sekunder (R-NH 2 ) C-O dari amina primer Bilangan gelombang (cm -1 ) 3000-2800 2940-1915 3700-3200 1080-1010 3635-3200 1120-1030 3430-3140 1700-1600 3500-3400 1340-1250
10 Sedangkan gugus-gugus fungsi pada kitin dan kitosan dapat dilihat pada Tabel 2.2. Tabel 2.2 Karakteristik gugus fungsi kitin dan kitosan (Wiyarsi, dkk, 2009) Gugus fungsi Bilangan gelombang (cm -1 ) Kitin Kitosan OH stretching 3500 3450, 3340 NH (-NH 2 ) streching - 3400 NH (-NHCOCH 3 ) streching 3265, 3100 - CH (CH 3 ) streching 2961 (lemah) - CH (-CH 2 -) stretching asym 2928 2926 CH (-CH 2 -) stretching sym 2871 2864 C=O (-NHCOCH 3 -) stretching 1655 1650 (lemah) NH (-NHCOCH 3 ) bending 1560 - CN (-NHCOCH 3 ) streching 1310 - NH (R-NH 2 ) bending - 1596 CN stretching - 1200-1020 CH (-CH 2 -) bending asym 1426 1418 CH (-CH 2 -) bending sym 1378 1377 C-O (-C-O-C-) stretching asym 1077 1082 C-O (-C-O-C-) stretching sym 1024 1033 2.4 Mekanisme Transport Ion Pada Membran Transport ion pada membran adalah proses perpindahan ion-ion melalui membran tersebut. Hal ini dapat terjadi melalui proses transport pasif dan aktif. Transport pasif adalah perpindahan ion-ion di dalam membran yang digerakkan oleh perbedaan tekanan, perbedaan konsentrasi, atau perbedaan temperatur di antara ke dua sisi membran. Transport pasif terjadi tanpa memerlukan energi dan bersifat spontan. Salah satu contoh transport pasif yaitu difusi. Sedangkan transport aktif adalah kebalikan dari transport pasif yaitu arah perpindahannya melawan gradien konsentrasi dan bersifat tidak spontan atau memerlukan energi dari luar. Transport ion pada membran terjadi salah satunya karena adanya perbedaan konsentrasi antara ke dua sisi membran. Adanya beda konsentrasi ini akan menimbulkan beda tegangan antara kedua sisi membran, yang besarnya memenuhi persamaan Nernst (Hobbie, Russell K, 1978), yaitu:
11 k B T C1 V ln ze C 2 (2.1) Dimana: = beda tegangan antara ke dua sisi membran (V) = konstanta Boltzman (1,38 x 10-23 JK -1 ) T = temperatur larutan (K) e = muatan elektron (1,602 x 10-19 C) z = valensi ion C1 = konsentrasi larutan elektrolit di Ruang 1 (M) C2 = konsentrasi larutan elektrolit di Ruang 2 (M) Mekanisme transport ion pada membran dengan gaya pendorong berupa konsentrasi terjadi secara difusi. Gambar 2.3 menggambarkan peristiwa difusi pada molekul yang sama. Misalkan dalam suatu ruangan disekat dengan sebuah membran sehingga terbentuk dua ruangan. Ruang pertama disebut ruang A dan ruang kedua disebut ruang B. Pada ke dua ruang tersebut diisi larutan yang sama dengan konsentrasi berbeda. Jika larutan pada ruang A memiliki konsentrasi lebih tinggi daripada ruang B, maka akan terjadi perpindahan partikel dari A menuju B. A B Gambar 2.3 Peristiwa difusi (Puspita, 2014) Jika perbedaan konsentrasi kecil maka kerapatan fluks sebanding dengan gradien konsentrasinya, yang secara matematik dituliskan sebagai: dc Jdiff D dx (2.2)
12 dimana: = kerapatan arus (Am -2 ) dc dx = konstanta difusi (m 2 s -1 ) = gradien konsentrasi (Mm -1 ) Persamaan 2.2 disebut Hukum Fick. Dengan konstanta Difusi (Sukardjo, 1989), yaitu: 1 D V C1 log C2 (2.3) dengan: V = beda tegangan terukur (V), dan = mobilitas ion (m 2 s -1 V -1 ) adalah 2 x ze C1 k BTt log C2 (2.4) dengan: t = waktu (s) x = jarak ke dua elektroda (m) Dengan demikian persamaan 2.2 dapat dinyatakan sebagai J diff V x 2 ze C1 k BTtlog C2 2 dc dx (2.5) Mekanisme transport ion dapat dijelaskan melalui kurva arus-tegangan (I-V) yang menggambarkan sifat listrik dan polarisasi ion dari membran, seperti tampak pada Gambar 2.4. Polarisasi ion adalah fenomena yang terjadi pada permukaan membran pertukaran ion dan larutan elektrolit pada saat arus melewati membran. Kurva karakteristik I-V membran pertukaran ion dapat dibagi menjadi tiga daerah. Daerah I adalah daerah Ohmik, II adalah daerah plateu, dan III adalah daerah peningkatan arus secara cepat. Pada daerah Ohmik, kenaikan rapat arus adalah sebanding dengan kenaikan beda potensial listrik, yang memenuhi hukum Ohm. Dengan meningkatnya kerapatan arus maka pada suatu saat akan tercapai suatu kondisi dimana tidak terjadi kenaikan arus atau kenaikan mendekati nol, yang dikenal sebagai daerah plateu. Daerah
13 ini disebut sebagai batas kerapatan arus (limiting current density (LCD)), yaitu besar arus yang diperlukan untuk memindahkan semua ion yang ada pada suatu larutan. Perubahan kurva I-V di daerah plateu tersebut diikuti oleh daerah III, dimana slope kurva I-V meningkat kembali dan mencapai nilai asymptotic dengan besar slope lebih rendah dari slope daerah I. Bentuk kurva I-V membran pertukaran ion bervariasi sesuai dengan kondisi internal dan eksternal membran tersebut. Kondisi internal meliputi jenis dan morfologi membran, sedangkan kondisi eksternalnya meliputi konsentrasi larutan, laju aliran dan kondisi fisika-kimia permukaan membran. Gambar 2.4 Kurva karakteristik arus-tegangan membran penukar kation (Chamoulaud, 2004) 2.5 Radiasi Ultraviolet (UV) Sinar ultraviolet merupakan bagian dari spektrum elektromagnetik dengan panjang gelombang antara 40-400 nm. Sumber UV dapat berasal dari alam maupun buatan. Sumber alamiah adalah sinar matahari yang sekaligus merupakan sumber UV terbesar. Sedangkan sumber buatan dapat dihasilkan oleh lampu germicidal, lampu merkuri (mercury vapor lamps) dan lampu halogen. Sinar UV menurut panjang gelombangnya dibedakan atas UV-Vacum, UV Jauh, UV-A, UV-B dan UV-C. UV-Vacum merupakan sinar UV yang memiliki rentang panjang gelombang 40-190 nm dan UV Jauh berada pada rentang 190-220 nm. Radiasi UV-A memiliki panjang gelombang pada rentang 320-400 nm yang juga disebut
14 sebagai UV gelombang panjang. UV-B adalah radiasi UV dengan panjang gelombang 290-320 nm, disebut sebagai UV gelombang menengah (medium wave). Sedangkan UV-C adalah radiasi UV yang memiliki energi paling tinggi dibandingkan dengan UV- B dan UV-A dengan rentang panjang gelombang 220-290 nm. Radiasi UV-C juga disebut UV gelombang pendek (Erika Winasri, 2013). 2.6 Interaksi Radiasi UV dengan Materi Jika suatu materi menyerap sinar UV maka akan terjadi perpindahan elektron. Perpindahan elektron ini disebut transisi elektronik. Transisi elektronik dapat diartikan sebagai perpindahan elektron dari satu orbital ke orbital yang lain. Disebut transisi elektronik karena elektron yang menempati satu orbital dengan energi terendah dapat berpindah ke orbital lain yang memiliki energi lebih tinggi jika menyerap energi, begitupun sebaliknya. Paparan radiasi UV pada suatu materi, khususnya membran, dapat mengakibatkan membran terdegradasi. Degradasi bahan tersebut dapat menyebabkan perubahan warna sampai mempengaruhi sifat mekanik yang akan membatasi performa bahan (Primanti, 2012). Paparan radiasi UV khususnya UV-C menyebabkan perubahan struktur kimia membran yang ditunjukkan dengan adanya pergeseran bilangan gelombang dari masing-masing gugus fungsi ke bilangan gelombang lebih besar dengan absorbansi semakin meningkat serta dengan bertambahnya waktu paparan sinar UV-C dapat menyebabkan diameter pori membran menjadi lebih besar (Erika Winasri, 2013).