SISTEM. Oleh: Syahyuti Sunarsih Ahmad Makky. Ar-Rozi Sri Suharyono Sugiarto

dokumen-dokumen yang mirip
METODE PENELITIAN. = λ 14 X 2 + δ. X2.6 = λ 15 X 2 + δ 15

KAJIAN KEBIJAKAN AKSELERASI PEMBANGUNAN PERTANIAN WILAYAH TERTINGGAL MELALUI PENINGKATAN KAPASITAS PETANI

METODE PENELITIAN. Sampel Penentuan jumlah sampel PKB dilakukan dengan menggunakan rumus Slovin (Sevilla et al., 1993: 161) sebagai berikut:

IV. METODE PENELITIAN

DAFTAR ISI. x xi xii xiii DAFTAR ISI... xiv DAFTAR TABEL... xvi DAFTAR GAMBAR... xviii DAFTAR LAMPIRAN... xix

PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA DEFINITIF KELOMPOKTANI DAN RENCANA DEFINITIF KEBUTUHAN KELOMPOKTANI BAB I PENDAHULUAN

BUPATI MUSI RAWAS PERATURAN BUPATI MUSI RAWAS NOMOR 28 TAHUN 2008 T E N T A N G

Tim. Syahyuti Sugiarto Sunarsih. Sri Suharyono

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 4 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG

KEBIJAKAN PENINGKATAN PRODUKSI PADI PADA LAHAN PERTANIAN BUKAN SAWAH

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor utama dan penting bagi

DUKUNGAN PASCAPANEN DAN PEMBINAAN USAHA

Siapkah Penyuluh Kehutanan mendampingi kegiatan kehutanan di lapangan?

KAJIAN PERAN ORGANISASI PETANI DALAM MENDUKUNG PEMBANGUNAN PERTANIAN

BUPATI TEMANGGUNG PERATURAN BUPATI TEMANGGUNG NOMOR : 31 TAHUN 2009 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TEMANGGUNG,

PEDOMAN SISTEM KERJA LATIHAN DAN KUNJUNGAN BAB I PENDAHULUAN

LAPORAN AKHIR TA ANALISIS STRUKTUR-PERILAKU-KINERJA PEMASARAN SAYURAN BERNILAI EKONOMI TINGGI

DUKUNGAN PASCAPANEN DAN PEMBINAAN USAHA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan termasuk didalamnya berbagai upaya penanggulangan

Analisis Kebijakan Pembiayaan Sektor Pertanian

2018, No Menteri Pertanian sebagaimana dimaksud dalam huruf a perlu ditinjau kembali; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud da

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 72/Permentan/OT.140/10/2011 TANGGAL : 31 Oktober 2011

PEDOMAN FORMASI JABATAN FUNGSIONAL PENYULUH PERTANIAN BAB I PENDAHULUAN

PROFESIONALISME DAN PERAN PENYULUH PERIKANAN DALAM PEMBANGUNAN PELAKU UTAMA PERIKANAN YANG BERDAYA

PATH ANALYSIS & STRUCTURAL EQUATION MODEL. Liche Seniati Sem. Ganjil 2009/2010 Program Magister Profesi F.Psi.UI

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PEDOMAN PELAKSANAAN PENUMBUHAN DAN PENGEMBANGAN PENYULUH PERTANIAN SWADAYA TAHUN 2016

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

WALIKOTA PAREPARE PERATURAN WALIKOTA PAREPARE NOMOR TAHUN 2008 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI DAN RINCIAN TUGAS KANTOR KETAHANAN PANGAN DAN PENYULUHAN

PENINGKATAN PRODUKSI DAN PRODUKTIVITAS TANAMAN TAHUNAN PEDOMAN TEKNIS KOORDINASI KEGIATAN PENGEMBANGAN TANAMAN TAHUNAN TAHUN 2015 (REVISI)

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2012 KAPASITAS ADAPTASI PETANI TANAMAN PANGAN TERHADAP PERUBAHAN IKLIM UNTUK MENDUKUNG KEBERLANJUTAN KETAHANAN PANGAN

RENCANA KERJA TAHUNAN (RKT) Pusat Penyuluhan Pertanian. Tahun 2013

III. METODE PENELITIAN

BERITA DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 21 TAHUN 2009 PERATURAN BUPATI SUMEDANG NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG

ANALISIS STRUCTURAL EQUATION MODEL (SEM)

BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR 23 TAHUN 2007 TENTANG

BUPATI MADIUN BUPATI MADIUN,

KEMENTERIAN PERTANIAN

BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BONE NOMOR 5 TAHUN 2010

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI. model kecakapan hidup terintegrasi dengan nilai-nilai budaya lokal dalam

PEDOMAN PELAKSANAAN PENINGKATAN KAPASITAS BP3K

PENDAHULUAN Latar Belakang

DAFTAR SIMBOL γ Besarnya pengaruh variabel eksogen terhadap variabel endogen β Besarnya pengaruh variabel endogen terhadap variabel endogen...

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTAWARINGIN BARAT,

PENGANTAR. Ir. Suprapti

VI. ADOPSI PROGRAM SISTEM INTEGRASI TANAMAN- TERNAK. partisipatif di lahan petani diharapkan dapat membawa dampak terhadap

DUKUNGAN PASCAPANEN DAN PEMBINAAN USAHA

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 72/Permentan/OT.140/10/2011 TENTANG PEDOMAN FORMASI JABATAN FUNGSIONAL PENYULUH PERTANIAN

UU Nomor 16 Tahun 2006 Tentang SISTEM PENYULUHAN PERTANIAN, PERIKANAN, DAN KEHUTANAN (SP3K)

I. PENDAHULUAN. di Indonesia. Selain sebagai sumber pendapatan masyarakat tani pekebun,

PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Dalam rangka meningkatkan kontribusi sektor pertanian terhadap

ANALISIS PENGARUH KOMPENSASI DAN IKLIM ORGANISASI TERHADAP KUALITAS LAYANAN DENGAN KEPUASAN KERJA SEBAGAI VARIABEL INTERVENING

BUPATI NGANJUK PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 05 TAHUN 2011 TENTANG

DAN. Oleh: Nyak Ilham Edi Basuno. Tjetjep Nurasa

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... LEMBAR PENGESAHAN... PERNYATAAN ORISINALITAS TESIS... ABSTRACT... ABSTRAK... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI...

METODE PENELITIAN. Desain, Tempat dan Waktu

BAB 3 ANALISIS METODE PELATIHAN PENYULUH. di Indonesia yang berskala nasional, berdiri sendiri dan mandiri yang dikembangkan

BAB I PENDAHULUAN. sebagai pendamping dan pembimbing pelaku utama dan pelaku usaha. Penyuluh

ARAH KEBIJAKAN PENYULUHAN MENDUKUNG SWASEMBADA PANGAN

DUKUNGAN PENYULUH DI KELEMBAGAAN PETANI PADA PENGUATAN PERKEBUNAN KOPI RAKYAT

PERAT URAN DAERAH K ABUP AT EN BAT ANG NOMOR

Motivasi. Persepsi. Sikap Keyakinan perilaku Evaluasi konsekuensi. Norma subjektif Keyakinan normatif Motivasi mematuhi

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUARA ENIM NOMOR 5 TAHUN 2008

BUPATI SIGI PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR 10 TAHUN 2010 T E N T A N G

2.3.1 Pengertian kepemimpinan Sifat-sifat seorang pemimpin... 33

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN BARRU

KE-2) Oleh: Supadi Valeriana Darwis

DAFTAR ISI. Halaman DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN...

3. METODE PENELITIAN 3.1. Penentuan Waktu dan Lokasi 3.2. Jenis Penelitian 3.3. Teknik Pengambilan Sampel

- 1 - PERATURAN BUPATI BERAU NOMOR 30 TAHUN 2013 TENTANG MEKANISME KERJA DAN METODE PENYULUHAN PERTANIAN, PERIKANAN, DAN KEHUTANAN

IV. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Banyuroto, Kecamatan Sawangan,

BUPATI PAKPAK BHARAT

PEDOMAN PENILAIAN PETANI BERPRESTASI BAB I PENDAHULUAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

INSENTIF EKONOMI DAN ASPEK KELEMBAGAAN UNTUK MENDUKUNG IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

Standar Operasional Prosedur Pengelolaan Sistim informasi Manajemen Penyuluhan Pertanian (SIMLUHTAN)

BAB 4 METODE PENELITIAN. Komprehensif terhadap Kesejahteraan Masyarakat serta Kemandirian Masyarakat

PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KOORDINASI PENYULUHAN

VITA ANDYANI EA24. Dosen Pembimbing: Dr. Wardoyo, SE., MM

Dalam lingkungan Pemerintahan, setiap organisasi/skpd berkewajiban. misi tersebut. Simamora (1995) mengatakan bahwa sumber daya yang dimiliki

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN Visi dan Misi Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kota Tasikmalaya

BAB I. PENDAHULUAN Latar Belakang

VIII ANALISIS SERVICE QUALITY DALAM MEMBENTUK KEPUASAN DAN LOYALITAS

VIII. ANALISIS STRUCTUAL EQUATION MODEL (SEM)

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2012 KAJIAN LEGISLASI PENYULUHAN PERTANIAN MENDUKUNG SWASEMBADA PANGAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

III. METODE PENELITIAN

RINGKASAN EKSEKUTIF...

WALIKOTA PAREPARE PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN WALIKOTA PAREPARE NOMOR 70 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI

PEMERINTAH KABUPATEN TULUNGAGUNG RENCANA KERJA SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH (RENJA - SKPD) TAHUN ANGGARAN 2016

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BINA PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN PERHUTANAN SOSIAL NOMOR: P. 1 /V-SET/2014 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN. NOMOR : 49/Permentan/OT.140/10/2009 TENTANG KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENYULUHAN PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

TUGAS POKOK DAN FUNGSI SATUAN KERJA DINAS PERTANIAN DAN PETERNAKAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH

Transkripsi:

LAPORAN AKHIR TA. 2013 PERAN PENYULUH SWADAYA DALAM IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG SISTEM PENYULUHAN PERTANIAN Oleh: Kurnia Suci Indraningsih Syahyuti Sunarsih Ahmad Makky Ar-Rozi Sri Suharyono Sugiarto PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN BADAN PENELITIANN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIANN 2013

RINGKASAN EKSEKUTIF PENDAHULUAN Latar Belakang 1. Penyuluhan pertanian saat ini diharapkan mampu mendukung empat sukses yang menjadi target Kementerian Pertanian. Luasnya wilayah kerja penyuluh pertanian dan banyaknya individu/kelompok petani yang harus dilayani membutuhkan rasio petani dan penyuluh yang ideal. 2. Kementerian Pertanian telah mencanangkan kebijakan yang menetapkan satu desa satu penyuluh pertanian. Untuk pencapaian target tersebut, alternatif yang dipandang sejalan dengan UU RI Nomor 16 Tahun 2006 adalah mengefektifkan peran Penyuluh Swadaya yang bertugas mendampingi penyuluh pertanian pemerintah. 3. Penyuluh Pertanian Swadaya selama ini dirasakan belum memiliki arah yang jelas, juga belum didayagunakan secara optimal untuk memenuhi kebutuhan pelaku utama dan pelaku usaha. Secara standar normatif, peran Penyuluh Pertanian Swadaya dalam penyelenggaraan penyuluhan, masih belum optimal. 4. Mekanisme kerja kemitraan antara Penyuluh Pertanian PNS dengan Penyuluh Pertanian Swadaya dan Penyuluh Pertanian Swasta, sebagaimana diamanatkan dalam Permentan No. 61/2008 belum sepenuhnya terwujud. Tujuan Penelitian 5. Tujuan penelitian ini adalah: (1) Mengidentifikasi profil dan tipologi Penyuluh Swadaya; (2) Menganalisis persepsi petani terhadap peran Penyuluh Swadaya; (3) Menganalisis persepsi penyuluh pertanian pemerintah (PNS) terhadap peran Penyuluh Swadaya; (4) Menganalisis kinerja Penyuluh Swadaya dan permasalahan yang dihadapi; (5) Menganalisis faktor-faktor penentu kinerja Penyuluh Swadaya. Metode Penelitian 6. Pemilihan lokasi penelitian mempertimbangkan beberapa hal, yaitu: (1) Provinsi/kabupaten terpilih merepresentasikan kelembagaan penyuluhan telah dibentuk sesuai UU No. 16/2006; (2) Terdapat program-program yang mendukung penyuluhan pertanian, diantaranya program Pusat Pelatihan Pertanian dan Pedesaan Swadaya (P4S) dan Program Pemberdayaan Petani melalui Teknologi dan Informasi Pertanian (P3TIP); (3) Keberadaan dan kinerja Penyuluh Swadaya yang melakukan kegiatan penyuluhan. x

7. Lokasi penelitian mencakup wilayah Jawa (Provinsi Jawa Barat dan Provinsi Jawa Tengah) dan Luar Jawa (Provinsi Kalimantan Selatan). Beberapa kabupaten dipilih secara purposif yang dinilai representatif untuk dilakukan kajian tentang peran Penyuluh Swadaya sebagai pendamping penyuluh pemerintah (PNS). Untuk Provinsi Jawa Barat dipilih Kabupaten Cirebon, Provinsi Jawa Tengah dipilih Kabupaten Temanggung dan Magelang, sedangkan Provinsi Kalimantan Selatan dipilih Kabupaten Hulu Sungai Tengah. 8. Total responden sebanyak 302 yang terdiri dari Petani 202, Penyuluh Swadaya 32, Penyuluh PNS/THL-TBPP 30, aparat/informan dari instansi pemerintah yang terkait dengan penyuluhan di tingkat Pusat, Provinsi, Kabupaten, dan Kecamatan, sebanyak 38. 9. Cakupan data primer terdiri atas data kuantitatif (jawaban pertanyaan terstruktur dalam kuisioner) dan data kualitatif (data penjelas dari fenomena yang diamati). 10. Data dan informasi kualitatif dikumpulkan dengan pendekatan multimetode (traingulasi) berupa wawancara, pengamatan langsung, dan studi dokumen. Data sekunder diperoleh dari instansi yang relevan, dan media, baik cetak maupun elektronik. 11. Penganalisaan terhadap data dilakukan mengikuti format tujuan penelitian. Analisis data dalam penelitian ini mencakup: (1) Analisis statistik deskriptif, dan (2) Analisis statistik inferensia. 12. Analisis data deskriptif dilakukan melalui statistik deskriptif, analisis inferensia menggunakan Persamaan Model Struktural atau Structural Equation Modelling (SEM), untuk mendapatkan model empiris hubungan kausalitas antara peubah eksogen dengan peubah endogen. HASIL PENELITIAN Tujuan 1: Mengidentifikasi profil dan tipologi Penyuluh Swadaya 13. Kapasitas Penyuluh Swadaya sebagai pendamping dan penyampai teknologi dan informasi kepada petani relatif beragam, penguasaan dari aspek teknis dinilai sudah memadai. Sebagian penyuluh bahkan memiliki pengetahuan dan keterampilan teknologi yang sangat baik, dan melebihi Penyuluh PNS. 14. Penyuluh Swadaya umumnya aktif pada beberapa organisasi petani, baik pada kelompok tani, gapoktan, LDPM, maupun koperasi, dan Badan Usaha Milik Petani (BUMP), sebagai tokoh petani setempat yang bergerak langsung di lahan dan juga memiliki bisnis 15. Semua Penyuluh Swadaya rata-rata telah mengikuti belasan kali pelatihan, yang materinya berupa teknis budidaya dan usaha pertanian, serta kepemipinan dan manajemen organisasi. 16. Penyuluh Swadaya mengaku bekerja secara sukarela dan tidak mengeluh dengan beban kerjanya. Reward yang diterima tidak berupa honor dan gaji seperti Penyuluh PNS, namun berupa penghargaan dan xi

kesenangan berbagi. Penyuluh Swadaya melakukan kegiatan penyuluhan dengan motivasi sosial dan sekaligus bisnis. 17. Dalam hal hubungan kerja antara Penyuluh Swadaya dengan Penyuluh PNS, tidak ditemukan pembagian yang tegas. Di lapangan ditemukan, keduanya saling bekerja sama. Penyuluh Swadaya sering diminta berbicara dalam pertemuan untuk menjelaskan berbagai teknologi dan permasalahan petani, dimana penyuluh PNS merupakan penanggung jawab kegiatan. 18. Mekanisme kerja dan pembagian tugas ke depan perlu lebih diperjelas. Saat ini penyuluh PNS bertanggung jawab secara areal, dimana seluruh wilayah terbagi habis pada Penyuluh PNS yang ada. Penyuluh Swadaya tidak diberi tugas pada wilayah tertentu. 19. Tipologi Penyuluh Swadaya dibedakan atas: (1) Penyuluh Swadaya sebagai penggerak komunitas; (2) Pendamping teknis; (3) Pembaharu; dan (4) Pelaku bisnis. Tujuan 2: Menganalisis persepsi petani terhadap peran Penyuluh Swadaya 20. Tingkat kedekatan petani dengan Penyuluh Swadaya, menurut persepsi petani tergolong rendah untuk lokasi Jawa Barat dan Jawa Tengah, sedangkan di Kalimantan Selatan tergolong sedang. 21. Kondisi tersebut tidak mencerminkan bahwa intensitas komunikasi petani di Jawa Barat dan Jawa Tengah lebih rendah dibandingkan petani di Kalimantan Selatan. Ada forum komunikasi pertemuan kelompok tani ataupun gapoktan yang menjadi media untuk bertukar informasi maupun teknologi, serta pemecahan masalah yang terkait dengan usahatani. 22. Kemampuan dasar Penyuluh Swadaya menurut persepsi petani di lokasi penelitian tergolong tinggi, yang dilihat dari aspek tingkat pendidikan (rata-rata 9), lama bertani (rata-rata 13 tahun), pernah mengikuti pelatihan yang terkait dengan pertanian, baik yang dilakukan oleh dinas-dinas teknis maupun Bapeluh, dan aktif dalam berorganisasi. 23. Persepsi petani terhadap peran Penyuluh Swadaya dalam mengidentifikasi masalah dan kebutuhan petani pada tanaman pangan/perkebunan/hortikultura di lokasi Jawa Barat dan Kalimantan Selatan tergolong sedang, untuk Jawa Tengah tergolong rendah. 24. Kinerja Penyuluh Swadaya dikaitkan dengan perubahan perilaku pada usaha pertanian tanaman pangan/perkebunan/hortikultura, peternakan maupun pengolahan hasil pertanian, menurut persepsi petani tergolong rendah untuk semua lokasi penelitian. 25. Peran Penyuluh Swadaya terhadap peningkatan pengetahuan petani secara umum baru pada aspek teknik budidaya. Aspek lain yang terkait dengan penanganan pascapanen, pengolahan hasil, pemasaran xii

hasil, penambahan komoditas yang ditanam, pengembangan skala usaha, dan kemitraan usaha relatif belum ada perubahan yang berarti. 26. Kinerja Penyuluh Swadaya dikaitkan dengan solusi masalah yang ditangani pada usaha pertanian tanaman pangan/perkebunan/ hortikultura, peternakan maupun pengolahan hasil pertanian, menurut persepsi petani tergolong rendah untuk semua lokasi penelitian. Tujuan 3: Menganalisis persepsi Penyuluh Pertanian Pemerintah (PNS) terhadap peran Penyuluh Swadaya 27. Peran Penyuluh Swadaya dalam melakukan identifikasi masalah dan kebutuhan pada tanaman pangan/perkebunan/hortikultura menurut persepsi penyuluh PNS di lokasi penelitian tergolong sedang. 28. Penyuluh Swadaya dinilai mampu mengidentifikasi masalah dan kebutuhan pada tanaman pangan/perkebunan/hortikultura, karena faktor pengalaman dalam bertani, meskipun tidak menguasai aspek teknis usahatani secara keseluruhan. 29. Peran Penyuluh Swadaya dalam memberikan solusi dan alternatif penyelesaian masalah di tingkat petani berkaitan dengan aspek permodalan, ketersediaan sarana produksi, perubahan iklim dan juga teknik budidaya pertanian. Tujuan 4: Menganalisis kinerja Penyuluh Swadaya dan permasalahan yang dihadapi 30. Terdapat tiga fungsi yang tingkat pelaksanaannya rendah oleh Penyuluh Swadaya yaitu : (1) Menyusun rencana kegiatan penyuluhan pertanian; (2) Melaksanakan kegiatan penyuluhan pertanian sesuai rencana kerja; dan (3) Menyusun laporan kegiatan penyuluhan yang telah dilaksanakan. Fungsi pertama dan ketiga merupakan kegiatan administratif, yang memang tidak dilaksanakan oleh Penyuluh Swadaya karena merasa tidak ada yang mewajibkan untuk melaksanakan hal tersebut. 31. Fungsi penyuluhan yang tingkat pelaksanaannya tinggi oleh Penyuluh Swadaya yaitu : (1) Menyampaikan informasi dan teknologi baru dan tepat guna kepada pelaku utama; (2) Melaksanakan proses pembelajaran secara partisipatif; (3) Berperan aktif menumbuhkembangkan kelembagaan pelaku utama; (4) Melaksanakan pertemuan koordinasi dengan pelaku utama; (5) Mengikuti kegiatan pertemuan teknis pelaku utama dan pelaku usaha. Fungsi-fungsi tersebut merupakan kegiatan yang menghubungkan secara langsung Penyuluh Swadaya dengan petani, yang merupakan fokus utama kegiatan penyuluhan yang dilakukan oleh Penyuluh Swadaya. 32. Penyuluh Swadaya berkinerja baik dalam pelaksanaan aspek fungsional penyuluhan, namun sebaliknya dalam pelaksanaan aspek administratif. Aspek fungsional terlaksana dengan baik karena xiii

Penyuluh Swadaya berasal dan berada dalam komunitas sasaran penyuluhannya, sehingga memiliki kelebihan dibandingkan dengan penyuluh pemerintah/swasta umumnya berasal dari luar komunitas. 33. Petani tanaman pangan dan hortikultura serta peternak menyatakan bahwa aspek yang paling banyak dibantu pemecahan masalahnya oleh Penyuluh Swadaya adalah yang terkait dengan teknik budidaya, menyusul ketersediaan sarana produksi, dan modal. Hal senada juga dinyatakan oleh pengolah yang paling banyak dibantu solusinya adalah masalah teknik pengolahan dan pengemasan hasil olahan, pengadaan peralatan dan bahan bahan baku. 34. Kegiatan penyuluhan yang dilakukan oleh Penyuluh Swadaya menurut petani mampu mengubah perilaku untuk aspek pengetahuan sebagaimana dialami oleh 42-89 persen petani di lokasi penelitian Jawa Barat, 27-66 persen petani di Jawa Tengah, dan 34-91 persen petani di Kalimantan Selatan. Kegiatan penyuluhan oleh Penyuluh Swadaya juga berdampak pada bertambahnya jenis komoditas yang dikenal kemudian ditanam oleh responden, yaitu sebanyak 27-29 persen petani di Jawa Barat, 27-66 persen petani di Jawa Tengah, dan 34-91 persen petani di Kalimantan Selatan. 35. Penyuluh Swadaya menilai bahwa secara umum penyelenggaraan penyuluhan pertanian tidak mengalami hambatan yang berarti di semua lokasi. Keberadaan Penyuluh Swadaya yang berasal dari kalangan petani sendiri, memiliki beberapa nilai lebih yang dapat memperkecil hambatan dalam penyelenggaraan penyuluhan, antara lain tidak ada hambatan bahasa, budaya, jarak secara fisik maupun psikologis. Namun demikian, masing-masing 10 persen Penyuluh Swadaya di Kabupaten Cirebon, Jawa Tengah menyatakan mengalami hambatan yang berkaitan dengan sumber infotek, penerima dan fasilitas penunjang. Tujuan 5: Menganalisis faktor-faktor penentu kinerja Penyuluh Swadaya 36. Pengujian model hipotetik dimaksudkan untuk: (1) Menguji kesesuaian model secara keseluruhan; (2) Menguji secara individual kebermaknaan hasil pendugaan parameter model. Pengujian pertama erat kaitannya dengan generalisasi, yaitu sejauhmana hasil pendugaan parameter model dapat diberlakukan terhadap populasi, sedangkan pengujian kedua berkaitan dengan menguji hipotesis yang diajukan. 37. Dalam format Lisrel, pengujian kesesuaian model dilakukan dengan menggunakan Goodness of Fit-Test (GFT). Dua ukuran utama GFT adalah nilai p-hitung dan nilai Root Mean Square Error of Approximation (RMSEA). Berdasarkan dua ukuran GFT tersebut, model dikatakan fit dengan data apabila model mampu menghasilkan nilai p-hitung 0,05 dan nilai RMSEA 0,08. 38. Model hipotetik yang dirancang ternyata telah memenuhi persyaratan sebagai model yang fit dengan nilai Goodness of Fit Index sebesar xiv

0,97 (rentang nilai GFI antara 0,8-0,9 dikatakan sebagai model marjinal fit). Dengan demikian model yang dirancang dapat digunakan sebagai dasar untuk membuat generalisasi terhadap fenomena yang diteliti. 39. Hasil analisis SEM menunjukkan bahwa dari 3 peubah eksogen (X1=kompetensi Penyuluh Swadaya; X2=motivasi kerja Penyuluh Swadaya; X4=kuantitas/beban kerja), peubah X3=fasilitas kerja Penyuluh Swadaya dikeluarkan dari model; 2 peubah eksogen (X1=kompetensi Penyuluh Swadaya dan X2=motivasi kerja Penyuluh Swadaya) yang berpengaruh positif nyata terhadap peubah endogen (Y=peran dan kinerja Penyuluh Swadaya). 40. Kuantitas/beban kerja Penyuluh Swadaya berpengaruh negatif nyata terhadap peran dan kinerja Penyuluh Swadaya. Penyuluh Swadaya tetap berperan membantu petani, walaupun tanpa dukungan fasilitas kerja seperti yang diperoleh Penyuluh PNS/THL-TBPP. Penyuluh Swadaya melakukan kegiatan penyuluhan dengan motivasi sosial dan sekaligus bisnis. IMPLIKASI KEBIJAKAN 41. Permentan No. 61/2008 dan Petunjuk Pelaksanaan (Juklak) yang dikeluarkan oleh Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian dengan implemetasi di lapangan masih belum sinkron, sehingga di tataran operasional pada tingkat kabupaten diperlukan Petunjuk Teknis (Juknis) yang lebih rinci dengan memadukan pendekatan kondisi riil di lapangan dengan kebijakan di tingkat Pusat. Juknis tersebut hendaknya memuat mekanisme kerja dan pembagian tugas yang jelas antara Penyuluh Swadaya dengan Penyuluh PNS/THL-TBPP, dan juga Penyuluh Swasta, mengingat selama ini hubungan kerja antara Penyuluh Swadaya dengan Penyuluh PNS/THL- TBPP tidak ditemukan pembagian yang tegas, walaupun di lapangan saling bekerja sama. 42. Perlu adanya revisi Permentan No. 61/2008 Bab V yang memuat kedudukan, tugas pokok dan fungsi Penyuluh Swadaya yang dinilai terlalu konseptual dan terlihat menyetarakan dengan posisi dan peran Penyuluh PNS, padahal di lapangan hak dan kewajibannya sangat berbeda. 43. Perlu adanya pengakuan dari Pemerintah (Pusat dan Daerah) mengenai eksistensi Penyuluh Swadaya yang berperan sebagai fasilitator maupun petapis informasi (gatekeeper) berupa: (1) sosialisasi penunjukan Penyuluh Swadaya kepada masyarakat petani lingkup desa agar diketahui khalayak; (2) pemberian insentif rutin dua atau tiga bulan sekali sebagai biaya transportasi untuk memperlancar mobilitas Penyuluh Swadaya dalam menjalankan tugasnya. xv

44. Pemerintah perlu mendorong kerjasama antara Penyuluh Swadaya dengan Penyuluh Swasta, yang selama ini tidak memiliki hubungan kerja secara terstruktur dan rutin. Kerja sama dapat terjalin terutama dalam penyelenggaraan demplot terkait dengan produk yang akan dipasarkan oleh Penyuluh Swasta. 45. Perlu adanya reward kepada Penyuluh Swadaya yang telah bekerja secara sukarela dan tidak mengeluh dengan kuantitas/beban kerjanya. Reward yang diterima tidak berupa honor dan gaji sebagai mana penyuluh PNS/THL-TBPP, namun berupa penghargaan dan berbagi pengetahuan maupun keterampilan, serta berkembangnya bisnis yang dikelola. Dalam kasus ini, maka makna Penyuluh Swadaya menjadi mendekat ke makna Penyuluh Swasta. Temuan ini dapat menjadi sumbangan dalam memaknai dan merevisi kebijakan, baik UU No. 16/2006 maupun Permentan No. 61/2008, dimana Penyuluh Swadaya dan Penyuluh Swasta dalam dokumen tersebut dibedakan dengan jelas. Dalam prakteknya, Penyuluh Swadaya dan Penyuluh Swasta saling konvergen satu sama lain. xvi