ANALISIS GRADIEN LUAS LAHAN TERCAMPUR (LUAS TERBANGUN DAN LAPANGAN KERJA) TERHADAP KONSUMSI BBM

dokumen-dokumen yang mirip
ANALISIS HUBUNGAN SISTEM TRANSPORTASI KOTA TERHADAP KONSUMSI BBM (KOTA: METROPOLITAN, BESAR, DAN SEDANG DI JAWA)

ANALISIS HUBUNGAN KARAKTERISTIK SISTEM TRANSPORTASI KOTA-KOTA DI JAWA TERHADAP KONSUMSI BBM DENGAN MENGGUNAKAN BIPLOT

ANALISIS GRADIEN KEPADATAN PENDUDUK DAN KONSUMSI BBM

ANALISIS GRADIEN PDRB TERHADAP KONSUMSI BBM (STUDI KASUS KOTA-KOTA DI JAWA)

ANALISIS PANJANG JALAN TERHADAP KONSUMSI BBM PADA BAGIAN WILAYAH KOTA (BWK) I SEMARANG

KONSUMSI BAHAN BAKAR MINYAK KOTA SEMARANG DAN KOTA SURAKARTA DITINJAU DARI SISTEM TRANSPORTASI DAN TIPOLOGI KOTA

ANALISIS STRUKTUR KOTA DI JAWA TERHADAP KONSUMSI BBM DENGAN MENGGUNAKAN BIPLOT

ANALISIS PENGARUH STRUKTUR KOTA - SISTEM TRANSPORTASI - KONSUMSI BBM KOTA-KOTA DI JAWA

ANALISIS STRUKTUR KOTA DI JAWA TERHADAP KONSUMSI BBM DENGAN MENGGUNAKAN BIPLOT

MODEL PENGARUH SISTEM TRANSPORTASI KOTA DI JAWA TERHADAP KONSUMSI BAHAN BAKAR MINYAK (BBM)

MODEL KONSUMSI BAHAN BAKAR MINYAK (BBM) AKIBAT PENGARUH SISTEM TRANSPORTASI KOTA DI JAWA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

Penentuan Prioritas Pengembangan Kawasan Transit Stasiun Gubeng dengan Konsep Transit Oriented Development

N0N LINEAR MODEL SISTEM TRANSPORTASI DAN PENGENDALIAN KONSUMSI BBM KOTA SEDANG. Dr. Ir. Mudjiastuti Handajani, MT

TATA LOKA VOLUME 15 NOMOR 4, NOVEMBER 2013, BIRO PENERBIT PLANOLOGI UNDIP

ANALISIS POLA PERJALANAN MASYARAKAT KOTA YOGYAKARTA

KAJIAN PERPINDAHAN MODA (MODE SHIFTING) DARI PENGGUNA KENDARAAN PRIBADI KE KENDARAAN UMUM (STUDI KASUS: KOTA BANDUNG)

BAB I PENDAHULUAN. oleh Negara Negara yang telah maju maupun oleh Negara yang sedang

KULIAH PERTEMUAN KE-2 INTERAKSI TATA GUNA LAHAN & TRANSPORTASI. Sri Atmaja P. Rosyidi, Ph.D. Associate Professor

DAMPAK EKONOMI DAN LINGKUNGAN PERENCANAAN TATA RUANG DAN SISTEM TRANSPORTASI KOTA TESIS MAGISTER. Oleh: MUHAMAD ISNAENI N I M :

INDIKATOR, VARIABEL DAN PARAMETER SISTEM TRANSPORTASI KOTA YANG BERPENGARUH TERHADAP KONSUMSI BBM

ANALISIS BANGKITAN DAN TARIKAN PERGERAKAN PENDUDUK BERDASARKAN DATA MATRIKS ASAL TUJUAN KOTA MANADO ABSTRAK

ANALISA KECEPATAN KENDARAAN PADA RUAS JALAN BRIGJEN SUDIARTO (MAJAPAHIT) KOTA SEMARANG DAN PENGARUHNYA TERHADAP KONSUMSI BAHAN BAKAR MINYAK (BBM)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. telah menjadi barang kebutuhan pokok bagi masyarakat Indonesia yang semakin

BAB 1 PENDAHULUAN. Pengurangan tingkat..., Arini Yunita, FE UI, Universitas Indonesia

KARAKTERISTIK POLA PERJALANAN DI KOTA YOGYAKARTA

PERMODELAN BANGKITAN PERGERAKAN PADA TATA GUNA LAHAN SMU NEGERI DI MAKASSAR

KAJIAN KINERJA JALAN ARTERI PRIMER DI SIMPUL JALAN TOL JATINGALEH KOTA SEMARANG (Studi Kasus : Penggal Ruas Jalan Setia Budi)

ANALISIS DISTRIBUSI PERJALANAN MENGGUNAKAN MODEL GRAVITASI DUA BATASAN DENGAN OPTIMASI FUNGSI HAMBATAN STUDI KASUS : KOTA SEMARANG DAN KOTA SURAKARTA

IDENTIFIKASI KINERJA JARINGAN JALAN ARTERI PRIMER DI KOTA SRAGEN TUGAS AKHIR. Oleh : S u y a d i L2D

BAB I PENDAHULUAN. terpencil yang merupakan sentral produksi pertanian. Usaha penataan ruang kota dan daerah ditujukan sebagai wadah dari fungsi

ANALISA PERMODELAN BANGKITAN PERGERAKAN LALU LINTAS PADA TATA GUNA LAHAN SMU NEGERI DI MAKASSAR ABSTRAK

PRAKIRAAN KEBUTUHAN ENERGI UNTUK KENDARAAN BERMOTOR DI PERKOTAAN: ASPEK PEMODELAN

GREEN TRANSPORTATION

PENGARUH TARIKAN MANADO TOWN SQUARE TERHADAP LALU LINTAS DI RUAS JALAN BOULEVARD MANADO

PRAKIRAAN KEBUTUHAN ENERGI UNTUK KENDARAAN BERMOTOR DI PERKOTAAN: ASPEK PEMODELAN

KENAPA TRANSPORTASI PERLU DIRENCANAKAN?

PENGGUNAAN INDEKS PELAYANAN JALAN DALAM MENENTUKAN TINGKAT PELAYANAN JALAN

UPAYA MENGURANGI PENGGUNAAN KENDARAAN PRIBADI MELALUI PENYEDIAAN ASRAMA MAHASISWA STUDI KASUS UNIVERSITAS KRISTEN PETRA

KINERJA LAYANAN BIS KOTA DI KOTA SURABAYA

ANALISIS INTENSITAS BANGUNAN KORIDOR JALAN RAYA CIMAHI BERDASARKAN KAPASITAS JALAN

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: ( Print) F-251

Kajian Tentang Kontribusi Jawa Timur Terhadap Emisi CO 2 Melalui Transportasi dan Penggunaan Energi

OPTIMASI INTERAKSI TATA GUNA LAHAN DAN TRANSPORTASI STUDI KASUS: KOTA BANDUNG. Oleh :

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

TUGAS AKHIR. Oleh : BENI ANGGID LAKSONO L2D

PENGARUH VOLUME LALU LINTAS TERHADAP KEBISINGAN YANG DITIMBULKAN KENDARAAN BERMOTOR

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ANALISA HUBUNGAN ANTARA VOLUME LALU LINTAS DAN PRESENTASE PENGGUNAAN LAHAN PADA RUAS JALAN A. A. MARAMIS KOTA MANADO

BAB I PENDAHULUAN. Pendapatan yang rendah, terbatasnya sumber daya, khususnya dana, kualitas dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

KONTRIBUSI SEKTOR TRANSPORTASI DARAT TERHADAP TINGKAT EMISI CO2 DI EKOREGION KALIMANTAN. Disusun Oleh :

BAB I PENDAHULUAN. murah, aman dan nyaman. Sebagian besar masalah transportasi yang dialami

PERBANDINGAN BEBERAPA METODE TRIP ASSIGMENT (PEMBEBANAN PERJALANAN) DALAM PEMODELAN TRANSPORTASI FOUR STEP MODEL

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah

SEMARANG. Ngaliyan) Oleh : L2D FAKULTAS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam kurun waktu tertentu. (Hazian,2008) Transportasi dapat diartikan sebagai

Analisis Jarak Optimal Model Kolaborasi Distribusi Beras, Gula, dan Minyak Goreng di Area Kota Yogyakarta dan Sekitarnya

BAB 2 TINJAUAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Semarang, 13 Mei 2008

BAB 1 PENDAHULUAN. daerah maka akan bertambah pula taraf hidup masyarakat di daerah tersebut. Hal

+ KOTA-KOTA YANG STAGNAN DAN TUMBUH CEPAT

KAJIAN TARIKAN PERGERAKAN TOSERBA DI KOTA JOMBANG

BAB II KAJIAN PUSTAKA

MODEL BANGKITAN PERGERAKAN PENDUDUK PADA KAWASAN PEMUKIMAN. Adris. A. Putra ABSTRAK

BAB 1 PENDAHULUAN. yang dapat digunakan untuk memperkirakan kebutuhan (demand) yaitu dengan. menggunakan metode empat tahap (four stage method).

Kajian Kapasitas Jalan dan Derajat Kejenuhan Lalu-Lintas di Jalan Ahmad Yani Surabaya

PENGANTAR TEKNIK TRANSPORTASI

ANALISIS TUNDAAN PADA RUAS JALAN MAJAPAHIT KOTA SEMARANG DAN PENGARUHNYA TERHADAP KONSUMSI BAHAN BAKAR MINYAK (BBM) TUGAS AKHIR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. kepadatan tersebut diimbangi dengan tingginya penggunaan kendaraan bermotor yang

EVALUASI TARIF ANGKUTAN UMUM YANG MELAYANI TRAYEK PINGGIRAN-PUSAT KOTA DI KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. sebagai Negara berkembang mirip dengan Negara lainnya. Pertumbuhan

Jurnal Sabua Vol.3, No.3: 9-19, November 2011 ISSN HASIL PENELITIAN TARIKAN PENGUNJUNG KAWASAN MATAHARI JALAN SAMRATULANGI MANADO

EFEKTIFITAS MODEL KARAKTERISTIK ARUS LALU LINTAS DI RUAS JALAN RAYA RUNGKUT MADYA KOTA MADYA SURABAYA ( PERBANDINGAN MODEL GREENSHIELD DAN GREENBERG)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kota sebagai perwujudan aktivitas manusia senantiasa mengalami perkembangan dari waktu ke waktu.

STUDI PENDAHULUAN PEMODELAN ARUS LALU LINTAS DI RUAS JALAN RUNGKUT ASRI KOTA MADYA SURABAYA dengan METODE UNDERWOOD

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

PERBANDINGAN KONSUMSI BAHAN BAKAR ANTARA BUS DAN TRAVEL MINIBUS RUTE SEMARANG SOLO SAMPAI TAHUN 2040 MENGGUNAKAN SOFTWARE LEAP

Ibnu Sholichin Mahasiswa Pasca Sarjana Manajemen Rekayasa Transportasi Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. satu tempat ke tempat lain untuk berbagai aktivitasnya, dan semua manusia

Analisis Pola Operasi Mempawah-Sanggau Kalimantan Barat

BAB I PENDAHULUAN. Desa Laut Dendang merupakan salah satu daerah pinggiran Kota Medan. Hal

Prediksi Emisi Karbondioksida Dari Kegiatan Transportasi Di Kecamatan Tampan Febrian Maulana 1), Aryo Sasmita 2), Shinta Elystia 3)

BIAYA KEMACETAN RUAS JALAN KOTA YOGYAKARTA

PENGARUH INTENSITAS PEMANFAATAN RUANG TERHADAP KINERJA JALAN PEMUDA KOTA SEMARANG

KARAKTERISTIK TRANSPORTASI KABUPATEN BANYUASIN SEBAGAI DAERAH PENYANGGA KOTA PALEMBANG

BAB I PENDAHULUAN. Kota Semarang yang merupakan Ibukota Jawa Tengah adalah salah satu

STUDI PENANGANAN JALAN RUAS BUNDER LEGUNDI AKIBAT PEKEMBANGAN LALU - LINTAS

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Transportasi pada zaman sekarang ini bukanlah sesuatu hal yang

Besar Bobot Kejadian. Kapasitas jalan (smp/jam) Kendaraan (smp/jam)

STUDI NEIGHBOURHOOD CHANGE DAN KEBERLANJUTAN HUNIAN (STUDI KASUS: PERUMAHAN CITRA 1, JAKARTA BARAT)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Transportasi mempunyai peranan penting dalam kehidupan masyarakat.

Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi BAB VIII PENUTUP

BAB I PENDAHULUAN. moda transportasi (jarak pendek antara 1 2 km) maupun dengan moda

INDIKATOR PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM SISTEM TRANSPORTASI BERKELANJUTAN

Arahan Transport Demand Management dalam Pergerakan Transportasi Regional Kabupaten Gresik

Aditya Putrantono Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Sipil Dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember

Transkripsi:

ANALISIS GRADIEN LUAS LAHAN TERCAMPUR (LUAS TERBANGUN DAN LAPANGAN KERJA) TERHADAP KONSUMSI BBM Mudjiastuti Handajani Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Semarang Telp : 081390959909 Email : hmudjiastuti@yahoo.co.id Abstraksi Kota adalah lingkungan binaan manusia yang sangat komplek. Kota yang dipandang sebagai wadah, dengan manusia yang ada di dalamnya sangat komplek, telah mengalami proses interaksi antar manusia dan manusia dengan lingkungan. Produk Interaksi tersebut, menghasilkan pola keteraturan penggunaan lahan yang mengakibatkan munculnya teori struktur kota. Perkotaan mempunyai angka urbanisasi yang tinggi, sehingga meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional. Pertumbuhan ekonomi juga berdampak terhadap peningkatan luas daerah terbangun suatu daerah. Semakin tinggi luas daerah terbangun, maka akan semakin tinggi pula pengaruhnya terhadap sistem transportasinya, terutama pengaruhnya terhadap konsumsi BBM. Analisis gradient digunakan untuk membandingkan pola trend dengan mengamati tingkat kemiringan garis yang menghubungkan antara dua buah variabel, dalam hal ini luas daerah terbangun dan konsumsi BBM. Adanya keselarasan hubungan antara luas daerah terbangun (netto) terhadap konsumsi BBM, mengandung arti, semakin luas daerah terbangun suatu kota, semakin tinggi konsumsi BBMnya. Konsumsi total BBM seluruh kota di Jawa akan meningkat seiring dengan meningkatnya mixused berdasar luas daerah terbangun. Jumlah konsumsi total BBM seluruh kota di Jawa akan meningkat seiring dengan meningkatnya mixused. Kata kunci ; Analisis Gradien, Luas Daerah Terbangun, Konsumsi BBM. PENDAHULUAN Kota adalah lingkungan binaan manusia yang sangat komplek. Kota yang dipandang sebagai wadah dimana terdapat manusia yang di dalamnya sangat komplek, telah mengalami proses interelasi antar manusia dan manusia dengan lingkungan. Produk interelasi tersebut, menghasilkan pola keteraturan penggunaan lahan yang mengakibatkan munculnya teori struktur kota (Jean-Paul Rodrigue, 2005).

Kota bisa dibahas dari berbagai sudut pandang. Morpologi kota adalah ruang publik kota, seperti alun-alun, ruang kota, jalan utama. Bentuk kota pada dasarnya terjadi akibat proses interaksi antar penghuninya. Individu dalam masyarakat kota tidak terisolasi dalam kegiatan individual, tapi terinteraksi dalam bentuk ruang kota. Dari proses dan pelakunya dihasilkan kondisi fisik kota yang berpengaruh pada kondisi sosial ekonomi masyarakat. Perkotaan mempunyai angka urbanisasi yang tinggi, sehingga meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional yang berkontribusi terhadap peningkatan pendapatan masyarakat. Namun, pertumbuhan ekonomi berdampak terhadap pertumbuhan kepemilikan kendaraan bermotor, sistem transportasi, dan konsumsi BBM (Bahan Bakar Minyak). Pertumbuhan ekonomi juga berdampak terhadap peningkatan luas daerah terbangun suatu daerah. Semakin tinggi luas daerah terbangun, maka akan semakin tinggi pula pengaruhnya terhadap sistem transportasinya. Transportasi didefinisikan sebagai suatu sistem yang terdiri dari fasilitas tertentu beserta arus dan sistem kontrol yang memungkinkan orang dan barang dapat berpindah dari suatu tempat ke tempat yang lain secara efisien dalam setiap waktu untuk mendukung aktivitas manusia (Edward K. Morlok dan David J. Chang, 2005). Sistem transportasi merupakan bentuk keterikatan antara penumpang, barang, prasarana dan sarana yang berinteraksi dalam rangka perpindahan orang atau barang yang tercakup dalam suatu tatanan, baik secara alami maupun buatan/rekayasa. Konsep dasar transportasi, yakni saling terkait terlaksananya transportasi dan pola perjalanan di perkotaan dipengaruhi oleh tata letak pusat kegiatan (Haryono Sukarto, 2006). Model tata guna lahan sulit untuk dipakai sebagai informasi, karena harus dapat menyajikan model yang baik (Varameth et al., (2007), Jeff Kenworthy dan Fellix Laube, (2002), melakukan penelitian di 31 negara tentang korelasi antara tata guna lahan dengan sistem transportasi dan kepadatan penduduk. Sedangkan Mitchell Goro O., (2003), meneliti tentang penggunaan BBM per kapita yang dipengaruhi oleh sistem jaringan jalan, sehingga sistem jaringan berpengaruh juga terhadap penggunaan energi, tetapi bentuk hubungan belum ditemukan. Kepadatan kendaraan di suatu kawasan kota, semakin padat kawasan kota berarti semakin padat pula luas daerah terbangunnya, maka kecepatan semakin rendah dan konsumsi BBM semakin tinggi (Taylor Bridget dan Brook Linsay, 2004). Kecepatan yang rendah di ruas jalan akan meningkatkan kebutuhan BBM hingga 50%, selain itu pola jaringan jalan dan kondisi lalulintas dapat menggambarkan tingkat kebutuhan BBM (Jean-Paul Rodrigue, 2004). METODOLOGI Analisis Gradient Analisis gradien adalah salah satu metode untuk membandingkan trend (kecenderungan) dari beberapa lokasi dengan mengamati tingkat kemiringan garis yang menghubungkan antara dua buah variabel. Lahan tercampur (mixused) yang dimaksudkan dalam tulisan ini ada 2 (dua) macam yaitu penggunaan lahan berdasarkan tata guna lahan/luas darah terbangun dan berdasarkan jenis lapangan kerja sebagai variabelnya. PEMBAHASAN Hubungan Mixused Berdasarkan Luas Daerah Terbangun - Konsumsi BBM

Transportasi dan land use saling membutuhkan / berkaitan, dan mempunyai dampak yang besar terhadap jaringan kota serta kegiatan kota, Kelly ED., (1994), Hal ini sesuai dengan Varameth Vichiensan et al (2007). (A) (B) Sumber: Hasil Analisa 2010 Gambar 1. (A) Luas Netto/Daerah Terbangun (km2) dan Konsumsi BBM (kl/th), (B) Korelasi Luas Daerah Terbangun - Konsumsi BBM Total Semakin beragam tata guna lahan yang ada di suatu bagian wilayah kota semakin tinggi interaksi, semakin rendah konsumsi BBM, seperti yang terjadi di kawasan pusat kota. Pada daerah yang semakin padat, jarak perjalanan lebih pendek atau dapat ditempuh dengan berjalan kaki dan tidak tergantung dari kendaraan bermotor. Dengan demikian, pengaruh tata guna lahan tidak hanya pada jenis dan intensitasnya tetapi juga kemampuan menjadi daya tarik dan daya dorong kegiatan lalu lintas sebagai wujud dari interaksi tata ruang sehingga menjadi daya bangkit lalu lintas. Hal ini selaras dengan Cervero R., and Kockelman K., (1997) serta Zang, Y. dan Guidon B., (2006) yang menyatakan proporsi pemukiman menuju bukan pemukiman akan membuat model hubungan. Untuk kota-kota di Jawa menunjukkan, semakin luas daerah terbangun suatu kota, semakin tinggi konsumsi BBM di kota tersebut. Luas daerah terbagun (luas netto) selaras dengan konsumsi BBM (kecuali Tasikmalaya dan Tanggerang) yang berarti keduanya mempunyai hubungan yang sangat kuat. Surabaya mempunyai luas terbangun tertinggi dan mempunyai konsumsi BBM tertinggi pula. Demikian juga kota metropolitan lainnya. Hubungan keselarasan luas daerah terbangun (netto) terhadap konsumsi BBM dapat dilihat pada Gambar 1A dan Gambar 1B.

Pengaturan lahan akan mempengaruhi konsumsi BBM. Jarak atau panjang perjalanan juga berpengaruh terhadap konsumsi BBM. Semakin panjang jarak/panjang perjalanan maka akan semakin meningkat konsumsi BBMnya. Peningkatan kepadatan penduduk lebih memungkinkan terjadi mixused (Naess and Sandberg, 1996) dan (Stead D. dan Marshall,2001 serta Mogridge, MJH., 1985). Dengan adanya peningkatan mixused maka akan memperpendek panjang perjalanan. Daerah dengan kepadatan penduduk rendah, penggunaan BBM per kapita semakin tinggi, sebaliknya pada daerah dengan kepadatan penduduk tinggi, penggunaan BBM per kapita semakin rendah. Jenis tata guna lahan di daerah perkotaan pada jam-jam tertentu menjadi tujuan dan asal gerakan transportasi dan arahnya akan berbalik pada jam-jam tertentu lain (Jeff Kenworthy, 2002). Sedangkan kota-kota di Jawa menunjukkan bahwa, semakin tinggi kepadatan penduduk, konsumsi BBM semakin tinggi, kota dengan kepadatan penduduk rendah makan konsumsi BBM rendah. Keragaman data tentang jumlah lapangan kerja eksisting maksimal hanya lima (5 jenis) dan tidak dirinci lebih lanjut. Jika keragaman lapangan kerja lebih dirinci maka hubungan mixused dan konsumsi BBM hasilnya akan lebih baik. Jenis pekerjaan ada hubungannya terhadap frekwensi perjalanan (Ewing R., 1995). Hubungan Mixused Berdasar Luas Daerah Terbangun - Konsumsi BBM Grafik hubungan berdasarkan luas daerah terbangun terhadap konsumsi BBM premium, nilai korelasi yang dihasilkan adalah 0,00008. Jumlah konsumsi premium akan menurun jika mixused meningkat. Model linier yang terjadi adalah y= -0.001x+0.119, dengan peningkatan mixused sebesar 1 satuan maka akan menurunkan BBM premium sebesar -0,001 liter. Sumber : Hasil Analisa, 2010 Gambar 2. Grafik Hubungan Mixused/ Luas Daerah Terbangun - Konsumsi BBM

Adapun terhadap konsumsi BBM solar, nilai korelasinya 0,026. Model linier yang digunakan adalah y = -0.009x + 0.063. Jumlah konsumsi solar seluruh kota di Jawa akan menurun jika mixused meningkat, dengan peningkatan mixused sebesar 1 satuan maka akan menurunkan konsumsi BBM solar sebesar -0,009 liter. Nilai korelasi terhadap total BBM adalah 0,026. Konsumsi total BBM seluruh kota di Jawa akan meningkat seiring dengan meningkatnya mixused. Model linier yang digunakan adalah y=0.027x + 0.155, artinya dengan meningkatnya mixused sebesar 1 satuan makan konsumsi BBM total juga akan naik sebesar 0,0027 liter. Grafik hubungan luas daerah terbangun terhadap konsumsi BBM dapat dilihat pada Gambar 2. Gambar 3. Gradien Mixused/Berdasar Luas Daerah Terbangun - Konsumsi BBM Kota metropolitan menunjukkan: semakin tercampur/mixused suatu lahan maka konsumsi BBM akan semakin turun. Kota besar dan kota sedang juga memperlihatkan hal yang sama, hanya saja kota metropolitan penurunannya lebih tajam dibanding kota sedang dan kota besar artinya, di kota metropolitan jika terjadi penambahan mixused berdasarkan luas daerah terbangun konsumsi BBM akan lebih cepat turunnya jika dibandingkan penurunan konsumsi BBM di kota besar dan kota sedang. Trend yang terjadi di kota metropolitan memisah atau tidak sama dengan kota besar dan kota sedang. Lihat Gambar 3. Hubungan Mixused Berdasar Lapangan Kerja - BBM Nilai korelasi mixused berdasar lapangan kerja - BBM yang dihasilkan adalah 0,148. Jumlah konsumsi premium seluruh kota di Jawa akan meningkat seiring dengan meningkatnya mixused. Model linier yang digunakan adalah y = 0.013x + 0.112, dengan bertambahnya mixused sebesar 1 satuan, maka konsumsi BBM premium akan meningkat sebesar 0,013 liter.

Untuk konsumsi BBM solar, nilai korelasi yang dihasilkan adalah 0,022. Jumlah konsumsi solar seluruh kota di Jawa akan meningkat seiring dengan meningkatnya mixused. Model linier yang digunakan adalah y = 0.002x + 0.051, dengan bertambahnya mixused sebesar 1 satuan, maka konsumsi BBM solar akan meningkat sebesar 0,002 liter. Nilai korelasi total BBM yang dihasilkan adalah 0,122. Jumlah konsumsi total BBM seluruh kota di Jawa akan meningkat seiring dengan meningkatnya mixused. Model linier yang digunakan adalah y = 0.016x + 0.164, dengan bertambahnya mixused sebesar 1 satuan, maka konsumsi BBM total akan meningkat sebesar 0,016 liter. Lihat Gambar 4. Sumber : Hasil Analisa, 2010 Gambar 4. Grafik Hubungan Mixused Berdasar Lapangan Kerja - Konsumsi BBM Kota metropolitan (Bekasi, Surabaya, Bandung, Tangerang dan Semarang) menunjukkan bahwa, semakin luas daerah terbangun berdasar lapangan kerjanya, atau lebih tercampur/mixused maka konsumsi BBM semakin turun dengan kemiringan yang tajam. Kota besar dan kota sedang tidak memperlihatkan demikian, semakin besar lahan tercampur berdasar lapangan kerja maka konsumsi BBM makin naik meskipun tidak tajam dan pada titik tertentu terjadi penurunan konsumsi BBM. Trend yang terjadi di kota metropolitan memisah dengan trend di kota sedang dan kota besar. Lihat Gambar 5. Sumber : Hasil Analisa, 2010 Gambar 5. Gradien Mixused Berdasar Lapangan Kerja - Konsumsi BBM KESIMPULAN

1. Adanya keselarasan hubungan antara luas daerah terbangun (netto) terhadap konsumsi BBM, artinya semakin luas daerah terbangun suatu kota, semakin tinggi konsumsi BBMnya. 2. Hasil Hubungan Mixused Berdasar Luas Daerah Terbangun BBM : Jumlah konsumsi premium akan menurun jika mixused meningkat, jumlah konsumsi solar seluruh kota di Jawa akan menurun jika mixused meningkat, dan konsumsi total BBM seluruh kota di Jawa akan meningkat seiring dengan meningkatnya mixused. 3. Penambahan mixused di kota metropolitan berdasarkan luas daerah terbangun konsumsi BBM akan lebih cepat turunnya jika dibandingkan penurunan konsumsi BBM di kota besar dan kota sedang. Trend yang terjadi di kota metropolitan memisah atau tidak sama dengan kota besar dan kota sedang. 4. Hasil Hubungan Mixused Berdasar Lapangan Kerja BBM : Jumlah konsumsi premium seluruh kota di Jawa akan meningkat seiring dengan meningkatnya mixused. Jumlah konsumsi solar seluruh kota di Jawa akan meningkat seiring dengan meningkatnya mixused. Jumlah konsumsi total BBM seluruh kota di Jawa akan meningkat seiring dengan meningkatnya mixused 5. Semakin luas daerah terbangun berdasar lapangan kerjanya, atau lebih tercampur/mixused maka konsumsi BBM semakin turun dengan kemiringan yang tajam. Kota besar dan kota sedang tidak memperlihatkan demikian, semakin besar lahan tercampur berdasar lapangan kerja maka konsumsi BBM semakin naik meskipun tidak tajam dan pada titik tertentu terjadi penurunan konsumsi BBM. Trend yang terjadi di kota metropolitan memisah dengan trend di kota sedang dan kota besar. DAFTAR PUSTAKA Cervero, R. and Kockelman, K., 1997, Travel Demand and the 3Ds: Density, Diversity and Design, Transportation Research Part D: Transport and Environment 2 (N3) Edward K. Morlok dan David J. Chang, 2005, Vehicle Speed Profiles To Minimize Work And Fuel Consumption, Transp. Engrg vol. 131 isue 3, pp 173-182. Ewing, R,1995, Beyon Density, Mode Choice and Single Trips, Transportation Quarterly, 49 15-24 Haryono Sukarto, 2006, Transportasi Perkotaan dan Lingkungan, Jurnal Teknik Sipil vol.3 no 2. Jean-Paul Rodrigue, 2004, Transportation and The Environment, Dept. of Economics & Geography Hofstra University, Hempstead, NY, 11549 USA.

Jeff Kenworthy dan Fellix Laube, 2002, Urban Transport Patterns in a Global Sample of Cities and Their Linkages to Transport Infrastructure, Land-use, Economics and Environment. Kelly, E.D, 1994, The Transportation Land-Use Link, Journal of Planning Literature, 9 : 129-45. Mitchell Goro O., 2003, The Indicators of Minority Transportation Equity (TE), Sacramento Transportation & Air Quality Collaborative Community Development Institute. Naess and Sandberg (1996): Work Place Location Modal Split and Energy Use for Commuting Trips, Urban Studies, 33, 557-580 Stead D and Marshall (2001) The Relationships Between Urban Form and Travel Pattern, An International Review an Evaluation, EJTIR, 1, 113 141 Taylor Bridget dan Brook Linsay, 2004, Public Attitudes to Transport Issue: Finding from The British Social Attitudes Surveys. Varameth Vichiensan, Kazuaki Miyamoto, Viroj Rujopakarn, 2007, An Empirical Study of Land Use/Transport Interaction in Bangkok With Operational Model Applicaion, Journal of The Eastern Asia Society for Transportation Studies, Vol. 7, 1250-1265. Varameth Vichiensan, Kazuaki Miyamoto, Viroj Rujopakarn, 2007, An Empirical Study of Land Use/Transport Interaction in Bangkok With Operational Model Applicaion, Journal of The Eastern Asia Society for Transportation Studies, Vol. 7, 1250-1265. Zang, Y. dan Guidon B., 2006, Using Satellite Remote Sensing to Survey Transport Related Urban Sustainability Part 1: Methodologies for Indikcator Quantification, International Journal of Applied Earth Observation and Geo-information, 8, 149-164