BAB VI HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Karakteristik responden pada Agrowisata Ulat Sari Segara

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Pulau Bali, merupakan barometer perkembangan pariwisata nasional. Pulau

BAB V GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Desa Sibangkaja merupakan suatu desa yang terletak di Kecamatan

BAB IV METODE PENELITIAN. kabupaten, yaitu Kabupaten Badung dan Kabupaten Karangasem, Propinsi Bali.

BAB VI HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. tingkat pendidikan, jumlah anggota keluarga, dan pengalaman dalam usahatani.

TESIS DAMPAK AGROWISATA BERBASIS MODAL DAN AGROWISATA BERBASIS MASYARAKAT DI BALI NI LUH AYU RAI SARIDARMINI NIM :

BAB I PENDAHULUAN. Demikian pula dengan kondisi tanah dan iklim yang beragam, sehingga keadaan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. petani responden menyebar antara tahun. No Umur (thn) Jumlah sampel (%) , ,

BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Jenis Data dan Cara Pengumpulan Data 3.3 Metode Analisis Data Analisis Biaya Produksi

ANALISIS NILAI TAMBAH AGROINDUSTRI KECAP (Studi Kasus pada Pengusaha Kecap Cap Jago di Desa Cibenda Kecamatan Parigi Kabupaten Pangandaran)

BAB I PENDAHULUAN. subur, dan mendapat julukan sebagai Negara Agraris membuat beberapa. memiliki prospek yang menjanjikan dan menguntungkan.

BAB VII KELAYAKAN ASPEK FINANSIAL

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

III KERANGKA PEMIKIRAN

BAB V GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Desa Banjar termasuk salah satu wilayah di Kecamatan Banjar Kabupaten

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang

III. METODE PENELITIAN. Tanaman kehutanan adalah tanaman yang tumbuh di hutan yang berumur

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang. minyak bumi dan gas. Kepariwisataan nasional merupakan bagian kehidupan

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Teknik Budidaya Ikan Nila, Bawal, dan Udang Galah

VI ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI BELIMBING DEWA

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang. menjadi pusat pengembangan dan pelayanan pariwisata. Objek dan daya tarik

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN. Konsep dasar merupakan pengertian yang digunakan untuk memperoleh

PENDAPATAN DAN NILAI TAMBAH USAHA KOPI BUBUK ROBUSTA DI KABUPATEN LEBONG (STUDI KASUS PADA USAHA KOPI BUBUK CAP PADI)

BAB I PENDAHULUAN. yang sebenarnya sudah tidak sesuai untuk budidaya pertanian. Pemanfaatan dan

I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Umur, Tingkat Pendidikan, dan Pengalaman berusahatani

BAB VI ANALISIS PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEWA DI KELAPA DUA

VI. ANALISIS BIAYA USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN. dan juga nursery ground. Mangrove juga berfungsi sebagai tempat penampung

Lampiran 1. Peta wilayah Provinsi Bali

BAB I PENDAHULUAN. penting. Bahkan sektor ini diharapkan akan dapat menjadi penghasil devisa nomor. sektor Migas, sektor Batubara, dan Kelapa Sawit.

BAB I PENDAHULUAN. dalam membangun perekonomian nasional. Jumlah wisatawan terus bertambah

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dengan sektor pertanian sebagai sumber. penduduknya menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pariwisata pada saat ini, menjadi harapan bagi banyak negara termasuk

9. Secara singkat gambaran usaha pembuatan bag log pada Responden Bersangkutan:

I. PENDAHULUAN. Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) sering disebut sebagai salah

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Wisata

VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. Penelitian menyimpulkan sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN. terlebih keuntungan dalam sektor pertanian. Sektor pertanian terutama

V. DAMPAK SUBSIDI PUPUK ORGANIK TERHADAP PRODUKSI DAN PENDAPATAN PADI SERTA FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ADOPSI PUPUK ORGANIK DI PROVINSI LAMPUNG

VI. KARAKTERISTIK PENGUNJUNG TAMAN WISATA ALAM GUNUNG PANCAR. dari 67 orang laki-laki dan 33 orang perempuan. Pengunjung TWA Gunung

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data, diperoleh kesimpulan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

VII. PERAN KELEMBAGAAN TERHADAP KEMANDIRIAN, KESEJAHTERAAN PETANI, DAN KEBERLANJUTAN PERTANIAN STRAWBERRY

IV. METODE PENELITIAN. Lokasi penelitian ini adalah di Kecamatan Leuwiliang dan Leuwisadeng,

VII. PROSPEK PERANAN KAKAO BAGI PEREKONOMIAN REGIONAL

BAB V DAMPAK BANTUAN LANGSUNG PUPUK ORGANIK TERHADAP PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI PADI DI PROPINSI JAWA TIMUR

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT. Nomor 4 Tahun 2007 Seri E Nomor 4 Tahun 2007 NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN JASA LINGKUNGAN

VI ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI KEMBANG KOL

ABSTRAK. Kata kunci : Simantri, Subak Renon, Dampak.

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional meliputi pengertian yang digunakan

BAB I PENDAHULUAN. besar sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil, disisi lain masyarakat yang sebagian

agrowisata ini juga terdapat pada penelitian Ernaldi (2010), Zunia (2012), Machrodji (2004), dan Masang (2006). Masang (2006) yang dikutip dari

I. PENDAHULUAN. yang serius dari pemerintah. Hal ini didukung dengan adanya program

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Statistik Kunjungan Wisatawan ke Indonesia Tahun Tahun

IV. METODOLOGI PENELITIAN. Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan

I. PENDAHULUAN. hal ini dikarenakan munculnya kesadaran dari masyarakat mengenai pentingnya

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB VIII ANALISIS KELAYAKAN EKONOMI UPS MUTU ELOK. Proyek UPS Mutu Elok diawali pada tahun 2005 dan memulai produksi

IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan di Bali sebelum tahun 1980 terfokus pada sektor pertanian.

KAJIAN TINGKAT INTEGRASI PADI-SAPI PERAH DI NGANTANG KABUPATEN MALANG

BAB I PENDAHULUAN. kehutanan. Sementara itu, revitalisasi pertanian, perikanan, dan kehutanan juga

HASIL KAJIAN DAN REKOMENDASI ASPEK BIOFISIK HUTAN KOTA LANSKAP PERKOTAAN

ABSTRAK. PENDAHULUAN Latar Belakang. GaneÇ Swara Vol. 10 No.1 Maret 2016 IDA BGS. EKA ARTIKA, 2) IDA AYU KETUT MARINI

Kata kunci: luas lahan, produksi, biaya usaha tani, pendapatan.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

LEMBAR KERJA MAHASISWA FIELDTRIP MANAJEMEN DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) ASPEK SOSIAL EKONOMI

I. TINJAUAN PUSTAKA. A. Lahan Sawah. memberikan manfaat yang bersifat individual bagi pemiliknya, juga memberikan

7 ANALISIS KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PARIWISATA PESISIR YANG BERKELANJUTAN DI KAWASAN PESISIR BARAT KABUPATEN SERANG, PROVINSI BANTEN

VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI UBI JALAR

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu 4.2. Metode Pengambilan Responden 4.3. Desain Penelitian

ANALISIS EFISIENSI ALOKATIF PENGGUNAAN FAKTOR PRODUKSI USAHATANI UBIKAYU

IV. METODOLOGI. merupakan salah satu daerah pertanian produktif di Kabupaten Majalengka.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

VI. ADOPSI PROGRAM SISTEM INTEGRASI TANAMAN- TERNAK. partisipatif di lahan petani diharapkan dapat membawa dampak terhadap

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Petani cabai merah lahan pasir pantai di Desa Karangsewu berusia antara

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Identitas Petani Petani Padi Organik Mitra Usaha Tani

BAB 5 KARAKTERISTIK PENGUNJUNG AGROWISATA KEBUN RAYA BOGOR. (%) Muda: tahun 50 Usia. Tingkat Pendidikan Sedang: SMA/SMK-D1 50 Tinggi: D3-S2 41

BAB VI PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP PENGEMBANGAN EKOWISATA

III. METODOLOGI PENELITIAN. Daerah penelitian ditentukan secara secara sengaja (purposive sampling), yaitu

BAB I PENDAHULUAN. devisa bagi negara, terutama Pendapatan Anggaran Daerah (PAD) bagi daerah

ANALISIS KELAYAKAN USAHA TAMBAK BANDENG DI DESA DOLAGO KECAMATAN PARIGI SELATAN KABUPATEN PARIGI MOUTONG

BUPATI KLATEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLATEN NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN KABUPATEN KLATEN TAHUN

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG MANIS

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Program Pembiayaan Pertanian

KEUNGGULAN KOMPARATIF USAHATANI JAGUNG MENDUKUNG KETAHANAN PANGAN DI PROVINSI NTT. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, 2

I. PENDAHULUAN. berdampak pada semakin meningkatnya angka pengangguran di Indonesia. Persoalan pengangguran dan kemiskinan merupakan salah satu

VII. KELAYAKAN ASPEK FINANSIAL

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. 6.1 Kesimpulan. sebagai berikut: Pertama, di Kawasan Candi Cetho masih terdapat berbagai

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Analisis Situasi

TINJAUAN PUSTAKA. meramu bahan-bahan kimia (anorganik) berkadar hara tinggi. Misalnya, pupuk urea

ANALISIS PENDAPATAN DAN KELAYAKAN USAHATANI BAWANG MERAH DI KECAMATAN ANGGERAJA KABUPATEN ENREKANG

METODELOGI PENELITIAN. sistematis, faktual dan akuran mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan

BAB I PENDAHULUAN. mata pencaharian di bidang pertanian. Sektor pertanian pada setiap tahap

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB VI KESIMPULAN. berikut : Investasi industri pariwisata dengan didukung keputusan politik ekonomi

Transkripsi:

BAB VI HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 6.1 Karakteristik responden 6.1.1 Karakteristik responden pada Agrowisata Ulat Sari Segara Berdasarkan hasil pengolahan dari 50 sampel, didapatkan bahwa sebagian besar responden berumur dibawah 50 tahun yaitu 38 orang (76%). Pada kelompok umur tersebut, sebanyak 30 orang (60%) mengusahakan lawan dibawah 50 are. Sebanyak empat orang yang berumur diatas 60 tahun dimana dua orang atau 4,00 %, dengan penguasaan lahan untuk usahatani kurang dari 50 are. Kondisi tersebut sangat terkait dengan tingkat produktivitas tenaga kerja dalam pengusahaan lahan (Tabel 6.1). Sebagaimana diketahui bahwa hampir seluruh aktivitas usahatani berhubungan dengan tingkat kemampuan fisik. Petani dengan usia produktif tentu akan memiliki tingkat produktivitas yang lebih tinggi dibanding dengan petani petani yang telah memasuki usia lanjut. Di samping itu, umur petani juga terkait dengan proses transfer dan adopsi inovasi teknologi, dimana petani berusia lebih muda cenderung bersifat lebih progresif dalam upaya mengenal teknologi dan melakukan inovasi-inovasi baru, sehingga mampu mempercepat proses alih teknologi. Jika dilihat menurut struktur pendidikan yang ditamatkan oleh responden sebagian besar responden berpendidikan Sekolah Menengah Atas, yaitu 33% dengan prosentase sebagai petani sebanyak 30% dan sisanya mempunyai pekerjaan utama sebagai PNS dan swasta (Tabel 6.2). Pekerjaan swasta yang ditekuni sebagai 50

51 karyawan di agrowisata sebanyak lima orang dan sisanya bekerja di perusahaan yang ada di Denpasar. Mereka yang sebagai petani semua tidak ikut dalam pengelolaan Agrowisata Sutera Sari Segara. Tabel 6.1. Kelompok Umur Responden Menurut Luas Kepemilikan Lahan di Desa Sibang Kaja Kondisi Tahun 2011 (orang) Kelompok umur Skala usahatani < 50 are 50 100 are > 100 are Total < 50 30 (60,00) 8 (16,00) 0 (0,00) 38 (76,00) 50 60 6 (12,00) 1 ( 2,00) 1 (2,00) 8 (16,00) > 60 2 (4,00) 1 (2,00) 1 (2,00) 4 (8,00) Jumlah 38 (76,00) 10 (20,00) 2 (4,00) 50 (100) Catatan: Angka dalam kurung adalah persentase dari total responden Pendidikan pada hakekatnya merupakan usaha sadar manusia untuk mengembangkan kepribadian dan meningkatkan kemampuan di dalam dan di luar sekolah yang berlangsung seumur hidup. Semakin tinggi tingkat pendidikan penduduk/masyarakat, maka akan semakin tinggi pula kualitas penduduk (sumber daya manusia). Tingkat pendidikan sangat terkait dengan tingkat kemampuan mengadopsi inovasi teknologi. Diharapkan semakin tinggi tingkat pendidikan maka dapat memberikan peran yang lebih besar dalam kegiatan agrowisata Tabel 6.2. Pendidikan Responden dan Pekerjaan Utama Kondisi Tahun 2011 (orang) Tingkat pendidikan Pekerjaan utama Petani PNS Swasta Jumlah Maksimum tamat SD 4 (8,00) 0 (0,00) 0 (0,00) 4 (8,00) SMP 3 (6,00) 0 (0,00) 1 (2,00) 4 (8,00) SMA 15 (30,00) 8 (18,00) 10 (20,00) 33 (66,00) S1 0 (0,00) 5 (10,00) 4 (8,00) 9 (18,00) Jumlah 22 (44,00) 13 (26,00) 15 (30,00) 50 (100,00) Catatan: Angka dalam kurung adalah persentase dari total responden

52 Hanya 15 (30%) responden menyatakan ikut aktif dalam pengelolaan agrowisata Sutera Sari Segara dengan menjadi karyawan sebagai pemandu wisata, penenun dan administrasi (Tabel 6.3). Sebanyak 35 orang (70%) menyatakan mempunyai pekerjaan di luar kegiatan agrowisata. Mereka sebagai petani,pns dan swasta. Tabel 6.3 Pekerjaan Responden Bidang pekerjaan Jumlah (orang) (%) Agrowisata: 15 30,00 Pemandu wisata 1 2,00 Penenun 5 5,00 Tukang kebun 2 4,00 Administrasi 7 14,00 Luar agrowisata 35 70,00 Jumlah 50 100 6.1.2 Karakteristik responden pada Agrowisata Salak Sibetan Berdasarkan hasil survai terhadap 50 sampel, didapat bahwa sebagian besar responden sampel di Desa Sibetan berumur < 50 tahun, yaitu sebanyak 22 orang atau 44,00%. Dari 22 responden tersebut, ada sebanyak 40,00% berusaha pada lahan yang luasnya berkisar antara 50 sampai dengan 100 are dengan jumlah populasi pohon salak antara 1.000 sampai dengan 3.000 pohon. Rata-rata luas usahatani salak sebesar 0,84 ha. Dari 50 orang responden, hanya sebanyak 10 orang responden yang berumur diatas 60 tahun atau 20,00%, dengan penguasaan lahan untuk usahatani kurang dari 50 are sebanyak 10,00% (Tabel 6.4).

53 Tabel 6.4. Kelompok Umur Responden Menurut Luas Kepemilikan Lahan di Desa Sibetan Tahun 2011 (orang) Kelompok umur Skala usaha < 50 are 50 100 are > 100 are Total (1) (2) (3) (4) (5) < 50 1 (2,00) 20 (40,00) 1 (2,00) 22 (44,00) 50 60 3 (6,00) 14 ( 28,00) 1 (2,00) 18 (36,00) > 60 5 (10,00) 4 (8,00) 1 (2,00) 10 (20,00) Jumlah 9 (18,00) 38 (76,00) 3 (6,00) 50 (100) Catatan: Angka dalam kurung adalah persentase dari total responden Kondisi tersebut sangat terkait dengan tingkat produktivitas tenaga kerja dalam pengusahaan lahan. Sebagaimana diketahui bahwa hampir seluruh aktivitas usahatani berhubungan dengan tingkat kemampuan fisik. Di mana petani dalam usia produktif tentu akan memiliki tingkat produktivitas yang lebih tinggi dibanding dengan petani - petani yang telah memasuki usia senja. Disamping itu umur petani juga terkait dengan proses transfer dan adopsi inovasi teknologi, dimana petani - petani muda cenderung bersifat lebih progresif dalam proses transfer inovasi - inovasi baru, sehingga mampu mempercepat proses alih teknologi Demikian juga dengan pengelolaan agrowisata Sibetan, anggota kelompok pengelola selalu bersemangat menerima inovasi baru untuk kemajuan agrowisata di daerahnya. Pendidikan pada hakekatnya merupakan usaha sadar manusia untuk mengembangkan kepribadian dan meningkatkan kemampuan di dalam dan di luar sekolah yang berlangsung seumur hidup. Semakin tinggi tingkat pendidikan penduduk/masyarakat, maka akan semakin tinggi pula kualitas penduduk (sumber daya manusia). Tingkat pendidikan sangat terkait dengan tingkat kemampuan

54 mengadopsi inovasi teknologi. Diharapkan semakin tinggi tingkat pendidikan maka dapat memberikan peran yang lebih besar dalam kegiatan agrowisata. Jika dilihat menurut struktur pendidikan yang ditamatkan oleh responden sebagian besar responden berpendidikan Sekolah Menengah Pertama, yaitu 50% dengan prosentase sebagai petani sebanyak 40% dan sisanya mempunyai pekerjaan utama di swasta (Tabel 6.5). Tabel 6.5. Pendidikan Responden dan Pekerjaan Utama Kondisi Tahun 2011 (orang) Tingkat pendidikan Pekerjaan utama Petani PNS Lainnya Jumlah Tamat SD 10 (20,00) 0 (0,00) 0 (0,00) 10 (20,00) SMP 20 (40,00) 0 (0,00) 5 (10,00) 25 (50,00) SMA ke atas 10 (20,00) 3 (6,00) 2 (4,00) 15 (30,00) Jumlah 40 (80,00) 3 (6,00) 7 (14,00) 50 (100) Catatan: Angka dalam kurung adalah persentase dari total responden Sebagian besar (90%) responden menyatakan ikut aktif dalam pengelolaan Agrowisata Sibetan dengan menjadi anggota kelompok dari atraksi yang ada (Tabel 6.6). Responden yang tidak aktif dalam kegiatan kelompok (10%) menyatakan karena mempunyai pekerjaan utama sebagai PNS maupun karyawan swasta. Tabel 6.6. Jenis Keanggotaan dan Pekerjaan Responden dalam Kegiatan Agrowisata Jenis pekerjaan Keanggotaan Food & Bavarage Kary wine Pemandu tracking Pemandu petik salak Jumlah Aktif Pasif 5 (10%) 0 (0%) 15 (30%) 1 (2%) 15 (30%) 2 (4%) 10 (20%) 2 (4%) 45 (90%) 5 (10%) Jumlah 5 (10%) 16 (32%) 17 (34%) 12 (24%) 50 (100)%)

55 Responden tersebut menyatakan mendapat pekerjaan baru selain berusahatani salak yaitu sebagai pemandu atraksi tracking, pemandu atraksi petik salak, pegawai restaurant (F&B) dan sebagai pembuat wine. 6.2 Dampak Pengembangan Agrowisata 6.2.1 Dampak sosial Lahan Agrowisata Sutera Sari Segara yang diusahakan berasal dari lahan pemilik yang semula merupakan lahan tegalan yang tidak produktif, sehingga tidak ada responden yang menyatakan adanya pemindahan kepemilikan lahan miliknya ke tangan pengelola agrowisata. Pola perilaku responden juga tidak bergeser ke pekerjaan lain seperti pedagang, pengerajin atau pekerjaan lain. Kunjungan wisatawan ke agrowisata Sutera Sari Segara menimbulkan adanya interaksi yang baik antara masyarakat dan wisatawan, wisatawan yang datang tidak memberikan aksi negatif terhadap masyarakat setempat. Secara sosial, Agrowisata Sutera Sari Segara dapat menjadi wahana belajar karena lebih banyak menarik siswa, mahasiswa untuk belajar atau magang dalam pelaksanaan kegiatan budidaya ulat sutera. Pihak manajemen agrowisata belum memberikan peningkatan ketrampilan melalui pendidikan maupun pelatihan bagi masyarakat untuk peningkatan pengetahuan dan keterampilannya sehingga dapat berkontribusi dalam kegiatan agrowisata tersebut. Kerjasama dan koordinasi antar berbagai stakeholder terkait dalam pengembangan agrowsisata ini juga belum terjalin. Kecuali dengan Balai Persuteraan Alam Sulawesi Selatan sebagai lembaga pembinaan dan percontohan untuk pengembangan produksi ulat sutera. Kerjasama juga dilakukan dengan

56 P.P.U.S Candiroto Jawa Tengah sebagai tempat untuk membeli bibit ulat. Padahal, kerjasama antara berbagai pihak sangat penting dan menjadi faktor kunci keberhasilan dalam pengembangan Agrowisata Sutera Sari Segara. Agrowisata tidak membentuk kelembagaan dan kelompok baru yang termasuk dalam bagian kawasan agrowisata. Kontribusi agrowisata terhadap kelembagaan yang ada di Desa Sibangkaja juga belum nampak. Donasi yang dilakukan pemilik kepada lembaga-lembaga setempat selama ini hanyalah donasi pribadi sebagai anggota masyarakat setempat, dan belum merupakan wujud dari corporate social responsibility (CSR). Pekerja yang bekerja di Agrowisata Sutera Sari Segara dan berasal dari Desa Sibang Kaja sebanyak sembilan orang. Mereka dipekerjakan sebagai penenun dan di bidang administrasi. Sebelum bekerja di agrowisata ini mereka menyatakan sudah bekerja di perusahaan swasta di Denpasar. Dari kenyataan ini, tampaknya pengembangan agrowisata dapat mengurangi arus urbanisasi walaupun dalam jumlah kecil. Pekerja lainnya berasal dari luar Desa Sibang Kaja, dan diantaranya ada juga yang berasal dari luar Bali. Hal ini mengindikasikan bahwa Agrowisata Sutera Sari Segara belum banyak menyerap tenaga kerja dari desa setempat atau daerah sekitarnya. Hal ini disebabkan karena memang dalam pembudidayaan ulat sutera diperlukan keterampilan khusus sehingga masyarakat sekitar belum bisa ikut terlibat di dalam kegiatan tersebut. Demikian juga dalam pengusahaan kebun murbey, masih menggunakan tenaga khusus yang berasal dari luar desa Sibang Kaja. Sementara itu keberadaan Agrowisata Salak Sibetan telah memiliki struktur organisasi seperti disajikan pada Gambar 6.1. Dari 120 petani salak di Dusun Dukuh,

57 Desa Sibetan, sebanyak 29 orang terlibat aktif dalam pengelola agrowisata tersebut. Hal ini menunjukkan pengembangan agrowisata dapat menciptakan lapangan pekerjaan, karena usaha ini dapat menyerap tenaga kerja dari masyarakat pedesaan, sehingga dapat menahan atau mengurangi arus urbanisasi yang semakin meningkat saat ini. Pembina Dinas Pariwisata Kab Karangasem Pembina Yayasan Wisnu Ketua 1 Ketua 2 Sekretaris 1 Sekretaris 2 Bendahara 1 Bendahara 2 Sub unit local guide Sub unit paket kebun Sub unit wine Sub unit food &Beverage Sub unit tracking Gambar 6.1 Sruktur Organisasi Agrowisata Sibetan Agrowisata tidak menyebabkan adanya pemindahan kepemilikan lahan karena lahan salak yang diusahakan dan dijadikan obyek pada agrowisata tetap menjadi milik responden dan diusahakan sendiri. Dengan demikian, responden tidak

58 kehilangan pekerjaan di bidang pertanian. Pemanfaatan lahan tegalan atau ladang, tetap dikelola oleh penduduk untuk dijadikan tempat tujuan wisata, sebagai pendukung zona inti. Pola perilaku masyarakat juga tidak bergeser ke pekerjaan lain seperti pedagang, pengerajin atau pekerjaan lain. Kunjungan wisatawan ke Agrowisata Salak Sibetan ini juga tidak merubah perilaku sosial masyarakat, hal ini karena masyarakat dapat berinteraksi dengan baik terhadap wisatawan yang datang dan wisatawan tidak memberi pengaruh buruk terhadap masyarakat setempat. Atraksi yang ada juga menarik pihak lain, termasuk mahasiswa, untuk belajar atau magang dalam pelaksanaan kegiatan budidaya ataupun atraksi-atraksi lainnya, sehingga dapat menambah pendapatan petani, sekaligus sebagai wahana alih teknologi kepada pihak lain. Agrowisata juga memberikan peningkatan ketrampilan melalui pendidikan dan pelatihan sehingga meningkatkan kesempatan dan kemampuan bagi masyarakat untuk dapat memberikan peran yang lebih besar dalam kegiatan agrowisata. Kerjasama dan koordinasi antar berbagai stakeholder terkait dalam pengusahaan agrowsisata juga terjalin dengan baik seperti dengan Yayasan Wisnu yang berkedudukan di Denpasar. Hal ini sangat penting dan merupakan faktor kunci bagi keberhasilan dalam pengembangan Agrowisata Sibetan. Agrowisata Salak Sibetan membentuk kelembagaan dan kelompok baru sesuai struktur organisasi pada Gambar 6.1. Kelompok yang terbentuk seperti yang sudah disebutkan pada Gambar 6.1 tersebut adalah kelompok dalam pengelolaan agrowisata sesuai dengan atraksi yang ada di agrowisata. Selain itu, kelembagaan

59 baru yang terbentuk adalah koperasi, dimana semua masyarakat banjar Dukuh menjadi anggota koperasi tersebut. Di samping simpanan pokok dan wajib dari anggota, pemupukan dana koperasi diperoleh juga dari pendapatan agowisata. Masyarakat sangat merasakan manfaat adanya koperasi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Secara sosial kedua model pengembangan agowisata dapat menjadi wahana pembelajaran bagi pengunjung. Namun, jika dibandingkan di antara dua model, maka pada model agrowisata berbasis modal belum banyak berkontribusi dalam penyerapan tenaga kerja terutama bagi masyarakat sekitarnya dan lembaga yang terbentuk hanya terbatas pada lembaga internal agrowisata tersebut. Pada model agrowisata berbasis masyarakat, para petani telah terorganisasi dalam kelompok tani agrowisata dan bahkan telah membentuk koperasi agrowisata. Tabel 6.7 Perbandingan Dampak Sosial Pengembangan Agrowisata No Indikator Agrowisata berbasis modal Agrowisata berbasis masyarakat 1 Penyerapan tenaga kerja Sembilan orang Lima puluh orang 2 Perkembangan kelembagaan Tidak ada penambahan kelembagaan Terbentuk koperasi dan kelompok pengelolaan 3 Peningkatan kapasitas petani 4 Pemindahan Kepemilikan Lahan Tidak ada pelatihan tentang petani Lahan milik sendiri agrowisata Petani diberikan pelatihan, ketrampilan dan pendidikan Tetap mengusahakan lahannya sendiri Agrowisata berbasis masyarakat, bahkan telah mampu meningkatkan aktivitas petani di luar usahataninya, keterampilan melalui pendidikan dan pelatihan, dan kerjasama dengan pihak lain terkait dengan pengembangan agrowisata.

60 Perbandingan Dampak social antara model agrowisata berbasis modal dengan model model agrowisata berbasis masyarakat dapat dilihat pada Tabel 6.7. 6.2.2 Dampak ekonomi Dampak ekonomi yang diharapkan dari penyeleggaraan agrowisata ini adalah adalah terciptanya tambahan pendapatan dari aktivitas agrowisata terhadap pendapatan usahatani yang merupakan sumber utama pendapatan petani. Namun, dari perhitungan usahatani ulat sutera merugi sebesar Rp 55.736.000,00 per tahun (Tabel 6.8). Harapan investor adalah untuk mendapat tambahan pendapatan dari aktivitas agrowisata. Perhitungan seperti pada Lampiran 2, pendapatan aktivitas agrowisata secara keseluruhan bertambah defisit menjadi Rp 230.726.000,00. Perhitungan B/C ratio, diperoleh sebesar 1/3, yang lebih kecil dari satu. Hal ini berarti bahwa biaya yang dikeluarkan sebesar Rp. 1.000,00 akan memperoleh manfaat Rp. 300,00, hal ini menunjukkan usaha tani Agrowisata Sutera Sari Segara merugi dan tidak layak. Tabel 6.8 Analisis Usahatani Ulat Sutera Biaya tetap Rp 1 Penyusutan tanah 0,00 2 Penyusuan prasarana 10.000.00,00 3 Penyusutan sarana 1.250.000,00 Biaya variabel 4 Bibit 1.600.000,00 5 Pupuk: Urea 760.000,00 TSP 344.400,00 KCl 306.600,00 6 Formalin 500.000,00 7 Pestisida 250.000,00 8 TK 48.000.000,00 Total biaya 63.011.000,00 9 Penerimaan 7.875.000,00 10 Surplus (defisit) (55.136.000,00)

61 Selanjutnya, dampak ekonomi bagi masyarakat teridentifikasi dari adanya pembentukan pendapatan bagi tenaga kerja dari desa setempat yang bekerja pada Agrowisata Sutera Sari Segara. Hanya sembilan orang tenaga kerja yang berasal dari desa tersebut yang terdiri atas karyawan tenun lima orang, Kepala Administrasi dan Keuangan satu orang, Kepala Marketing satu orang, Bagian Operasional Umum satu orang, dan Kepala Pertenunan satu orang dengan total pendapatan Rp 132 juta per tahun. Usahatani salak di Desa Sibetan merupakan pilihan investasi yang layak, dilihat dari nilai NPV sebesar Rp 22.748.629,15 yang lebih besar dari nul (Lampiran 3 dan 4). Peluang peningkatan pendapatan dapat diperoleh dari hasil pengolahan buah salak menjadi wine salak. Setiap satu kali proses produksi wine diperlukan bahan baku 500 kg salak dan bahan penolong berupa air sebanyak 1250 liter, gula pasir 125 kg, dan kemasan botol dengan labelnya sebanyak 1.333,33 unit. Dari hasil pengolahan tersebut diperoleh 1.000 liter wine salak yang dikemas dalam botol berukuran 750 cc. Setiap kali proses produksi diperlukan pula 42 HOK tenaga kerja dengan upah Rp 45.000,00 per HOK. Berdasarkan perhitungan pada Tabel 6.9, diperoleh nilai tambah untuk setiap kilogram bahan baku salak sebesar Rp 291.625,00 Nilai tambah tersebut terdiri atas imbalan terhadap tenaga kerja dan keuntungan pengolah, yang masing-masing besarnya Rp 3.780,00 (1,29%) dan Rp 287.845,00 (98,70%). Semua keuntungan pengolah ini disimpan sebagai kas di koperasi agrowisata tersebut. Dengan adanya aktivitas agrowisata, kelompok tani salak mendapat tambahan pendapatan di luar usahataninya dari aktivitas tracking, petik salak, dan

62 atraksi proses produksi wine salak. Setiap wisatawan yang berkunjung ke agrowisata tersebut dikenakan Rp 15.000,00 per orang untuk setiap atraksi yang diikuti. Ratarata kunjungan wisatawan sebanyak 60 orang per bulan. Jika setiap wisatawan menikmati satu sampai dengan tiga atraksi berarti tambahan pendapatan usahatani dari aktivitas agrowisata sebesar Rp 900.000,00 sampai dengan Rp 2.700.000,00 per bulan. Sebesar 33,33% dari jumlah tersebut merupakan pendapatan petani yang menerima kunjungan wisatawan tersebut, sedangkan 66,67% lainnya disimpan dalam bentuk kas kelompok di koperasi agrowisata. Jadi, adanya Agrowisata Sibetan merupakan kegiatan usaha untuk menyediakan perekonomian secara berkelanjutan bagi masyarakat. Pendapatan non usahatani responden lainnya merupakan pekerjaan tetap responden yaitu sebagai PNS dan karyawan swasta Tabel 6.9 Analisis nilai tambah pada wine Salak Sibetan No. Variabel (Output, Input, Harga) Wine 1. Wine (bt/proses) 1333,33 2. Bahan baku salak (kg/proses) 500 3. Tenaga kerja (HOK/proses) 42 4. Faktor konversi (1)/(2) 2,667 5. Koefisien tenaga kerja (Hok/kg) (3)/(2) 0,084 6. Harga wine (rp/bt) 115.000 7. Upah rata-rata (rp/hok) 45.000 Pendapatan dan Keuntungan rp/kg bahan baku 8. Harga bahan baku salak (rp/kg) 2.000 9. Sumbangan input lain: gula + botol +label 13.041,67 (rp/proses)* 10. Nilai produk (4) x (6) 306.666,67 11. Nilai tambah (10)-(8)-(9) 291.625,00 (Ratio nilai tambah %) (11)/(10) 95,09 12. Imbalan tenaga kerja (rp/hok) (5) x (7) 3780 (Bagian tenaga kerja %) (12)/(11) 1,29 13. Keuntungan Pengolah (11 12)** 287.845,00 (Tingkat keuntungan %) (13/11) 98,70 Sumber: data primer diolah menggunakan kerangka analisis dari Hayami, et al (1987) Keterangan: * = Bahan penolong ** = Imbalan bagi modal dan manajemen

63 Berdasarkan uraian diatas secara individual, investor mengalami kerugian dalam pengelolaan agrowisata berbasis modal walaupun memberikan manfaat ekonomi bagi karyawannya. Kerugian tersebut diduga karena ketidaklayakan dalam produksi usahatani ulat sutera dan kontribusi kunjungan wisatawan yang relative rendah dibandingkan dengan nilai investasi yang ditanam. Namun Agrowisata Salak Sibetan yang dikelola oleh masyarakat merupakan pilihan investasi yang layak dilihat dari kelayakan financial usahatani salak ditambah dengan adanya peluang peningkatan nilai tambah yang relative besar untuk setiap kilogram buah salak segar. Disamping itu, petani secara berkelompok dan individual mendapatkan peningkatan pendapatan dari kunjungan wisatawan ke agowisata salak Sibetan. Dari hasil penelitian diperoleh pada Agrowisata Ulat Sutera Sari Segara diketahui bahwa rata-rata pendapatan sembilan orang responden yang mendapatkan manfaat langsung dari Agrowisata tersebut sebesar Rp 14.666.666,67. Sedangkan pada Agrowisata Salak Sibetan rata-rata pendapatan semua responden yang mendapatkan manfaat langsung dari Agrowisata tersebut adalah sebesar Rp 16.174.217,20, lebih tinggi dari rata-rata pendapatan responden pada Agrowisata Ulat Sutera Sari Segara (Lampiran 5). Untuk mengetahui secara statistik apakah keberadaan agrowisata berbasis modal dan agrowisata berbasis masyarakat memberikan dampak yang signifikan atau tidak terhadap rata-rata pendapatan tersebut dianalisis dengan uji t independent. Dalam analisis ini dilakukan beberapa tahapan, tahapan pertama dilakukan analisis nilai. Jumlah keseluruhan pendapatan dari masing-masing sampel ( X dan 1 å 2 2 å X ) dan ( 1 2 å å 2 X dan X ). Selanjutnya dilakukan analisis

64 untuk memperoleh nilai rata-rata dari setiap pendapatan ( X dan 1 X 2) selanjutnya dilakukan penghitungan nilai ragam dari kedua kelompok 1 2 S dan 2 S 2, dari hasil tersebut dapat juga dianalisis untuk nilai dari derajat bebas kedua kelompok sampel tersebut (db ), maka selanjutnya dapat dihitung nilai t-hitung dan t-tabelnya. Analisis yang dilakukan untuk mengetahui perbedaan antara kedua proses secara statistik, dapat dilihat pada Lampiran 6. Dari hasil perhitungan t-hitung dan t-tabelnya, nilai t-tabel adalah 2,00 dan nilai t-hitung sebesar 0,09, sehingga karena t-hitung lebih kecil dari t-tabel maka Ho diterima atau Hi ditolak. Hal ini berarti rata-rata pendapatan masyarakat pada model agrowisata berbasis modal dan berbasis masyarakat tidak berbeda (berbeda tidak nyata). Dari uraian di atas dapat dilihat perbandingan dampak ekonomi pengembangan model agrowisata berbasis modal dan agrowisata berbasis masyarakat seperti pada Tabel 6.10. Tabel 6.10 Perbandingan Pendapatan Agrowisata Berbasis Modal dan Masyarakat No Indikator Agrowisata berbasis modal 1 Rata-rata pendapatan bagi karyawan/ masyarakat yang terlibat per tahun 2 Kelayakan finansial aktivitas agrowisata Agrowisata berbasis masyrakat Rp 14.666.666,67 Rp 16.174.217,20 t-hit 0,09 Tidak berbeda nyata B/C Ratio = 1/3 (B/C Ratio < 1 berarti tidak layak) NPV pada tingkat bunga 14% = Rp 22.748.629,15 (NPV > 0, berarti layak) t-tabel 2,0

65 6.2.3 Dampak lingkungan Pengembangan Agrowisata Sutera Sari Segara berpengaruh langsung terhadap kelestarian sumber daya lahan pertanian. Kegiatan ini secara tidak langsung meningkatkan persepsi positif masyarakat sekitarnya akan arti pentingnya pelestarian sumber daya lahan pertanian. Agrowisata menyebabkan lahan yang semula tidak produktif dapat diusahakan menjadi produktif dengan adanya perkebunan murbey sebagai makanan ulat sutera. Keutuhan dan keindahan lingkungan menjadi lebih baik. Aset penting untuk menarik kunjungan wisatawan adalah keaslian, keunikan, kenyamanan, dan keindahan alam. Kualitas lingkungan merupakan modal yang sangat penting yang harus disediakan di daerah-daerah yang terutama dijelajahi oleh para wisatawan. Berdasarkan atas kesadaran tersebut, pemilik selalu berupaya menjaga keaslian, kenyamanan, dan kelestarian lingkungan agrowisatanya. Pada kawasan Agrowisata Sutera Sari Segara hampir tidak terjadi pencemaran lingkungan. Dalam produksi maupun pengeloaan hasil ulat sutera menimbulkan limbah cair hasil pencelupan pewarnaan benang. Hal ini diantisipasi oleh pemilik dengan pembuatan septik tank. Karena itu, kualitas air di kawasan agrowisata juga tidak berubah dan tetap terjaga dengan baik. Produksi benang juga belum terlalu banyak karena agrowisata ini tidak fokus pada produksi olahan. Produksi benang hanya sebagai atraksi saja. Penggunakan pestisida dalam produksi murbey cukup rendah sehingga diharapkan tidak berdampak buruk terhadap lingkungan.

66 Pengembangan Agrowisata Sibetan berpengaruh langsung terhadap kelestarian sumber daya lahan pertanian. Kegiatan ini secara tidak langsung meningkatkan persepsi positif petani serta masyarakat sekitarnya akan arti pentingnya pelestarian sumber daya lahan pertanian. Agrowisata menyebabkan kebun salak petani menjadi tertata dengan baik. Keutuhan dan keindahan lingkungan tetap terjaga dengan baik. Aset penting untuk menarik kunjungan wisatawan adalah keaslian, keunikan, kenyamanan, dan keindahan kebun salak. Kualitas lingkungan disadari merupakan modal yang sangat penting yang harus disediakan di daerahdaerah yang terutama dijelajahi para wisatawan. Menyadari pentingnya nilai kualitas lingkungan tersebut, masyarakat di sekitar kawasan agrowisata selalu menjaga keaslian, kenyamanan, dan kelestarian lingkungannya. Industri pariwisata sangat peka terhadap kerusakan lingkungan, misalnya pencemaran limbah, sampah yang bertumpuk, dan kerusakan pemandangan yang diakibatkan pembalakan hutan. Kawasan Agrowisata Sibetan hampir tidak ada pencemaran lingkungan. Dalam produksi, petani tidak menggunakan pestisida. Limbah yang dihasilkan dalam aktivitas agrowisata hampir seluruhnya merupakan limbah organik yang dapat dimanfaatkan kembali untuk aktivitas usahatani. Limbah yang dihasilkan berupa ampas buah salak setelah disaring airnya untuk produksi wine. Ampas buah salak ini dibuang kembali ke kebun salak dan dapat digunakan sebagai pupuk. Karena itu, kualitas air di kawasan agrowisata diduga juga tidak berubah dan tetap terjaga dengan baik. Demikian juga, kualitas tanah diduga tetap terjaga kesuburannya.

67 Baik pada pengembangan dan pengelolaan model agrowisata berbasis modal maupun berbasis masyarakat tidak menimbulkan degradasi lingkungan, bahkan sebaliknya kedua model agrowidata ini berupaya menjaga kelestarian sumberdaya lahan pertanian sebagai asset utama pengembangan agrowisata. Hal ini terkait dengan sudah adanya cara penanganan limbah produksi kedua model agrowisata (Tabel 6.11). Tabel 6.11 Perbandingan Dampak Lingkungan Pengembangan Agrowisata No Indikator Agrowisata berbasis modal 1 Degradasi lingkungan Tidak menimbulkan degradasi lingkungan 2 Upaya pelestarian Lingkungan tetap lingkungan lestarai 3 Penanganan Limbah Limbah disalurkan ke septik tank Agrowisata berbasis masyrakat Tidak menimbulkan degradasi lingkungan Lingkungan lebih tertata dan lestari Limbah digunakan pupuk kompos