BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 59 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 PENDAHULUAN Pada bab IV ini akan menjelaskan kajian dari efek fotoinisiator yang akan mempengaruhi beberapa parameter seperti waktu pemolimeran, kelarutan poly tetrahydrofurfuryl acrylate (pthfa), dan sifat transition glass (Tg) poly tetrahydrofurfuryl acrylate (pthfa). Lalu menjelaskan hasil analisis struktur poly tertrahydrofurfuryl acrylate (pthfa) dengan menggunakan instrumen seperti Fourier Transform Infrared (FTIR), dan terakhir dilakukan pengujian terhadap kinerja baterai. 4.2 KAJIAN DARI EFEK FOTOINISIATOR Selama ini poly tetrahydrofurfuryl acrylate (pthfa) belum disediakan dengan menggunakan foto polimer, kebanyakan poly tetrahydrofurfuryl acrylate (pthfa) dengan menggunakan pengaliran (reflux) dengan sistem pemanasan (thermal) yang waktunya 7 sampai 8 jam atau dengan waktu yang tidak sebentar (Mochizuki et al., 2009). Selain itu beberapa jenis acrylate yang lain sudah bisa di foto polimerkan seperti potassium ion sensor berdasarkan photocured (Alva & Lee, 2011). Berdasarkan kajian dari efek fotoinisiator bahwa kosentrasi fotoinisiator akan mempengaruhi beberapa parameter seperti waktu pemolimeran, kelarutan poly tetrahydrofurfuryl acrylate (pthfa), dan sifat transition glass (Tg) poly

2 60 tetrahydrofurfuryl acrylate (pthfa). Kajian pemilihan kosentrasi dari fotoinisiator yaitu menggunakan rasio campuran 100:1, 100:2, 100:3, 100:4, dan 100:5 atau 5 fariasi kosentrasi. Berdasarkan ke-5 kosentrasi tersebut didapat hasil sebagai berikut. 1. Waktu pemolimeran Untuk mengetahui waktu pemolimeran poly tetrahydrofurfuryl acrylate (pthfa), maka dilakukanlah pengujian pada masing-masing rasio campuran yaitu 100:1, 100:2, 100:3, 100:4, dan 100:5 dengan ukuran pthfa sebesar 20 µl. Untuk lebih jelasnya hasil dari waktu pemolimeran rasio campuran 100:1, 100:2, 100:3, 100:4, dan 100:5 dapat dilihat pada Tabel 4.1. Tabel 4.1 Nilai hasil pengujian waktu pemolimeran dari masing-masing rasio campuran No Rasio campuran Jumlah percobaan Rata-rata 1 100:1 3 menit 3 menit 2 menit 2 menit 3 menit 2.6 menit 2 100:2 3 menit 2 menit 3,5 menit 2 menit 2 menit 2.5 menit 3 100:3 2.5 menit 2 menit 2 menit 2 menit 3 menit 2.2 menit 4 100:4 2.5 menit 2 menit 2 menit 2 menit 2 menit 2.1 menit 5 100:5 2 menit 2.5 menit 2 menit 1.5 menit 1 menit 1.8 menit Dari Tabel 4.1 diatas dapat dijelaskan bahwa rasio campuran 100:1 pada percobaan ke-3 dan ke-4 memiliki waktu pemolimeran selama 2 menit lebih singkat dari percobaan ke- 1, 2, dan 5 maka rata-rata waktu pemolimeran dari rasio campuran 100:1 adalah 2,6 menit. Pada rasio campuran 100:2 di percobaan ke-3 memiliki waktu pemolimeran selama 3,5 menit lebih lama dari percobaan ke-1 yaitu 3 menit, ke-2, 4, dan 5 yaitu 3 menit, dan rata-rata waktu pemolimeran dari rasio campuran 100:2 adalah 2,5 menit. Rasio campuran 100:3 kita dapat amati pada percobaan ke-2, 3, dan 4 memiliki waktu pemolimeran yang singkat yaitu 2 menit dari pada percobaan ke-1 dan ke-5, maka rata-rata waktu pemolimeran dari rasio campuran 100:3 adalah 2,2 menit. Pada rasio campuran 100:4 terjadi percepatan pada waktu pemolieran yaitu rata-rata waktu pemolimeran 2,1 menit. Di rasio campuran 100:5 kita dapat lihat pada percobaan ke-5 memiliki waktu pemolimeran yang singkat yaitu selama 1 menit dari pada percobaan

3 61 ke-1, 2, 3, dan 4 jadi rata-rata waktu pemolimeran dari rasio campuran 100:5 adalah 1,8 menit. Dari pengujian pada masing-masing rasio campuran yaitu 100:1, 100:2, 100:3, 100:4, dan 100:5 diperoleh rata-rata waktu pemolimeran yang paling singkat adalah pada rasio campuran 100:5 dengan waktu pemolimeran 1,8 menit. Hal ini dikarenakan kosentrasi dari fotoinisiator yang banyak, maka hanya membutuhkan waktu pemolimeran yang singkat. Sebaliknya jika kosentrasi dari fotoinisiator yang sedikit waktu yang dibutuhkan untuk pemolimeran jadi lama. 2. Pengujian Kelarutan Poly tetrahydrofurfuryl acrylate (pthfa) mempunyai sifat yang sedikit larut dalam air (Zioga et al., 1997), maka dalam kajian ini dilakukan percobaan kelarutan. Namun demikian belum ditemukan catatan tentang fotopolimer tetrahydrofurfuryl acrylate (THFA), maka dilakukan pengujian kelarutan didalam air. Untuk mengetahui suatu hasil yang baik dari pengujian kelarutan poly tetrahydrofurfuryl acrylate (pthfa), maka yang diketahui dari eksperimen adalah: Diketahui: Density THFA (d) = 1,064 gram/mol. Berat molekul (BM) awal THFA = 156,18 gram/mol. Ukuran pthfa (V) setelah dipolimerkan = 15 µl. = 15 µl/1000ml = 0,015 ml. pthfa 100:1 berat awal = 0,0508 gram. pthfa 100:1 berat setelah direndam 1 hari = 0,0389 gram. a. Perhitungan massa pthfa: Massa = d x V = 1,064 gram/mol x 0,015 ml = 0,01596 gram

4 62 b. Perhitungan persentase (%) kehilangan berat pthfa: Kehilangan berat = berat awal berat setelah direndam selama 1 hari = 0,0508 gram - 0,0389 gram = 0,0119 gram Persentase (%) kehilangan berat = ( ) = 30,59 % 30,6 % Maka persentase (%) hasilnya = 100 % - 30,6 % = 69,4 % c. Perhitungan perbandingan gram antara massa pthfa dengan berat setelah direndam selama 1 hari: = massa THFA : berat setelah direndam selama 1 hari = 0,01596 gram : 0,0389 gram = 1 : 2,4273 d. Perhitungan berat molekul (BM) setelah dipolimerkan: BM = mol = = 1,022 x 10-4 mol e. Perhitungan perbandingan berat molekul: Berat molekul (BM) pthfa setelah dipolimerkan dengan berat molekul setelah direndam selama 1 hari dibagi dengan Berat molekul (BM) awal THFA. = 1,022 x 10-4 mol : ( ) = 1,022 x 10-4 mol : 2,49 x 10-4 mol = 1 : 2,4364 f. Perhitungan berat molekul (BM) akhir: BM = 2,4364 x 156,18 gram/mol = 380,52 gram/mol Untuk lebih jelasnya hasil dari rasio campuran 100:1, 100:2, 100:3, 100:4, dan 100:5 dapat dilihat pada Tabel 4.2.

5 63 Tabel 4.2 Nilai hasil pengujian kelarutan dari masing-masing rasio campuran No Rasio campuran Persentase kekurangan berat (%) Persentase hasilnya (%) Perbandingan gram massa pthfa perbandingan berat molekul setelah dipolimerkan Berat molekul (BM) akhir (gram/mol) 1 100:1 30,6 69,4 1 : 2, : 2, , :2 31,3 68,7 1: 2, : 2, , :3 36,5 63,5 1: 3, : 3, , :4 11,1 88,9 1: 2,0301 1: 2, , :5 19,4 80,6 1: 3,2268 1: 3, ,77 Dari Tabel 4.2 diatas dapat dijelaskan bahwa rasio campuran 100:1 memiliki persentase kekurangan berat 30,6 % sehingga persentase hasilnya sebesar 69,4 %, sementara perbandingan gram massa pthfanya yaitu 1 : 2,4373 dan perbandingan berat molekul setelah dipolimerkan sebesar 1 : 2,4364. Maka didapat berat molekul akhirnya adalah 380,52 gram/mol. Lalu rasio campuran 100:2 memiliki persentase kekurangan berat 31,3 % sehingga persentase hasilnya sebesar 68,7 %, sementara perbandingan gram massa pthfanya yaitu 1: 2,6253 dan perbandingan berat molekul setelah dipolimerkan sebesar 1 : 2,6223. Maka didapat berat molekul akhirnya adalah 409,55 gram/mol. Rasio campuran 100:3 memiliki persentase kekurangan berat 36,5 % sehingga persentase hasilnya sebesar 63,5 %, sementara perbandingan gram massa pthfanya yaitu 1: 3,1955 dan perbandingan berat molekul setelah dipolimerkan sebesar 1 : 3,1996. Maka didapat berat molekul akhirnya adalah 499,71 gram/mol. Sedangkan rasio campuran 100:4 memiliki persentase kekurangan berat 11,1 % sehingga persentase hasilnya sebesar 88,9 %, sementara perbandingan gram massa pthfanya yaitu 1: 2,0301 dan perbandingan berat molekul setelah dipolimerkan sebesar 1: 2,0254. Maka didapat berat molekul akhirnya adalah 316,33 gram/mol. Dan pada rasio campuran 100:5 memiliki persentase kekurangan berat 19,4 % sehingga persentase hasilnya sebesar 80,6%, sementara perbandingan gram massa pthfanya yaitu 1:3,2268 dan perbandingan berat molekul setelah dipolimerkan sebesar 1: 3,2192. Maka didapat berat

6 64 molekul akhirnya adalah 502,77 gram/mol dan merupakan berat molekul yang paling berat diantara rasio campuran 100:1, 100:2, 100:3, dan 100:4. 3. Pengujian transition glass (Tg) Berikut ini adalah grafik hasil analisis poly tetrahydrofurfuryl acrylate (pthfa) dengan menggunakan Transition glass (Tg): Gambar 4.1 Grafik transition glass (Tg) pthfa 100:1 Dari Gambar 4.1 dapat dilihat dari start atau mulainya transition glass (Tg) pthfa 100:1 pada point of raction 337,8 0 C dari fasa lembut menjadi fasa glass pada peak maximum yaitu 401,6 0 C dalam waktu 7 menit dengan membutuhkan energi (enthalpy) sebesar 203,90 J/g. Karena dalam keadaan fasa lembut, maka memerlukan energi yang lebih besar untuk melakukan perubahan ke fasa glass.

7 65 Gambar 4.2 Grafik transition glass (Tg) pthfa 100:2 Dari Gambar 4.2 dapat dilihat dari start atau mulainya transition glass (Tg) pthfa 100:2 pada point of raction 317,2 0 C dari fasa lembut untuk menuju ke fasa glass pada peak maximum yaitu 393,5 0 C dalam waktu 7 menit dengan membutuhkan energi (enthalpy) sebesar 144,96 J/g. Dapat dilihat bahwa 100:2 sudah mengalami sedikit lebih keras, maka dalam keadaan fasa lembut memerlukan energi (enthalpy) 144,96 J/g yang sedikit berkurang dari 100:1 untuk melakukan perubahan ke fasa glass.

8 66 Gambar 4.3 Grafik transition glass (Tg) pthfa 100:3 Dari Gambar 4.3 dapat dilihat transition glass (Tg) pthfa 100:3 perubahan fasa terjadi dua kali, peak yang pertama point of ractionnya 312,3 0 C menjadi fasa glass pada peak maximum yaitu 319,2 0 C pendek dalam waktu 1 menit dengan membutuhkan energi (enthalpy) sebesar 79,27 J/g. Sedangkan pada peak yang ke dua point of ractionnya adalah 368,1 0 C menjadi fasa glass pada peak maximum yaitu 404,8 0 C dalam waktu yang relatif singkat yaitu 3 menit dengan membutuhkan energi (enthalpy) sebesar 75,68 J/g. Karena sudah dalam keadaan sedikit lebih keras maka 100:3 hanya memerlukan energi (enthalpy) yang lebih kecil untuk berubah menjadi fasa glass.

9 67 Gambar 4.4 Grafik transition glass (Tg) pthfa 100:4 Dari Gambar 4.4 dapat dilihat transition glass (Tg) pthfa 100:4 juga mengalami perubahan fasa dua kali, pada peak yang pertama point of ractionnya 320,3 0 C menjadi fasa glass pada peak maximum yaitu 329,1 0 C pendek dengan membutuhkan energi (enthalpy) sebesar 52,05 J/g. Sedangkan pada peak yang ke dua point of ractionnya adalah 373,0 0 C menjadi fasa glass pada peak maximum yaitu 405,3 0 C dalam waktu yang relatif singkat yaitu 3 menit dengan membutuhkan energi (enthalpy) sebesar 64,13 J/g. Karena sudah dalam keadaan agak keras maka 100:4 hanya memerlukan energi (enthalpy) yang lebih kecil untuk berubah menjadi fasa glass yaitu 64,13 J/g.

10 68 Gambar 4.5 Grafik transition glass (Tg) pthfa 100:5 Dari Gambar 4.6 dapat dilihat transition glass (Tg) pthfa 100:5 dengan 100:4 itu hampir sama nilainya, pada peak yang pertama point of ractionnya 316,5 0 C berubah ke fasa glass pada peak maximum yaitu 331,9 0 C dalam waktu 1 menit dengan membutuhkan energi (enthalpy) sebesar 72,19 J/g. Sedangkan pada peak yang ke dua point of ractionnya adalah 379,1 0 C menjadi fasa glass pada peak maximum yaitu 405,7 0 C dalam waktu yang relatif singkat juga yaitu 3 menit dengan membutuhkan energi (enthalpy) sebesar 81,92 J/g. Tujuan dari pengujian transition glass (Tg) adalah untuk mengetahui pengaruh dari penggunaan fotoinisiator terhadap sifat transition glass (Tg) dari polimer. Jadi dapat disimpulkan bahwa poly tetrahydrofurfuryl acrylate (pthfa) 100:1 lebih lembut, karena memerlukan energi (enthalpy) yang lebih besar untuk berubah ke fasa glass yaitu 203,90 J/g. Sementara mulai dari poly tetrahydrofurfuryl acrylate (pthfa) 100:3 sampai 100:5 perubahan fasa itu terjadi dua kali karena ada dua peak. Lalu tetrahydrofurfuryl acrylate (pthfa) 100:4 dan 100:5 itu hampir sama point of ractionnya jadi tidak terlalu jauh bedanya.

11 69 Berdasarkan data dari pembahasan waktu pempolimeran sampai dengan pembahasan transition glass (Tg) terlihat bahwa jumlah kosentrasi dari fotoinisiator memperlihatkan pengaruh dalam proses pempolimeran. Hal ini dikarenakan dimana pada kosentrasi yang lebih rendah pthfa cenderung lebih lambat untuk berubah menjadi fasa glass dan cenderung mempunyai daya kelarutan lebih tinggi serta memiliki sifat transition glass (Tg) yang lebih tinggi yaitu 81 %. Hal ini sesuai dengan pernyataan (Zioga et al., 1997) bahwa pada kosentrasi yang rendah tidak semua monomer terbentuk berubah menjadi polimer, sehingga menghasilkan polimer yang lebih lembut dan sedikit larut dalam air. 4.3 HASIL ANALISIS STRUKTUR POLY TETRAHYDROFURFURYL ACRYLATE (pthfa) Untuk menganalisis poly tetrahydrofurfuryl acrylate (pthfa) ini digunakan metode Fourier Transform Infrared (FTIR). FTIR bertujuan untuk mengetahui gugus fungsi pada poly tetrahydrofurfuryl acrylate (pthfa). Berikut ini adalah grafik hasil analisis poly tetrahydrofurfuryl acrylate (pthfa) dengan menggunakan Fourier Transform Infrared (FTIR): %Transmittance Wavenumbers (cm-1) Gambar 4.6 Grafik spektrum infrared poly tetrahydrofurfuryl acrylate (pthfa)

12 70 Untuk determinasi gugus fungsi, pengamatan pertama kali ditujukan pada puncak yang berada pada daerah gelombang Daerah sebelah kanan disebut daerah sidik jari (fingerprint region). Daerah sidik jari akan khas dengan masing-masing senyawa. Pada gambar diatas dibagi menjadi 4 daerah dimana puncak karakteristik ada. Rentang wilayah pertama dari ke Rentang wilayah kedua dari sampai Ketiga wilayah berkisar dari sampai Rentang wilayah keempat dari ke 400. Pada rentang wilayah pertama yaitu , puncak sesuai dengan penyerapan yang disebabkan oleh NH, CH, dan obligasi OH tunggal. Pada wilayah kedua kisaran , puncak sesuai dengan penyerapan yang disebabkan oleh ikatan rangkap tiga. Pada wilayah ketiga kisaran , puncak sesuai dengan penyerapan yang disebabkan oleh ikatan rangkap seperti C=O, C=N, dan C=C (Ferry, 2011). Dalam spektrum infrared, transmitan yaitu cahaya IR (infrared ) yang masuk kedalam sampel itu diteruskan ke detektor, munculnya angka pada nilai gelombang berdasarkan energi ikat dari sampel tersebut. Karena energi dan panjang gelombang berbanding terbalik, hal ini menunjukan bahwa panjang gelombangnya tinggi sehingga energinya rendah. Maka pada rentang wilayah bilangan gelombang adanya jenis ikatan CH alkana dapat diketahui dari adanya serapan pada gelombang 2875, ,83. Adanya srapan kuat dan tajam dari gugus fungsi C=O aldehida diperkuat dengan adanya puncak pada daerah sekitar gelombang yaitu serapan pada gelombang 1728,18. Lalu diantara gelombang 1593, ini menunjukan adanya ikatan C=C aromatic ring, dan C-O akohol, eter, asam karboksitat, ester pada daerah bilangan batas gelombang yaitu di daerah jari (fingerprint region). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 4.3.

13 71 Tabel 4.3 Nilai gelombang peak poly tetrahydrofurfuryl acrylate (pthfa) No Bilangan batas gelombang (cm -1 ) (Gugus) jenis ikatan Jenis senyawa CH Alkana C=O Aldehida , C=C Aromatic ring C-O Alkohol, eter, asam karboksitat, ester Berdasarkan data dari Fourier Transform Infrared (FTIR), maka didapatlah gambar struktur poly tetrahydrofurfuryl acrylate (pthfa). Yang dapat dilihat pada Gambar 4.7. * CH 2 CH CH2 CH2 * C O C O n O O CH 2 CH 2 O O Gambar 4.7 Struktur poly tetrahydrofurfuryl acrylate (pthfa)

14 DATA AWAL HASIL PENGUJIAN BATERAI SENG UDARA Dari hasil pengujian baterai seng udara dalam pembuatan membran poly tetrahydrofurfuryl acrylate (pthfa) terlihat pada Tabel 4.4 dari beberapa rasio pencampuran yaitu: 100;1, 100:2, 100:3, 100:4, dan 100:5. Adapun hasil pengujian pengukuran melalui proses elektrokimia dengan menggunakan alat digital multimeter atau AVO Meter (Ampere Volt Ohm) selama 10 menit didapatkan hasil berupa harga potensial tegangan (V) dan arus (ma). Tabel 4.4 Nilai rata-rata tegangan (V) dan arus (ma) dari masing-masing rasio campuran tiap 10 menit Rasio campuran 100:1 100:2 100:3 100:4 100:5 Waktu 10 menit Tegangan (V) Arus (ma) , , Rata-rata V ma

15 73 Dari hasil pengujian pembuatan membran poly tetrahydrofurfuryl acrylate (pthfa) baterai seng udara menggunakan beberapa variasi rasio pencampuran yaitu: 100;1, 100:2, 100:3, 100:4, dan 100:5. Dengan pengujian selama 10 menit didapatkan harga potensial tegangan (V) dan arus (ma) rata-rata yang optimal adalah dengan rasio campuran 100:3 yaitu dengan nilai tegangan (V) sebesar 1.03 dan nilai arus (ma) sebesar 1.14 ma. Syarat utama baterai mampu menghasilkan tegangan dari beda potensial ke dua elektroda dan arus listrik. Beda potensial terjadi karena perbedaan banyaknya jumlah elektron yang di produksi dari proses elektrokimia. Sedangkan arus listrik adalah banyaknya muatan listrik yang disebabkan dari pergerakan-pergerakan elektron yang diproduksi dari reaksi elektrokimia (Tamez & Julie, 2007). Dari hasil analisis data pengujian membran poly tetrahydrofurfuryl acrylate (pthfa) baterai seng udara menggunakan beberapa variasi rasio pencampuran sebesar 100:1, 100:2, 100:3, 100:4, dan 100:5, dari Tabel 4.1 didapatkan harga potensial tegangan (V) dan arus (ma) yang optimal selama 10 menit dengan rasio campuran 100:3 yaitu dengan nilai tegangan (V) sebesar 1.03 V dan nilai arus (ma) sebesar 1.14 ma. 4.5 DATA HASIL PENGUJIAN ENERGI LISTRIK BATERAI SENG UDARA MENGGUNAKAN VARIASI RASIO CAMPURAN Hasil pengujian pembuatan baterai seng udara menggunakan variasi rasio campuran poly tetrahydrofurfuryl acrylate (pthfa) didapat hasil data seperti yang terlihat pada Tabel 4.5, Gambar 4.8 dan 4.9. Tabel 4.5 Karakteristik tegangan (V) dan arus (ma) menggunakan variasi rasio Variasi rasio campuran campuran poly tetrahydrofurfuryl acrylate (pthfa) terhadap waktu ke-1 ke-2 Tegangan (V) ke-3 ke-4 ke-5 100: : :

16 74 100: : Variasi rasio campuran ke-1 ke-2 Arus (ma) ke-3 ke-4 ke-5 100: : : : : Tegangan (V) 1,60 1,40 1,20 1,00 0,80 0,60 0,40 0,20 0,00 Karakteristik tegangan (V) variasi rasio campuran THFA terhadap waktu ke-1 1,34 1,21 1,15 1,17 1,22 ke-2 1,17 1,07 0,90 0,89 0,81 ke-3 Waktu 1,22 1,02 0,99 0,89 0,93 0,98 0,87 0,81 0,77 0,76 0,70 0,67 0,65 0,69 0,63 ke-4 ke-5 100;1 100;2 100;3 100;4 100;5 Gambar 4.8 Grafik karakteristik tegangan (V) variasi rasio campuran pthfa terhadap waktu

17 75 Arus (ma) le 1,20 1,00 0,80 0,60 0,40 0,20 0,00 Karakteristik arus (ma) variasi rasio campuran THFA terhadap waktu ke-1 1,02 1,06 1,03 1,07 1,00 0,99 0,94 0,93 0,97 ke-2 ke-3 0,93 0,90 0,85 0,78 ke-4 0,82 0,81 0,85 0,76 0,63 0,65 0,63 0,52 0,54 ke-5 100;1 100;2 100;3 100;4 100;5 Waktu Gambar 4.9 Grafik karakteristik arus (ma) variasi rasio campuran pthfa terhadap waktu Dari hasil pengujian pembuatan baterai seng udara menggunakan variasi rasio campuran poly tetrahydrofurfuryl acrylate (pthfa) yang dapat dilihat pada Tabel 4.5, Gambar 4.8 dan 4.9. Dari hasil pengujian secara elektrokimia pada baterai seng udara diperoleh bahwa tegangan (V) yang optimal adalah pada pertama yaitu dengan rasio campuran 100:4 sebesar 1.34 V, sedangkan arus (ma) yang optimal adalah pada 30 menit ke dua yaitu dengan rasio campuran 100:5 sebesar 1.07 ma. Secara umum fenomena tegangan (V) yang terjadi setiap cenderung naik, tetapi harga arus (ma) yang dihasilkan cenderung menurun. Hal ini disebabkan, karena untuk menghasilkan tegangan yang stabil membutuhkan waktu agar kesetimbangan elektrokimia berjalan dengan baik. Sedangkan penyebab harga arus cenderung menurun disebabkan terjadinya korosi pada anoda dengan elektrolit sehingga produksi ion untuk menghasilkan elektron berkurang setiap jamnya, masalah lainnya yaitu berkurangnya komposisi elektrolit yang digunakan karena sudah dikonsumsi untuk menghasilkan arus pada saat awal proses elektrokimia berjalan (Putra, 2016).

LAPORAN TUGAS AKHIR PEMBUATAN BATERAI SENG UDARA MENGGUNAKAN FOTO POLYMER TETRAHYDROFURFURYL ACRYLATE (THFA)

LAPORAN TUGAS AKHIR PEMBUATAN BATERAI SENG UDARA MENGGUNAKAN FOTO POLYMER TETRAHYDROFURFURYL ACRYLATE (THFA) LAPORAN TUGAS AKHIR PEMBUATAN BATERAI SENG UDARA MENGGUNAKAN FOTO POLYMER TETRAHYDROFURFURYL ACRYLATE (THFA) Disusun Oleh: Nama : Robi Suherman NIM : 41313010039 Program Studi : Teknik Mesin DIAJUKAN UNTUK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Ketersediaan energi yang berkelanjutan merupakan salah satu isu yang cukup penting di setiap negara, tidak terkecuali Indonesia. Hal ini tidak terlepas hampir semua

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 47 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 PENDAHULUAN Metodologi penelitian berisi tentang metode-metode pembahasan yang dipakai dalam menyelesaikan tugas akhir, proses kerja pengambilan data, serta diagram

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.2 DATA HASIL ARANG TEMPURUNG KELAPA SETELAH DILAKUKAN AKTIVASI

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.2 DATA HASIL ARANG TEMPURUNG KELAPA SETELAH DILAKUKAN AKTIVASI 39 BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 PENDAHULUAN Hasil eksperimen akan ditampilkan pada bab ini. Hasil eksperimen akan didiskusikan untuk mengetahui keoptimalan arang aktif tempurung kelapa lokal pada

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Distanoksan Sintesis distanoksan dilakukan dengan mencampurkan dibutiltimah(ii)oksida dan dibutiltimah(ii)klorida (Gambar 3.2). Sebelum dilakukan rekristalisasi, persen

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PELAKSANAAN

BAB III METODOLOGI PELAKSANAAN 30 BAB III METODOLOGI PELAKSANAAN 3.1 PENDAHULUAN Baterai seng udara merupakan salah satu bentuk sumber energi secara elektrokimia yang memiliki peluang sangat besar untuk aplikasi sumber energi masa depan.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Penelitian Penelitian dengan judul desain dan pembuatan baterai alumunium udara menggunakan variasi karbon aktif menggunakan proses elektrokimia untuk menghasilkan

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 DATA PENELITIAN

LAMPIRAN 1 DATA PENELITIAN LAMPIRAN 1 DATA PENELITIAN 1.1 BILANGAN IODIN ADSORBEN BIJI ASAM JAWA Dari modifikasi adsorben biji asam jawa yang dilakukan dengan memvariasikan rasio adsorben : asam nitrat (b/v) sebesar 1:1, 1:2, dan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 20%, 30%, 40%, dan 50%. Kemudian larutan yang dihasilkan diendapkan

HASIL DAN PEMBAHASAN. didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 20%, 30%, 40%, dan 50%. Kemudian larutan yang dihasilkan diendapkan 6 didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 3.3.3 Sintesis Kalsium Fosfat Sintesis kalsium fosfat dalam penelitian ini menggunakan metode sol gel. Senyawa kalsium fosfat diperoleh dengan mencampurkan serbuk

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sintesis dan Karakterisasi Karboksimetil Kitosan Spektrum FT-IR kitosan yang digunakan untuk mensintesis karboksimetil kitosan (KMK) dapat dilihat pada Gambar 8 dan terlihat

Lebih terperinci

Hasil dan Pembahasan

Hasil dan Pembahasan Bab 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Polimer Benzilkitosan Somorin (1978), pernah melakukan sintesis polimer benzilkitin tanpa pemanasan. Agen pembenzilasi yang digunakan adalah benzilklorida. Adapun

Lebih terperinci

4. Hasil dan Pembahasan

4. Hasil dan Pembahasan 4. Hasil dan Pembahasan 4.1. Sintesis Polistiren (PS) Pada proses sintesis ini, benzoil peroksida berperan sebagai suatu inisiator pada proses polimerisasi, sedangkan stiren berperan sebagai monomer yang

Lebih terperinci

BAHAN BAKAR KIMIA (Continued) Ramadoni Syahputra

BAHAN BAKAR KIMIA (Continued) Ramadoni Syahputra BAHAN BAKAR KIMIA (Continued) Ramadoni Syahputra 6.2 SEL BAHAN BAKAR Pada dasarnya sel bahan bakar (fuel cell) adalah sebuah baterai ukuran besar. Prinsip kerja sel ini berlandaskan reaksi kimia, bahwa

Lebih terperinci

4. Hasil dan Pembahasan

4. Hasil dan Pembahasan 4. Hasil dan Pembahasan 4.1. Sintesis Polistiren Sintesis polistiren yang diinginkan pada penelitian ini adalah polistiren yang memiliki derajat polimerisasi (DPn) sebesar 500. Derajat polimerisasi ini

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 21 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengujian Bahan Baku Chitosan Chitosan merupakan bahan dasar yang dipergunakan dalam pembuatan film elektrolit polimer. Hasil analisis terhadap chitosan yang digunakan adalah

Lebih terperinci

Elektroda Cu (katoda): o 2. o 2

Elektroda Cu (katoda): o 2. o 2 Bab IV Pembahasan Atom seng (Zn) memiliki kemampuan memberi elektron lebih besar dibandingkan atom tembaga (Cu). Jika menempatkan lempeng tembaga dan lempeng seng pada larutan elektrolit kemudian dihubungkan

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Poliuretan Pada penelitian ini telah dilakukan sintesis poliuretan dengan menggunakan monomer diisosianat yang berasal dari toluena diisosianat (TDI) dan monomer

Lebih terperinci

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan. IV.1 Sintesis dan karaktrisasi garam rangkap CaCu(CH 3 COO) 4.6H 2 O

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan. IV.1 Sintesis dan karaktrisasi garam rangkap CaCu(CH 3 COO) 4.6H 2 O Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan IV.1 Sintesis dan karaktrisasi garam rangkap CaCu(CH 3 COO) 4.6H 2 O Garam rangkap CaCu(CH 3 COO) 4.6H 2 O telah diperoleh dari reaksi larutan kalsium asetat dengan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Penelitian Menurut Darmawan 2004, perancangan itu terdiri dari serangkaian kegiatan yang beruntun, karena itu disebut sebagai proses perancangan. Kegiatan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Modifikasi Ca-Bentonit menjadi kitosan-bentonit bertujuan untuk

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Modifikasi Ca-Bentonit menjadi kitosan-bentonit bertujuan untuk BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Modifikasi Ca-Bentonit menjadi kitosan-bentonit bertujuan untuk merubah karakter permukaan bentonit dari hidrofilik menjadi hidrofobik, sehingga dapat meningkatkan kinerja kitosan-bentonit

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Polistiren Polistiren disintesis dari monomer stiren melalui reaksi polimerisasi adisi dengan inisiator benzoil peroksida. Pada sintesis polistiren ini, terjadi tahap

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Tahapan Penelitian dan karakterisasi FT-IR dilaksanakan di Laboratorium

BAB III METODE PENELITIAN. Tahapan Penelitian dan karakterisasi FT-IR dilaksanakan di Laboratorium 22 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat Penelitian Tahapan Penelitian dan karakterisasi FT-IR dilaksanakan di Laboratorium Riset (Research Laboratory) dan Laboratorium Kimia Instrumen Jurusan Pendidikan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pelarut dengan penambahan selulosa diasetat dari serat nanas. Hasil pencampuran

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pelarut dengan penambahan selulosa diasetat dari serat nanas. Hasil pencampuran 37 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Sampel plastik layak santap dibuat dari pencampuran pati tapioka dan pelarut dengan penambahan selulosa diasetat dari serat nanas. Hasil pencampuran ini diperoleh 6 sampel

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan 4.1 Tahap Sintesis Biodiesel Pada tahap sintesis biodiesel, telah dibuat biodiesel dari minyak sawit, melalui reaksi transesterifikasi. Jenis alkohol yang digunakan adalah metanol,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada pembuatan dispersi padat dengan berbagai perbandingan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada pembuatan dispersi padat dengan berbagai perbandingan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Pembuatan Serbuk Dispersi Padat Pada pembuatan dispersi padat dengan berbagai perbandingan dihasilkan serbuk putih dengan tingkat kekerasan yang berbeda-beda. Semakin

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. metode freeze drying kemudian dilakukan variasi waktu perendaman SBF yaitu 0

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. metode freeze drying kemudian dilakukan variasi waktu perendaman SBF yaitu 0 37 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini sampel komposit hidroksiapatit-gelatin dibuat menggunakan metode freeze drying kemudian dilakukan variasi waktu perendaman SBF yaitu 0 hari, 1 hari, 7 hari

Lebih terperinci

Laporan Tugas Akhir Pembuatan Membran Polimer Elektrolit Nanokomposit untuk Aplikasi Baterai Ion- Litium BAB III METODOLOGI

Laporan Tugas Akhir Pembuatan Membran Polimer Elektrolit Nanokomposit untuk Aplikasi Baterai Ion- Litium BAB III METODOLOGI BAB III METODOLOGI III.1 Alat dan Bahan III.1.1 Alat Alat yang digunakan: a. Pembuatan Larutan Membran Elektrolit 1. Gelas Beaker 2. Pengaduk merkuri 3. Sendok 4. Gelas arlogi 5. Kaca lembaran ukuran 15

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Diagram konsumsi energi final per jenis (Sumber: Outlook energi Indonesia, 2013)

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Diagram konsumsi energi final per jenis (Sumber: Outlook energi Indonesia, 2013) 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Hingga kini kita tidak bisa terlepas akan pentingnya energi. Energi merupakan hal yang vital bagi kelangsungan hidup manusia. Energi pertama kali dicetuskan oleh

Lebih terperinci

PAKET UJIAN NASIONAL 7 Pelajaran : KIMIA Waktu : 120 Menit

PAKET UJIAN NASIONAL 7 Pelajaran : KIMIA Waktu : 120 Menit PAKET UJIAN NASIONAL 7 Pelajaran : KIMIA Waktu : 120 Menit Pilihlah salah satu jawaban yang tepat! Jangan lupa Berdoa dan memulai dari yang mudah. 1. Dari beberapa unsur berikut yang mengandung : 1. 20

Lebih terperinci

BAB III METODELOGI PENELITIAN

BAB III METODELOGI PENELITIAN 29 BAB III METODELOGI PENELITIAN 3.1 PENDAHULUAN Metode penelitian merupakan cara atau prosedur yang berisi tahapan-tahapan yang jelas disusun secara sistematis dalam proses penelitian. 3.2 DIAGRAM ALIR

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap diazinon, terlebih dahulu disintesis adsorben kitosan-bentonit mengikuti prosedur yang telah teruji (Dimas,

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Padatan TiO 2 Amorf Proses sintesis padatan TiO 2 amorf ini dimulai dengan melarutkan titanium isopropoksida (TTIP) ke dalam pelarut etanol. Pelarut etanol yang digunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pesat sehingga untuk mentransmisikan energi yang besar digunakan sistem

BAB I PENDAHULUAN. pesat sehingga untuk mentransmisikan energi yang besar digunakan sistem BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Permintaan kebutuhan energi listrik akan terus mengalami peningkatan secara pesat sehingga untuk mentransmisikan energi yang besar digunakan sistem tegangan tinggi

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Polistirena Polistirena disintesis melalui polimerisasi adisi radikal bebas dari monomer stirena dan benzoil peroksida (BP) sebagai inisiator. Polimerisasi dilakukan

Lebih terperinci

BAHAN BAKAR KIMIA. Ramadoni Syahputra

BAHAN BAKAR KIMIA. Ramadoni Syahputra BAHAN BAKAR KIMIA Ramadoni Syahputra 6.1 HIDROGEN 6.1.1 Pendahuluan Pada pembakaran hidrokarbon, maka unsur zat arang (Carbon, C) bersenyawa dengan unsur zat asam (Oksigen, O) membentuk karbondioksida

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN. 3.1 Alat Alat Adapun alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah: Alat-alat Gelas.

BAB 3 METODE PENELITIAN. 3.1 Alat Alat Adapun alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah: Alat-alat Gelas. 18 BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Alat Alat Adapun alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah: Nama Alat Merek Alat-alat Gelas Pyrex Gelas Ukur Pyrex Neraca Analitis OHaus Termometer Fisher Hot Plate

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil preparasi bahan baku larutan MgO, larutan NH 4 H 2 PO 4, dan larutan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil preparasi bahan baku larutan MgO, larutan NH 4 H 2 PO 4, dan larutan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Preparasi 4.1.1 Sol Hasil preparasi bahan baku larutan MgO, larutan NH 4 H 2 PO 4, dan larutan ZrOCl 2. 8H 2 O dengan perbandingan mol 1:4:6 (Ikeda, et al. 1986) dicampurkan

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 14 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan glukosamin hidroklorida (GlcN HCl) pada penelitian ini dilakukan melalui proses hidrolisis pada autoklaf bertekanan 1 atm. Berbeda dengan proses hidrolisis glukosamin

Lebih terperinci

4 FABRIKASI DAN KARAKTERISASI SEL SURYA HIBRID ZnO-KLOROFIL

4 FABRIKASI DAN KARAKTERISASI SEL SURYA HIBRID ZnO-KLOROFIL 4 FABRIKASI DAN KARAKTERISASI SEL SURYA HIBRID ZnO-KLOROFIL 21 Pendahuluan Sel surya hibrid merupakan suatu bentuk sel surya yang memadukan antara semikonduktor anorganik dan organik. Dimana dalam bentuk

Lebih terperinci

Sulistyani, M.Si.

Sulistyani, M.Si. Sulistyani, M.Si. sulistyani@uny.ac.id Reaksi oksidasi: perubahan kimia suatu spesies (atom, unsur, molekul) melepaskan elektron. Cu Cu 2+ + 2e Reaksi reduksi: perubahan kimia suatu spesies (atom, unsur,

Lebih terperinci

BAB IV. karakterisasi sampel kontrol, serta karakterisasi sampel komposit. 4.1 Sintesis Kolagen dari Tendon Sapi ( Boss sondaicus )

BAB IV. karakterisasi sampel kontrol, serta karakterisasi sampel komposit. 4.1 Sintesis Kolagen dari Tendon Sapi ( Boss sondaicus ) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian yang dibahas pada bab ini meliputi sintesis kolagen dari tendon sapi (Bos sondaicus), pembuatan larutan kolagen, rendemen kolagen, karakterisasi sampel kontrol,

Lebih terperinci

4. Hasil dan Pembahasan

4. Hasil dan Pembahasan 4. Hasil dan Pembahasan 4.1 Pembuatan Asap Cair Asap cair dari kecubung dibuat dengan teknik pirolisis, yaitu dekomposisi secara kimia bahan organik melalui proses pemanasan tanpa atau sedikit oksigen

Lebih terperinci

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan Bab IV asil Penelitian dan Pembahasan IV.1 Isolasi Kitin dari Limbah Udang Sampel limbah udang kering diproses dalam beberapa tahap yaitu penghilangan protein, penghilangan mineral, dan deasetilasi untuk

Lebih terperinci

4 Pembahasan Degumming

4 Pembahasan Degumming 4 Pembahasan Proses pengolahan biodiesel dari biji nyamplung hampir sama dengan pengolahan biodiesel dari minyak sawit, jarak pagar, dan jarak kepyar. Tetapi karena biji nyamplung mengandung zat ekstraktif

Lebih terperinci

Spektroskopi IR Dalam Penentuan Struktur Molekul Organik Posted by ferry

Spektroskopi IR Dalam Penentuan Struktur Molekul Organik Posted by ferry Spektroskopi IR Dalam Penentuan Struktur Molekul Organik 08.30 Posted by ferry Spektrofotometri inframerah lebih banyak digunakan untuk identifikasi suatu senyawa melalui gugus fungsinya. Untuk keperluan

Lebih terperinci

Mengubah energi kimia menjadi energi listrik Mengubah energi listrik menjadi energi kimia Katoda sebagi kutub positif, anoda sebagai kutub negatif

Mengubah energi kimia menjadi energi listrik Mengubah energi listrik menjadi energi kimia Katoda sebagi kutub positif, anoda sebagai kutub negatif TUGAS 1 ELEKTROKIMIA Di kelas X, anda telah mempelajari bilangan oksidasi dan reaksi redoks. Reaksi redoks adalah reaksi reduksi dan oksidasi. Reaksi reduksi adalah reaksi penangkapan elektron atau reaksi

Lebih terperinci

4. Hasil dan Pembahasan

4. Hasil dan Pembahasan 4. Hasil dan Pembahasan 4.1 Analisis Sintesis PS dan Kopolimer PS-PHB Sintesis polistiren dan kopolimernya dengan polihidroksibutirat pada berbagai komposisi dilakukan dengan teknik polimerisasi radikal

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Penentuan Kadar Air Pada pengukuran inframerah dari pelumas ini bertujuan untuk membandingkan hasil spektra IR dari pelumas yang bebas air dengan pelumas yang diduga memiliki

Lebih terperinci

3. ELEKTROKIMIA. Contoh elektrolisis: a. Elektrolisis larutan HCl dengan elektroda Pt, reaksinya: 2HCl (aq)

3. ELEKTROKIMIA. Contoh elektrolisis: a. Elektrolisis larutan HCl dengan elektroda Pt, reaksinya: 2HCl (aq) 3. ELEKTROKIMIA 1. Elektrolisis Elektrolisis adalah peristiwa penguraian elektrolit oleh arus listrik searah dengan menggunakan dua macam elektroda. Elektroda tersebut adalah katoda (elektroda yang dihubungkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Struktur Karbon Hasil Karbonisasi Hidrotermal (HTC)

HASIL DAN PEMBAHASAN. Struktur Karbon Hasil Karbonisasi Hidrotermal (HTC) 39 HASIL DAN PEMBAHASAN Struktur Karbon Hasil Karbonisasi Hidrotermal (HTC) Hasil karakterisasi dengan Difraksi Sinar-X (XRD) dilakukan untuk mengetahui jenis material yang dihasilkan disamping menentukan

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan Kualitas minyak dapat diketahui dengan melakukan beberapa analisis kimia yang nantinya dibandingkan dengan standar mutu yang dikeluarkan dari Standar Nasional Indonesia (SNI).

Lebih terperinci

KISI KISI SOAL UJIAN SEKOLAH SMK SE-KABUPATEN CIAMIS TP. 2013/2014

KISI KISI SOAL UJIAN SEKOLAH SMK SE-KABUPATEN CIAMIS TP. 2013/2014 Mata Pelajaran : KIMIA KISI KISI UJIAN SEKOLAH SMK SE-KABUPATEN CIAMIS TP. 2013/2014 TINGKAT 1 Memahami konsep materi dan perubahannya Pengertian perubahan Kimia dan Fisika dijelaskan melalui contoh-contoh

Lebih terperinci

UN SMA 2012 IPA Kimia

UN SMA 2012 IPA Kimia UN SMA 2012 IPA Kimia Kode Soal Doc. Name: UNSMAIPA2011KIM999 Doc. Version : 2012-12 halaman 1 01. Tahap awal pembuatan asam nitrat dalam industri melibatkan reaksi oksidasi ammonia yang menghasilkan nitrogen

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN PENELITIAN

BAB III RANCANGAN PENELITIAN BAB III RANCANGAN PENELITIAN 3.1. Metodologi Penelitian Surfaktan methyl ester sulfonat (MES) dibuat melalui beberapa tahap. Tahapan pembuatan surfaktan MES adalah 1) Sulfonasi ester metil untuk menghasilkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN BaTiO 3 merupakan senyawa oksida keramik yang dapat disintesis dari senyawaan titanium (IV) dan barium (II). Proses sintesis ini dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti suhu, tekanan,

Lebih terperinci

MODUL I SIFAT KOLIGATIF LARUTAN Penurunan Titik Beku Larutan

MODUL I SIFAT KOLIGATIF LARUTAN Penurunan Titik Beku Larutan MODUL I SIFAT KOLIGATIF LARUTAN Penurunan Titik Beku Larutan - Siswa mampu membuktikan penurunan titik beku larutan akibat penambahan zat terlarut. - Siswa mampu membedakan titik beku larutan elektrolit

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Dalam penelitian ini digunakan TiO2 yang berderajat teknis sebagai katalis.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Dalam penelitian ini digunakan TiO2 yang berderajat teknis sebagai katalis. 33 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakterisasi TiO2 Dalam penelitian ini digunakan TiO2 yang berderajat teknis sebagai katalis. TiO2 dapat ditemukan sebagai rutile dan anatase yang mempunyai fotoreaktivitas

Lebih terperinci

Penyisihan Besi (Fe) Dalam Air Dengan Proses Elektrokoagulasi. Satriananda *) ABSTRAK

Penyisihan Besi (Fe) Dalam Air Dengan Proses Elektrokoagulasi. Satriananda *) ABSTRAK Penyisihan Besi (Fe) Dalam Air Dengan Proses Elektrokoagulasi Satriananda *) ABSTRAK Air yang mengandung Besi (Fe) dapat mengganggu kesehatan, sehingga ion-ion Fe berlebihan dalam air harus disisihkan.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 25 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Bahan Organik Asal Hasil analisis ph, KTK, kadar air, padatan terlarut (TSS), C-organik, N- total dan C/N pada bahan serasah pinus (SP), gambut kering (GK),

Lebih terperinci

BATERAI BATERAI ION LITHIUM

BATERAI BATERAI ION LITHIUM BATERAI BATERAI ION LITHIUM SEPARATOR Membran polimer Lapisan mikropori PVDF/poli(dimetilsiloksan) (PDMS) KARAKTERISASI SIFAT SEPARATOR KOMPOSIT PVDF/POLI(DIMETILSILOKSAN) DENGAN METODE BLENDING DEVI EKA

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Korosi Baja Karbon dalam Lingkungan Elektrolit Jenuh Udara

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Korosi Baja Karbon dalam Lingkungan Elektrolit Jenuh Udara BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Korosi Baja Karbon dalam Lingkungan Elektrolit Jenuh Udara Untuk mengetahui laju korosi baja karbon dalam lingkungan elektrolit jenuh udara, maka dilakukan uji korosi dengan

Lebih terperinci

Redoks dan Elektrokimia Tim Kimia FTP

Redoks dan Elektrokimia Tim Kimia FTP Redoks dan Elektrokimia Tim Kimia FTP KONSEP ELEKTROKIMIA Dalam arti yang sempit elektrokimia adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari peristiwa-peristiwa yang terjadi di dalam sel elektrokimia. Sel jenis

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5 Komposisi poliblen PGA dengan PLA (b) Komposisi PGA (%) PLA (%)

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5 Komposisi poliblen PGA dengan PLA (b) Komposisi PGA (%) PLA (%) Tabel 5 Komposisi poliblen PGA dengan PLA (b) Komposisi PGA PLA A1 A2 A3 A4 65 80 95 35 05 Pembuatan PCL/PGA/PLA Metode blending antara PCL, PGA, dan PLA didasarkan pada metode Broz et al. (03) yang disiapkan

Lebih terperinci

Fahmi Wirawan NRP Dosen Pembimbing Prof. Dr. Ir. H. Djoko Sungkono K, M. Eng. Sc

Fahmi Wirawan NRP Dosen Pembimbing Prof. Dr. Ir. H. Djoko Sungkono K, M. Eng. Sc Fahmi Wirawan NRP 2108100012 Dosen Pembimbing Prof. Dr. Ir. H. Djoko Sungkono K, M. Eng. Sc Latar Belakang Menipisnya bahan bakar Kebutuhan bahan bakar yang banyak Salah satu solusi meningkatkan effisiensi

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Sifatsifat Fisik Perubahan warna, suhu, dan pengurangan volume selama proses pengomposan disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Perubahan Warna, Bau, Suhu, dan Pengurangan Volume

Lebih terperinci

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan Bab IV asil Penelitian dan Pembahasan IV.1 Pelapisan Elektrode dengan Polipirol Dalam penelitian ini dibuat elektrode kawat emas terlapis polipirol dengan tiga jenis ionofor untuk penentuan surfaktan ads,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Ketersediaan energi yang berkelanjutan merupakan salah satu isu yang cukup

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Ketersediaan energi yang berkelanjutan merupakan salah satu isu yang cukup BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ketersediaan energi yang berkelanjutan merupakan salah satu isu yang cukup penting di setiap negara, tidak terkecuali Indonesia. Hal ini tidak tidak terlepas

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan 19 Bab IV Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Biodiesel Minyak jelantah semula bewarna coklat pekat, berbau amis dan bercampur dengan partikel sisa penggorengan. Sebanyak empat liter minyak jelantah mula-mula

Lebih terperinci

UJIAN NASIONAL TAHUN PELAJARAN 2007/2008

UJIAN NASIONAL TAHUN PELAJARAN 2007/2008 UJIAN NASIONAL TAHUN PELAJARAN 2007/2008 PANDUAN MATERI SMA DAN MA K I M I A PROGRAM STUDI IPA PUSAT PENILAIAN PENDIDIKAN BALITBANG DEPDIKNAS KATA PENGANTAR Dalam rangka sosialisasi kebijakan dan persiapan

Lebih terperinci

Gambar IV 1 Serbuk Gergaji kayu sebelum ekstraksi

Gambar IV 1 Serbuk Gergaji kayu sebelum ekstraksi Bab IV Pembahasan IV.1 Ekstraksi selulosa Kayu berdasarkan struktur kimianya tersusun atas selulosa, lignin dan hemiselulosa. Selulosa sebagai kerangka, hemiselulosa sebagai matrik, dan lignin sebagai

Lebih terperinci

4 Hasil dan pembahasan

4 Hasil dan pembahasan 4 Hasil dan pembahasan 4.1 Sintesis dan Pemurnian Polistiren Pada percobaan ini, polistiren dihasilkan dari polimerisasi adisi melalui reaksi radikal dengan inisiator benzoil peroksida (BPO). Sintesis

Lebih terperinci

Elektropolimerisasi Film Polianilin dengan Metode Galvanostatik dan Pengukuran Laju Pertumbuhannya

Elektropolimerisasi Film Polianilin dengan Metode Galvanostatik dan Pengukuran Laju Pertumbuhannya JURNAL FISIKA DAN APLIKASINYA VOLUME 8, NOMOR 1 JANUARI 2012 Elektropolimerisasi Film Polianilin dengan Metode Galvanostatik dan Pengukuran Laju Pertumbuhannya Rakhmat Hidayat Wibawanto dan Darminto Jurusan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan melalui dua tahapan kerja untuk masing-masing

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan melalui dua tahapan kerja untuk masing-masing BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Penelitian ini dilakukan melalui dua tahapan kerja untuk masing-masing zat yang digunakan, yaitu : 1. Tahap awal, yaitu preparasi ulang Elektroda Pasta

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan 32 Bab IV Hasil dan Pembahasan IV.1 Data Eksperimen dan Perhitungan Eksperimen dilakukan di laboratorium penelitian Kimia Analitik, Program Studi Kimia, ITB. Eksperimen dilakukan dalam rentang waktu antara

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN 22 BAB IV HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Produksi Furfural Bonggol jagung (corn cobs) yang digunakan dikeringkan terlebih dahulu dengan cara dijemur 4-5 hari untuk menurunkan kandungan airnya, kemudian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Kegiatan penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan, dimulai dari bulan

BAB III METODE PENELITIAN. Kegiatan penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan, dimulai dari bulan 25 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Kegiatan penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan, dimulai dari bulan Januari 2011. Penelitian dilakukan di Laboratorium Fisika Material jurusan

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1.Sintesis dan Karakterisasi Resin Pengkhelat Sintesis resin pengkhelat dilakukan dengan tujuan untuk mempelajari karakteristik retensi ion logam Cu 2+ pada resin PSDVB-NN. Untuk

Lebih terperinci

KISI-KISI UN KIMIA SMA/MA

KISI-KISI UN KIMIA SMA/MA KISI-KISI UN KIMIA SMA/MA 2015-2016 Siswa mampu memahami, menguasai pengetahuan/ mengaplikasikan pengetahuan/ menggunakan nalar dalam hal: Struktur Atom Sistem Periodik Unsur Ikatan Kimia (Jenis Ikatan)

Lebih terperinci

BAB LISTRIK DINAMIS I. SOAL PILIHAN GANDA

BAB LISTRIK DINAMIS I. SOAL PILIHAN GANDA 1 BAB LISTRIK DINAMIS I. SOAL PILIHAN GANDA 01. Jika arus 4 ampere mengalir dalam kawat yang ujung-ujungnya berselisih potensial 12 volt maka besar muatan per menit yang mengalir melalui kawat yang sama..

Lebih terperinci

PEMBAHASAN KIMIA 2011(NGACAK)

PEMBAHASAN KIMIA 2011(NGACAK) PEMBAHASAN KIMIA 2011(NGACAK) Berikut adalah 3 soal kimia pada UNSUR 2011 tentang senyawa karbon. Soal yang pertama adalah pengenalan jenis-jenis reaksi kimia pada senyawaan karbon. Reaksi adisi ~ reaksi

Lebih terperinci

SINTESIS DAN KARAKTERISASI SENYAWA KOMPLEKS DARI Mn(NO 3 ) 2 DAN Co(NO 3 ) 2 DENGAN CAMPURAN LIGAN 8- HIDROKSIKUINOLINA DAN ANION DISIANAMIDA

SINTESIS DAN KARAKTERISASI SENYAWA KOMPLEKS DARI Mn(NO 3 ) 2 DAN Co(NO 3 ) 2 DENGAN CAMPURAN LIGAN 8- HIDROKSIKUINOLINA DAN ANION DISIANAMIDA SINTESIS DAN KARAKTERISASI SENYAWA KOMPLEKS DARI Mn(NO 3 ) 2 DAN Co(NO 3 ) 2 DENGAN CAMPURAN LIGAN 8- HIDROKSIKUINOLINA DAN ANION DISIANAMIDA Tri Silviana Purwanti 1, I Wayan Dasna 1, dan Neena Zakia 1.

Lebih terperinci

OLIMPIADE KIMIA INDONESIA

OLIMPIADE KIMIA INDONESIA OLIMPIADE KIMIA INDONESIA OLIMPIADE SAINS NASIONAL SELEKSI KABUPATEN / KOTA UjianTeori Waktu 2 Jam Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Managemen Pendidikan Dasar dan Menengah Direktorat

Lebih terperinci

PEMBAHASAN SBMPTN KIMIA 2016

PEMBAHASAN SBMPTN KIMIA 2016 PEMBAHASAN SBMPTN KIMIA 2016 DISUSUN OLEH Amaldo Firjarahadi Tane 1 31. 32. MATERI: SISTEM PERIODIK UNSUR Energi pengionan disebut juga energi ionisasi. Setiap unsur bisa mengalami energi ionisasi berkali-kali,

Lebih terperinci

DAYA HANTAR LISTRIK 1. Tujuan Percobaan 2. Dasar Teori

DAYA HANTAR LISTRIK 1. Tujuan Percobaan 2. Dasar Teori DAYA HANTAR LISTRIK 1. Tujuan Percobaan 1. Menentukan daya hantar listrik dari berbagai larutan 2. Menentukan pengaruh konsentrasi larutan terhadap daya hantar listriknya. 2. Dasar Teori Larutan merupakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Pelaksanaan penelitian dimulai sejak Februari sampai dengan Juli 2010.

BAB III METODE PENELITIAN. Pelaksanaan penelitian dimulai sejak Februari sampai dengan Juli 2010. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Pelaksanaan penelitian dimulai sejak Februari sampai dengan Juli 2010. Sintesis cairan ionik, sulfonasi kitosan, impregnasi cairan ionik, analisis

Lebih terperinci

Pembuatan Nitroselulosa dari Kapas (Gossypium Sp.) dan Kapuk (Ceiba Pentandra) Melalui Reaksi Nitrasi

Pembuatan Nitroselulosa dari Kapas (Gossypium Sp.) dan Kapuk (Ceiba Pentandra) Melalui Reaksi Nitrasi JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012 1-6 1 Pembuatan Nitroselulosa dari Kapas (Gossypium Sp. dan Kapuk (Ceiba Pentandra Melalui Reaksi Nitrasi Bayu Erlangga P., Ilman Tafdhila, Mahfud dan Rr. Pantjawarni

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Lanjutan Nilai parameter. Baku mutu. sebelum perlakuan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Lanjutan Nilai parameter. Baku mutu. sebelum perlakuan dan kemudian ditimbang. Penimbangan dilakukan sampai diperoleh bobot konstan. Rumus untuk perhitungan TSS adalah sebagai berikut: TSS = bobot residu pada kertas saring volume contoh Pengukuran absorbans

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Pembuatan Membran 4.1.1 Membran PMMA-Ditizon Membran PMMA-ditizon dibuat dengan teknik inversi fasa. PMMA dilarutkan dalam kloroform sampai membentuk gel. Ditizon dilarutkan

Lebih terperinci

1. Tragedi Minamata di Jepang disebabkan pencemaran logam berat... A. Hg B. Ag C. Pb Kunci : A. D. Cu E. Zn

1. Tragedi Minamata di Jepang disebabkan pencemaran logam berat... A. Hg B. Ag C. Pb Kunci : A. D. Cu E. Zn 1. Tragedi Minamata di Jepang disebabkan pencemaran logam berat... A. Hg B. Ag C. Pb Kunci : A D. Cu E. Zn 2. Nomor atom belerang adalah 16. Dalam anion sulfida, S 2-, konfigurasi elektronnya adalah...

Lebih terperinci

3 Metodologi Penelitian

3 Metodologi Penelitian 3 Metodologi Penelitian Prosedur penelitian ini terdiri dari beberapa tahap, tahap pertama sintesis kitosan yang terdiri dari isolasi kitin dari kulit udang, konversi kitin menjadi kitosan. Tahap ke dua

Lebih terperinci

Kegiatan Belajar 3: Sel Elektrolisis. 1. Mengamati reaksi yang terjadi di anoda dan katoda pada reaksi elektrolisis

Kegiatan Belajar 3: Sel Elektrolisis. 1. Mengamati reaksi yang terjadi di anoda dan katoda pada reaksi elektrolisis 1 Kegiatan Belajar 3: Sel Elektrolisis Capaian Pembelajaran Menguasai teori aplikasi materipelajaran yang diampu secara mendalam pada sel elektrolisis Subcapaian pembelajaran: 1. Mengamati reaksi yang

Lebih terperinci

contoh-contoh sifat Pengertian sifat kimia perubahan fisika perubahan kimia ciri-ciri reaksi kimia percobaan materi

contoh-contoh sifat Pengertian sifat kimia perubahan fisika perubahan kimia ciri-ciri reaksi kimia percobaan materi MATA DIKLAT : KIMIA TUJUAN : 1. Mengembangkan pengetahuan, pemahaman dan kemampuan analisis peserta didik terhadap lingkungan, alam dan sekitarnya. 2. Siswa memiliki pemahaman dan kemampuan untuk menunjang

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Polistiren Polistiren disintesis melalui polimerisasi dari monomer (stiren). Polimerisasi ini merupakan polimerisasi radikal, dengan pusat aktif berupa radikal bebas.

Lebih terperinci

KONDUKTOMETRI OLEH : AMANAH FIRDAUSA NOFITASARI KIMIA A

KONDUKTOMETRI OLEH : AMANAH FIRDAUSA NOFITASARI KIMIA A KONDUKTOMETRI OLEH : AMANAH FIRDAUSA NOFITASARI KIMIA A 2011 11030234016 Pengertia n Konduktometri Metode analisis yang memanfaatkan pengukuran daya hantar listrik, yang dihasilkan dari sepasang elektroda

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Eksplorasi Pola Spektrum

HASIL DAN PEMBAHASAN. Eksplorasi Pola Spektrum konsentrasi. Konsentrasi kafein terbagi menjadi 6 konsentrasi, sehingga dari masing-masing komponen diperoleh 24 kombinasi konsentrasi. c. Campuran senyawa tiga komponen, yaitu Vitamin B1, Vitamin B6,

Lebih terperinci

Analisis Sifat Kimia dan Fisika dari Maleat Anhidrida Tergrafting pada Polipropilena Terdegradasi

Analisis Sifat Kimia dan Fisika dari Maleat Anhidrida Tergrafting pada Polipropilena Terdegradasi Analisis Sifat Kimia dan Fisika dari Maleat Anhidrida Tergrafting Reni Silvia Nasution Program Studi Kimia, Universitas Islam Negeri Ar-Raniry, Banda Aceh, Indonesia reni.nst03@yahoo.com Abstrak: Telah

Lebih terperinci

Eksperimen HASIL DAN PEMBAHASAN Pengambilan data

Eksperimen HASIL DAN PEMBAHASAN Pengambilan data 7 jam dan disonikasi selama jam agar membran yang dihasilkan homogen. Langkah selanjutnya, membran dituangkan ke permukaan kaca yang kedua sisi kanan dan kiri telah diisolasi. Selanjutnya membran direndam

Lebih terperinci

LAMPIRAN II PERHITUNGAN

LAMPIRAN II PERHITUNGAN LAMPIRAN II PERHITUNGAN 1. Menghitung jumlah KOH yang dibutuhkan Konsentrasi KOH Volume Elektrolit Berat Molekul KOH Maka, gram KOH gram KOH : 1.25 M : 12 Liter : 56. 11 gram = M V BM (Sumber : Kimia Analisis

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 21 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2010 - Juni 2011 di Laboratorium Biofisika dan Laboratorium Fisika Lanjut, Departemen Fisika IPB.

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. sol-gel, dan mempelajari aktivitas katalitik Fe 3 O 4 untuk reaksi konversi gas

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. sol-gel, dan mempelajari aktivitas katalitik Fe 3 O 4 untuk reaksi konversi gas IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengantar Penelitian ini pada intinya dilakukan dengan dua tujuan utama, yakni mempelajari pembuatan katalis Fe 3 O 4 dari substrat Fe 2 O 3 dengan metode solgel, dan mempelajari

Lebih terperinci