ANALISIS KEBUTUHAN SOLAR UNTUK MENDUKUNG OPERASIONAL KAPAL PANCING TONDA DI PPN PALABUHANRATU DINNARI EKA HALLYZEPTA

dokumen-dokumen yang mirip
5 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

6 KINERJA OPERASIONAL PPN PALABUHANRATU

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

6 HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGGUNAAN PANCING ULUR (HAND LINE) UNTUK MENANGKAP IKAN PELAGIS BESAR DI PERAIRAN BACAN, HALMAHERA SELATAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4. GAMBARAN UMUM WILAYAH

4 KEADAAN UMUM 4.1 Keadaan Umum Daerah Penelitian (1) Letak dan Kondisi Geografis

PERIKANAN PANCING TONDA DI PERAIRAN PELABUHAN RATU *)

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

5 HASIL TANGKAPAN DIDARATKAN DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA PALABUHANRATU

6 STRATEGI PENGEMBANGAN PENYEDIAAN/ PENYALURAN BAHAN KEBUTUHAN MELAUT PERIKANAN PANCING RUMPON DI PPN PALABUHANRATU

OPTIMASI PENYEDIAAN BAHAN BAKAR SOLAR UNTUK UNIT PENANGKAPAN IKAN DI PPI CITUIS, TANGERANG MOHAMMAD FACHRIZAL HERLAMBANG SKRIPSI

PELUANG EKSPOR TUNA SEGAR DARI PPI PUGER (TINJAUAN ASPEK KUALITAS DAN AKSESIBILITAS PASAR) AGUSTIN ROSS SKRIPSI

BEBERAPA JENIS PANCING (HANDLINE) IKAN PELAGIS BESAR YANG DIGUNAKAN NELAYAN DI PPI HAMADI (JAYAPURA)

7 KAPASITAS FASILITAS

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

OPTIMASI PENYEDIAAN BAHAN BAKAR SOLAR UNTUK UNIT PENANGKAPAN IKAN DI PPP SUNGAILIAT, BANGKA

TEKNIK PENANGKAPAN IKAN PELAGIS BESAR MEMAKAI ALAT TANGKAP FUNAI (MINI POLE AND LINE) DI KWANDANG, KABUPATEN GORONTALO

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

VII. PENGELOAAN SUMBERDAYA IKAN DI PERAIRAN PELABUHANRATU Analisis Stakeholder dalam Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Di Pelabuhanratu

TINGKAT KEPUASAN NELAYAN TERHADAP PELAYANAN KEBUTUHAN OPERASIONAL PENANGKAPAN IKAN DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA (PPN) KARANGANTU, KOTA SERANG

2 GAMBARAN UMUM UNIT PERIKANAN TONDA DENGAN RUMPON DI PPP PONDOKDADAP

1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelabuhan Perikanan Nusantara 2.2 Kegiatan Operasional di Pelabuhan Perikanan

5 PERIKANAN PANCING RUMPON DAN BAHAN KEBUTUHAN MELAUTNYA DI PPN PALABUHANRATU

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM. 4.1 Letak dan Kondisi Geografis

PPN Palabuhanratu. PPN Palabuhanratu ' ' ' ' ' ' ' ' ' ' ' ' '

Penangkapan Tuna dan Cakalang... Pondokdadap Sendang Biru, Malang (Nurdin, E. & Budi N.)

EFISIENSI PEMANFAATAN FASILITAS DI TANGKAHAN PERIKANAN KOTA SIBOLGA ABSTRACT. Keywords: Efficiency, facilities, fishing port, utilization.

3 METODE PENELITIAN. 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai Mei 2009 di PPN Palabuhanratu, Sukabumi, Jawa Barat.

OPTIMASI PENYEDIAAN BAHAN BAKAR SOLAR UNTUK UNIT PENANGKAPAN IKAN DI PPP SUNGAILIAT, BANGKA

6 BESARAN KERUGIAN NELAYAN DALAM PEMASARAN TANPA LELANG

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Pelabuhan Perikanan

THE EFFICIENCY OF SUPPLIES CHARGING TIME GILL NET AT FISHING PORT DUMAI CITY RIAU PROVINCE ABSTRACT.

ANALISIS USAHA PERIKANAN TONDA DI PADANG SUMATERA BARAT THOMAS ROMANO PUTRA SKRIPSI

TINJAUAN PUSTAKA. dimana pada daerah ini terjadi pergerakan massa air ke atas

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelabuhan Perikanan

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Pelabuhan Perikanan 2.2 Fungsi dan Peran Pelabuhan Perikanan

KEBERADAAN FASILITAS KEPELABUHANAN DALAM MENUNJANG AKTIVITAS PANGKALAN PENDARATAN IKAN TANJUNGSARI, KABUPATEN PEMALANG, JAWA TENGAH NOVIANTI SKRIPSI

V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI

PRODUKTIVITAS PERIKANAN TUNA LONGLINE DI BENOA (STUDI KASUS: PT. PERIKANAN NUSANTARA)

KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

34 laki dan 49,51% perempuan. Jumlah ini mengalami kenaikan sebesar 0,98% dibanding tahun 2008, yang berjumlah jiwa. Peningkatan penduduk ini

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 KONDISI GEOGRAFIS DAERAH PENELITIAN DAN INFORMASI MENGENAI MASYARAKAT PESISIR DI PPP CILAUTEUREUN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

Bab 2 LANDASAN TEORI

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4. KEADAAN UMUM 4.1 Kedaan Umum Kabupaten Banyuwangi Kedaan geografis, topografi daerah dan penduduk 1) Letak dan luas

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi dan Klasifikasi Pelabuhan Perikanan

TINGKAT KEPUASAN NELAYAN TERHADAP PELAYANAN PENYEDIAAN KEBUTUHAN MELAUT DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA (PPN) SIBOLGA SUMATERA UTARA

5 TINGKAT KEBUTUHAN ES UNTUK KEPERLUAN PENANGKAPAN IKAN DI PPS CILACAP

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

5 AKTIVITAS DISTRIBUSI HASIL TANGKAPAN

PEMANFAATAN DAN PENGELOLAAN AIR BERSIH DI PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA BUNGUS SUMATERA BARAT RULLI KURNIAWAN

5 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

PERBANDINGAN HASIL TANGKAPAN RAJUNGAN DENGAN MENGGUNAKAN DUA KONSTRUKSI BUBU LIPAT YANG BERBEDA DI KABUPATEN TANGERANG

PENDAHULUAN. yang lokasinya di pantai Timur Sumatera Utara yaitu Selat Malaka. Kegiatan

KAJIAN AKTIVITAS DAN KAPASITAS FASILITAS FUNGSIONAL DI PANGKALAN PENDARATAN IKAN (PPI) KRONJO, TANGERANG

EFISIENSI WAKTU PENGISIAN PERBEKALAN TERHADAP WAKTU TAMBAT KAPAL PERIKANAN SONDONG DI PANGKALAN PENDARATAN IKAN (PPI) DUMAI PROVINSI RIAU

8 AKTIVITAS YANG DAPAT DITAWARKAN PPI JAYANTI PADA SUBSEKTOR WISATA BAHARI

PROPORSI HASIL TANGKAP SAMPINGAN JARING ARAD (MINI TRAWL) YANG BERBASIS DI PESISIR UTARA, KOTA CIREBON. Oleh: Asep Khaerudin C

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

SINERGISITAS PERIKANAN TANGKAP DENGAN PARIWISATA BAHARI DI PALABUHANRATU, KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT ADI GUMBARA PUTRA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Perikanan Pancing Tonda

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5 KONDISI PERIKANAN TANGKAP KABUPATEN CIANJUR

MODEL BIONOMI PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN BAWAL PUTIH DI PERAIRAN PANGANDARAN JAWA BARAT

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelabuhan Perikanan 2.2 Fungsi Pelabuhan Perikanan

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Unit Penangkapan Pancing Tonda Definisi dan klasifikasi Alat penangkapan ikan

BAB II KONSEP PERSEDIAAN DAN EOQ. menghasilkan barang akhir, termasuk barang akhirnya sendiri yang akan di jual

BAB II LANDASAN TEORI

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelabuhan Perikanan Pengertian, klasifikasi dan fungsi pelabuhan perikanan

ANALISlS KEBUTUllAN SOLAR UNTUK KEPERLUAN PENANGKAPAN IKAN DI PELABUHAN PERIKANAN PANTAI (PPP) BAJOMULYO KABUPATEN PATI, JAWA TENGAH

5 KONDISI AKTUAL FASILITAS DAN PELAYANAN KEPELABUHANAN TERKAIT PENANGANAN HASIL TANGKAPAN

Indonesia merupakan negara kepulauan dan maritim yang. menyimpan kekayaan sumber daya alam laut yang besar dan. belum di manfaatkan secara optimal.

BAB 2 LANDASAN TEORI

4. BAB IV KONDISI DAERAH STUDI

PERIKANAN TUNA SKALA RAKYAT (SMALL SCALE) DI PRIGI, TRENGGALEK-JAWA TIMUR

VI. KARAKTERISTIK PENGELOLAAN PERIKANAN TANGKAP. Rumahtangga nelayan merupakan salah satu potensi sumberdaya yang

VIII. PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP YANG BERKELANJUTAN. perikanan tangkap di perairan Kabupaten Morowali memperlihatkan jumlah alokasi

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Lampiran 1. Kuisioner Penelitian KUESIONER

3.3 Metode Penelitian 3.4 Metode Pengambilan Sampel 3.5 Jenis Data yang Dikumpulkan

MANAJEMEN PERSEDIAAN (INVENTORY)

4. HASIL PENELITIAN 4.1 Keragaman Unit Penangkapan Ikan Purse seine (1) Alat tangkap

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

5 KONDISI AKTUAL PERIKANAN PANCING RUMPON, DAN FASILITAS DAN PELAYANAN KEPELABUHANAN TERKAIT DI PPN PALABUHANRATU

UJICOBA BEBERAPA WARNA UMPAN TIRUAN PADA PENANGKAPAN IKAN DENGAN HUHATE DI PERAIRAN BONE-BONE, KOTA BAU-BAU, SULAWESI TENGGARA HENDRAWAN SYAFRIE

Transkripsi:

ANALISIS KEBUTUHAN SOLAR UNTUK MENDUKUNG OPERASIONAL KAPAL PANCING TONDA DI PPN PALABUHANRATU DINNARI EKA HALLYZEPTA PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Analisis Kebutuhan Solar untuk Mendukung Operasional Kapal Pancing Tonda di PPN Palabuhanratu adalah karya saya sendiri dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya ilmiah yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, September 2012 Dinnari Eka Hallyzepta C44050539

ABSTRAK DINNARI EKA HALLYZEPTA, C44050539. Analisis Kebutuhan Solar untuk Mendukung Operasional Kapal Pancing Tonda di PPN Palabuhanratu. Dibimbing oleh TRI WIJI NURANI dan MUSTARUDDIN. Bahan bakar solar sangat penting dalam kegiatan perikanan tangkap, khususnya untuk mendukung kebutuhan operasional kapal pancing tonda di PPN Palabuhanratu. Penelitian ini bertujuan untuk menghitung jumlah kebutuhan solar bagi kapal pancing tonda di PPN Palabuhanratu, penyalur dan jumlah solar yang disalurkan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Penelitian lapangan dilakukan selama tiga bulan dengan studi kasus. Data primer dikumpulkan melalui pengamatan dan wawancara terhadap 25 orang responden nelayan pancing tonda dan tiga penyalur solar di PPN Palabuhanratu. Data sekunder diperoleh dari PPN Palabuhanratu dan tiga penyalur solar di pelabuhan tersebut. Pada tahun 2011 terdapat dua penyalur resmi bahan bakar solar di PPN Palabuhanratu yang diperuntukan unit pancing tonda, yaitu KUD Mina Sinar Laut melalui Solar Packet Dealer Nelayan (SPDN) yang menyalurkan solar sebanyak 1.683.577 liter dan PT Mekar Tunas Raya Sejati melalui Stasiun Pengisian Bahan bakar Nelayan (SPBN) sebanyak 6.905.985 liter. Kebutuhan solar bagi kapal pancing tonda pada tahun 2011 adalah sebesar 1.147.050 liter atau 13,09% dari jumlah pasokan kedua penyalur tersebut. Kata kunci: kebutuhan solar, unit pancing tonda, PPN Palabuhanratu

ABSTRACT DINNARI EKA HALLYZEPTA, C44050539. The Requirement Analysis of Diesel Fuel to Support The Troll Fishing Vessel Operational in Palabuhanratu Nusantara Fishing Port. Supervised by TRI WIJI NURANI and MUSTARUDDIN. Diesel fuel is vital importance in fishing activities, specially to support requirement of troll fishing operational in Palabuhanratu Nusantara Fishing Port. The objectives of this research to count the diesel fuel requirement to troll fishing vessel in Palabuhanratu Nusantara Fishing Port, amount of diesel fuel and dealer fulfill that requirement. The research conducted by during three months with case study. Primary data collected to through observation and interview to 25 fishermen responder of troll fishing and three diesel fuel dealers in Palabuhanratu Nusantara Fishing Port. Secondary data obtained from Palabuhanratu Nusantara Fishing Port and three diesel fuel dealers in the port. In the year 2011 there are two formal diesel fuel dealers in Palabuhanratu Nusantara Fishing Port which are allotment of troll fishing unit, that is KUD Mina Sinar Laut is managed by Solar Packet Dealer Nelayan (SPDN) to supply 1,683,577 liters diesel fuel and PT Mekar Tunas Raya Sejati is managed by Stasiun Pengisian Bahan Bakar Nelayan (SPBN) to supply 6,905,985 liters. Diesel fuel requirement for troll fishing vessel in 2011 is equal to 1,147,050 liters or 13.09% from amount of both of the dealer. Key words: diesel fuel requirement, troll fishing unit, Palabuhanratu Nusantara Fishing Port

Hak Cipta milik IPB, tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa seizin IPB.

ANALISIS KEBUTUHAN SOLAR UNTUK MENDUKUNG OPERASIONAL KAPAL PANCING TONDA DI PPN PALABUHANRATU DINNARI EKA HALLYZEPTA C44050539 Skripsi Sebagai salah satu untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

Judul Penelitian : Analisis Kebutuhan Solar untuk Mendukung Operasional Kapal Pancing Tonda di PPN Palabuhanratu Nama : Dinnari Eka Hallyzepta NRP : C44050539 Program Studi : Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap Disetujui Komisi Pembimbing Ketua, Anggota, Dr.Ir. Tri Wiji Nurani, M.Si. Dr. Mustaruddin, S.TP. NIP. 19650624 198903 2 002 NIP. 19750205 2007011 002 Diketahui Ketua Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Dr.Ir. Budy Wiryawan, M.Sc. NIP. 19621223 198703 1 001 Tanggal ujian : 11 September 2012 Tanggal lulus :

PRAKATA Kebutuhan bahan bakar solar adalah utama bagi nelayan pancing tonda di PPN Palabuhanratu untuk mengoperasikan kapalnya. Ketersediaan solar sangatlah penting diperhatikan. Skripsi ini mengungkapkan kebutuhan solar bagi kapal pancing tonda yang mendaratkan ikannya di PPN Palabuharatu, jumlah pasokan dan penyalurannya. Banyak pihak yang telah membantu penulis dalam penyelesaian tugas akhir ini. Sehubungan dengan itu penulis mengucapkan terimakasih atas semua arahan, bimbingan, bantuan, dukungan dan semangat yang telah diberikan. Penulis menyadari bahwa skripsi ini belum sempurna, oleh karena itu diharapkan kritik dan saran untuk penyempurnaannya. Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan pihak yang membutuhkan untuk pengembangan strategi pelayanan kebutuhan bahan bakar solar di PPN Palabuhanratu. Bogor, September 2012 Dinnari Eka Hallyzepta

UCAPAN TERIMAKASIH Tugas Akhir ini dapat diselesaikan dengan baik juga atas bantuan banyak semua pihak. Semoga Allah SWT memberikan manfaat kepada kita. Kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian tugas akhir ini, penulis mengucapkan terimakasih : 1) Dr.Ir. Tri Wiji Nurani, M.Si. dan Dr. Mustaruddin, S.TP. selaku Komisi Pembimbing yang telah memberikan arahan dan bimbingannya; 2) Dr.Ir. Ronny Irawan Wahju, M.Phil. sebagai Dosen Penguji Tamu dalam siding ujian skripsi dan Dr.Ir. Mohammad Imron, M.Si. sebagai Komisi Pendidikan yang telah memberikan masukan dan sarannya untuk perbaikan skripsi ini. Ucapan terimakasih juga disampaikan kepada seluruh civitas Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB atas semua ilmu yang telah diberikan; 3) Kepala Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu beserta Staf, Bapak Arik Permana dan nelayan pancing tonda yang telah membantu dalam mengumpulkan data selama melakukan penelitian; 4) Kedua orangtua tersayang dan sanak saudara atas doa, pengertian dan semangat yang telah diberikan; 5) Teman, sahabat dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu atas bantuannya dalam mengumpulkan data yang dibutuhkan selama penelitian dan dalam penyelesaian skripsi ini, serta atas doa dan semangatnya.

RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 27 September 1987. Penulis merupakan putra pertama dari dua bersaudara dari keluarga Bapak Moch. Prihatna Sobari dan Ibu Diniah. Penulis lulus dari SMA Bina Bangsa Sejahtera pada tahun 2005 dan pada tahun yang sama penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Saringan Masuk IPB (USMI). Pada semester III tahun akademik 2006/2007, untuk kelanjutan studi penulis memilih Program Studi Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap, Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Selama perkuliahan, penulis aktif membantu dosen dalam pelaksanaan praktikum mata kuliah sebagai asisten. Penulis menjadi asisten Mata Kuliah Dasar-dasar Perikanan Tangkap pada tahun akademik 2007/2008 dan 2009/2010 dan asisten Mata Kuliah Alat penangkapan Ikan pada tahun akademik 2007/2008 sampai dengan 2011/2012. Dalam rangka menyelesaikan tugas akhir, penulis melakukan penelitian sebagai bahan penyusunan skripsi dengan judul Analisis Kebutuhan Solar untuk Mendukung Operasional Kapal Pancing Tonda di PPN Palabuhanratu, dibimbing oleh Dr.Ir. Tri Wiji Nurani, M.Si. dan Dr. Mustaruddin, S.TP. Penulis dinyatakan lulus dalam Sidang Ujian Skripsi yang diselenggarakan oleh Program Studi Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap, Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor pada tanggal 11 September 2012.

DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN xi xii xiii 1 PENDAHULUAN.. 1 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Perumusan Masalah... 1 1.3 Tujuan 2 1.4 Manfaat.. 2 2 TINJAUAN PUSTAKA. 3 2.1 Pelabuhan Perikanan. 3 2.2 Unit Penangkapan Pancing Tonda. 5 2.3 Penyediaan Bahan Bakar... 8 2.4 Pengertian Sediaan 9 2.5 Fungsi Pengendalian Sediaan 10 2.6 Komponen Biaya Sediaan. 11 3 METODE PENELITIAN 12 3.1 Waktu dan Tempat. 12 3.2 Metode Penelitian.. 12 3.3 Metode Pengumpulan Data... 12 3.4 Metode Analisis Data 13 4 HASIL DAN PEMBAHASAN.. 15 4.1 Keadaan Umum PPN Palabuhanratu. 15 4.2 Unit Penangkapan Pancing Tonda. 18 4.2.1 Konstruksi alat penangkapan pancing tonda 19 4.2.2 Kapal pancing tonda.. 21 4.2.3 Nelayan... 21 4.2.4 Metode pengoperasian pancing tonda.. 22 ix

4.2.5 Daerah dan musim pengoperasian pancing tonda 24 4.2.6 Hasil tangkapan pancing tonda 25 4.3 Kebutuhan Bahan Bakar Solar... 27 4.4 Sediaan Bahan Bakar Solar 30 4.5 Pembahasan 36 5 KESIMPULAN DAN SARAN.. 40 5.1 Kesimpulan. 40 5.2 Saran... 40 DAFTAR PUSTAKA... 41 LAMPIRAN-LAMPIRAN.. 44 x

DAFTAR TABEL Halaman 1 Karakteristik setiap tipe Pelabuhan Perikanan... 5 2 Perkembangan jumlah kapal dan perahu di PPN Palabuhanratu periode 1993-2011 16 3 Jenis dan jumlah alat penangkapan ikan yang mendaratkan hasil tangkapannya di PPN Palabuhanratu tahun 2003-2011. 17 4 Perkembangan jumlah nelayan di PPN Palabuhanratu periode 1993-2011. 17 5 Perkembangan jumlah pancing tonda bulanan tahun 2009-2011.. 19 6 Volume produksi tuna (kg) dari unit penangkapan pancing tonda tahun 2009-2011.. 26 7 Nilai produksi tuna (Rp) dari unit penangkapan pancing tonda tahun 2009-2011. 26 8 Rincian kebutuhan solar satu kapal pancing tonda pada tahun 2011.. 28 9 Rincian perhitungan kebutuhan solar bulanan seluruh unit penangkapan pancing tonda pada tahun 2011 29 10 Jumlah kebutuhan solar bulanan kapal pancing tonda tahun 2009-2011 berdasarkan data primer.. 30 11 Jumlah kebutuhan solar bulanan unit penangkapan pancing tonda tahun 2009-2011 berdasarkan catatan PPN Palabuhanratu. 31 12 Jumlah pasokan solar bulanan tahun 2009-2011 32 13 Jumlah pasokan solar bulanan dari SPDN tahun 2009-2011.. 33 14 Pasokan jumlah solar melalui SPBN tahun 2009-2011.. 35 15 Pasokan solar melalui SPBB tahun 2009-2011. 36 16 Jumlah pasokan solar bulanan untuk kapal-kapal <30 GT di PPN Palabuhanratu tahun 2009-2011 37 17 Jumlah solar yang dibutuhkan dan pasokan tahun 2011 38 xi

DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Pancing tonda 7 2 Fluktuasi jumlah kapal pancing tonda bulanan pada periode tahun 2009-2011. 18 3 Alat penangkapan pancing tonda.. 20 4 Kapal pancing tonda. 21 5 Daerah pengoperasian pancing tonda... 24 6 Hasil tangkapan pancing tonda. 25 7 Perkembangan volume dan nilai produksi tahun 2009-2011. 27 8 Jumlah pasokan solar bulanan tahun 2009-2011 32 9 SPDN yang dikelola KUD Mina Sinar Laut 33 10 Bangunan kantor dan tangki penyaluran dari SPBN yang dikelola PT Mekar Tunas Raya Sejati.. 34 11 SPBB di PPN Palabuhanratu 35 xii

DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Keragaan teknis unit penangkapan pancing tonda menurut responden 44 2 Musim penangkapan ikan dan lama dalam satu trip menurut musim berdasarkan informasi responden... 45 3 Informasi responden tentang jarak fishing ground dari fishing base dan waktu tempuh ke fishing ground.. 46 4 Kebutuhan bahan bakar solar setiap responden... 47 xiii

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Solar merupakan satu jenis bahan bakar minyak yang sangat diperlukan masyarakat nelayan dalam kegiatan melautnya. Sejak meluncurnya kebijakan pemerintah tentang kenaikan harga bahan bakar minyak, pemerintah membangun lembaga pemasok solar ke lokasi-lokasi strategis penggunanya, yaitu di lingkungan pelabuhan perikanan, diantaranya adalah Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Palabuhanratu. Bahan bakar solar sangat penting dalam kegiatan perikanan tangkap, khususnya untuk mendukung pengoperasian kapal penangkap ikan. Salah satu sentra kegiatan perikanan tangkap terbesar di selatan Jawa Barat adalah Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Palabuhanratu. Di lokasi ini banyak berlabuh kapal-kapal pancing tonda. Jumlah rata-rata bulanan unit pancing tonda yang beroperasi di perairan Palabuhanratu meningkat tajam dari tahun 2009 ke tahun 2011, yaitu rata-rata 50 unit per bulan pada tahun 2009 menjadi 94 unit per bulan pada tahun 2011, artinya terjadi peningkatan sebesar 188%. Peningkatan jumlah armada penangkapan pancing tonda ini tentunya akan mempengaruhi kebutuhan dan sediaan bahan bakar solar untuk keperluan kegiatan melaut. Sediaan solar seharusnya juga meningkat. Penyediaan bahan bakar solar sangatlah penting dalam kegiatan penangkapan ikan. Selain dari SPBU, nelayan mendapatkan solar dari sejumlah penyalur, baik yang bersifat resmi maupun tidak resmi. Sejumlah penyalur solar yang resmi terdaftar di PPN Palabuhanratu diantaranya dalam katagori Solar Packet Dealer Nelayan (SPDN), Stasiun Pengisian Bahan bakar Nelayan (SPBN) dan Stasiun Pengisian Bahan bakar Bunker (SPBB). Adakah perbedaan diantara ketiga penyalur tersebut, berapa jumlah solar yang disalurkannya, dan berapakah jumlah kebutuhan solar nelayan, khususnya untuk armada penangkapan pancing tonda, belum diketahui dan belum pernah ada yang menghitungnya. Oleh karena itu, penulis berminat melakukan penelitian tentang halhal tersebut. 1.2 Permasalahan Peningkatan jumlah rata-rata bulanan unit pancing tonda yang beroperasi di perairan Palabuhanratu mencapai 188% pada tahun 2011 dari tahun 2009. Kondisi ini

2 akan meningkatkan kebutuhan bahan bakar solarnya. Bahan bakar solar merupakan salah satu kebutuhan utama bagi nelayan untuk mengoperasikan kapal pancing tonda, namun nelayan seringkali sulit memperoleh jenis bahan bakar ini, terutama saat musim tertentu. Idealnya, nelayan seharusnya tidaklah sulit mendapatkan bahan bakar minyak termasuk solar di suatu pelabuhan perikanan. Kesulitan itu terjadi di PPN Palabuhanratu, walaupun sudah ada sejumlah penyalur resmi. Melalui penelitian ini akan diungkap beberapa hal berikut : 1) Berapa jumlah solar yang disalurkan untuk memenuhi kebutuhan nelayan pancing tonda di PPN Palabuhanratu, 2) Berapa jumlah kebutuhan solar bagi nelayan pancing tonda di PPN Palabuhanratu. 1.3 Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk 1) Menentukan jumlah solar yang disalurkan untuk memenuhi kebutuhan nelayan pancing tonda di PPN Palabuhanratu, 2) Menentukan persediaan kebutuhan solar yang ideal bagi nelayan pancing tonda di PPN Palabuhanratu. 1.4 Manfaat Manfaat yang diharapkan dapat diperoleh dari penelitian ini sebagai berikut : 1) Menambah wawasan penulis tentang persediaan kebutuhan solar bagi nelayan pancing tonda di PPN Palabuhanratu dan sistem penyalurannya, 2) Sebagai masukan bagi pengelola PPN Palabuhanratu dalam hal pengadaan salah satu jenis bahan bakar minyak yang dibutuhkan dalam kegiatan perikanan tangkap di wilayah Palabuhanratu, 3) Sebagai bahan pertimbangan bagi pengelola PPN Palabuhanratu untuk menentukan sistem pengadaan dan kesediaan jumlah solar dengan harga yang memadai bagi nelayan di sekitar PPN Palabuhanratu, khususnya bagi nelayan pancing tonda.

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelabuhan Perikanan Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan Pasal 1, Pelabuhan perikanan adalah tempat yang terdiri atas daratan dan perairan di sekitarnya dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan sistem bisnis perikanan yang dipergunakan sebagai tempat kapal perikanan bersandar, berlabuh, dan/atau bongkar muat ikan yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan pelayaran dan kegiatan penunjang perikanan. Pelabuhan perikanan mempunyai fungsi yang bersifat umum dan khusus (Murdiyanto 2004). Fungsi umum merupakan fungsi yang terdapat pula pada pelabuhan lain selain pelabuhan perikanan, misal pelabuhan umum atau pelabuhan niaga. Fasilitas-fasilitas yang perlu dibangun untuk memenuhi fungsi umum pelabuhan perikanan antara lain : 1) Jalan masuk yang aman bagi kapal yang datang menuju pintu gerbang masuk pelabuhan dengan kedalaman air yang cukup; 2) Pintu atau gerbang pelabuhan dan saluran navigasi yang aman dan dalam; 3) Kolam air yang cukup luas, dalam dan terlindung dari gelombang dan arus yang kuat untuk keperluan kegiatan kapal di dalam pelabuhan; 4) Bantuan peralatan navigasi untuk memandu kapal agar dapat melakukan manuver di dalam areal pelabuhan dengan lebih mudah dan aman; 5) Mendirikan bangunan penahan gelombang (breakwater) jika dianggap perlu; 6) Dermaga yang cukup panjang dan luas untuk melayani kapal yang berlabuh; 7) Fasilitas yang menyediakan bahan kebutuhan pelayaran, seperti bahan bakar minyak, pelumas, air minum, listrik, saluran pembuangan sisa kotoran dari kapal, penanggulangan sampah dan sistem pemadam kebakaran; 8) Bangunan rumah dan perkantoran yang perlu untuk kelancaran dan pendayagunaan operasional pelabuhan; 9) Areal di bagian laut dan darat untuk perluasan atau pengembangan pelabuhan;

4 10) Jalan raya atau jalan kereta api atau lori yang cukup panjang untuk sistem transportasi dalam areal pelabuhan dan untuk hubungan dengan daerah lain di luar pelabuhan; 11) Tempat parkir yang cukup luas untuk kendaraan industri atau perorangan di dalam pelabuhan, sehingga arus lalu-lintas di kompleks pelabuhan dapat berjalan lancar; 12) Fasilitas perbaikan, reparasi dan pemeliharaan kapal, seperti dok dan perbengkelan umum untuk melayani permintaan sesewaktu. Fungsi khusus (Murdiyanto 2004) adalah fungsi-fungsi yang berkaitan dengan dengan masalah perikanan yang memerlukan pelayanan khusus yang belum terlayani oleh adanya berbagai fasilitas fungsi umum. Fungsi khusus merupakan tugas pelayanan di pelabuhan perikanan yang membedakannya dari pelabuhan lain yang bukan pelabuhan perikanan. Fasilitas yang diperlukan untuk memenuhi fungsi khusus pelabuhan perikanan antara lain : 1) Fasilitas pelelangan ikan yang cukup luas dan dekat dengan tempat pendaratan; 2) Fasilitas penanganan dan pengolahan ikan; 3) Pabrik es; 4) Fasilitas penyediaan sarana produksi penangkapan ikan. Ciri khusus lain dari pelabuhan perikanan adalah ukuran kapal yang relatif kecil dan berjumlah banyak. Hal ini menjadi pertimbangan tersendiri dalam membangun suatu pelabuhan perikanan. Pelabuhan perikanan (Murdiyanto 2004) pada hakekatnya merupakan basis utama kegiatan industri perikanan tangkap yang harus dapat menjamin suksesnya aktivitas usaha perikanan tangkap di laut. Pelabuhan perikanan berperan sebagai terminal yang menghubungkan kegiatan usaha di laut dan di darat ke dalam suatu sistem usaha dan berdayaguna tinggi. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor: PER.16/MEN/2006 tentang Pelabuhan Perikanan mengemukakan bahwa berdasarkan kapasitas dan kemampuan menangani kapal yang datang dan pergi, serta letak dan posisinya, Pelabuhan Perikanan dibagi menjadi empat kategori utama yaitu : 1) PPS (Pelabuhan Perikanan Samudera) 2) PPN (Pelabuhan Perikanan Nusantara)

5 3) PPP (Pelabuhan Perikanan Pantai) 4) PPI (Pangkalan Pendaratan Ikan) Masing-masing tipe pelabuhan perikanan ini mempunyai karakteristik yang berbeda. Karaktertistik setiap tipe pelabuhan perikanan secara rinci dapat dilihat dalam Tabel 1. Tabel 1 Karakteristik setiap tipe pelabuhan perikanan No Kriteria Pelabuhan Perikanan 1. Daerah operasional kapal ikan yang dilayani PPS PPN PPP PPI Wilayah laut teritorial, Zona Ekonomi Ekslusif (ZEEI) dan perairan internasional Perairan ZEEI dan laut teritorial Perairan pedalaman, perairan kepulauan, laut teritorial, wilayah ZEEI Perairan pedalaman dan perairan kepulauan 2. Fasilitas tambat/labuh >60 GT 30-60 GT 10-30 GT 3-10 GT kapal 3. Panjang dermaga dan Kedalaman kolam >300 m dan >3 m 150-300 m dan >3 m 100-150 m dan >2 m 50-100 m dan >2 m 4. Kapasitas menampung Kapal >6000 GT (ekivalen dengan 100 buah kapal berukuran 60 GT) >2250 GT (ekivalen dengan 75 buah kapal berukuran 30 GT) >300 GT (ekivalen dengan 30 buah kapal berukuran 10 GT) >60 GT (ekivalen dengan 20 buah kapal berukuran 3 GT) 5. Volume ikan yang rata-rata 60 rata-rata 30 - - didaratkan ton/hari ton/hari 6. Ekspor ikan Ya Ya Tidak Tidak 7. Luas lahan >30 ha 15-30 ha 5-15 ha 2-5 ha 8. Fasilitas pembinaan Ada Ada/Tidak Tidak Tidak mutu hasil perikanan 9. Tata ruang (zonasi) pengolahan/ pengembangan industri perikanan Ada Ada Ada Tidak Sumber : http://www.pipp.dkp.go.id/pipp2/pelabuhan_index.html 01 Oktober 2006 diacu dalam Diniah (2008) 2.2 Unit Penangkapan Pancing Tonda Unit penangkapan ikan adalah kesatuan teknis dalam suatu operasi penangkapan ikan, terdiri atas kapal atau perahu beserta mesin penggeraknya, alat tangkap dan nelayan. Unit penangkapan pancing rumpon yang mendaratkan hasil tangkapannya di PPN Palabuhanratu secara formal tercatat di dalam buku statistik perikanan PPN Palabuhanratu sebagai pancing tonda, karena alat penangkapan ikan ini dioperasikan di sekitar rumpon. Oleh karena itu, untuk selanjutnya unit penangkapan ikan ini disebut sebagai pancing tonda. Unit penangkapan pancing tonda terdiri atas kapal, empat jenis alat tangkap pancing dan nelayan yang mengoperasikannya. Unit

6 penangkapan pancing tonda yang mendaratkan hasil tangkapannya di PPN Palabuhanratu digunakan untuk menangkap ikan berukuran besar dan bernilai ekonomis penting, seperti cakalang dan tuna (PPN Palabuhanratu 2011; Sari 2011). Menurut klasifikasi von Brandt (2005), pancing tonda termasuk dalam kelompok perikanan pancing (lines), sementara dalam Statistik Perikanan Indonesia dari Kementerian Kelautan dan Perikanan tergolong kelompok pancing (hook and line). Sari (2011) mengemukakan bahwa pancing tonda terdiri atas pancing layang-layang, pancing jerigen, pancing tonda dan pancing kotrek. Secara umum keempat jenis pancing dalam unit penangkapan pancing tonda terdiri atas bagian tali pancing, mata pancing, swivel, pelampung dan pemberat. Cara pengoperasian dari keempat jenis pancing yang digunakan agak berbeda, namun keempatnya dioperasikan bersama pada trip yang sama. Pancing tonda memiliki nama daerah yang beragam, diantaranya pancing irid atau klewer (Jawa), pancing kaladalam atau kabalancam (Sepulu, Madura), pancing lohmoloh atau palanggungan atau lemading (Pegagan, Madura), pancing pengenser (Bawean), lor bebe (Penarukan, Jatim), pancing pengambes (Puger, Jatim), pancing pemalesan (Bali) dan kakahu atau sela (Ambon, Maluku Selatan) (Subani dan Barus 1989). Menurut Gunarso (1989), pancing tonda adalah alat penangkapan ikan berupa tali yang diberi umpan tiruan atau imitation bait di sekitar mata pancingnya. Pancing tonda dioperasikan dengan cara ditarik menggunakan kapal secara horizontal. Kadangkadang nelayan menggunakan umpan utuh atau true bait dalam pengoperasian pancing tonda. Sasaran tangkap unit penangkapan pancing tonda adalah jenis-jenis ikan pelagis besar yang biasa hidup di lapisan permukaan dan mempunyai nilai ekonomis tinggi dengan kualitas daging yang tinggi, seperti tuna, cakalang dan tongkol. Pancing tonda (Gambar 1) terdiri atas bagian-bagian (Subani dan Barus 1989) : 1) Tali utama, dari bahan nilon monofilamen dengan panjang bervariasi, namun umumnya berkisar antara 50-100 meter 2) Kili-kili (swivel) 3) Tali kawat (wire rope) 4) Mata pancing (hook) 5) Umpan tiruan, berbentuk cumi-cumi, ikan, dan lain-lain. Kapal pancing tonda yang umum digunakan memiliki panjang berkisar antara 5-20 m (Sainsbury 1971). Umumnya kapal memiliki 1-2 outriggers sebagai tempat tali

7 pancing diikatkan. Nelayan pancing tonda biasa disebut dengan pemancing. Jumlah nelayan yang terlibat dalam pengoperasian pancing tonda terdiri atas 4-7 orang (Adwino 1998). 1 2 3 4 5 6 7 8 Keterangan : 1. Joran 2. Tali Pancing 3. Swivel 4. Tali pancing utama 5. Papan penyelam submarine board 6. Mata pancing dan umpan 7. Tali penarik tali pancing utama 8. Tempat menarik hasil tangkapan Sumber : www.kp3k.kkp.go.id Gambar 1 Pancing tonda Menurut Subani dan Barus (1989), pengoperasian pancing tonda menggunakan umpan, baik umpan segar maupun umpan buatan. Umpan buatan yang biasa digunakan adalah umpan yang dibentuk dari bulu ayam (chicken feader), bulu domba (sheep wools), potongan kain yang berwarna menarik, maupun bahan dari plastik berbentuk miniatur yang menyerupai aslinya. Bentuk umpan buatan diantaranya dapat menyerupai cumi-cumi atau ikan. Pengoperasian pancing tonda dilakukan pada siang hari. Pancing tonda ditarik secara horizontal oleh perahu atau kapal yang bergerak di depan gerombolan ikan sasaran. Umpan buatan yang dipasang pada mata pancing dapat bergerak seperti ikan asli, karena adanya pengaruh tarikan dari kapal. Kecepatan tarik kapal bergantung pada ikan target tangkapan, untuk ikan perenang cepat seperti tuna dan cakalang biasanya dengan kecepatan 6-8 knot (Sainsbury 1971). Hasil tangkapan utama dari unit penangkapan pancing tonda adalah ikan tuna madidihang (Thunnus albacares), cakalang (Katsuwonus pelamis) dan setuhuk (Makaira sp.). Hasil tangkapan sampingan antara lain tongkol (Euthynnus spp.) dan ikan tenggiri (Scomberomorus commersonii) (Sainsbury 1971; Subani dan Barus 1989; Handriana 2007). Ikan merupakan organisme yang bersifat mobile, artinya ikan sering berpindahpindah tempat. Hal ini menyebabkan sulitnya menentukan arah dan letak dari perpindahan daerah penangkapan ikan. Tuna hidup di perairan tempat pertemuan

8 antara dua arus atau front, tempat terjadinya upwelling, konvergensi dan divergensi. Daerah ini merupakan daerah berkumpulnya plankton, yaitu perairan dengan salinitas sekitar 34 ppt serta temperatur optimum berkisar antara 15 0 C-30 0 C (Hetharuca 1983 vide Handriana 2007). Pengoperasian alat tangkap pancing tonda hampir terdapat di seluruh perairan Indonesia. Alat ini banyak digunakan di daerah Jawa Barat, Jawa Timur, Madura, Bali, Ambon dan Sumatera (Subani dan Barus 1989). 2.3 Penyediaan Bahan Bakar Bahan bakar minyak (BBM) masih diusahakan oleh pemerintah dengan harga yang masih disubsidi. Perusahaan yang mengelola penyaluran BBM di dalam negeri adalah Pertamina. Penyaluran BBM dari Pertamina kepada masyarakat dilakukan guna memutar roda perekonomian nasional (Razak 2004). Razak (2004) mengemukakan bahwa penyaluran BBM kepada nelayan di PP dan PPI melibatkan beberapa instansi, yaitu : 1) Pertamina, 2) Departemen Kelautan dan Perikanan, 3) Tim Pelaksana Penanggulangan Penyalahgunaan BBM (TP3BBM), 4) Dewan Pimpinan Pusat Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (DPP HNSI), 5) Departemen Koperasi. Tujuan dari kerjasama ini untuk mencapai beberapa tujuan, yaitu : 1) Mendekatkan lokasi penyaluran BBM ke sentra-sentra nelayan, 2) Menyediakan pasokan BBM bagi nelayan dalam jumlah yang cukup, 3) Menjamin harga BBM yang dibeli nelayan dengan harga seperti di SPBU. Menurut petunjuk pelaksanaan Pertamina (Razak 2004), jatah BBM yang diberikan Pertamina kepada PP atau PPI ditentukan berdasarkan besarnya konsumsi BBM di PP atau PPI dengan melihat jumlah, jenis dan tonase kapal. Jatah BBM juga ditetapkan berdasarkan rekomendasi dari TP3BBM dan juga harus disesuaikan dengan kapasitas mobil tanki, sebanyak delapan kilo liter. Lembaga-lembaga penyalur BBM Pertamina hingga tahun 2004 sudah turut melayani kebutuhan nelayan, namun dengan jumlah dan lokasi terbatas atau tidak menyebar.

9 2.4 Pengertian Sediaan Persediaan atau inventory suatu istilah umum yang menunjukkan segala sesuatu atau sumberdaya-sumberdaya organisasi yang disimpan dalam antisipasinya terhadap pemenuhan permintaan. Permintaan akan sumberdaya bisa internal maupun eksternal, terdiri atas bahan mentah, barang dalam proses, barang jadi atau produk akhir, bahanbahan pembantu atau pelengkap dan komponen lainnya yang menjadi keluaran produk perusahaan (Handoko 1985). Pengendalian persediaan merupakan fungsi manajerial yang sangat penting, karena persediaan fisik banyak perusahaan melibatkan investasi rupiah terbesar dalam pos aktiva lancar. Bila perusahaan menanamkan terlalu banyak dana dalam persediaan, akan menyebabkan biaya penyimpanan berlebihan, dan mungkin mempunyai opportunity cost untuk dapat ditanamkan dalam investasi lain yang lebih menguntungkan. Demikian pula bila perusahaan tidak mempunyai persediaan yang mencukupi, dapat mengakibatkan biaya-biaya dari terjadinya kekurangan bahan baku (Handoko 1985). Model pengendalian sediaan dibedakan atas dua jenis, yaitu model pengendalian sediaan deterministik dan model pengendalian sediaan stokastik. Pada model pengendalian, sediaan deterministik permintaan pasar telah tertentu dan diketahui dengan pasti. Sementara pada model pengendalian sediaan stokastik, permintaan pasar tidak tertentu dengan pasti tetapi menyebar menurut fungsi peluang (Taha 1982 vide Siahaan 1990). Sistem persediaan merupakan serangkaian kebijaksanaan dan pengendalian yang memonitor tingkat persediaan dan menentukan tingkat yang harus dijaga, kapan persediaan harus diisi dan berapa besar pesanan harus dilakukan. Sistem ini bertujuan menetapkan dan menjamin tersedianya sumberdaya yang tepat, dalam kuantitas dan pada waktu yang tepat. Atau dengan kata lain, sistem dan model persediaan bertujuan untuk meminimumkan biaya total melalui penentuan apa, berapa dan kapan pesanan dilakukan secara optimal (Handoko 1985). Ada beberapa jenis persediaan, setiap jenis mempunyai karakteristik khusus dan cara pengolahan yang berbeda. Handoko (1985) membedakan persediaan menurut jenisnya sebagai berikut : (1) Persediaan bahan mentah (raw material) yaitu persediaan barang-barang berwujud yang digunakan dalam proses produksi.

10 (2) Persediaan komponen-komponen rakitan (purchased parts atau components), yaitu persediaan barang-barang yang terdiri atas komponen-komponen yang diperoleh dari perusahaan lain yang secara langsung dapat dirakit menjadi suatu produk. (3) Persediaan bahan pembantu atau penolong (supplies), yaitu persediaan barangbarang yang diperlukan dalam proses produksi, tetapi tidak merupakan bagian atau komponen barang jadi. (4) Persediaan barang dalam proses (work in process), yaitu persediaan barang-barang yang merupakan keluaran dari tiap-tiap bagian dalam proses produksi atau yang telah diolah menjadi suatu bentuk, tetapi masih perlu diproses lebih lanjut menjadi barang jadi. (5) Persediaan barang jadi (finished goods), yaitu persediaan barang-barang yang telah selesai diproses atau diolah dalam pabrik dan siap untuk dijual atau dikirim kepada langganan. 2.5 Fungsi Pengendalian Sediaan Efisiensi operasional suatu organisasi dapat ditingkatkan karena berbagai fungsi penting persediaan. Harus diingat bahwa persediaan adalah sekumpulan produk fisikal pada berbagai tahap proses transformasi dari bahan mentah ke barang dalam proses, dan kemudian barang jadi. Handoko mengemukakan bahwa fungsi pengendalian sediaan dapat didefinisikan sebagai berikut : (1) Fungsi decoupling Fungsi penting persediaan adalah memungkinkan operasi-operasi perusahaan internal dan eksternal kebebasan (independence). Persediaan decouples ini memungkinkan perusahaan dapat memenuhi per mintaan langganan tanpa tergantung pada supplier. (2) Fungsi economic lot sizing Persediaan lot size ini perlu mempertimbangkan penghematan-penghematan (potongan pembelian, biaya pengangkutan per unit lebih murah dan sebagainya), karena perusahaan melakukan pembelian dalam kuantitas yang lebih besar dibandingkan dengan biaya-biaya yang timbul akibat besarnya persediaan, seperti biaya sewa gudang, investasi, resiko, dan sebagainya.

11 (3) Fungsi antisipasi Sering perusahaan menghadapi fluktuasi permintaan yang dapat diperkirakan dan diramalkan berdasarkan pada pengalaman atau data masa lalu, yaitu permintaan musiman. Dalam hal ini perusahaan dapat mengadakan persediaan musiman atau seasonal inventaries. Disamping itu, perusahaan juga sering menghadapi ketidakpastian jangka waktu pengiriman dan permintaan akan barang-barang selama periode persamaan kembali, sehingga memerlukan kuantitas ekstra yang sering disebut persediaan pengaman atau safety inventories. Persediaan antisipasi ini penting agar kelancaran proses produksi tidak terganggu. 2.6 Komponen Biaya Sediaan Banyak faktor yang harus diperhatikan dalam menentukan masalah tingkat pengendalian persediaan, diantaranya faktor biaya (Yusnita 2003 vide Mailany 2005). Menurut Supranto (1998) vide Mailany (2005), komponen-komponen biaya pengendalian secara garis besar dibedakan atas tiga bagian, yaitu : (1) Biaya pemesanan (ordering cost) Biaya pemesanan merupakan biaya yang dikeluarkan untuk menanggung biaya pemesanan, meliputi antara lain gaji pegawai, biaya telepon, biaya pengepakan dan penimbangan. (2) Biaya penyimpanan (holding cost) Biaya penyimpanan terdiri atas biaya-biaya yang bervariasi secara langsung dengan kuantitas persediaan. Biaya-biaya yang termasuk sebagai biaya penyimpanan, seperti biaya menyimpan, biaya kerusakan, biaya asuransi, pajak dan sebagainya. (3) Biaya kekurangan (shortage costs) Biaya kekurangan adalah biaya yang disebabkan keterlambatan di dalam memenuhi permintaan atau ketidakmampuan untuk memenuhinya sama sekali, karena kehabisan stok misalnya. Biaya-biaya yang termasuk sebagai biaya kekurangan antara lain biaya pemesanan khusus, terganggunya operasi dan tambahan kegiatan manajerial.

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian. Penelitian ini akan dilakukan di sekitar PPN Palabuhanratu, khususnya bagi nelayan pancing tonda. Pengumpulan data di lapangan dilakukan pada bulan Desember 2009, bulan April 2011 dan bulan Februari 2012. 3.2 Metode Penelitian. Metode penelitian yang digunakan adalah studi kasus. Sebagai kasusnya adalah penyediaan kebutuhan solar untuk kapal pancing tonda yang mendaratkan hasil tangkapannya di Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Palabuhanratu. 3.3 Metode Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan ada dua jenis, yaitu data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan cara wawancara dan pengamatan langsung terhadap nelayan pancing tonda dan penyalur solar di PPN Palabuhanratu. Wawancara dilakukan berdasarkan daftar pertanyaan dan kuesioner yang telah disiapkan sebelumnya. Pengamatan dilakukan terhadap kegiatan penyaluran solar di sekitar PPN Palabuhanratu. Data primer yang dikumpulkan antara lain karakteristik kapal pancing tonda, mengidentifikasi kebutuhan solar setiap responden nelayan pancing tonda dan masalah penyediaan solar di PPN Palabuhanratu. Jumlah contoh yang diwawancara adalah 25 responden nelayan pancing tonda dan semua penyalur solar yang resmi di PPN Palabuhanratu. Responden ditentukan dengan metode purposive sampling, yaitu penentuan responden dengan cara sengaja dipilih berdasarkan kriteria tertentu. Kriteria yang menjadi dasar pemilihan responden adalah nelayan yang bisa berkomunikasi dengan baik pada saat diwawancara, sehingga diperoleh data yang diinginkan sesuai dengan tujuan penelitian ini. Responden penyalur solar berjumlah tiga instansi, yaitu yang resmi terdaftar sebagai penyalur solar di PPN Palabuhanratu. Data sekunder diperoleh dari dokumen-dokumen dari Dinas Perikanan dan Kelautan setempat, kantor PPN Palabuhanratu, perusahaan penyalur solar, dan lainlain. Data sekunder yang dikumpulkan meliputi:

13 1) Jumlah pemesanan dan biaya penyimpanan solar, 2) Harga beli dan harga jual solar (Rp per liter), 3) Frekuensi dan volume pemesanan solar dalam satu tahun, 4) Frekuensi dan volume penjualan solar dalam satu tahun, dll. 3.4 Metode Analisis Data Analisis data dilakukan menggunakan perhitungan matematika sederhana. Data yang diperoleh ditabulasikan dan dibuat grafik dalam penampilannya. Langkahlangkah yang dilakukan dalam analisis data diuraikan sebagai berikut. 1) Mentabulasikan data penggunaan solar hasil wawancara dan laporan atau data statistik PPN Palabuhanratu, yaitu data keperluan solar setiap trip operasi penangkapan ikan dan jumlah trip dalam setiap bulannya. Jumlah solar dan trip dibedakan berdasarkan musim penangkapan ikan yang berlangsung. Tercatat ada tiga musim penangkapan ikan, yaitu musim puncak penangkapan ikan, musim sedang dan musim paceklik. 2) Menghitung rata-rata kebutuhan solar tahunan unit pancing tonda berdasarkan hasil wawancara (data primer) menggunakan rumus : STh Keterangan : 25 3 m 1 n 1 m S t t STh = Rata-rata kebutuhan solar tahunan unit pancing tonda (liter/unit) S t = Jumlah kebutuhan solar unit pancing tonda ke-m pada musim ke-n t = Jumlah trip pancing tonda ke-m pada musim ke-n m = Unit pancing tonda ke 1, 2,., 25 n = Musim penangkapan ikan ke-1 (musim puncak), ke-2 (musim sedang) dan ke-3 (musim paceklik) 3) Menghitung jumlah kebutuhan solar berdasarkan data statistik per unit pancing tonda di bulan ke-z, yaitu dengan mengalikan antara jumlah kebutuhan solar per trip di bulan ke-z dengan jumlah trip di bulan ke-z. Perhitungan ini dilakukan menggunakan rumus : SB ST z z T z

14 Keterangan : SB z = Jumlah kebutuhan solar per unit pancing tonda di bulan ke-z (liter/unit) ST z = Jumlah kebutuhan solar per trip per unit pancing tonda di bulan ke-z (liter/trip) T z = Jumlah trip per bulan z = 1, 2,, 12 4) Menghitung jumlah kebutuhan solar bulanan untuk seluruh unit pancing tonda. Tahapan pertama adalah mengalikan jumlah kebutuhan solar per unit pancing tonda di bulan ke-z dengan jumlah armada penangkapan ikan yang beroperasi di bulan ke-z dan selanjutnya ditotalkan untuk setiap bulan. Jumlah armada penangkapan ikan yang beroperasi setiap bulan diambil dari data Statistik Perikanan Tangkap. Tahapan kedua adalah membagi hasil total kebutuhan solar tersebut dengan jumlah bulan operasi. rumus : SB 12 z 1 SB z z UP z Perhitungan ini dilakukan menggunakan Keterangan : SB = Jumlah kebutuhan solar bulanan seluruh unit pancing tonda (liter) SB z = Jumlah kebutuhan solar per unit pancing tonda di bulan ke-z (liter/unit) UP z = Jumlah unit pancing tonda di bulan ke-z z = 1, 2,., 12 (bulan operasi pancing tonda) 5) Menghitung jumlah kebutuhan solar untuk armada penangkapan ikan per tahun dengan cara menjumlahkan besaran kebutuhan solar setiap bulan, mulai Januari hingga Desember. 6) Membandingkan jumlah kebutuhan solar bulanan dan tahunan yang telah dihitung dengan data pemakaian solar yang tercatat dalam Statistik Perikanan Tangkap PPN Palabuhanratu dan jumlah solar yang dipasok yang tercatat di setiap penyalur.

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum PPN Palabuhanratu Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Palabuhanratu yang terletak di Kecamatan Palabuhanratu merupakan salah satu pusat fasilitas dan aktivitas perikanan tangkap di Kabupaten Sukabumi. Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu mampu menampung perahu atau armada perikanan dengan kapasitas di atas 30 GT, sedangkan di tempat pendaratan ikan lainnya yang ada di Kabupaten Sukabumi hanya dapat menampung kapal-kapal yang berbobot tidak lebih dari 15 GT. Hal inilah yang menyebabkan jumlah ikan yang didaratkan dan dilelang di PPN Palabuhanratu jauh lebih banyak dibandingkan dengan jumlah ikan yang didaratkan dan dilelang di kecamatan lain (PPN Palabuhanratu 2011). Secara umum kapal penangkapan ikan di Palabuhanratu dapat diklasifikasikan menjadi dua jenis, yaitu kapal motor (KM) dan perahu motor tempel (PMT). Kapal motor adalah kapal yang pengoperasiannya menggunakan mesin yang disimpan di dalam badan kapal (inboard engine) dan digunakan untuk mengoperasikan alat tangkap rawai, tuna longline, gillnet, pancing ulur, purse seine, pancing tonda. Kapal motor juga biasanya digunakan oleh nelayan sebagai angkutan ke bagan. Perahu motor tempel adalah kapal atau perahu yang pengoperasiannya menggunakan mesin motor tempel (outboard engine) dan umumnya digunakan oleh nelayan trammel net, payang, rampus dan pancing ulur. Perkembangan jumlah armada perikanan yang menggunakan PPN Palabuhanratu sebagai fishing base selama 19 tahun terakhir berfluktuasi. Jenis kapal perikanan yang mendominasi setiap tahun pada periode 1993-2011 bervariasi, pada tiga tahun terakhir armada perikanan didominasi oleh perahu motor tempel. Pada tahun 2011 armada perikanan berjumlah 1.090 unit atau meningkat sebesar 30,23% dari tahun 2010. Perkembangan jumlah kapal atau perahu yang tercatat berlabuh di PPN Palabuhanratu periode 1993-2011 menurut jenisnya dapat dilihat pada Tabel 2. Alat penangkapan ikan yang digunakan oleh nelayan di Palabuhanratu sangat bervariasi dengan jumlah yang berfluktuasi selama sembilan tahun terakhir. Alat penangkapan ikan yang paling banyak mendaratkan hasil tangkapannya di PPN Palabuhanratu dalam dua tahun terakhir ini adalah pancing tonda, berjumlah 1.124 unit.

16 Secara lengkap jenis dan jumlah alat penangkapan ikan dalam periode tahun 2003-2011 dapat dilihat dalam Tabel 3. Tabel 2 Perkembangan jumlah kapal dan perahu yang berlabuh di PPN Palabuhanratu periode 1993-2011 Tahun Jenis Kapal/Perahu Perikanan (unit) Jumlah total KM PMT (unit) 1993 342 78 420 1994 344 101 445 1995 352 109 461 1996 365 123 488 1997 290 116 406 1998 275 146 421 1999 278 181 459 2000 235 181 416 2001 167 323 490 2002 135 317 452 2003 128 253 381 2004 138 266 404 2005 229 428 657 2006 511 287 798 2007 531 321 852 2008 416 230 646 2009 364 394 758 2010 346 491 837 2011 461 629 1.090 Sumber : PPN Palabuhanratu (2011) Nelayan di Palabuhanratu dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu nelayan pemilik dan nelayan buruh. Nelayan pemilik atau juragan adalah nelayan yang memiliki fasilitas produksi dan membiayai operasi penangkapan ikan. Nelayan ini juga berperan dalam proses pendaratan sampai pemasaran hasil tangkapan. Nelayan buruh adalah nelayan yang secara langsung melakukan operasi penangkapan ikan dan umumnya tidak memiliki alat tangkap. Jumlah nelayan di Palabuhanratu pada periode 1993-2011 berfluktuasi. Pada tiga tahun terakhir, tahun 2009-2011, terjadi peningkatan jumlah nelayan. Pada tahun 2011 terjadi peningkatan jumlah nelayan sebesar 2,12% dari tahun 2010. Perkembangan jumlah nelayan di PPN Palabuhanratu periode 1993-2011 dapat dilihat pada Tabel 4.

17 Tabel 3 Jenis dan jumlah alat penangkapan ikan yang mendaratkan hasil tangkapannya di PPN Palabuhanratu tahun 2003-2011 Alat Penangkapan Jumlah alat penangkapan ikan (unit) per tahun Ikan 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 Pancing 2020 1902 - - - - - - - Payang 1002 1027 1009 1812 159 45 971 533 375 Bagan 1289 1097 2913 2333 - - - - - Jaring Klitik - 264 47 - - - - - - Rampus 127 552 160 476 101 35 553 301 91 Gill Net 1813 1700 264 581 109 40 369 118 54 Tuna Longline 205 238 399 204 1-275 437 - Pancing Layur - 92 238 44 - - - - - Rawai 72 128 73 61 4 - - - - Purse Seine 33 96 17 6 5 2 18 12 - Trammel Net - 324 71 185 33 30 93 235 90 Pancing Tonda - - 92 150 29 40 605 1065 1124 Pancing Ulur - - 1198 2613 414 254 1677 1052 729 Bagan Apung - - - - - - 164 453 - Ang. Bagan - - - - 267 200 - - 79 Rawai Cucut - - - - - - - 2 1 Sumber : PPN Palabuhanratu (2011) Tabel 4 Perkembangan jumlah nelayan di PPN Palabuhanratu periode 1993-2011 Tahun Jumlah nelayan (orang) Perubahan (%) 1993 3.028-1994 2.608-13,87 1995 2.718 4,22 1996 2.418-11,04 1997 2.589 7,07 1998 2.694 3,90 1999 2.565-4,79 2000 2.354-8,22 2001 2.377 0,97 2002 2.519 5,64 2003 3.340 24,58 2004 3.439 2,88 2005 3.498 1,69 2006 4.363 24,73 2007 5.994 37,38 2008 3.900-34,93 2009 4.453 14,18 2010 4.474 0,47 2011 4.569 2,12 Sumber : PPN Palabuhanratu (2011)

18 4.2 Unit Penangkapan Pancing Tonda Unit penangkapan ikan merupakan kesatuan tiga unsur yang terdiri atas alat penangkapan ikan, kapal dan nelayan yang mengoperasikannya. Satu unit penangkapan ikan pancing tonda terdiri atas satu kapal pancing tonda dengan empat jenis alat penangkapan ikan pancing dan dioperasikan oleh 5-8 orang nelayan. Alat penangkapan pancing tonda berkembang pesat di PPN Palabuhanratu dari 605 unit pada tahun 2009 menjadi sebanyak 1.124 kapal pada tahun 2011, atau meningkat sebanyak 185,79%. Satu unit alat penangkapan pancing tonda terdiri atas empat macam pancing dan sekaligus dioperasikan oleh satu kapal, sehingga jumlah alat penangkapan pancing tonda ini dapat dianalogkan dengan jumlah kapal yang beroperasi. Pada tahun 2009 jumlah pancing tonda yang dioperasikan dalam setiap bulannya berkisar antara 32 65 unit. Pada tahun 2010 meningkat menjadi 66 112 unit per bulan dan pada tahun 2011 menjadi 55 115 unit per bulan. Jumlah pancing tonda yang beroperasi setiap bulan dipengaruhi oleh musim penangkapan ikan. Jumlah terbanyak terjadi pada saat musim puncak, yaitu antara Bulan April sampai Bulan Juli. Jumlah pancing tonda yang dioperasikan dalam setiap bulannya secara rinci selama periode Tahun 2009 2011 dapat dilihat pada Gambar 2 dan Tabel 5. Penjelasan lebih rinci tentang unit penangkapan pancing tonda di PPN Palabuhanratu diuraikan lebih lanjut. Gambar 1 1 Fluktuasi jumlah unit unit pancing tonda bulanan pada pada periode tahun Tahun 2009-2011.

19 Tabel 5 Perkembangan jumlah unit pancing tonda bulanan tahun 2009-2011 Bulan 2009 2010 2011 Januari 38 69 78 Februari 51 80 115 Maret 42 89 111 April 49 90 156 Mei 49 98 108 Juni 65 97 93 Juli 54 112 106 Agustus 64 102 85 September 60 66 73 Oktober 54 95 84 November 47 87 60 Desember 32 80 55 Rata-rata 50 89 94 Sumber : PPN Palabuhanratu 2011 4.2.1 Konstruksi alat penangkapan pancing tonda Secara umum konstruksi alat tangkap pancing tonda berupa pancing, terdiri atas bagian tali pancing, mata pancing, swivel, pelampung dan pemberat. Pada saat dioperasikan, terdapat empat macam pancing yang dioperasikan dengan cara yang berbeda. Keempat macam pancing tersebut adalah pancing jerigen, pancing layanglayang, pancing tonda dan pancing kotrek (Gambar 3). Pancing jerigen dibentuk dari tali nilon monofilament. Tali pancing di bagian atas bernomor 1.000 sepanjang 180-225 m, sedangkan tali bagian bawah lebih kuat bernomor 1.200 sepanjang 10-15 m. Tali pancing bagian atas dan bagian bawah dihubungkan menggunakan swivel, agar tali pancing tidak mudah putus. Mata pancing yang digunakan terbuat dari baja berukuran nomor 1 atau 2. Pelampung terbuat dari drum atau jerigen bekas berukuran 30 liter, sedangkan pemberat terbuat dari timah dengan bobot 250 g. Pancing jerigen menggunakan umpan hidup. Konstruksi pancing layang-layang terdiri atas tali pancing, mata pancing dan layang-layang. Layang-layang terbuat dari plastik bewarna hitam dengan rangka dari bilah bambu. Tali pancing dari bahan nilon monofilamen. Tali pancing yang digunakan untuk mengendalikan layang-layang dari nomor 800 dengan panjang sekitar 50 m. Tali pancing bagian bawah tempat mata pancing diikatkan terbuat dari nomor 500 dengan panjang sekitar 10-15 m. Pancing layang-layang dioperasikan

20 menggunakan umpan buatan. Dalam satu trip, nelayan membawa 10-15 buah layanglayang. h b Pancing jerigen a e Pancing layang-layang a g c a f d j b a c a b Keterangan : a = tali pancing b =kili-kili ( swivel) c = mata pancing d = pemberat e = jerigen f = penggulung (roller) g =umpan buatan h = layang-layang I = bulu ayam J = kapal f a b Pancing tonda i d a c d c Pancing kotrek Gambar 3 Alat penangkapan pancing tonda Pancing kotrek merupakan pancing ulur yang dioperasikan dengan cara dihentak-hentak atau istilah nelayan adalah dikotrek. Pancing kotrek dioperasikan pertama dan berfungsi untuk menangkap ikan umpan. Tali pancing dari bahan nilon monofilamen bernomor 150 atau 200 dan memiliki panjang 150-200 m. Mata pancing terbuat dari baja bernomor 7 atau 8. Pemberat terbuat dari bahan timah seberat 250 g. Umpan yang digunakan adalah umpan buatan. Jumlah pancing kotrek yang dibawa dalam satu trip umumnya sesuai dengan jumlah nelayan yang ikut operasi penangkapan ikan, bahkan bisa lebih banyak. Pancing tonda adalah pancing yang yang dioperasikan dengan cara ditarik oleh kapal. Tali pancing tonda terbuat dari bahan nilon monofilamen nomor 500-800. Saat dioperasikan, panjang tali pancing yang diulur mencapai 15-18 meter. Pancing tonda

21 dioperasikan menggunakan umpan buatan berbentuk ikan, cumi atau bulu-bulu. Mata pancing terbuat dari baja bernomor 2. Pemberat terbuat dari timah dengan bobot sekitar 250 g. 4.2.2 Kapal pancing tonda Kapal yang digunakan untuk mengoperasikan alat tangkap pancing tonda umumnya terbuat dari kayu, ada juga yang terbuat dari bahan fiberglass. Panjang (LOA) kapal berkisar antara 11-15 m, lebar 2,8-3,5 m dan tinggi 1,2 1,8 m. Tenaga penggerak di kapal adalah mesin inboard berbahan bakar solar, berjumlah dua buah, terdiri atas mesin utama dan mesin tambahan. Mesin utama berkekuatan 120-300 PK, sedangkan mesin tambahan berkekuatan 22-30 PK. Kapasitas tangki bahan bakar berkisar antara 300 700 liter. Gambaran kapal yang digunakan untuk mengoperasikan alar penangkapan pancing tonda seperti tampak dalam Gambar 4 dan Lampiran 1. Gambar 4 Kapal pancing tonda. 4.2.3 Nelayan Nelayan yang mengoperasikan pancing tonda dalam satu kapal umumnya berjumlah 5-8 orang (Lampiran 1). Responden nelayan umumnya berumur produktif, yaitu berkisar antara 23 50 tahun. Pendidikan responden nelayan umumnya mencapai tingkat Sekolah Dasar, beberapa diantaranya mencapai tingkat SMP. Umumnya telah berpengalaman melaut selama 5 30 tahun. Secara umum pembagian tugas nelayan sebagai: 1) Juru mudi, bertugas mengemudikan kapal; 2) Juru masak, bertugas untuk memasak;

22 3) Juru mesin, bertugas untuk mengecek dan memastikan mesin dalam keadaan optimal; dan 4) Pemancing; bertugas memancing ikan. 4.2.4 Metode pengoperasian pancing tonda Kegiatan pengoperasian unit penangkapan pancing tonda dalam satu kali trip berlangsung selama 3 sampai 12 hari, bergantung pada musim penangkapan ikan. Pada saat musim puncak, satu trip pengoperasian unit penangkapan pancing tonda berlangsung 3-7 hari dengan rata-rata 5 hari per trip. Pada saat musim sedang, satu trip pengoperasian unit penangkapan pancing tonda berlangsung 7-10 hari dengan rata-rata 8 hari per trip. Pada saat musim paceklik, satu trip pengoperasian unit penangkapan pancing tonda berlangsung 7-12 hari dengan rata-rata 10 hari per trip. Dalam satu bulan berlangsung 2-5 trip, jumlah trip ini juga bergantung pada musim penangkapan ikan. Pada saat musim puncak, satu bulan berlangsung 3-5 trip dengan rata-rata 4 trip per bulan. Pada saat musim sedang dan musim paceklik, satu bulan berlangsung 2-3 trip dengan rata-rata 3 trip per bulan saat musim sedang dan 2 trip per bulan saat musim paceklik. Dalam satu tahun, kegiatan operasi penangkapan ikan berlangsung selama 9-12 bulan. Waktu tempuh menuju daerah penangkapan ikan berkisar antara 2-19 jam, bergantung pada posisi daerah penangkapan ikan yang dituju dan musim penangkapan ikan yang sedang berlangsung. Umumnya kapal menyesuaikan waktu keberangkatan dengan posisi daerah penangkapan ikan yang dituju, dan berusaha sampai di lokasi pemancingan pada pagi hari. Kegiatan memancing dilakukan di sekitar rumpon. Oleh karena ada empat macam pancing, maka pengoperasiannya pun sesuai dengan jenis alat pancingnya. Metode pengoperasian keempat jenis pancing tersebut adalah 1) Pancing jerigen. Tali pancing dirangkaikan dengan swivel, mata pancing dan pelampung. Pada mata pancing dipasang umpan berupa umpan hidup. Pancing jerigen dioperasikan dengan cara diapungkan di sekitar rumpon. Satu kali operasional dipasang 6-10 rangkaian. Pancing jerigen dibiarkan mengapung sekitar 30-60 menit, kapal dalam keadaan mesin mati. Apabila ada pelampung jerigen yang bergerak timbul dan tenggelam di permukaan laut, itu adalah tanda ada ikan yang memakan umpan pada mata pancing. Rangkaian pancing segera ditarik dan