BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan gejala klinis berupa plak eritematosa berbatas tegas dalam berbagai

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Psoriasis vulgaris merupakan suatu penyakit inflamasi kulit yang bersifat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Psoriasis adalah penyakit peradangan kulit kronis, dan sering rekuren,

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. akibat proses tersebut maka tampak skuama, eritema dan indurasi. 7

BAB I PENDAHULUAN. ditutupi sisik tebal berwarna putih. Psoriasis sangat mengganggu kualitas hidup

BAB I PENDAHULUAN. Pasien dapat mengalami keluhan gatal, nyeri, dan atau penyakit kuku serta artritis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gejala klinis yang khas berupa plak eritematosa berbatas tegas dalam berbagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. proliferasi dan diferensiasi keratinosit yang abnormal, dengan gambaran klinis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berwarna keputihan. Penyakit ini umumnya mengenai daerah ekstensor. pada tiap populasi bervariasi di berbagai belahan dunia.

BAB I PENDAHULUAN. Psoriasis merupakan penyakit kulit yang penyebabnya sampai saat ini masih belum

BAB I PENDAHULUAN. penyebab yang belum diketahui sampai saat ini, ditandai oleh adanya plak eritema

BAB 1 PENDAHULUAN. Psoriasis adalah salah satu penyakit kulit termasuk dalam kelompok

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan seperti trauma, infeksi atau obat-obatan (Van de Kerkhof, 2012).

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Psoriasis adalah suatu penyakit kulit inflamasi kronik dan relaps yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

FORM UNTUK JURNAL ONLINE. : Pemeriksaan Penunjang Laboratorium Pada Infeksi Jamur Subkutan

BAB I PENDAHULUAN. Psoriasis merupakan penyakit kulit autoimun kronis yang mengakibatkan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. pilosebasea yang ditandai adanya komedo, papul, pustul, nodus dan kista dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. kronik yang sering ditemukan (Kurniati, 2003). Biasanya terjadi di daerah yang

PENYAKIT DARIER PADA ANAK

BAB I PENDAHULUAN. dengan hiperproliferasi dan diferensiasi abnormal keratinosit, dengan gambaran

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Psoriasis adalah penyakit kulit inflamasi kronis yang sering dijumpai

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. kulit, membran mukosa maupun keduanya, secara histologi ditandai dengan

JOURNAL READING MANAGEMENT OF PSORIASIS

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. adanya disfungsi fungsi sawar kulit adalah dermatitis atopik (DA). Penderita DA

Cara diagnosis dan pengobatan psoriasis TEKNIK DIAGNOSA DAN PENGOBATAN PSORRIASIS DENGAN VIDEO

Psoriasis Vulgaris Definisi Epidemiologi Etiologi

BAB I PENDAHULUAN. depigmentasi kulit berupa makula hipopigmentasi disebabkan karena hilangnya

BAB I PENDAHULUAN. 8,7% di tahun 2001, dan menjadi 9,6% di tahun

TEAM BASED LEARNING MODUL BINTIL PADA KULIT

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Rongga mulut merupakan gambaran dari kesehatan seluruh tubuh, karena

BAB I PENDAHULUAN. Rambut merupakan mahkota bagi setiap orang. Masalah kulit kepala sering

BAB I PENDAHULUAN. Kanker kulit terbagi 2 kelompok yaitu melanoma dan kelompok non

BAB l PENDAHULUAN. disebut juga eksema atopik, prurigo besnier, neurodermatitis

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh Human Papillomavirus (HPV) tipe tertentu dengan kelainan berupa

PENDAHULUAN. Secara alamiah seluruh komponen tubuh setelah mencapai usia dewasa tidak

BAB I PENDAHULUAN. hipopigmentasi berwarna putih susu berbatas tegas. Vitiligo mengenai sekitar 0,5-1% dari

BAB 1 PENDAHULUAN. membuat kadar kolesterol darah sangat sulit dikendalikan dan dapat menimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 LatarBelakang

BAB I PENDAHULUAN. Istilah onikomikosis merupakan suatu istilah yang merujuk pada semua

PERUBAHAN-PERUBAHAN PATOLOGIS

BAB I PENDAHULUAN. DM yaitu DM tipe-1 dan DM tipe-2. Diabetes tipe-1 terutama disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. Dermatitis Kontak Alergika (DKA) merupakan suatu penyakit keradangan

Obat Luka Diabetes Pada Penanganan Komplikasi Diabetes

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. virus DEN 1, 2, 3, dan 4 dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegepty dan Aedesal

CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI

NASKAH PENJELASAN KEPADA PASIEN / ORANG TUA / KELUARGA PASIEN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kondisi ekonomi menengah kebawah. Skabies disebabkan oleh parasit Sarcoptes

BAB I PENDAHULUAN. muda sampai coklat tua mengenai area yang terpajan sinar. pipi, dahi, daerah atas bibir, hidung, dan dagu. 2

BAB I PENDAHULUAN. imunitas, gangguan sensasi kornea, riwayat operasi kornea, abnormalitas

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh berbagai faktor dengan gambaran klinis yang khas

Yang paling sering : Itching (Pruritus) Ekimosis Dryness Lumps (Bengkak)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. ditemukan pada pasien gagal ginjal terminal (GGT). Keluhan pruritus yang

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan metode cross sectional dengan cara mengambil data rekam medis di

BAB I PENDAHULUAN. vulgaris disertai dengan suatu variasi pleomorfik dari lesi, yang terdiri dari

BAB I PENDAHULUAN. Yunani, melas yang berarti hitam. Melasma merupakan kelainan hiperpigmentasi didapat, berupa

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. seluruhnya berjumlah 270 dengan 9 penderita diantaranya memiliki penyakit

: Satu Kasus Tersangka Dermatomiositis Yang Menunjukan

ABSTRAK KADAR SEROTONIN SERUM YANG RENDAH MERUPAKAN FAKTOR RISIKO TERJADINYA PSORIASIS

Gambar 1. Perluasan lesi pada telapak kaki. 9

BAB 1 PENDAHULUAN. kemudian akan mengalami asma dan rhinitis alergi (Djuanda, 2007). inflamasi dan edukasi yang kambuh-kambuhan (Djuanda,2007).

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes saat ini menjadi masalah besar di seluruh. dunia dengan insidensi yang diperkirakan akan meningkat

PIODERMA. Dr. Sri Linuwih S Menaldi, Sp.KK(K) Dr. Wieke Triestianawati, Sp.KK(K) Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin FKUI / RSCM Jakarta

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN. SISTEM IMUNITAS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. patofisiologi, imunologi, dan genetik asma. Akan tetapi mekanisme yang mendasari

BAB I PENDAHULUAN. sebasea yang dapat dialami oleh semua usia dengan gambaran klinis yang bervariasi antara

BAB 1 PENDAHULUAN. kulit, membran mukosa maupun keduanya, secara histologi ditandai dengan

dan sel Langerhans. kemudian menjadi tidak aktif selama tahun akibat stimulasi hormon androgen dari ibu berhenti. Pada orang yang telah mempunyai fakt

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Psoriasis adalah penyakit inflamasi kronis pada kulit, ditandai dengan

BAB I PENDAHULUAN. kedokteran disebut dengan Systemic Lupus Erythematosus (SLE), yaitu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. merupakan cermin kesehatan dan kehidupan. Salah satu kelainan kulit yang dapat

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Hipotesis higiene merupakan penjelasan terhadap peningkatan kejadian atopi

FORM UNTUK JURNAL ONLINE. : Keberhasilan Terapi Tingtura Podofilin 25% Pada Pasien AIDS Dengan. Giant Condyloma Acuminatum

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Notoatmodjo(2011),pengetahuan mempunyai enam tingkatan,yaitu:

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA Atopi, atopic march dan imunoglobulin E pada penyakit alergi

PENGETAHUAN DASAR. Dr. Ariyati Yosi,

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Jogja yang merupakan rumah sakit milik Kota Yogyakarta. RS Jogja terletak di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. dengan adanya hiperglikemia kronik akibat defisiensi insulin baik relatif maupun

BAB 1 PENDAHULUAN. contohnya wajah dan leher (Wolff et al., 2008). Lesi melasma ditandai oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. Benign Prostat Hyperplasia (BPH) atau pembesaran prostat jinak adalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. fibrosa yang longgar. Skin tag dapat berupa tonjolan kecil, lunak dan mempunyai

BAB I KONSEP DASAR. Selulitis adalah infeksi streptokokus, stapilokokus akut dari kulit dan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan penyakit kulit yang melibatkan unit pilosebasea ditandai. Indonesia, menurut catatan Kelompok Studi Dermatologi Kosmetika

Kadar Prolaktin Serum Penderita Psoriasis Vulgaris dengan Score Psoriasis Area and Severity Index

BAB 2 DESKRIPSI SINGKAT PEMBESARAN GINGIVA. jaringan periodonsium yang dapat terlihat secara langsung sehingga mempengaruhi

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN DEMAM CHIKUNGUNYA Oleh DEDEH SUHARTINI

MODUL PROBLEM BASED LEARNING KELAS REGULER SISTEM INDRA KHUSUS

BAB I PENDAHULUAN. Vitiligo merupakan penyakit yang tidak hanya dapat menyebabkan gangguan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Melasma merupakan kelainan kulit yang perkembangannya dipengaruhi

BAB I PENDAHULUAN. masih menjadi masalah kesehatan global bagi masyarakat dunia. Angka kejadian

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Akne vulgaris atau lebih dikenal dengan jerawat, adalah penyakit self-limited yang menyerang unit

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Psoriasis Psoriasis adalah penyakit peradangan kulit kronis, dan sering rekuren, dengan gejala klinis berupa plak eritematosa berbatas tegas dalam berbagai ukuran yang ditutupi oleh skuama tebal berwarna keperakan. Melibatkan beberapa faktor misalnya: genetik, sistem imunitas, lingkungan serta hormonal. Lesi paling sering terdapat pada daerah kulit kepala, siku, lutut, tangan, kaki, badan dan kuku. 1,2,5 2.1.1 Epidemiologi Psoriasis dapat terjadi secara universal. Prevalensi psoriasis bervariasi disetiap negara. Terdapatnya variasi prevalensi psoriasis berdasarkan wilayah geografis dan etnis menunjukkan adanya peranan lingkungan fisik (dikatakan psoriasis lebih sering ditemukan pada daerah beriklim dingin), faktor genetik dan pola tingkah laku atau paparan lainnya terhadap perkembangan psoriasis. Laki laki dan perempuan memiliki kemungkinan terkena yang sama besar. 1 Beberapa pengamatan terakhir menunjukkan bahwa psoriasis sedikit lebih sering terjadi pada laki laki dibanding perempuan. Psoriasis dapat mengenai semua usia dan telah dilaporkan terjadi saat lahir dan pada orang yang berusia lanjut. Penelitian mengenai onset usia psoriasis mengalami banyak kesulitan dalam hal keakuratan data karena biasanya ditentukan berdasarkan ingatan pasien tentang onset terjadinya dan rekam medis yang dibuat dokter saat kunjungan awal. Beberapa penelitian berskala besar telah menunjukkan bahwa usia rata rata 4

penderita psoriasis periode pertama yaitu berkisar 15 20 tahun dan usia tertinggi kedua pada 55 56 tahun. 3 Pada sebuah penelitian yang meneliti pengaruh jenis kelamin dan usia pada prevalensi psoriasis, ditemukan bahwa pasien yang berusia lebih muda (< 20 tahun) prevalensi psoriasis ditemukan lebih tinggi pada perempuan dibandingkan laki - laki. 4,13,14 Penelitian lainnya tentang prevalensi psoriasis di Spanyol, Inggris dan Norwegia menunjukkan bahwa terdapat penurunan prevalensi psoriasis dengan meningkatnya usia. 4 Penyakit psoriasis dapat mengganggu kualitas hidup penderitanya. Penelitian yang dilakukan oleh Gerald Krueger dkk menyebutkan penderita psoriasis yang bekerja akan merasa lebih terganggu karena gejala penyakit yang ditimbulkan. 15 Namun belum ditemukan penelitian secara pasti yang membuktikan adanya hubungan antara jenis pekerjaan penderita dengan prevalensi psoriasis hingga saat ini. 2.1.2 Etiologi dan Patogenesis Etiopatogenesis psoriasis belum diketahui secara pasti, namun ada banyak faktor yang diduga berperan dalam terjadinya psoriasis, meliputi faktor genetik, stress, infeksi, trauma, hormon, obat obatan, pajanan sinar ultraviolet (UV), obesitas, merokok, dan konsumsi alkohol. 1,2,16 Sebelumnya psoriasis dianggap sebagai suatu penyakit akibat gangguan keratinosit, tetapi saat ini psoriasis dikenal sebagai suatu penyakit yang diperantarai oleh sistem imun. Psoriasis melibatkan interaksi kompleks diantara berbagai sel pada sistem imun dan kulit, termasuk sel dendritik dermal, sel T, neutrofil dan keratinosit. Psoriasis dianggap sebagai suatu penyakit yang diperantarai oleh sistem imun yang ditandai dengan

adanya sel T helper (Th) 1 yang predominan pada lesi kulit dengan peningkatan kadar interferon-γ (IFN-γ), tumor necrosing factor-α (TNF-α), interleukin (IL-2) dan IL-18. Baru-baru ini jalur Th17 telah dibuktikan memiliki peranan penting dalam mengatur proses inflamasi kronik. Sebagai pusat jalur ini terdapat sel T CD4+, yang pengaturannya diatur oleh IL-23 yang disekresikan oleh sel penyaji antigen (sel dendritik dermal). Sel Th17 CD4+ mensekresikan IL-17 dan IL-22 yang berperan pada peningkatan dan pengaturan proses inflamasi dan proliferasi epidermal. 1 2.1.3 Gambaran Klinis Psoriasis merupakan penyakit peradangan kronik yang ditandai oleh hiperproliferasi dan inflamasi epidermis dengan gambaran morfologi, distribusi, serta derajat keparahan penyakit yang bervariasi. Lesi klasik psoriasis biasanya berupa plak berwarna kemerahan yang berbatas tegas dengan skuama tebal berlapis yang berwarna keputihan pada permukaan lesi. Ukurannya bervariasi mulai dari papul yang berukuran kecil sampai dengan plak yang menutupi area tubuh yang luas. Lesi kulit pada psoriasis biasanya simetris dan dapat disertai gejala subjektif seperti gatal dan rasa terbakar. Suatu tanda yang berguna bila terdapat keraguan mengenai diagnosis adalah dengan menggores lesi secara kuat dan mengangkat seluruh keratin yang ikatannya longgar. Kemudian akan muncul suatu permukaan yang berkilat dengan bintik bintik darah kapiler (tanda Auspitz). 17 1

Fenomena Koebner (juga dikenal sebagai respon isomorfik) adalah induksi traumatik pada psoriasis pada kulit yang tidak terdapat lesi, yang terjadi lebih sering selama berkembangnya penyakit dan merupakan suatu all-or-none phenomenon (misalnya bila psoriasis terjadi pada salah satu sisi luka, maka akan terjadi pada semua sisi dari luka). Reaksi Koebner biasanya terjadi 7 sampai 14 hari setelah trauma, dan sekitar 25% pasien kemungkinan memiliki riwayat trauma yang berhubungan dengan fenomena Koebner pada beberapa waktu dalam hidupnya. Fenomena Koebner tidak spesifik untuk psoriasis tetapi dapat menolong dalam membuat diagnosis ketika terjadi. Selain dari presentasi klasik yang disebutkan diatas terdapat beberapa tipe klinis psoriasis: a. Psoriasis vulgaris Bentuk ini paling sering dijumpai, mencapai 90% kasus, disebut juga psoriasis plak kronis. Gambaran klinis berupa plak eritematosa, berskuama putih seperti mika, berlapis, mudah lepas dalam bentuk lembaran, tetapi dapat melekat erat dan terlepas setelah digaruk seperti ketombe. Umumnya mengenai bagian ekstensor ekstremitas, khususnya siku dan lutut, skalp, lumbosakral bagian bawah, bokong dan genital. Predileksi pada daerah lain termasuk umbilikus dan intergluteal. b. Psoriasis gutata Psoriasis yang ditandai dengan bentuk papul berdiameter 0,5 sampai 1,5 cm pada tubuh bagian atas dan bagian proksimal ekstremitas yang khas pada anak dan dewasa muda. Lebih dari 30% pasien psoriasis mendapat episode pertamanya sebelum usia 20 tahun. Infeksi streptokokus 1 1,18,19

pada tenggorokan dapat mengawali 1 sampai 2 minggu atau bersamaan dengan onset berkembangnya lesi. 1,18,19 c. Psoriasis inversa Lesi psoriasis berupa plak eritematosa, berbatas tegas dan mengkilat yang terdapat di daerah lipatan, seperti aksila, lipatan payudara, lipatan paha, bokong, telinga, leher dan glans penis. Skuama biasanya sedikit atau tidak ada. Pada pasien obesitas atau diabetes dapat mengenai lipatan sempit seperti interdigitalis dan subaurikuler, berupa lesi satelit dan maserasi. Infeksi, friksi dan panas dapat menginduksi psoriasis tipe ini. 1,18,19 d. Psoriasis eritroderma Eritroderma menunjukkan bentuk generalisata dari penyakit yang mengenai wajah, tangan, kaki, kuku, badan dan ekstremitas. Eritroderma yang parah berbentuk skuama dan eritema difus yang biasanya disertai demam, menggigil dan malese. Dapat muncul sebagai manifestasi awal dari psoriasis namun biasanya terjadi pada pasien yang sebelumnya mengalami penyakit kronis. Faktor presipitasi termasuk penggunaan kortikosteroid sistemik, pemakaian kortikosteroid topikal yang berlebihan, terapi topikal yang mengiritasi, komplikasi fototerapi, tekanan emosional yang berat, penyakit terdahulu seperti infeksi. 1,18,19 e. Psoriasis pustulosa Ditandai dengan pustul putih kekuningan, terasa nyeri, dengan dasar eritematosa. Dapat lokalisata atau generalisata. Beberapa varian klinis psoriasis pustulosa yaitu psoriasis pustulosa generalisata (tipe Von

Zumbusch), psoriasis pustulosa anulare, impetigo herpetiformis, psoriasis pustulosa palmoplantar dan akrodermatitis kontinua. 1,18,19 2.1.4 Diagnosis Diagnosis psoriasis biasanya ditegakkan berdasarkan anamnesis dan gambaran klinis. Pada beberapa kasus dimana riwayat dan pemeriksaan klinis tidak menunjang untuk diagnosis, dibutuhkan pemeriksaan penunjang seperti biopsi histopatologi dan pemeriksaan laboratorium darah. Pemeriksaan penunjang yang paling sering dilakukan untuk mengkonfirmasi suatu psoriasis ialah biopsi kulit dengan menggunakan pewarnaan hematoksilin-eosin. Pada umumnya tampak penebalan epidermis atau akantolisis serta elongasi rete ridges. Dapat terjadi diferensiasi keratinosit yang ditandai dengan hilangnya stratum granulosum. Stratum korneum juga mengalami penebalan dan terdapat retensi inti sel pada lapisan ini yang disebut dengan parakeratosis. Tampak neutrofil dan limfosit yang bermigrasi dari dermis. Sekumpulan neutrofil dapat membentuk mikroabses Munro. Pada dermis akan tampak tanda-tanda inflamasi seperti hipervaskularitas dan dilatasi serta edema papila dermis. Infiltrat dermis terdiri dari neutrofil, makrofag, limfosit dan sel mast. 1 Selain biopsi kulit, abnormalitas pada pemeriksaan laboratorium biasanya tidak spesifik dan tidak dapat ditemukan pada semua pasien. Pada psoriasis vulgaris yang berat, psoriasis pustulosa generalisata dan eritroderma dapat di deteksi penurunan serum albumin yang merupakan indikator keseimbangan nitrogen negatif dengan inflamasi kronis dan hilangnya protein pada kulit. Pada 1

pasien psoriasis terlihat perubahan profil lipid (peningkatan high density lipoprotein, rasio kolesterol trigliserida serta plasma apolipoprotein - A1). Peningkatan marker inflamasi sistemik seperti C-reactive protein, α-2 makroglobulin, dan erythrocyte sedimentation rate dapat terlihat pada kasus-kasus yang berat. 1 2.1.5 Diagnosis Banding Diagnosis psoriasis tidak sulit untuk bentuk yang spesifik, tetapi gambaran ini dapat berubah setelah diobati. Perubahan lesi klinis maupun histopatologis ini membuat diagnosis sulit ditegakkan, sehingga penentuan diagnostik psoriasis sangat diperlukan. 18 Psoriasis harus dibedakan dari dermatomiositis, lupus eritematosus, dermatitis seboroik, pitiriasis rosea, liken planus, eksema dan sifilis sekunder. Distribusi psoriasis pada permukaan ekstensor, terutama pada siku dan lutut, skalp; dermatomiositis juga berdistribusi pada daerah daerah tersebut, sedangkan lupus eritematosus pada umumnya kurang melibatkan permukaan ekstensor. Pasien dengan dermatomiositis dapat menghambat suatu heliot rope sign, atrofi, poikiloderma dan perubahan lipatan kuku. Lesi yang lanjut dari lupus eritematosus diskoid sering menunjukkan hiperkeratosis folikular (carpet tack sign). 2 Predileksi dermatitis seboroik pada alis mata, sudut nasolabial, telinga, daerah sternum dan fleksura. Skuama pada psoriasis adalah putih, kering dan kilat sedangkan pada dermatitis seboroik berminyak dan kekuningan. Pada

pengangkatan skuama pada psoriasis dijumpai tanda Auspitz sedangkan hal ini tidak terjadi pada dermatitis seboroik. Pada pitiriasis rosea, erupsi berlokasi pada lengan atas, badan dan paha, dan durasinya berminggu minggu. Bentuk khas lesi adalah oval dan mengikuti garis tegangan kulit. Lesi menunjukkan kerutan pada epidermis dan kolaret. Sering dijumpai adanya herald patch. 2 Liken planus terutama mengenai permukaan fleksor pergelangan tangan dan kaki. Sering berwarna keunguan yang nyata. Pada individu yang berkulit gelap, lesi cenderung menjadi hiperpigmentasi yang nyata. Kuku tidak berbintik bintik seperti pada psoriasis, namun menonjol secara longitudinal, kasar dan menebal. Pembentukan pterigium adalah khas pada liken planus. 10 Eksema pada tangan dapat menyerupai psoriasis. Pada umumnya lesi psoriasis cenderung berbatas yang lebih tegas, namun terkadang tidak dapat dibedakan. Sifilis sekunder dalam bentuk papular adalah erupsi lain dari onset yang mendadak yang terlihat pada usia dewasa muda. Akan tetapi pada sifilis, keterlibatan telapak tangan, kaki dan wajah sering terjadi. Jika terdapat keraguan, uji serologi sifilis harus dilakukan. 2 2 2.1.6 Pengukuran Derajat Keparahan Psoriasis Metode yang sering digunakan untuk menilai derajat keparahan psoriasis yaitu dengan menggunakan skor Psoriasis Area and Severity Index (PASI). Berupa suatu rumus kompleks yang diperkenalkan pertama kali oleh Fredriksson dan Pettersson pada tahun 1978. 18,20 PASI menggabungkan elemen pada presentasi klinis yang tampak pada kulit berupa eritema, indurasi dan skuama.

Setiap elemen tersebut dinilai secara terpisah menggunakan skala 0 4 untuk setiap bagian tubuh: kepala dan leher, batang tubuh, ekstremitas atas dan ekstremitas bawah. Oleh karena kompleksitas skor PASI tersebut, skor ini jarang digunakan pada praktek klinis. Skor PASI merupakan suatu sistem penilaian yang sering digunakan untuk tujuan penelitian. Pada uji klinis, persentase perubahan pada PASI dapat digunakan sebagai titik akhir penilaian terapi psoriasis. The United States Food and Drug Administration (FDA) menggunakan 75% perbaikan pada skor PASI sebagai penilaian respon terapi pada pasien psoriasis. 21 2.1.7 Penatalaksanaan Terdapat berbagai pilihan terapi untuk psoriasis. Pengobatan anti psoriasis berspektrum luas baik secara topikal maupun sistemik telah tersedia. Sebagian besar obat obatan ini memberikan efek sebagai imunomodulator. Tetapi sampai saat ini belum ada obat yang dapat menyembuhkan psoriasis. Tujuan pengobatan psoriasis ialah menekan gejala sedemikian rupa sehingga penyakit kulitnya tidak mengganggu pekerjaan, aktivitas pribadi atau sosial pasien. Sebelum memilih regimen pengobatan, penting untuk menilai tipe, perluasan serta derajat keparahan psoriasis. Dipilih terapi paling aman dan paling efektif sesuai dengan kondisi pasien. 1,4

2.2 Kerangka Teori Psoriasis FAKTOR PREDISPOSISI : Faktor imunologi Faktor genetik Faktor Lain: Hormon Obat obatan Sinar UV Infeksi Stress Trauma Obesitas Merokok Konsumsi alkohol TIPE PSORIASIS : Psoriasis vulgaris Psoriasis gutata Psoriasis inversa Psoriasis eritroderma Psoriasis pustulosa SOSIO DEMOGRAFI : Jenis kelamin Usia Suku Pendidikan Pekerjaan Gambar 2.1 Diagram Kerangka Teori