Adhyatman Prabowo, M.Psi Fakultas Psikologi, Universitas Muhammadiyah Malang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. dengan norma di suatu lingkungan masyarakat (Santoso, 2003). Salah satu

Studi Deskriptif Psychological Well Being pada Ibu yang Memiliki Anak Penderita Autism yang Bersekolah Di SLB-C YPLB Bandung

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Carol D. Ryff merupakan penggagas teori Psychological well-being.

PSYCHOLOGICAL WELL BEING PADA WANITA LAJANG DEWASA MADYA NASKAH PUBLIKASI

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. muncul melalui proses evaluasi masing-masing individu terhadap kehidupannya

PEMETAAN KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS GURU PG PAUD SE KOTA PEKANBARU

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN

PSYCHOLOGICAL WELL BEING PADA WANITA YANG MELAJANG SKRIPSI

GRATITUDE DAN PSYCHOLOGICAL WELLBEING PADA REMAJA. Adhyatman Prabowo Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. kuantitatif adalah fakta-fakta dari objek penelitian realitas dan variabel-variabel

GAMBARAN KEBAHAGIAAN MAHASISWA FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS PADJADJARAN DENGAN LATAR BELAKANG BUDAYA BATAK, JAWA, MINANG, DAN SUNDA

Kesehatan Mental. Strategi Meningkatkan Kesejahteraan Psikologis. Aulia Kirana, M.Psi, Psikolog. Modul ke: Fakultas Psikologi. Program Studi Psikologi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Indonesia merupakan negara hukum. Hal itu dibuktikan melalui Undang-

BAB III METODE PENELITIAN. terorganisasi untuk menyelidiki suatu masalah ertentu dengan maksud

BAB III METODE PENELITIAN. A. Identifikasi Variabel Penelitian. B. Definisi Operasional

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 3.1 Metode Penelitian Dan Rancangan Penelitian

DAFTAR ISI Dina Meyraniza Sari,2013

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil pengolahan data mengenai derajat psychological wellbeing

BAB 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang sehat, pintar, dan dapat berkembang seperti anak pada umumnya. Namun, tidak

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. Penelitian ini merupakan bentuk penelitian kuantitatif dengan pendekatan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk individu dan juga makhluk sosial yang tidak

HUBUNGAN FORGIVENESS TERHADAP PERISTIWA PERCERAIAN ORANG TUA DENGAN PSYCHOLOGICAL WELL-BEING PADA REMAJA KORBAN PERCERAIAN

HUBUNGAN PSYCHOLOGICAL WELL-BEING DENGAN PENYESUAIAN DIRI PADA ISTRI YANG TINGGAL DI RUMAH MERTUA

2015 KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS PEREMPUAN KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS REMAJA DI SEKOLAH. Adhyatman Prabowo Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Psychological Well Being. perspektif besar mengenai psychological well being yang diturunkan dari dua

GAMBARAN KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS REMAJA HAMIL DI LUAR NIKAH Frita Khobirotun Nikmah Dosen Pembimbing: Dr. M. Mahpur, M. Si 2014

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan mengambil metode

DAFTAR PUSTAKA. Papalia, D. E., Olds, S. W., & Feldman, R. D Human Development (Psikologi Perkembangan Edisi Kesepuluh). Jakarta: Kencana.

BAB I PENDAHULUAN. individu. Kegiatan bekerja dilakukan untuk berbagai alasan seperti; mencari uang,

BAB 3. Metodologi Penelitian

Kesejahteraan Psikologis pada Survivor Kanker di Bandung Cancer Society (BCS)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dian Lidriani, 2014

BAB III METODE PENELITIAN. Arikunto (2006:12), mengatakan bahwa penelitian kuantitatif adalah pendekatan

BAB I PENDAHULUAN. lembaga kesejahteraan sosial yang mempunyai kewajiban untuk memberikan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab II ini akan menjelaskan Psychological well-being, dimensidimensi

SM, 2015 PROFIL PENERIMAAN DIRI PADA REMAJA YANG TINGGAL DENGAN ORANG TUA TUNGGAL BESERTA FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHINYA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kesejahteraan Psikologis (Psychological Well-Being) pada buku karangan Aristotetea yang berjudul Nicomacheon Ethics

3. METODE PENELITIAN

Hubungan antara Gaya Regulasi Motivasi dengan Psychological Well Being pada Mahasiswa Bidikmisi Fakultas Ilmu Budaya Unpad Novita Purnamasari

BAB III METODE PENELITIAN

BAB II LANDASAN TEORI. sebutan psychosexual hermaphroditism yaitu eksistensi dua seks biologis dalam satu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karena adanya hubungan darah, perkawinan atau adopsi dan saling berinteraksi satu sama

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 2001). Untuk selanjutnya kaum homoseksual yang berjenis kelamin pria dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. potensi individu dimana individu dapat menerima kekurangan dan kelebihan

Paket 10 PSYCHOLOGICAL WELL BEING

DAFTAR ISI. HALAMAN PENGESAHAN...i. KATA PENGANTAR.ii. ABSTRAK..v. DAFTAR ISI..vi. DAFTAR TABEL... x. DAFTAR DIAGRAM.xi. DAFTAR LAMPIRAN..

Perbedaan Psychological Well-being pada Dewasa Muda Pasangan Long Distance Relationship dengan Pasangan Non Long Distance Relationship

PERBEDAAN RESILIENSI PADA REMAJA AWAL DITINJAU DARI POLA ASUH ORANG TUA SKRIPSI

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

SELF EFFICACY ANAK DIDIK PEMASYARAKATAN DI LAPAS ANAK KLAS IIA BLITAR

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa dimana peserta didik bergaul, belajar dan

BAB I PENDAHULUAN. Holmes dan Rahe tahun 1967 dengan menggunakan Live Event Scale atau biasa

DAFTAR ISI. LEMBAR PENGESAHAN...ii. KATA PENGANTAR...iii. DAFTAR ISI..vi. DAFTAR BAGAN.ix. DAFTAR TABEL...x. DAFTAR LAMPIRAN.xi BAB I PENDAHULUAN...

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Keadaan disabilitas yang adalah keterbatasan fisik, kecacatan baik fisik maupun mental, serta berkebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. yang paling dinanti-nantikan. Pada pasangan yang sulit memiliki anak, segala

BAB I PENDAHULUAN. berubah dari perubahan kognitif, fisik, sosial dan identitas diri. Selain itu, terjadi pula

BAB I PENDAHULUAN. narkoba ataupun seks bebas di kalangan remaja. Pergaulan bebas ini akan

BAB II LANDASAN TEORI. Bradburn (1969 dalam Ryff, 1989) membedakan psychological

BAB I PENDAHULUAN. tetapi di dalam kehidupan rumah tangga sering terjadi berbagai konflik. Konflik

HUBUNGAN KEHARMONISAN KELUARGA DENGAN KEMATANGAN EMOSIONAL SISWA KELAS XI SMA NEGERI PUNUNG TAHUN PELAJARAN 2014/2015

5. KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN

Mewujudkan Kebahagiaan di Masa Lansia dengan Citra Diri Positif *

Abstrak. Universitas Kristen Maranatha

Dian Ayu Kusumawardani, Tri Puji Astuti* Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro

SKRIPSI. Feryn Widi Astuti FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

BAB 2 Tinjauan Pustaka

HUBUNGAN ANTARA HARGA DIRI DENGAN EFEKTIVITAS HUBUNGAN INTERPERSONAL PADA KARYAWAN SKRIPSI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Psychological Well Being. dikembangkan oleh Ryff (Astuti, 2011) yang mengatakan bahwa psycological

BAB 5 Simpulan, Diskusi, Saran

BAB II LANDASAN TEORI

BAB III METODE PENELITIAN

yang lainnya, maupun interaksi dengan orang sekitar yang turut berperan di dalam aktivitas OMK itu sendiri,. Interaksi yang sifatnya saling

BAB 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang

iv Universitas Kristen Maranatha

BAB III METODE PENELITIAN. Pembahasan pada bab metode penelitian ini meliputi: Identifikasi variabel

PERBEDAAN PERILAKU PROSOSIAL DITINJAU DARI TEMPAT TINGGAL (Studi pada Remaja yang Tinggal di Pondok Pesantren dan yang Tinggal bersama Orang Tua)

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. Dalam penelitian ini beberapa variabel yang akan dikaji adalah :

BAB II TINJAUAN TEORITIS Kesejahteraan Psikologis (Psycological Well Being) Pengertian Kesejahteraan Psikologis

BAB I PENDAHULUAN. Aristoteles yang selanjutnya dalam ilmu psikologi menjadi istilah

Lampiran 1. Verbatim. Universitas Sumatera Utara

KONTRIBUSI KONTROL DIRI TERHADAP SUBJECTIVE WELL-BEING PADA GURU

PERBEDAAN KEPERCAYAAN DIRI PADA REMAJA YANG TINGGAL DI PERMUKIMAN KUMUH DAN DI RUMAH SUSUN SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. selayaknya mendapatkan perhatian utama baik dari pemerintah maupun. Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. 2014), terlebih bagi individu yang sudah bekerja dan hanya memiliki latar belakang

Hubungan Antara Psychological Well Being (Kesejahteraan Psikologi) dengan Kepuasan Kerja pada PNS Dinas Sosial Provinsi Lampung

HUBUNGAN RELIGIUSITAS DAN HARGA DIRI TERHADAP PERILAKU PROSOSIAL PADA MAHASISWA

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat Indonesia. Menurut Undang-Undang nomor 35 tahun 2009 tentang

SKRIPSI. Oleh: Firdian Hidayat FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

BAB IV. HASIL dan PEMBAHASAN. anak-anak yang tersubordinasi dan termarginalisasi. khususnya. secara sosial, ekonomi dan seksual.

BAB I PENDAHULUAN. masa untuk menjadi sakit sakitan, sesuatu hal buruk, mengalami penurunan

BAB I PENDAHULUAN. bersifat universal. Pembunuhan, pencurian, penipuan, hingga kejahatan-kejahatan

MAGISTER PROFESI PSIKOLOGI

Transkripsi:

PSYCHOLOGICAL WELL-BEING NARAPIDANA ANAK Adhyatman Prabowo, M.Psi Fakultas Psikologi, Universitas Muhammadiyah Malang adhyatman.umm@gmail.com Tindak kriminal yang dilakukan anak dan remaja semakin meningkat. Akibatnya mereka harus menerima konsekuensi atas tindakannya dengan menjalani masa pembinaan dalam lembaga pemasyarakatan anak. Faktanya, fungsi intervensi korektif yang dilakukan lembaga permasyarakatan anak juga menyebabkan narapidana anak dan remaja mengalami berbagai masalah psikologis. Psychological well-being adalah merupakan kemampuan individu untuk menerima diri apa adanya, membentuk hubungan yang hangat dengan orang lain, memiliki kemandirian dalam menghadapi lingkungan sosial, mengontrol lingkungan eksternal, menetapkan tujuan hidupnya, dan merealisasikan potensi dirinya secara kontinu. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui psychological well-being narapidana anak dan psychological wellbeing narapidana anak jika ditinjau dari jenis tindak pidana. Subjek penelitian adalah narapidana anak sejumlah 174 orang yang melakukan tindak kriminal dalam kasus pencurian, pembunuhan, tindak asusila, dan penyalahgunaan narkoba. Karakteristik subjek antara lain berjenis kelamin laki-laki dan berusia 7-22 tahun. Sampel penelitian dilakukan dengan menggunakan teknik purposive sampling. Metode pengumpulan data dilakukan melalui penyebaran skala Ryff s Psychological Well-Being Scale. Analisis data dilakukan dengan metode deskriptif kuantitatif dan menggunakan analisa Z-Score. Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan beberapa hal, yaitu pertama Psychological Well-Being narapidana anak secara umum tergolong dalam kategori rendah dengan deskripsi kategori sangat rendah 18,4%, Kategori Rendah 37,4 %. Kedua, jika dilihat berdasarkan skor Psychological Well-Being per aspek maka skor psychological wellbeing sangat tinggi pada aspek Purpose in Life (5,2%) dan skor psychological wellbeing kategori tinggi berada pada aspek Self-Acceptance (15.5%). Sedangkan Skor psychological well-being pada kategori sangat rendah yaitu pada aspek positive relation (16,7) dan Skor psychological well-being pada kategori rendah yaitu pada aspek aspek Self-Acceptance (44.1%). Ketiga, jika dilihat dari kategori jenis tindak pidana ditemukan bahwa skor mean Psychological Well-Being pada kategori sangat rendah pada jenis pidana asusila (32,7 %), pada kategori rendah terdapat pada kasus pembunuhan (44,6 %) Sedangkan pada kategori tinggi pada jenis pidana Narkoba (12,9 %) dan kategori yang sangat tinggi pada kasus pencurian (4,3%). Kata Kunci: Psychological Well-Being, Narapidana Anak 1

Tindak pidana yang dilakukan anak dan remaja kian menjadi fenomena saat ini. Berdasarkan data UNICEF (2002) tindak pidana yang biasanya dilakukan anak dan remaja antara lain (1) kekerasan seksual dan tindak asusila, (2) penyalahgunaan narkoba, (3) kekerasan, dan (4) pencurian. Data Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas Anak) mencatat sepanjang Januari sampai Oktober 2013 terdapat 2.792 kasus pelanggaran hak anak. Dari jumlah itu 1.424 adalah kasus kekerasan, dimana 730 diantaranya adalah kekerasan seksual. Sedangkan data dari UNICEF, setidaknya dalam satu tahun terdapat 4.000 anak yang diadili. Lebih dari 90% diantaranya dihukum penjara. Kehidupan narapidana anak di Lembaga Pemasyarakatan Anak merupakan akibat dari konsekuensi hukuman atas perilaku melanggar hukum yang pernah dilakukan. Berbagai permasalahan dialami narapidana anak dalam menjalani kehidupannya di LP, diantaranya perubahan hidup, hilangnya kebebasan dan hak-hak yang semakin terbatas, hingga perolehan label panjahat yang melekat pada dirinya. Mengingat usia mereka yang masih tergolong remaja, para narapidana tersebut tentunya masih membutuhkan arahan, bimbingan, serta pendampingan dari orangtua agar mereka dapat berkembang ke arah pendewasaan yang lebih positif. Namun keberadaan mereka di Lembaga Pemasyarakatan Anak membuat mereka harus terpisah dari orangtua dan hidup bersama narapidana lain. Kondisi diatas tentunya akan menyebabkan kondisi psikologis anak di lapas akan terganggu. Menurut hasil penelitiannya Rizki 2013, kondisi psikologis yang dialami narapidana beraneka ragam misalnya pada narapidana kasus narkoba di dalam lapas kehilangan konsentrasi, sering melamun, kesedihan yang mendalam, krisis kepercayaan diri, kecurigaan yang berlebihan, dendam, tertekan dan cemas serta menjadi pribadi yang tertutup, menutup diri dan antisosial. Lembaga Pemasyarakatan Anak tentunya sudah memberikan pelayanan yang seoptimal mungkin untuk mengatasi berbagai permasalahan psikologis narapidana anak. Namun demikian pelayanan-pelayanan yang diberikan masih belum mampu memberikan solusi atas permasalahan narapidana anak. Hal ini didukung hasil penelitiannya Erik (2011) tentang pelaksanaan pendidikan di Lembaga Pemasyarakatan Anak belum bisa berjalan kondusif disebabkan karena motivasi yang rendah pada narapidana anak. Permasalahan psikologis narapidana diatas memiliki hubungan dengan indikator psychological well being rendah, yaitu merasa tidak bahagia, merasa tertekan dan tidak aman, tidak memiliki tujuan hidup yang jelas, mengalami depresi, memiliki kepercayaan diri yang rendah, mudah curiga pada orang lain, dan sering berperilaku agresif dan destruktif pada lingkungan. Menurut Ryff (1989) psychological well being merupakan kemampuan individu untuk menerima diri apa adanya, membentuk hubungan yang hangat dengan orang lain, memiliki kemandirian dalam menghadapi lingkungan sosial, mengontrol lingkungan eksternal, menetapkan tujuan hidupnya, dan merealisasikan potensi dirinya secara kontinu. Hal ini didukung oleh beberapa hasil penelitian (dalam Akhtar, 2009) yang menyatakan bahwa psychological well being dapat membantu remaja untuk menumbuhkan emosi positif, merasakan kepuasan hidup dan kebahagiaan, mengurangi depresi, dan kecenderungan mereka untuk berperilaku negatif. 2

Melihat pentingnya psychological well being bagi usia remaja maka peneliti berminat untuk meneliti remaja yang ada di lembaga permsyarakatan anak yang bertujuan untuk mengetahui bagaimana gambaran psychological well being narapidana anak dan mengetahui gambaran psychological well being anak berdasarkan jenis pidana yang dijalani. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi yang membaca penelitian ini, selain itu dari hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan untuk menyusun atau mengembangkan kegiatan-kegiatan yang ada di lembaga permasyarakatan anak. Psychological Well Being Ryff merumuskan teori psychological well-being pada konsep kriteria kesehatan mental yang positif. Deskripsi orang yang memiliki psychological well-being yang baik adalah orang yang mampu merealisasikan potensi dirinya secara kontinu, mampu membentuk hubungan yang hangat dengan orang lain, memiliki kemandirian terhadap tekanan sosial, maupun menerima diri apa adanya, memiliki arti dalam hidup, serta mampu mengontrol lingkungan eksternal (Papalia., Olds., & Feldman, 2009). Dari uraian definisi diatas dapat disimpulkan psychological well-being adalah konsep kesejahteraan psikologis individu yang mampu menerima diri apa adanya, selalu memiliki tujuan hidup yang dipengaruhi oleh fungsi psikologi positif berupa aktualisasi diri, penguasaan lingkungan sosial dan perkembangan pribadi. Konsep psychological well-being yang digambarkan oleh Ryff (1989) terdiri dari enam dimensi, yaitu: penerimaan diri (self-acceptance), hubungan positif dengan orang lain (positive relationship with others), otonomi (autonomy), penguasaan lingkungan (environmental mastery), tujuan hidup (purpose in life), dan pertumbuhan pribadi (personal growth) (Papalia et al., 2009). Dari dimensi tersebut dapat di jelaskan lebih lanjut yaitu: pertama, penerimaan diri merupakan aktualisasi diri yang baik, menuju pada kematangan individu dan pemfungsian diri yang optimal. Kedua, hubungan positif dengan orang lain artinya kemampuan untuk membangun hubungan yang dekat dan hangat dengan orang lain. Selain itu adanya kontak dan hubungan sosial yang memuaskan (Keyes & Waterman, 2003). Ketiga, otonomi merupakan kemampuan individu dalam mengambil sebuah keputusan sendiri, mampu menghadapi tekanan sosial untuk bersikap dengan cara yang benar, berperilaku sesuai dengan standar nilai individu, dan mengevaluasi diri dengan standar personal. Keempat, penguasaan lingkungan adalah terlibat aktif dari lingkungan untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan seseorang. Selain itu individu mampu berperan aktif untuk mendapatkan apa yang mereka butuhkan dari lingkungan (Keyes & Waterman, 2003). Kelima, tujuan hidup artinya individu yang sehat memiliki tujuan hidup yang jelas yang mengarahkan pada individu untuk memiliki makna, dan merasakan arti dalam hidup saat ini maupun yang akan datang. Dimensi yang terakhir adalah pertumbuhan pribadi yaitu kemampuan membangun dan mengembangkan potensi diri serta terbuka pada hal-hal yang baru (Comton, 2005). 3

Berdasarkan pada penelitian para ahli, terdapat beberapa faktor yang mempengarui psychological wellbeing yaitu; pertama, usia hasil penelitian menunjukkan bahwa penguasaan lingkungan dan otonomi meningkat seiring dengan meningkatnya usia. Pada saat yang sama, tujuan hidup dan perkembangan pribadi menunjukkan pengurangan yang dramatis seiring dengan usia. Selain itu Pengukuran penerimaan diri dan hubungan positif tidak ditunjukkan oleh perbedaan usia (Keyes & Waterman, 2003). Kedua adalah jenis kelamin, perbedaan jenis kelamin memiliki pengaruh pada kesejahteraan psikologis seseorang, dimana wanita cenderung lebih memiliki kesejahteraan psikologis dibandingkan laki-laki. Hal ini terkait dengan pola fikir yang berpengaruh terhadap strategi koping dan aktivitas sosial yang dilakukan, dimana wanita lebih cenderung memiliki kemampuan interpersonal yang lebih baik daripada laki-laki (Snyder, 2002). Ketiga adalah dukungan sosial, penelitian yang telah dilakukan menunjukkan hasil bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara interaksi sosial dengan kesejahteraan psikologis (Nezar, 2009). Narapidana Anak Menurut undang-undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang permasyarakatan adalah narapidana, anak didik permasyarakatan dan klien permasyarakatan, Selanjutnya pasal 1-8 Undang-undang Nomor 12 tahun 1995 tentang permasyarakatan menyebutkan bahwa: (1.) narapidana anak adalah berdasarkan putusan pengadilan yang menjalani pidana di LAPAS anak paling lama sampai berumur 18 (delapan belas)tahun. (2.) anak negara adalah berdasarkan putusan pengadilan diserahkan pada negara untuk dididik dan ditempatkan di LAPAS anak paling lama sampai berumur 18 (delapan belas tahun). (3.) anak sipil adalah anak yang atas permintaan orang tua atau walinya memperoleh penetapan pengadilan untuk dididik di LAPAS anak paling lama sampai berumur 18 tahun. Dalam pasal 1 ke 8 undang-undang Nomor 12 tahun 1995 tentang permasyarakatan menyebutkan bahwa suatu kegiatan untuk melakukan peminaan kepada warga binaan permayarakatan berdasarkan sistem, kelembagaan dan cara pembinaan yang merupakan bagian akhir dari sistem pembinaan dalam peradilan pidana. Sedangkan dalam pasal 1 ke 3 undang-undang nomor 12 tahun 1995 tentang permasyarakatan disebutkan bahwa lembaga permayarakatan yang selanjutnya disebut lapas adalah pranata untuk melaksanakan pembinaan narapidana dan anak didik pemasyarakatan. Rancangan Penelitian METODE PENELITIAN Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan non-eksperimental dengan jenis penelitian deskriptif kuantitatif. Hal ini didasari perlakuan atau treatment yang akan diberikan dari peneliti tidak sepenuhnya dilakukan sebagai sebuah eksperimental murni, sebagaimana yang dilakukan pada studi kasus desain eksperimental. 4

Subjek Penelitian Subjek penelitian yaitu anak yang terjerat kasus pidana yang berada di lapas anak. Adapun kasus pidana antara lain: kasus pencurian, kasus asusila, kasus narkoba, dan kasus pembunuhan. Adapun metode pengambilan sampel yang digunakan adalah metode purposive sampling yaitu teknik yang didasarkan pada karakteristik tertentu. Variabel dan Instrumen Penelitian Penelitian ini mengkaji satu variable yaitu psychological well being dengan enam indikator yaitu Autonomy (Otonomi), Enviromental mastery (Penguasaan Lingkungan), Personal Growth (Pengembangan Pribadi), Positive Relations with others (hubungan positif dengan orang lain), Purpose in Life (Tujuan Hidup) dan Self-Acceptance (Penerimaan Diri). Metode yang digunakan untuk mengukur psychological well being dalam penelitian ini dengan menggunakan skala psikologis yang telah disusun oleh peneliti berdasarkan model likert dengan lima pilihan jawaban mulai sangat tidak sesuai (6) sampai sangat sesuai (1). Adapun skala psychological well being yang digunakan merupakan adaptasi dari Ryff s psychological well-being scale yang disusun oleh Caroll D.Ryff (1989) terdiri dari 42 item yang tiap dimensinya diwakili oleh 7 item diantaranya adalah dimensi otonomi (1, 7, 13, 19, 25, 31, 37), penguasaan lingkungan (2, 8, 14, 20, 26, 32, 38), pertumbuhan diri (3, 9, 15, 21, 27, 33, 39), hubungan positif dengan orang lain (4, 10, 16, 22, 28, 34, 40), tujuan hidup (5, 11, 17, 23, 29, 35, 4), penerimaan diri (6, 12, 18, 24, 30,36, 42). Kualitas instrumen yang akan digunakan untuk mengumpulkan data dilakukan uji validitas dan reliabilitas yang hasilnya sebagai berikut: Tabel 1 Indeks Validitas Skala Psycological Well - being Aspek Indeks Validitas Psycological Well being 0,316-0,613 Berdasarkan tabel 1 diatas, dapat dilihat indeks validitas skala psychological well-being berkisar antara 0,316-0,613. Penghitungan validitas dilakukan dengan menggunakan program SPSS versi 19 for windows. Item yang diuji validitas sebanyak 42 item, sedangkan yang memenuhi uji validitas sebanyak 29 item. Tabel 2 Indeks Reliabilitas Skala Psycological Well - being Aspek Alpha Keterangan Psycological Well being 0,756 Reliabel Tabel 2 diatas menunjukkan uji reliabilitas skala Psycological Well being hasilnya 0,756, maka dapat disimpulkan bahwa instrument yang dipakai dalam penelitian ini reliabel. 5

Prosedur dan Analisa Data Penelitian Prosedur penelitian diawali oleh menyiapakan istrumen skala Psycological Well being yang disusun oleh Caroll D.Ryff (1989). Langkah selanjutnya adalah menyebarkan skala di lembaga permasyarakatan anak di blitar dengan bantuan mahasiswa magister profesi psikologi yang sedang melakukan magang. Penyebaran data dilakukan secara klasikal. Kemudian data hasil penyebaran skala kemudian di skoring dan dianalisis dengan menggunakan SPSS. Metode analisa data teknik analisa Z-Score untuk menentukan tingkat psycological well-being narapidana anak. Disisi lain peneliti juga melakukan analisa skor psycological well being di tinjau dari jenis pidana. HASIL PENELITIAN Penelitian dilakukan pada narapidana anak dengan memiliki karakteristik sebagai berikut: Tabel 3 Deskripsi Subyek Penelitian Kategori Frekuensi Persentase % Jenis Pidana Pencurian 23 13 Narkoba 31 18 Asusila 55 32 Pembunuhan 65 37 Usia 7-13 tahun 4 2 14 17 tahun 66 38 18-21 tahun 92 53 22 23 tahun 12 7 Total 174 100% Berdasarkan tabel 3 diatas jika dilihat dari jumlah jenis kasus pidana maka pada kasus pidana pembunuhan memiliki jumlah yang paling banyak yaitu 65 anak dengan prosentase 37 %, pada jenis kasus pidana asusila berjumlah 55 anak dengan prosentase 32%, pada jenis kasus pidana narkoba berjumlah 31 anak dengan prosentase 18 % dan yang paling sedikit jumlahnya pada kasus pidana pencurian yaitu 23 anak dengan prosentase 13%. Sedangkan dilihat dari Usia maka pada usia 18-21 tahun memiliki jumlah terbanyak yaitu 92 dengan prosentase 53%, Usia 14-17 tahun berjumlah 66 dengan prosentase 38%, usia 22-23 tahun berjumlah 12 anak dengan prosentase 7% dan jumlah yang paling sedikit berada pada umur 7-13 tahun yaitu 4 anak dengan prosentase 2 %. 6

Tabel 4 Skor Psychological Well-Being narapidana anak Kategori Frequency Prosentase % SR 32 18 % R 65 37 % S 49 28 % T 22 13 % ST 6 3 % Total 174 100 % Berdasarkan tabel 4 diatas skor Psychological Well-Being dalam kategori Sangat rendah yaitu 32 anak dengan prosentase 18%, kategori Rendah 65 anak dengan prosentase 37%, kategori sedang 49 anak dengan prosentase 28%, kategori tinggi 22 anak dengan prosentase 13% dan kategori sangat tinggi 6 anak dengan prosentase 3%. Tabel 5 Skor Psychological Well-Being narapidana anak berdasarkan aspek aspek Psychological Well-Being. ASPEK Autonomy Enviromental Personal Positive Purpose in Selfmastery growth Relations Life Acceptance Karegori f % f % f % f % f % f % SR 20 11,4 26 14,9 5 2,9 29 16,7 24 13,8 22 12,7 R 70 40,2 63 36,2 71 40,8 70 40,2 62 35,6 77 44,1 S 62 35,6 54 31,1 84 48,2 49 28,1 70 40,2 41 23,5 T 15 8,6 25 14,1 10 5,7 20 11,6 9 5,2 27 15,5 ST 7 4,2 6 3,4 4 2,4 6 3,4 9 5,2 7 4,2 Total 174 100 174 100 174 100 174 100 174 100 174 100 Berdasarkan tabel 5 diatas dapat diketahui skor psychological well-being ditinjau dari aspek-aspeknya adalah skor psychological well-being sangat tinggi pada aspek Purpose in Life (5,2%) dan skor psychological well-being kategori tinggi berada pada aspek Self- Acceptance (15.5%). Sedangkan Skor psychological well-being pada kategori sangat rendah yaitu pada aspek positive relation (16,7) dan Skor psychological well-being pada kategori rendah yaitu pada aspek aspek Self-Acceptance (44.1%) 7

Grafik 1 Skor Aspek aspek dalam Psychological Well-Being 100 80 60 40 20 0 48,2 40,2 40,8 44,1 40,2 40,2 35,6 36,2 35,6 31,1 28,1 23,5 11,4 14,9 14,1 16,7 13,8 12,7 15,5 8,6 11,6 4,2 3,4 2,9 5,7 2,4 3,4 5,2 5,2 4,2 Autonomy Enviromental Mastery Personal Growth Positif Relations Purpose In Life Self acceptance SR R S T ST Berdasarkan grafik 1 diatas dapat diketahui skor psychological well-being sangat tinggi pada aspek Purpose in Life (5,2%) dan skor psychological well-being kategori tinggi berada pada aspek Self-Acceptance (15.5%). Sedangkan Skor psychological well-being pada kategori sangat rendah yaitu pada aspek positive relation (16,7) dan Skor psychological well-being pada kategori rendah yaitu pada aspek aspek Self-Acceptance (44.1%) Tabel 6 Skor Psychological Well-Being narapidana anak berdasarkan jenis pidana Karegori ASPEK Pencurian Narkoba Asusila Pembunuhan Mean % Mean % Mean % Mean % SR 0,017 13,0 0,023 12,9 0,040 12,7 0,046 12,3 R 0,046 34,8 0,063 35,5 0,103 32,7 0,167 44,6 S 0,052 39,1 0,063 35,5 0,126 40,0 0,103 27,7 T 0,011 8,7 0,023 12,9 0,029 9,1 0,046 12,3 ST 0,006 4,3 0,006 3,2 0,017 5,5 0,011 3,1 Total 100 100 100 100 Berdasarkan tabel 6 diatas dapat diketahui skor mean psychological well-being ditinjau dari jenis pidana pada kategori rendah terdapat pada kasus pembunuhan (44,6 %) setelah itu disusul oleh jenis pidana asusila (32,7 %). Pada kategori tinggi terdapat pada kasus Narkoba (12,9 %) dan kategori yang sangat tinggi pada kasus pencurian (4,3%). 8

DISKUSI Hasil penelitian menunjukkan, Pertama secara umum skor Psychological Well-Being narapidana anak dalam kategori rendah. Hal ini berarti kondisi narapidana anak kurang mampu menerima diri kondisi yang terjadi, bingung dengan tujuan hidupnya, kurang mampu mengaktualisasi diri, menyesuaikan diri dengan lingkungan dan mengembangkan pertumbuhan dirinya. Menjalani kehidupan di lembaga permasyarakatan tentunya tidak mudah bagi narapidana yang rata-rata mereka berusia remaja. Terjadi perubahan-perubahan dalam kehidupan diri mereka diantaranya; kehilangan kebebasan, dukungan dari orang tua, saudara, teman dan orang-orang yang dicintainya. Ketika narapidana kurang mampu menyesuaikan diri dengan kondisi tersebut maka Ia akan mengalami stres dan bahkan akan berujung pada gangguan psikologis (Nevid, 2005). Selain itu hasil penelitian ini juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan Evans (dkk, 2007) bahwa narapidana remaja di amerika menunjukkan bahwa beberapa mereka mengalami gangguan pasca trauma yaitu selalu terbayang-bayang yang mengganggu dan memiliki pikiran terus menerus terkait perilaku kriminal yang telah dilakukan. Hal yang serupa juga dijelaskan oleh Yulia, 2008 dalam penelitiannya bahwa adanya rasa penyesalan yang mendalam pada pelaku hingga mereka seringkali memiliki pikiran secara terus menerus tentang perilaku pidana yang telah dilakukan. Penelitian lain dilakukan oleh Rizki (2013) hasil penelitiannya menunjukkan bahwa kondisi psikologis yang dialami narapidana remaja khusus pada kasus narkoba adalah kehilangan konsentrasi dan sering melamun, kesedihan yang mendalam, krisis kepercayaan diri, kecurigaan yang berlebihan, dendam, tertekan dan menjadi anti sosial. Kedua, hasil penelitian yang lain dapat ditunjukkan dari skor Psychological Well-Being berdasarkan aspek-aspeknya. Hasil menunjukkan bahwa Skor psychological well-being pada kategori rendah adalah pada aspek positive relation (16,7) dan Self-Acceptance (44.1%). Hal ini berarti kondisi narapidana anak kurang mampu membangun hubungan yang positif dengan orang lain dan kurang mampu mengaktualisasikan diri dan mengembangkan potensi diri dengan baik. Menurut Cooke, Baldwin & Howison (2008) menjelaskan bahwa narapidana mengalami kehilangan beberapa hal diantaranya yaitu (1) kehilangan kendali memilih hidup yang dijalani bahkan melakukan fungsi dasar yaitu makan dan tidur hal ini berdampak pada, putus asa dan frustasi. (2) Kehilangan keluarga seperti anak, istri atau suami, orang tua dll. (3) kurangnya stimulasi kegiatan sehari-hari karena hidup di lembaga permasyarakatan cenderung monoton. (4) kehilangan panutan hidup terutama pada usia yang masih muda. Selain itu kondisi pembinaan di lembaga permasyarakatan juga belum maksimal, hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Erik (2011) yang menjelaskan bahwa pendidikan formal belum didapatkan secara maksimal di lembaga permasyarakatan. Hal ini menyebabkan kegiatan narapidana anak sia-sia dan hanya melakukan hal-hal yang monoton (Cooke, Baldwin & Howison, 2008). Disisi lain tekanan sosial narapidana anak juga tinggi, mereka khawatir nantinya setelah keluar mereka memiliki stigma yang 9

negatif dan akan dikucilkan serta tidak ada yang mau menerima kembali di dalam lingkup keluarga atau masyarakat (Tri, 2011). Ketiga, peneliti juga melakukan analisis skor Psychological Well-Being berdasarkan jenis pidana yang mereka lakukan. Adapun hasilnya menunjukkan bahwa skor Psychological Well-Being pada kategori rendah adalah pada kasus asusila dan pembunuhan SIMPULAN DAN IMPLIKASI Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dapat ditarik kesimpulan bahwa psychological well being narapidana anak dalam kategori rendah. Selain itu narapidana anak memiliki hambatan dalam hal peyesuaian diri dan kemampuan untuk membangun hubungan yang positif dengan orang lain. Jenis kasus pidana yang memiliki skor rendah adalah pada kasus pembunuhan. Implikasi dari penelitian ini adalah sebaiknya lembaga permasyarakatan mampu memberikan kegiatan dan pelatihan kepada narapidana anak tentang soft skill untuk mampu mempersiapkan mental anak ketika kembali dalam sebuah masyarakat. REFERENSI Akhtar, Miriam. 2009. Applying positive psychology to alcohol-misusing adolescents. : a pilot intervension. Disertation. United Kingdom : Msc applied positive psychology on University of East London. Azwar, Saifuddin. 2005. Metode penelitian. Yogyakarta : Pustaka Belajar. Bornstein, Marc. H, Davidson, L. & Moore, K.A. Well being, Positive development across the life course. London. Laurence erlbaum associates publishers. Dariyo, A. (2007). Psikologi perkembangan. Bandung: Refika Aditama. Erik, (2011) Hak-hak anak dalam pendidikan (Study kasus narapidana anak di lembaga permasarakatan Wirogunan Yogyakarta). Skripsi Fakultas Tarbiah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga. Evans, C Ehlers, A.Mezey, G.&Clark, DM. (2007). Intrusive memories and rumination related to violent crime among young offenders: phenomenological characteristic. Journal of Traumatic Stress, Vol 20 No 2. Carol D. Ryff.1989. Happiness is everything, or is it? explorations on the meaning of psychological well-being Journal American Psychological Association, Vol. 57, No. 6, 1069-1081 Cooke, D.J., Baldwin, P.J.&Howison, J.(2008). Menyikap dunia gelap penjara. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. 10

Compton.C.W.2005. An introduction to positive psychology. United States America. Wadsworth C.R. Snyder & S.J. Lopez. 2002. Handbook of positive psychology. oxford university press Tri, P.H. (2011) Kesejahteraan psikologis narapidana remaja di lembaga permasyarakatan anak kuntoarjo. (Skripsi Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro) Kerlinger, F. N. 2003. Asas-asas penelitian behavioral. Edisi Ketiga. Yogyakarta: Gajah Mada University Press Keyes, Corey L. M. & Waterman, M. B. (2003). Dimensions of well-being and mental health in adulthood. Nezar, R. (2009) Psychological well-being pada lansia di panti jompo. (Skripsi Fakultas psikologi universitas muhammadiyah malang) Nevid, J.S, Rathus, S.A, & Greene, B (2003). Abnormal psychology in chaging world. (terjemahan). Medya, R & Kristiaji, C (editor) Psikologi Abnormal. Jakarta: Penerbit Erlangga. Papalia, D.E., Sterns, H. L., Feldman, R. D., Cameron, C. J. (2002). Adult development and aging 2nd ed. New York: McGraw Hill. Papalia, D.E., Sterns, H. L., Feldman, (2009). Humman development New York: McGraw Hill. Rizki.Y.A. (2013) Penyebab dan kondisi psikologis narapidana kasus narkoba pada remaja. (Skripsi Fakultas psikologi universitas ahmad dahlan) Snyder, C.R; Lopez, shane J.2002. Handbook of positive psychology.newyork:oxford University press Undang-undang nomor 12 tahun 1995 tentang permasyarakatan lembaran negara republik indonesia tahun 1995 nomor 77, tambahan lembaran negara republik indonesia nomor 3614 11

DAFTAR ISI Lembar pengesahan Kata pengantar i Daftar isi ii Daftar tabel iii Abstrak 1 Latar belakang 1 Kajian Teori Psychological well being 3 Narapidana anak 4 Metode penelitian 4 Rancangan penelitian 4 Subjek penelitian 5 Variabel dan instrumen penelitian 6 Prosedur dan analisa data penelitian 6 Hasil penelitian 6 Diskusi 9 Simpulan dan implikasi 10 Referensi 10 12 ii

DAFTAR TABEL Tabel 1 Indeks Validitas Skala Psycological Well - being 5 Tabel 2 Indeks Reliabilitas Skala Psycological Well - being 5 Tabel 3 Deskripsi Subyek Penelitian 6 Tabel 4 Skor Psychological Well-Being narapidana anak 7 Tabel 5 Skor Psychological Well-Being narapidana anak berdasarkan aspek aspek Psychological Well-Being. Tabel 6 Skor Psychological Well-Being narapidana anak berdasarkan jenis pidana 7 8 13 iii

KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian Psychological Wellbeing Narapidana Anak ini dimaksudkan untuk memberikan kontribusi terhadap penelitian psikologi khususnya di bidang klinis. Dalam proses penyusunan penelitian ini, penulis banyak mendapatkan bimbingan dan petunjuk serta bantuan yang bermanfaat dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Dra Tri Dayakisni, M.Si Selaku Dekan Fakuktas psikologi yang memberikan dukungan sehingga penulis bisa menyelesaikan penelitian ini dengan baik. 2. Kepada mahasiswa profesi psikologi yang telah membantu dalam penelitian ini. 3. Kepada semua pihak yang terlibat dalam pembuatan modul ini yang tidak dapat saya uraikan satu persatu. Penulis menyadari tiada satupun karya manusia yang sempurna, sehingga kritik dan saran demi perbaikan penelitian ini sangat penulis harapkan. 14 i