ANALISIS PENGARUH INFORMATION SHARING PADA DUA LEVEL RANTAI PASOK

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Oleh : Edi Sugiarto, S.Kom, M.Kom

ANALISIS BULLWHIP EFFECT DALAM MANAJEMEN RANTAI PASOK

PENGURANGAN BULLWHIP EFFECT DENGAN METODE VENDOR MANAGED INVENTORY

BAB 1 PENDAHULUAN. fleksibilitas dalam supply chain mereka. Pada prinsipnya manajemen supply chain adalah

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN I-1

PENGURANGAN BULLWHIP EFFECT DENGAN METODE VENDOR MANAGED INVENTORY

LAPORAN AKHIR PENGEMBANGAN MODEL VENDOR MANAGED INVENTORY DENGAN BANYAK RETAILER YANG MEMPERTIMBANGKAN KETIDAKPASTIAN LEAD TIMES

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Seminar Nasional IENACO 2015 ISSN

Data untuk Perhitungan Biaya Kirim Data untuk Perhitungan Biaya Simpan Pembeli Data untuk Perhitungan Biaya

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai nilai sangat strategis. Dari beberapa jenis daging, hanya konsumsi

Julian Adam Ridjal PS Agribisnis UNEJ.

Oleh : Edi Sugiarto, S.Kom, M.Kom

Deskripsi Mata Kuliah

MODEL KEBIJAKAN CAN ORDER PADA DUA ESELON RANTAI PASOK DENGAN SISTEM VENDOR MANAGED INVENTORY

STUDI PENERAPAN MANAJEMEN RANTAI PASOK PENGADAAN MATERIAL PROYEK KONSTRUKSI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENGENDALIAN PERSEDIAAN BARANG DENGAN DEMAND DAN LEAD TIME YANG BERSIFAT PROBABILISTIK DI UD. SUMBER NIAGA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pada masa sekarang ini industri manufaktur telah

Oleh : Edi Sugiarto, S.Kom, M.Kom

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan teknologi yang semakin pesat, maka kebutuhan atau

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Di zaman yang global ini persaingan bisnis berjalan cukup ketat dan mengharuskan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENGARUH PENENTUAN JUMLAH PEMESANAN PADA BULLWHIP EFFECT

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia bisnis yang cepat dan kompleks sebagai akibat dari

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 2 LANDASAN TEORI. dari beberapa item atau bahan baku yang digunakan oleh perusahaan untuk

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis, Sumber, dan Metode Pengumpulan Data

TUGAS AKHIR ANALISA BULLWHIP EFFECT DENGAN PENDEKATAN SUPPLY CHAIN MANAGEMENT PADA PT. MONDRIAN KLATEN

Seminar Nasional IENACO 2015 ISSN: PENERAPAN PENGUKURAN BULLWHIP EFFECT UNTUK MENGURANGI KETIDAKPASTIAN STOK DI MINIMARKET


BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Pada era globalisasi kegiatan bisnis terutama disektor industri telah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

EVALUASI BULLWHIP EFFECT PADA SUPPLY CHAIN DENGAN METODE CENTRALIZED DEMAND INFORMATION (CDI).

BAB I PENDAHULUAN. logistik sudah digunakan untuk mengatasi berbagai jenis kebutuhan manusia dan

BAB I PENDAHULUAN. produksi per bulan mencapai 200 pcs untuk semua jenis produk.

MANAJEMEN OPERASIONAL. BAB VI Supply Chain

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan bisnis (Naslund et al., 2010). Manajemen rantai pasok melibatkan

PENGEMBANGAN MODEL PERSEDIAAN PRODUKSI, PRODUKSI ULANG, DAN PEMBUANGAN LIMBAH PADA KASUS PURE BACKORDERING DENGAN PERSEDIAAN PIHAK KETIGA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

SKRIPSI PENENTUAN METODE LOT SIZING UNTUK MENGURANGI BULLWHIP EFFECT DAN TOTAL BIAYA PERSEDIAAN

MANAJEMEN LOGISTIK & SUPPLY CHAIN MANAGEMENT KULIAH 7: MENGELOLA PERSEDIAAN PADA SUPPLY CHAIN. By: Rini Halila Nasution, ST, MT

KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis

MANAJEMEN RANTAI PASOKAN. Suhada, ST, MBA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

Hidayat Wiweko,S.E.,M.Si.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Pembahasan Materi #1

BAB III METODE ECONOMIC ORDER QUANTITY DAN PERIOD ORDER QUANTITY

Metode Pengendalian Persediaan Tradisional L/O/G/O

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan konsumen. Untuk mewujudkan hal tersebut diperlukan koordinasi dan

PENGENDALIAN PERSEDIAAN DUA ESELON DENGAN MENGGUNAKAN METODE JOINT ECONOMIC LOT SIZE (JELS)

BAB 2 LANDASAN TEORI

PERBAIKAN SISTEM PERSEDIAAN GUDANG MENGGUNAKAN ECONOMIC ORDER QUANTITY PROBABILISTIC MODEL

BAB II LANDASAN TEORI. jadi yang disimpan untuk dijual maupun diproses. Persediaan diterjemahkan dari kata inventory yang merupakan jenis

SUPPLY CHAIN MANAGEMENT

VIII PENGENDALIAN PERSEDIAAN BERAS ORGANIK

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Jumlah Tenaga Kerja Penduduk Indonesia (Badan Pusat Statistik, 2014)

KONSEP DASAR MANAJEMEN PERSEDIAAN DI UNIT KERJA LAYANAN KESEHATAN

PENGEMBANGAN SISTEM MANAJEMEN PERSEDIAAN OBAT TERINTEGRASI ANTAR GUDANG FARMASI KESEHATAN DAN PUSKESMAS DI KABUPATEN SIDOARJO

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

SI403 Riset Operasi Suryo Widiantoro, MMSI, M.Com(IS)

RANCANGAN SISTEM PERSEDIAAN BAHAN BAKU KERTAS MENGGUNAKAN MODEL PERSEDIAAN STOKASTIK JOINT REPLENISHMENT DI PT KARYA KITA *

BAB I PENDAHULAUAN. perkapita penduduk namun masih belum bisa mengukur tingkat kesejahteraan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB II KONSEP PERSEDIAAN DAN EOQ. menghasilkan barang akhir, termasuk barang akhirnya sendiri yang akan di jual

Oleh : Edi Sugiarto, S.Kom, M.Kom

SUPPLY CHAIN MANAGEMENT (SCM)

BAB 1 PENDAHULUAN. pesat seiring dengan berkembanganya teknologi. Dengan adanya internet,

PERMASALAHAN BULLWHIP EFFECT PADA SUPPLY CHAIN

Jl. Veteran 2 Malang

SUPPLY CHAIN MANAGEMENT ( SCM ) Prof. Made Pujawan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab ini akan dijelaskan mengenai peneltian terdahulu, penelitian sekarang, dan landasan teori sebagai dasar penelitian.

BAB 2 LANDASAN TEORI

Manajemen Persediaan. Penentuan Jumlah Persediaan (Stochastics Model) Hesti Maheswari SE., M.Si. Manajemen. Modul ke: 05Fakultas Ekonomi & Bisnis

BAB 3 METODE PENELITIAN. Jenis dan metode yang digunakan peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini adalah

ANALISIS PENGENDALIAN PERSEDIAAN DI DIVISI GROCERY PT. HERO SUPERMARKET Tbk. CABANG HERO SOLO SQUARE

Penentuan Kebijakan Order dengan Pendekatan Vendor Managed Inventory untuk Single Supplier, Multi Product

Lampiran 1. Sebaran Bulanan Kebutuhan dan Ketersediaan Beras Tahun 2011 (ARAM II) Sumber : Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 2011

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan perkembangan teknologi yang semakin pesat dan inovatif perilaku konsumen menuntut perhatian yang

Perbaikan Sistem Persediaan Karpet dan Spon di UD Luas, Surabaya

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mutu lebih baik, dan lebih cepat untuk memperolehnya (cheaper, better and

Muhammad Bagir, S.E.,M.T.I. Pengelolaan Rantai Pasokan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Keberadaan supply chain atau rantai pasok dalam proses produksi

BAB I PENDAHULUAN. bahan baku sangat besar sehingga tidak mungkin suatu perusahaan akan dapat

Transkripsi:

ANALISIS PENGARUH INFORMATION SHARING PADA DUA LEVEL RANTAI PASOK Nurul Chairany 1, Imam Baihaqi 2 dan Nurhadi Siswanto 2 1) Program Studi Teknik Industi,Pascasarjana Teknik Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya, 60111 Email : n.chairany@yahoo.co.id 2) Jurusan Teknik Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember ABSTRAK Perkembangan Teknologi dalam manufaktur dan informasi mempercepat globalisasi bisnis dalam dua dekade terakhir. Persaingan bisnis modern membawa dampak perubahan pada strategi persaingan saat ini. Seiring dengan berkembangnya teknologi informasi, permasalahan dalam rantai pasok makin bisa teratasi. Diketahui bahwa permasalahan utama dalam rantai pasok adalah ketidakpastian. Ketidakpastian dalam dua sisi yaitu permintaan dan pasokan. Hal ini tentunya dapat menyebabkan terjadinya penumpukan persediaan dan peningkatan biaya. Penelitian-penelitian terdahulu menjelaskan bahwa untuk menghadapi ketidakpastian itu dibutuhkan adanya information sharing antar pelaku rantai pasok. Information sharing ini tentunya ditunjang dengan teknologi internet. Pengaruh information sharing ini seringkali lebih difokuskan pada pihak manufaktur. Sehingga penelitian kali ini tidak hanya memfokuskan manfaat information sharing pada manufaktur tapi juga pada ritel dengan tiga jenis skenario information sharing yang disediakan. Manfaat information sharing pada manufaktur yaitu holding cost reduction. Hasil penelitian menunjukkan bahwa information sharing berpengaruh tapi tidak signifikan terhadap holding cost reduction di perusahaan manufaktur yang menjadi objek penelitian. Kata kunci: Information Sharing, Reduction, dan supply chain. PENDAHULUAN Pada zaman dahulu, perusahaan menggunakan cara tradisional dalam menentukan persediaannya. Perusahaan menentukan persediaan mereka sesuai dengan kuantitas pemesanan dari pelaku rantai pasok bagian hilir (Cheng dan Wu, 2005). Kebijakan persediaan yang efektif perlu digunakan untuk mengidentifikasi faktor-faktor terjadinya ketidakpastian. Ketidakpastian ini menyebabkan kelebihan jumlah persediaan pengaman, meningkatkan biaya logistik dan penggunaan sumber daya yang tidak efisien (Yu, 2001). Tersedianya produk yang cukup merupakan faktor yang menjamin kelancaran proses produksi. Tetapi persediaan yang terlalu banyak belum tentu menguntungkan perusahaan, Persediaan yang terlalu banyak dapat meningkat biaya persediaan dan pemeliharaan selama penyimpanan di gudang. Sedangkan jumlah persediaan yang kecil memungkinkan terjadinya lost sale atau ketidakmampuan perusahaan dalam memenuhi semua permintaan (Assauri, 2003). Permasalahan yang paling sering ditemui adalah bullwhip effect (penumpukan persediaan). Bullwhip effect terjadi karena adanya distorsi informasi. Distorsi informasi permintaan menunjukkan bahwa manufaktur yang mengobservasi data permintaannya dengan terburuburu akan disesatkan oleh pola permintaan yang tinggi. Hal ini memberikan dampak yang A-53-1

serius terhadap biaya yang akan muncul (Lee, Padmanabhan, dan Whang, 1997). Lee et al (1997) menyarankan untuk berbagi informasi pemesanan dan status persediaan untuk mengurangi bullwhip effect. Melihat permasalah yang dihadapi dalam rantai pasok saat ini diperlukan adaya koordinasi dan integrasi antar pelaku rantai pasok. Untuk memperkuat kolaborasi diperlukan information sharing. Penggabungan antara supply chain practice yang efektif dengan information sharing yang efektif menjadi pengembangan kinerja rantai pasok (Chopra dan Meindl, 2001). Sehingga diperlukan kebijakan strategis dalam mengelola informasi serta dalam penerapan information sharing. Tujuan yang akan dicapai dari langkah strategis yaitu untuk mendapatkan manfaat yang bisa dibagi antar pelaku rantai pasok (pemasok dan ritel). Manfaat information sharing terhadap pelaku rantai pasok tidak selalu sama. Hal itu tergantung dengan struktur dari rantai pasok dan karakteristik operasionalnya (pola permintaan dan biaya yang terkait). Information sharing pada rantai pasok dan dampak information sharing di dua level rantai pasok sudah dibahas di beberapa penelitian terdahulu seperti pada jurnal Lee, So, dan Tang (2000) implementasi information sharing pada dua level rantai pasok, kemudian Penelitian berikutnya yang membahas dampak information sharing pada dua level rantai pasok yaitu jurnal dari Cheng dan Wu (2005) serta pada jurnal Helper, Davis, dan Wui (2010), membahas aliran informasi yang dibagi menjadi tiga yaitu no information sharing, partial information sharing dan complete information sharing dengan multiple retailer kemudian pada penelitian lain yaitu oleh Lee, So dan Tang (2000) bertujuan untuk melihat bagaimana pengaruh information sharing pada dua level rantai pasok ditinjau dari sisi expected cost reduction dan inventory reduction. Penelitian-penelitian tersebut tidak memberikan uji matematis terhadap model atau penerapannya di perusahaan. Penelitian kali ini berusaha untuk memasuki celah yang kosong. Sehingga penelitian kali ini ingin menganalisa pengaruh information sharing dengan tiga skenario dengan tujuan menentukan inventory cost reduction pada pemasok. Penulis ingin menguji dan membandingkan strategi implementasi information sharing untuk mendapakan manfaat yang diharapkan di dua perusahaan yang berbeda jenis karakteristik produknya. Ding dan Liu (2010), mengatakan manfaat yang didapatkan oleh ritel dari implementasi information sharing ini sangat sedikit dibandingkan dengan pelaku rantai pasok yang lain. Manfaat yang diperoleh oleh pihak pemasok yaitu holding cost reduction untuk menghindari peningkatan biaya yang tinggi. Tujuan yang hendak dicapai dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi skenario terbaik antara no information sharing (level 1), partial information sharing (level 2), dan full information sharing (level 2) dalam pengaruhnya terhadap holding cost reduction. METODE Pada penelitian Cheng dan Wu (2005) diasumsikan bahwa biaya shortage pada ritel dan pemasok serta biaya simpan pada ritel dan pemasok konstan. Tetapi pada penilitian ini mengasumsikan biaya shortage dan biaya simpan di ritel dan pemasok tidak konstan. Besar biaya tersebut tergantung dari jumlah unit. Berikut ini adalah variabel-variabel yang akan digunakan dalam permodelan untuk menyelesaikan masalah yang diangkat dalam penelitian ini : : Level pemesanan ritel pada periode waktu t, t = 1, 2,, i = 1, 2,, n p : biaya shortage untuk ritel h : biaya simpan pada ritel P : biaya shortage pada pemasok A-53-2

H : biaya simpan pada pemasok Permintaan external yang terjadi di tiap ritel diasumsikan menjadi proses simple autocorrelated AR (1). Proses permintaan pada ritel i pada periode waktu t yaitu, (1) Nilai t = 1,2,,i = 1,2,,n. Dimana d > 0 dan -1 p 1 konstan, dan merupakan independent and identically (i.i.d.) distribusi normal dengan mean 0 dan variansi. Diasumsikan bahwa Untuk ritel I pada periode waktu t, permintaan konsumen diperhitungkan. Ritel meninjau tingkat persediaannya dan meletakkan pemesanan ke manufaktur untuk mencukupi permintaannya. Permintaan akan datang pada periode waktu t + 1 + l. Tetapi pada di penelitian ini diketahui bahwa permintaan akan sampai di ritel pada periode waktu t + 1. Diketahui bahwa. 2. Penentuan nilai optimal tingkat order-upto yang meminimalkan total biaya expected holding dan shortage pada periode t + l. Total permintaan selama lead time untuk retailer I ditunjukkan dari persamaan (3). 1 1 1 1 1 1 1 Dimana, (3) Dan Dimana diketahui bahwa 1 1 1 Level pemesanan optimal pada ritel i pada periode waktu t adalah (4) /, dan merupakan fungsi invers dari fungsi distribusi normal. Ukuran pemesanan pada ritel di periode waktu t merupakan permintaan pada manufaktur. Ketika ritel menempatkan pemesanan mereka ke manufaktur, manufaktur meninjau ulang persediaannya. Jika tidak terdapat persediaannya yang cukup, maka perusahaan manufaktur mengadakan penambahan persediaan dari pihak outsource. Sehingga manufaktur menerima pesanan mereka pada waktu, periode. ditandai sebagai ukuran pesanan ritel. Sehingga dari persamaan (1) (4), dimiliki, A-53-3

1 1 5 Dari persamaan (1) (4) mempertimbangkan. sehingga ditentukan 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 Dengan menggunakan formula di atas berulang-ulang, maka dapat ditentukan 1 1 1 1 1 1,1,2. Total kuantitas pengiriman selama lead time L dari manufaktur ke seluruh ritel adalah 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 Level 1: Manufaktur menentukan level pemesanan optimal untuk menimalkan total biaya penyimpanan dan shortage selama lead time L. Variabel yang diketahui adalah kuantitas pengiriman Dt. dan 1,2,,, 0,1,, 1 adalah variabel stokastik. Kemudian A-53-4

manufaktur membagi sebagai distribusi normal dengan rata Mt 1 dan variansi, dimana 1 1 1 1 1 1 Dan 1 1 1 1 1 1 1 Lee, dkk (2000) memaparkan level pemesanan oleh manufaktur pada level 1 information sharing adalah, 1,2 Dimana /. Level 2: pada kondisi ini, manufaktur tidak hanya mengetahui total jumlah pemesanan ritel, tetapi juga mengetahui permintaan konsumen. Variabel yang diketahui adalah kuantitas pengiriman Dt. dan 1,2,,. 1,2,,, 0,1,, 1 adalah variabel stokastik. Kemudian manufaktur membagi sebagai distribusi normal lainnya dengan rata-rata Mt 2 dan variansi. 1 1 1 1 1 1 1 1 1 Dan 1 1 1 1 Level pemesanan optimal pada manufaktur pada level 2 information sharing adalah, 1,2 Dimana K didefinisikan seperti diatas. Level 3: Dengan EDI, manufaktur mendapatkan mengenai informasi permintaan konsumen secara langsung. Permintaan yang diterima oleh manufaktur merupakan total jumlah kuantitas pengiriman ke ritel. Manufaktur mengirim Dt unit dari item yang ditambahkan ke persediaan ritel pada periode t. Jumlah Dt seharusnya memenuhi permintaan dari semua konsumen, tidak hanya dri ritel. Sehingga, dapat disimpulkan bahwaa hubungan antara dan, bukan hubungan antara dan Dt sebagai level 1 dan level 2. Total unit yang diminta selama lead time L adalah A-53-5

1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 Pada level ini, 1,2,, diketahui sebagai variabel yang diketahui dan 1,2,,, 1,2,, 1 adalah stokastik. Rata-rata dan variansi dari distribusi normal Dan 1 1 1 1 1 1 1 1 Level pemesanan optimal pada manufaktur 3 pada level 3 information sharing adalah Dimana K didefinsikan seperti di atas., 1,2 Pengaruh information sharing Pada bagian ini membahas pengaruh informaton sharing pada manufaktur, yaitu expected cost reduction yang diturunkan menjadi holding cost reduction. Pada model ini tidak membahas pengaruh yang diberikan oleh information sharing ke ritel. Expected Cost Reduction merupakan fungsi kerugian yang tepat untuk distribusi normal standar, dimana A-53-6

Dan merupakan distribusi probabilitas normal standar. diasumsikan sebagai level pemesanan ke manufaktur, dimana adalah variansi dari, dan adalah fungsi distribusi normal dengan ratarata dan variansi. Lee, dkk (2000) memaparkan expected cost reduction yang terjadi di manufaktur pada periode 1 yaitu tidak tergantung dengan t sehinggan dapat ditandai sebagai C. Nilai expected holding cost yang terjadi di manufaktur dibagi menjadi tiga level sesuai dengan tigal level dari information sharing. Sehingga biaya-biaya tersebut dibagi menjadi C1, C2, dan C3. Sehingga nilainya dapat ditentukan melalui persamaan di bawah ini Dalam penelitian ini holding cost reduction akan di dapat dari persamaan expexted cost reduction. Expected holding cost merupakan biaya simpan yang diharapkan oleh perusahaan. tidak tergantung dengan t sehingga dapat ditandai sebagai.nilainya dapat ditentukan melalui persamaan di bawah ini Untuk mendapatkan nilai cost reduction maka dilakukan perhitungan untuk level 2 information sharing dan untuk level 3 information sharing. Sehingga jumlah biaya yang dapat dihemat oleh perusahaan dapat dilihat dari hasil perhitungan tersebut. Studi Kasus PT Eeastern Pearl Flour Mills PT Eastern Pearl Flour Mills (EPFM) merupakan perusahaan penggililingan terigu. Perusahaan mendirikan beberapa gudang di beberapa lokasi pengiriman agar dapat melayani permintaan dengan tepat waktu dan juga untuk meningkatkan penjualan. Penelitin ini meneliti pengaruh information sharing terhadap cost reduction PT EPFM di daerah Jawa Timur dan Jawa Tangah. Perhitungan cost reduction menggunakan model matematis dari Cheng dan Wu A-53-7

(2005) yang yang diuraikan oleh penulis menjadi inventory cost reduction. Tabel 1 di bawah ini menunjukkan hasil perhitungan expected holding cost PT EPFM. Tabel 1. Expected holding cost PT EPFM L = 2 Rp.113173512 Level 1 Rp.108876242 Level 2 Rp.108876242 Level 3 L = 3 Rp.143978685 Level 1 Rp.134324394 Level 2 Rp.134324393 Level 3 Setelah mendapatkan expected cost di biaya simpan di tiap skenario level information sharing, dilakukan perhitungan untuk menemukan selisih dari expected cost di biaya simpan antara level 1 dan level 2, dan antara level 1 dan level 3. Hasil perhitungan dapat dilihat di Tabel 2. Tabel 2. Holding cost reduction berdasarkan lead time PT EPFM L = 2 Expected cost reduction Hasil Perhitungan Persentase (%) Ch1 - Ch 2 Rp.5430937 4.80% Ch1 - Ch3 Rp.5430937 4.80% L = 3 Expected cost reduction Hasil Perhitungan Persentase (%) Ch1 - Ch 2 Rp.11363682 7.89% Ch1 - Ch3 Rp.11363682 7.89% Holding cost reduction studi kasus PT EPFM. Menunjukkan bahwa holding cost reduction saat lead time 3, nilainya lebih kecil dibandingkan ketika leadtime 2. Penelitian ini menggunakan analisa sensitivitas untuk mengatasi variansi lead time yang terjadi di proses pengiriman. Hasil perhitungan dapat dilihat di Tabel 3. Tabel 3. Total Expected cost reduction Holding Cost Reduction L = 2 Ch1 - Ch2 Rp.5430937 0.83 Rp.4507678 Persentase L = 3 Ch1 - Ch2 Rp.11363682 0.17 Rp.1931826 (%) Total Rp.16794619 Rp.6439504 5.44% L = 2 Ch1 - Ch3 Rp.5430937 0.83 R.p4507678 Persentase L = 3 Ch1 - Ch3 Rp.11363682 0.17 Rp.1931826 (%) Total Rp.16794619 Rp.6439504 5.44% A-53-8

Hasil perhitungan memperlihatkan bahwa nilai persentase cost reduction yang di level 2 information sharing (partial information sharing) dan di level 3 information sharing (full information sharing) sangat kecil. Hal ini disebabkan oleh variansi permintaan yang kecil. Sehingga permintaan lebih mudah untuk diramalkan. Hal ini tentunya berpengaruh ke persediaan perusahaan yang juga akan mempengaruhi secara langsung ke biaya simpan dan shortage. Persentase cost reduction yang rendah memperlihatkan bahwa demand information sharing tidak berpengaruh secara signifikan ke cost reduction. Dari hasil penelitian semakin pendek lead time maka holding cost reduction semakin besar. Sehingga perusahaan mampu menghemat biaya lebih banyak. Nilai persentase cost reduction pada PT Eastern Pearl Flour Mills rendah. Sehingga penerapan information sharing dengan teknologi informasi tergantung dari kebijakan perusahaan. Hal tersebut tentunya harus mempertimbangkan biaya penerapan teknologi informasi di perusahaan mahal. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Model acuan dari penelitian ini yaitu dari penelitian Cheng dan Wang (2005) yang mengadaptasi dari penelitian Lee dkk (2000). Penelitian ini meneliti pengaruh information sharing terhadap holding cost reduction dengan mempertimbangkan lead time di lapangan tidak tetap di perusahaan manufaktur, PT Eastern Pearl Flour Mills. Ada tiga skenario information sharing yang digunakan yaitu no information sharing, partial information sharing, dan full information sharing. Pengaruh partial information sharing dan full information sharing terhadap kedua perusahaan sama. Information sharing tidak berpengaruh secara signifikan terhadap holding cost reduction PT Eeastern Pearl Flour Mills. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin pendek lead time maka semakin besar holding cost reduction yang didapatkan perusahaan. Saran Penelitian selanjutnya dapat dilakukan dengan mengembangkan model pengaruh information sharing di tiga level rantai pasok dengan mempertimbangkan lead time yang bervariasi untuk penerapannya di perusahaan manufaktur. Selain itu, penelitian pengaruh information sharing di tiga level rantai pasok juga dapat dilakukan dengan mempertimbangkan variansi produk. Sehingga penelitian mampu mendapatkan gambaran rantai pasok yang lebih luas. A-53-9