BAB 2 LANDASAN TEORI

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB III LANGKAH PEMECAHAN MASALAH

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB III LANGKAH PEMECAHAN MASALAH. Gramedia Cikarang yaitu dengan menggunakan metode DMAIC (Define,

BAB II LANDASAN TEORI

BAB III SIX SIGMA. Six Sigma pertama kali digunakan oleh perusahaan Motorola pada tahun

Sejarah Six Sigma Jepang ambil alih Motorola produksi TV dng jumlah kerusakan satu dibanding duapuluh Program Manajemen Partisipatif Motorola (Partici

DAFTAR ISI. HALAMAN PENGAKUAN... ii. SURAT PENGAMBILAN DATA DARI PERUSAHAAN... iii. HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING... iv. HALAMAN PERSEMBAHAN...

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Kualitas Pengertian Kualitas Dimensi Kualitas

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI. karena apabila diterapkan secara rinci antara produsen dan konsumen akan terjadi

BAB II LANDASAN TEORI. Persyaratan utama untuk mencapai kepuasan pelanggan (customer

2. Pengawasan atas barang hasil yang telah diselesaikan. proses, tetapi hal ini tidak dapat menjamin bahwa tidak ada hasil yang

BAB III METODE CONTROL CHART. sebagai metode grafik yang di gunakan untuk mengevaluasi apakah suatu proses

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. merupakan UKM yang bergerak dibidang produksi furniture.

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 3 LANGKAH PEMECAHAN MASALAH

BAB 3 LANGKAH PEMECAHAN MASALAH

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH

BAB3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengendalian Kualitas Statistik. Lely Riawati

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. oleh para konsumen dalam memenuhi kebutuhannya. Kualitas yang baik

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

IDENTIFIKASI KUALITAS PRODUK GENTENG BETON DENGAN METODE DMAIC DI UD.PAYUNG SIDOARJO. Dedy Ermanto Jurusan Teknik Industri FTI UPN Veteran Jawa Timur

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

USULAN PERBAIKAN KUALITAS PRODUK DUDUKAN MAGNET DENGAN METODE ENAM SIGMA

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB V ANALISA DAN INTEPRETASI

DAFTAR PUSTAKA KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI...

BAB IV PERANCANGAN SISTEM TERINTEGRASI

BAB II LANDASAN TEORI. ada lima pakar utama dalam manajemen mutu terpadu (Total Quality. penggunaan itu didasarkan pada lima ciri utama berikut:

BAB I PENDAHULUAN. B. Rumusan masalah Bagaimana cara pengendalian kualitas proses statistik pada data variabel.

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

Bab 2 Landasan Teori

BAB 4 PENGUMPULAN DAN ANALISA DATA

METODOLOGI 3.1 Kerangka Pemikiran 3.2 Metode Pengumpulan Data

METODOLOGI 3.1 Kerangka Pemikiran 3.2 Metode Pengumpulan Data

7 Basic Quality Tools. 14 Oktober 2016

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, persaingan antara perusahaan-perusahaan tidak hanya terjadi di

ANALISIS DEFECT RATE PENGELASAN DAN PENANGGULANGANNYA DENGAN METODE SIX SIGMA DAN FMEA DI PT PROFAB INDONESIA

BAB II KAJIAN LITERATUR

Statistical Process Control

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN. kuantitatif dan kualitatif. Desain Penelitian ini adalah deskriptif eksploratif yaitu

BAB 3 LANGKAH PEMECAHAN MASALAH. PT. Citra Tunas Baru Gramindo adalah sebuah perusahaan garmen yang

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 4 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

Modul 5 Six Sigma MODUL 5 SIX SIGMA. Laboratorium OSI & K FT. UNTIRTA (Praktikum POSI 2011)

BAB V ANALISA PEMECAHAN MASALAH

Statistical Process Control

V. METODOLOGI A. KERANGKA PEMIKIRAN B. TAHAP-TAHAP PENELITIAN. 1. Observasi Lapang. 2. Pengumpulan Data Kuantitatif

KATA PENGANTAR. mengucapkan terima kasih yang sebesarnya kepada: Pembangunan Nasional Veteran Jawa Timur.

ANALISIS KUALITAS PRODUK NIGHT STAND (PROGRESSIVE 1416) DENGAN METODE SIX SIGMA DI PT. IGA ABADI - PASURUAN

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

ABSTRAK. Kata Kunci: Punch, Kualitas, DMAIC, Upaya Menekan Variasi Kualitas Produk

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. faktor-faktor, unsur-unsur bentuk, dan suatu sifat dari fenomena di masyarakat.

BAB II LANDASAN TEORI. suatu produk atau jasa yang ditentukan oleh pemakai atau customer dan diperoleh

BAB 2 LANDASAN TEORI

METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH

BAB II LANDASAN TEORI. setiap ahli memiliki teori sendiri-sendiri mengenai hal ini. Menurut (Davis, 1994)

2.2 Six Sigma Pengertian Six Sigma Sasaran dalam meningkatkan kinerja Six Sigma Arti penting dari Six Sigma...

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pasar nasional negara lain. Dalam menjaga konsistensinya perusahaan

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

Bab 2 Landasan Teori 2.1. Pengertian Mutu 2.2. Pengertian Pengendalian Mutu 2.3. Konsep dan Tujuan Pengendalian Mutu

BAB III LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

ANALISA DAMPAK KEGAGALAN PROSES PRODUKSI TERHADAP KERUSAKAN PRODUK BAN DENGAN METODE FMEA ( FAILURE MODE AND EFFECT ANALYSIS

BAB III METODE PENELITIAN. Sampel merupakan sebagian anggota dari populasi yang dipilih dengan

BAB 4 PEMBAHASAN. Pengumpulan data dilakukan sebagai bahan pengolahan data yang perlu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sigma bukan merupakan program kualitas yang berpegang pada zero defect (tanpa

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH

BAB 2 LANDASAN TEORI

PENGUKURAN KUALITAS PELAYANAN TERHADAP PENJUALAN ALAT ALAT LISTRIK DENGAN METODE SIX SIGMA ( Studi kasus pada PT. X )

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Oleh : ERLANGGA PUTRANDIE W JURUSAN TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN JAWA TIMUR 2010

ABSTRAK. Kata Kunci: Slide Bracket, Kualitas, Six Sigma, DMAIC, DPMO, Usulan Peningkatan Kualitas

BAB 2 LANDASAN TEORI

Pertemuan 10 Manajemen Kualitas

Transkripsi:

6 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Sejarah & Pengertian Kualitas Pada tahun 1924, W.A. Shewart dari Bell Telephone Laboratories mengembangkan diagram atau grafik statistik untuk mengendalikan variabel-variabel produk. Hal inilah yang menjadi permulaan dari pengendalian kualitas statistikal. Kemudian pada dekade yang sama, H.F. Dodge dan H.G. Romig, keduanya juga dari Bell Telephone mengembangkan teknik pengambilan sampel penerimaan untuk menggantikan inspeksi 100%. Pada tahun 1940, pengendalian kualitas menggunakan metode statistik mulai digunakan di Amerika dengan James Duran sebagai pelopor. Pada tahun 1946, America Society For Quality Control dibentuk. Pada tahun 1950, Edward Demings memberikan kuliah tentang metode statistical kepada insinyurinsinyur Jepang akan pentingnya tanggung jawab kualitas pada manajemen puncak dan di Jepang dimulai penerapan total quality control. Pada akhir era 1980-an, industri otomotif mulai menerapkan pengendalian proses statistik (statistical process control). Industri lainnya dan departemen pertahanan Amerika juga menerapkan SPC. Kemudian konsep baru yang bernama Continous Quality Improvement dibangun yang membutuhkan total quality management. Kemudian penekanan utama terhadap aspek-aspek kualitas semakin berlanjut pada era 1990-an, kemudian terbentuklah ISO 9000 di Amerika Serikat yang menjadi model dunia untuk sistem kualitas. Sampai

7 saat ini ISO telah berkembang menjadi ISO 9000 : 2000 dan dikembangkan pula ISO 14000 yang mengatur tentang kepedulian suatu industri terhadap lingkungan. Kualitas merupakan faktor dasar yang mempengaruhi pilihan konsumen untuk berbagai jenis produk dan jasa yang berkembang pesat dewasa ini. Kualitas secara langsung akan mempengaruhi perkembangan dan pertumbuhan perusahaan, pengeluaran biaya produksi serta kemampuan untuk bersaing pasar. Pengertian kualitas telah didefinisikan dengan cara yang berbeda-beda oleh setiap orang. Menurut Vincent Gasperz, kualitas didefinisikan sebagai konsistensi peningkatan atau perbaikan dan penurunan variasi karakteristik dari suatu produk yang dihasilkan, agar memenuhi kebutuhan yang telah dispesifikasikan, guna meningkatkan kepuasan pelanggan internal maupun eksternal (Gasperz, 1998) dan juga Menurut Gasperz (1997) mutu atau kualitas adalah Kualitas adalah karakteristik suatu produk (barang atau jasa) yang menunjang kemampuannya untuk memenuhi kebutuhan yang telah dispesifikasikan atau segala sesuatu yang memuaskan pelanggan dan sesuai dengan persyaratan serta kebutuhan pelanggan. ( Statistical Process Control hal 1).

8 Menurut Juran (1979), suatu produk dikatakan berkualitas jika produk tersebut memiliki kemampuan untuk memuaskan konsumen pemakainya (Quality is customer satisfaction). Ia mendefinisikan kemampuan ini dalam lima dimensi: 1. Produk harus memenuhi harapan penggunanya. 2. Harus dapat diandalkan (reliable), dapat mempertahankan kualitasnya dalam waktu yang lama. 3. Mudah untuk diperbaiki. 4. Mudah dalam perawatan. 5. Memiliki aturan penggunaan yang mudah atau sederhana. 6. Kualitas adalah kesesuaian dengan tujuan dan manfaatnya. Sedangkan Armand Feigenbaum (1986) Kualitas merupakan keseluruhan karakteristik produk dan jasa meliputi marketing, engineering, manufacture, dan maintanance, dalam mana produk dan jasa tersebut dalam pemakaiannya akan sesuai dengan kebutuhan dan harapan pelanggan. Dan dalam bukunya Total Quality Control mengatakan bahwa kualitas adalah keseluruhan gabungan dari produksi, yaitu dari desain sampai ke penjualan dan di dalamnya termasuk pemeliharaan yang mana sama pentingnya dengan aksi koreksi (Feigenbaum, 1986). Kualitas memiliki berbagai kriteria yang terus menerus berubah. Hal ini menjadi semakin rumit dengan adanya penilaian tiap orang yang berbeda terhadap kriteriakriteria tersebut. Oleh karena itu, keinginan konsumen amatlah penting untuk diukur secara berkala (Goetsch dan Davis, 1997).

9 Dari definisi-definisi yang telah disebutkan di atas, dapat disimpulkan elemenelemen umum sebagai berikut: 1. Kualitas adalah memenuhi atau memuaskan harapan konsumen. 2. Kualitas diterapkan pada produk, pelayanan, manusia, proses dan lingkungan. 3. Kualitas adalah pernyataan yang selalu berubah. Berdasarkan elemen-elemen umum di atas, suatu perusahaan harus mengorientasikan dirinya untuk memberikan produk dan pelayanan yang memenuhi harapan konsumen, dan mengubah persepsinya dari hanya memenuhi kebutuhan pasar bergeser kepada memuaskan harapan konsumen. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa kualitas adalah total campuran dari produk dan karakteristikkarakteristik pelayanan dari pemasaran, rekayasa, manufaktur dan perawatan yang diberikan perusahaan pada konsumen. 2.2 Definisi Pengendalian Kualitas Pengendalian kualitas adalah aktivitas pengendalian proses untuk mengukur ciriciri kualitas produk, membandingkannya dengan spesifikasi atau persyaratan dan mengambil tindakan penyehatan yang sesuai apabila ada perbedaan antara penampilan yang sebenarnya dan yang standar (Purnomo, 2003). Dalam melakukan suatu kegiatan agar dapat terarah tentu harus terdapat tujuan sehingga segala sesuatunya mengarah untuk mencapai tujuan tersebut. Dalam hubunganya dengan

10 kualitas maka tujuan dari kualitas dapat dikatakan sebagai suatu target yang berorientasi pada kualitas (Juran, 1995). Quality Control Penggunaan berbagai teknik dan aktivitas-aktivitas untuk mencapai, mempertahankan dan mengembangkan kualitas dari suatu produk atau jasa yang meliputi spesifikasi atas apa yang dibutuhkan, desain produk atau jasa yang memenuhi spesifikasi, produksi atau instalasi untuk menentukan kesesuaian terhadap spesifikasi apabila diperlukan. Statistical Quality Control (SQC) Pengendalian kualitas statistikal adalah suatu cabang dari pengendalian kualitas yang meliputi pengumpulan, analisis dan interpretasi data yang digunakan dalam aktivitas pengendalian kualitas (Besterfield, 1994). Terminologi yang digunakan antara tahun 1950-an sampai 1960-an yang memiliki pengertian sama dengan Statistical Process Control (Gaspersz, 1998). Statistical Process Control (SPC) Suatu metodologi pengumpulan dan analisis data kualitas, serta penentuan dan interpretasi pengukuran-pengukuran yang menjelaskan tentang proses dalam suatu sistem industri untuk meningkatkan kualitas dari output guna memenuhi

11 kebutuhan dan ekspektasi pelanggan. Suatu terminologi yang digunakan antara tahun 1970-an sampai 1990-an, untuk menjabarkan penggunaan alat-alat statistika dalam memantau dan meningkatkan performansi proses menghasilkan produk berkualitas. Quality Assurance Semua tindakan terencana dan sistematik yang diimplementasikan guna memberikan kepercayaan yang cukup bahwa produk akan memuaskan kebutuhan untuk kualitas tertentu. Total Quality Management (TQM) Semua aktivitas dari fungsi manajemen secara menyeluruh yang menentukan kebijaksanaan kualitas, tujuan-tujuan dan tanggung jawab, mengimplementasikan melalui alat-alat seperti perencanaan kualitas (quality planning), pengendalian kualitas (quality control), jaminan kualitas (quality assurance), dan peningkatan kualitas (quality improvement). Tanggung jawab untuk manajemen kualitas ada pada semua level dari manajemen, tetapi harus dikendalikan dan diarahkan oleh manajemen puncak. Implementasi manajemen kualitas harus melibatkan semua anggota organisasi.

12 Quality System Struktur organisasi, tanggung jawab, prosedur-prosedur, proses dan sumber daya untuk mengimplementasikan manajemen kualitas. Sistem kualitas dari suatu organisasi dirancang terutama untuk memenuhi kebutuhan dari organisasi itu dalam perbaikan kualitas. Dengan demikian system kualitas dapat juga dinyatakan sebagai suatu sistem yang diperlukan untuk mencapai, mendukung dan meningkatkan kualitas.. Data Atribut Data kualitatif yang dapat dihitung untuk pencatatan dan analisis. Contoh dari data atribut karakteristik kualitas adalah ketiadaan label pada kemasan produk, kesalahan proses administrasi buku tabungan nasabah, banyaknya jenis cacat produk, banyaknya produk kayu lapis yang cacat, dll. Data atribut biasanya diperoleh dalam bentuk unit-unit nonkonfirmasi ketidaksesuaian dengan spesifikasi atribut yang ditetapkan. Data Variable Data kuantitatif yang diukur untuk keperluan analisis. Contoh dari data variabel karakteristik kualitas adalah diameter pipa, ketebalan produk kayu lapis, berat semen dalam kantong, dll. Ukuran-ukuran berat, panjang, tinggi, diameter, volume biasanya merupakan data variabel.

13 2.3 Sejarah dan Perkembangan Six Sigma Pada awalnya, konsep Six sigma di dalam dunia industri diperkenalkan dan dipergunakan pertama kali oleh salah satu perusahaan peralatan elektronik yang berbasis di Amerika Serikat, yaitu Motorola Incorporated pada tahun 1979. Pada saat itu Motorola menghadapi kesulitan besar dan berada di dalam bahaya karena kemampuan bersaing yang dimiliki oleh perusahaan tertinggal cukup jauh dari para pesaingnya, terutama perusahaan-perusahaan Jepang yang dapat menghasilkan produk dengan kualitas yang lebih baik dengan harga yang lebih murah. Setelah menyadari bahwa permasalahan utama pada perusahaan adalah buruknya kualitas produk-produk yang dihasilkan, maka Motorola melakukan penelitian dan pengembangan yang akhirnya membawa mereka pada metodologi Six sigma. Sampai pada tahun 1993, kebanyakan proses yang ada di Motorola sudah mencapai tingkat hampir 6 sigma. Dan setelah empat tahun menerapkan Six sigma, penghematan yang diterima perusahaan mencapai $ 2,2 juta. Untuk kesuksesannya menerapkan Six sigma, Motorola mendapatkan Malcom Baldrige National Award pada tahun 1998. Sekarang six sigma telah digunakan oleh beberapa perusahaan dunia seperti General Electric, Dupont Chemical, dan lain-lain dan terbukti memberikan keberhasilan dalam peningkatan produktivitas, penurunan biaya kegagalan, penghematan biaya manufaktur, dan peningkatan tingkat pertumbuhan tahunan.

14 2.4 Definisi Six sigma Sigma adalah huruf ke-18 dari alphabet Yunani yang menggambarkan standar deviasi atau variasi. Breakthrough Management Group (2004) juga mendefinisikan Six sigma sebagai suatu filosofi total manajemen dalam artikelnya What Is Six sigma. Secara sederhana, Six sigma merupakan suatu pendekatan bagi pengambilan keputusan dalam usaha peningkatan proses yang didesain untuk meningkatkan produktivitas dan mengurangi biaya-biaya. Pengertian mengenai Six sigma telah dicoba untuk disimpulkan oleh beberapa pakar, yaitu sebagai berikut: Six sigma Institute menjelaskan bahwa Six sigma berarti pengukuran kualitas untuk mencapai kesempurnaan serta merupakan metodologi untuk mengeliminasi cacat di semua proses mulai dari manufaktur sampai transaksional dan dari produk sampai jasa. Vincent Gaspersz (2002, p9) dalam bukunya Pedoman Implementasi Program Six sigma mengutarakan bahwa Six sigma merupakan ukuran target kinerja industri tentang bagaimana baiknya suatu proses transaksi produk antara pemasok (industri) dan pelanggan (pasar). Six sigma juga dapat dipandang sebagai pengendalian proses industri berfokus pada pelanggan, melalui penekanan pada kemampuan proses (process capability). Six sigma adalah suatu visi peningkatan kualitas menuju target 3,4 kegagalan per sejuta kesempatan (Defect Per Million Opportunity DPMO) untuk setiap transaksi produk (barang atau jasa). Six sigma merupakan sebuah

15 terobosan baru dalam bidang manajemen kualitas berupa suatu metode atau teknik pengendalian dan peningkatan kualitas dramatik menuju tingkat kegagalan 0 (zero defect). Masalah kualitas dapat didefinisikan sebagai kesenjangan atau gap antara kinerja kualitas aktual dan target kinerja yang diharapkan. Oleh karena target kinerja dari six sigma adalah menuju tingkat kegagalan 0 atau tingkat kepuasan 100% bagi pelanggan, maka masalah kualitas berkaitan dengan segala bentuk ketidakpuasan (terdapat kesenjangan antara kebutuhan aktual dari pelanggan dan tingkat kinerja produk dan pelayanan yang diberikan, atau merupakan kebutuhan aktual pelanggan yang tidak dapat dipenuhi melalui produk dan pelayanan yang diberikan oleh suatu proses). (Gaspersz, 2002, p236). Six sigma adalah sebuah sistem yang komprehensif dan fleksibel untuk mencapai, mempertahankan, dan memaksimalkan sukses bisnis. Six sigma secara unik dikendalikan oleh pemahaman yang kuat terhadap kebutuhan pelanggan, pemakaian yang disiplin terhadap fakta, data, dan analisis statistik, dan perhatian yang cermat untuk mengelola, memperbaiki, dan menanamkan kembali proses bisnis. (Pande; Neuman; Cavanagh, 2002, pxi).

16 2.5 Six sigma dari Sudut Pandang Statistik Secara statistik, Six sigma ditandai dengan nilai 3,4 DPMO yang berarti bahwa pelanggan akan puas bila mereka menerima nilai sebagaimana yang mereka harapkan dan perusahaan boleh mengharapkan hanya akan ada 3,4 kegagalan dalam sejuta kesempatan (DPMO) atau mengharapkan bahwa 99,99966% dari apa yang diharapkan pelanggan ada di produk tersebut. Nilai DPMO atas suatu sigma diperoleh dengan cara menggunakan perhitungan distribusi normal. Misalnya untuk 3 sigma, dengan menggunakan tabel distribusi normal akan didapatkan nilai 0,998650. Kemudian dilakukan perhitungan 1-0,998650 untuk mendapatkan nilai di atas spesifikasi, sehingga hasil yang didapat adalah 0,001350. Dengan nilai mean yang berada di tengahtengah distribusi, maka dapat disimpulkan pula bahwa jumlah kemungkinan kegagalan di bawah spesifikasi adalah sama dengan jumlah kemungkinan di atas spesifikasi. Sehingga, didapatkan jumlah kemungkinan kegagalan adalah 0,002700 atau 2700 per sejuta pada level 3 sigma. Namun, konsep Six sigma yang dikembangkan oleh Motorola berbeda dengan konsep distribusi normal yang tidak memberikan kelonggaran akan pergeseran. Sedangkan konsep Six sigma Motorola ini mengijinkan pergeseran 1,5 sigma dari nilai target. Nilai pergeseran 1,5 sigma ini diperoleh dari hasil penelitian Motorola atas proses dan sistem industri. Berdasarkan data-data historis selama bertahun-tahun yang dimiliki oleh Motorola, diperoleh bahwa proses yang terdapat pada perusahaan selalu mengalami pergeseran (drift) nilai tengah rataan

17 (mean) sebesar 1,5σ setiap tahunnya seiring berjalannya waktu. Pergeseran ini disebut sebagai Long Term Dynamic Mean Variation. Kesimpulan yang didapatkan dari penelitian tersebut adalah bahwa suatu proses industri (terutama mass production) yang paling bagus sekalipun tidak akan 100% berada pada satu titik nilai target, tapi akan ada pergeseran sebesar rata-rata 1,5 sigma dari nilai tersebut. Pada perhitungan distribusi normal biasa, nilai 3,4 DPMO hanya menghasilkan 4,5σ dan bukan 6σ seperti seharusnya. Jumlah kecacatan yang diperbolehkan dalam Six sigma menurut distribusi normal adalah 2 DPBO (Defect Per Billion Opportunities). Sedangkan Dengan pergeseran nilai sesuai dengan konsep Motorola, untuk tingkat 6 sigma akan diperoleh nilai DPMO sebesar 3,4 per sejuta. 2.6 Tujuan Six sigma Six sigma bertujuan untuk mencapai tingkat kualitas Six sigma (Six sigma Quality Level), yaitu 3,4 Defect Per Million Opportunities (DPMO) dan meningkatkan profitabilitas dari perusahaan (Harry & Schroeder, 2000, pvii). Selain itu bertentangan dengan apa yang banyak dipercaya oleh beberapa perusahaan dan konsultan, tujuan daripada Six sigma bukanlah sekedar untuk mencapai tingkat kualitas enam sigma. Akan tetapi Six sigma memiliki tujuan utama untuk meningkatkan perolehan keuntungan dan daya saing perusahaan

18 dengan menghilangkan variasi, cacat dan waste yang dapat mengurangi kepercayaan pelanggan. 2.7 Metode DMAIC (Define, Measure, Anaylze, Improve dan Control) Metode DMAIC (Define, Measure, Anaylze, Improve dan Control) merupakan salah satu penerapan six sigma, di mana metode DMAIC ini merupakan sebuah proses untuk peningkatan yang dilakukan terus menerus, bersifat systematic, scientific and berdasarkan dengan data yang ada (fact based). DMAIC adalah proses berulang (closed-loop process) yang bertujuan untuk mengurangi atau menghilangkan proses produksi yang tidak produktif yang berfokus pada pengukuran yang baru dan mengaplikasikan teknologi untuk meningkatkan kualitas. Selain DMAIC penerapan six sigma lainnya menggunakan metode DMADV (Define, Measure, Anaylze, Design dan Verify). DMAIC digunakan untuk meningkatakan proses bisnis yang sedang berjalan, sedangkan DMADV digunakan untuk membuat rancangan produk baru atau merancang proses baru yang hasilnya lebih baik, bisa diprediksi dan bebas cacat.

19 Tahapan DMAIC dilakukan secara berulang dan membentuk siklus peningkatan kualitas six sigma seperti dilihat pada Gambar 2.1. Gambar 2.1 Siklus DMAIC Sumber: www.apertis.com/e_ssix3.html Berikut adalah penjelasan dari tahapan DMAIC: 1. Define, mendefinisikan tujuan-tujuan dalam usaha untuk meningkatkan proses yang sesuai dengan permintaan pelanggan dan tujuan perusahaan. 2. Measure, mengukur proses produksi sekarang dan mengumpulkan data yang dibutuhkan ke depannya untuk perbandingan. 3. Analyze, menganalisa kapabilitas proses produk kemudian mencari hubungan sebab akibat dari faktor penyebab permasalahan yang ada. 4. Improve, meningkatkan proses berdasarkan analisis menggunakan tools yang ada. 5. Control, mengontrol untuk menjalankan usulan-usulan yang diberikan dan kemudian melakukan pengukuran kembali (kapabilitas proses).

20 Jika ditinjau secara umum, siklus DMAIC ini sebenarnya merupakan pengembangan lebih lanjut dari siklus PDCA yang disusun oleh William E. Deming. Perbandingan antara siklus DMAIC dan PDCA dapat dilihat pada Gambar 2.2 di bawah ini. Gambar 2.2 Perbandingan antara Siklus PDCA dan DMAIC 2.8 ALAT PEMECAHAN MASALAH 2.8.1 Analisis Pareto Pada tahun 1897, seorang ahli ekonomi bangsa Italia yang bernama Vilfredo Pareto menyajikan suatu rumus yang menunjukkan bahwa pembagian atau distribusi pendapatan masyarakat tidak merata. Suatu teori yang sama dikemukakan dalam bentuk diagram oleh seorang ahli ekonomi bangsa Amerika bernama M.C. Lorenz pada tahun 1907. Kedua orang sarjana tersebut

21 menjelaskan bahwa pendapatan masyarakat atau tingkat kemakmuran yang tinggi hanya dinikmati oleh sebagian kecil masyarakat saja. Sementara itu, dibidang pengendalian kualitas (Quality Control), Dr. J.M. Juran mengubah metode diagram dari mengklasifikasikan hal-hal yang nampak dalam masalah kualitas ke bentuk sedikit tetapi utama, banyak tetapi remeh. Metode ini dinamakan Analisa Pareto. Ia mengemukakan bahwa dalam banyak kejadian atau kasus, kerusakan-kerusakan dan biaya-biaya atau kerugian timbul dari hal-hal yang tidak seberapa banyak. Analisis pareto adalah proses dalam memperingkat kesempatan untuk menentukan yang mana dari kesempatan potensial yang banyak harus dikejar terlebih dahulu. Analisis pareto harus digunakan pada berbagai tahap dalam suatu program peningkatan kualitas untuk menentukan langkah mana yang harus diambil berikutnya. Analisis pareto digunakan untuk menjawab pertanyaan seperti Pada jenis kerusakan apa kita seharusnya mengkonsentrasikan usaha kita?. Pada dasarnya analisis pareto dapat digunakan sebagai alat interpretasi untuk: Menentukan frekuensi relatif dan urutan pentingnya masalah-masalah atau penyebab-penyebab dari masalah yang ada. Memfokuskan perhatian pada isu-isu kritis dan penting melalui pembuatan ranking terhadap masalah-masalah atau penyebab-penyabab dari masalah itu dalam bentuk yang signifikan.

22 Diagram Pareto diklasifikasikan dalam dua macam tipe sesuai dengan penggunaan diagram tersebut, yaitu: a. Diagram Pareto yang menunjukkan akibat suatu masalah (Pareto Chart by Effect) Disini Diagram Pareto digunakan untuk menemukan masalah apa yang paling utama atau paling penting. Kualitas: jumlah kerusakan, cacat, kesalahan, keluhan, produk yang dikembalikan atau ditolak, perbaikan. Biaya: jumlah kerugian, pemborosan biaya, biaya bunga, biaya stok. Pengiriman: keterlambatan pengiriman. Keselamatan: jumlah kecelakaan, kekeliruan kerja. b. Diagram Pareto yang menunjukkan penyebab-penyebab suatu masalah (Pareto Chart by Causes) Operator: giliran kerja, kelompok kerja, umur, karyawan, pengalaman, keterampilan. Mesin: perlengkapan, peralatan, mesin-mesin, organisasi, model, instrumen. Bahan baku: pabrik, produsen, jenis bahan baku. Metode kerja: kondisi kerja. Lingkungan: temperatur, kebisingan, pencahayaan.

23 Manfaat Diagram Pareto: 1. Diagram Pareto merupakan langkah pertama untuk perbaikan. Di dalam membuat perbaikan, maka perlu diperhatikan hal-hal berikut: Bahwa setiap orang menaruh perhatian untuk bekerjasama. Telah dipilih suatu tujuan atau sasaran yang pasti. Ada akibat atau hasil yang besar. 2. Diagram Pareto dapat dipakai untuk perbaikan segala aspek. Seperti telah dijelaskan diatas bahwa perbaikan tidak hanya dilakukan atas segala kualitas saja, tetapi juga masalah biaya atau efisiensi, penghematan pemakaian bahan atau energi, keselamatan dan sebagainya. Dengan demikian Diagram Pareto dapat digunakan untuk memperbaiki efisiensi pekerjaan kantor, memperbaiki kerusakan mesin, memperbaiki keamanan dan keselamatan kerja dan sebagainya. 3. Diaram Pareto dapat dipakai untuk memperlihatkan bahwa usaha perbaikan telah membuahkan hasil.

24 Bagaimana melakukan analisis pareto: a. Tentukan klasifikasi (kategori pareto) untuk grafik. Jika informasi yang diinginkan tidak ada, dapatkan dengan merancang lembaran pemeriksaan dan lembaran buku harian. b. Pilih suatu interval waktu untuk analisis. Interval harus cukup panjang untuk menjadi wakil kinerja khusus. c. Tentukan kejadian total (misalnya biaya, jumlah kerusakan, dan lain-lain) untuk setiap kategori, juga tentukan total keseluruhan, jika ada beberapa kategori yang menyebabkan hanya bagian kecil dari total, kelompokkan ini ke dalam kategori yang disebut lain-lain. d. Hitung persentase untuk setiap kategori dengan membagi kategori total dengan keseluruhan total dan kalikan dengan 100. e. Urutkan perintah dari kejadian total terbesar sampai terkecil. f. Hitung persentase kumulatif dengan menambah persentase untuk setiap kategori pada beberapa kategori yang terdahulu. g. Buat bagan dengan sumbu vertikal ke kiri berskala 0 sampai sedikitnya total keseluruhan. Berikan nama yang cocok pada sumbu, ukur sumbu vertikal ke kanan dari 0 sampai 100%, dengan 100% pada sisi kanan sama tingginya dengan total keseluruhan pada sisi kiri. h. Beri label sumbu horizontal dengan nama kategori. Kategori paling kiri harus terbesar, kedua terbesar berikutnya dan seterusnya.

25 i. Gambar dalam batang yang mewakili jumlah setiap kategori. Tinggi batang ditentukan oleh sumbu vertikal sebelah kiri. j. Gambar satu garis yang menunjukkan kolom kumulatif dari tabel analisis pareto. Garis persentase kumulatif ditentukan dengan sumbu vertikal kanan. 2.8.2 Diagram sebab Akibat Diagram sebab akibat yang sering disebut juga dengan diagram tulang ikan (Fishbone Diagram) karena bentuknya seperti kerangka ikan atau Diagram Ishikawa (Ishikawa's Diagram) karena pertama kali diperkenalkan oleh Prof. Kaoru Ishikawa dari Universitas Tokyo pada tahun 1953, diagram sebab akibat ini bertujuan untuk memperlihatkan faktor-faktor yang paling berpengaruh pada kualitas hasil atau dengan kata lain diagram ini dipergunakan untuk menunjukkan faktor-faktor penyebab (sebab) dan karakteristik kualitas (akibat) yang disebabkan oleh faktorfaktor penyebab itu. Pada dasarnya diagram sebab akibat dapat dipergunakan untuk kebutuhankebutuhan berikut : a. Membantu mengidentifikasikan akar penyebab dari suatu masalah. b. Membantu membangkitkan ide-ide untuk solusi suatu masalah. c. Membantu dalam penyelidikan atau pencarian fakta lebih lanjut.

26 Diagram sebab akibat ini menunjukkan 5 faktor yang disebut sebagai sebab dari suatu akibat. Kelima faktor itu adalah man (manusia, tenaga kerja), method (metoda), material (bahan), machine (mesin), dan environment (lingkungan). Diagram ini biasanya disusun berdasarkan informasi yang didapatkan dari sumbang saran atau brainstorming. Diagram 2.1 Contoh Skema Diagram Sebab Akibat Langkah-langkah pembuatan diagram sebab akibat: 1. Tentukan masalah atau sesuatu yang akan diamati atau diperbaiki. Gambarkan panah dengan kotak diujung kanannya dan tulis masalah atau sesuatu yang akan diamati atau diperbaiki. 2. Cari faktor utama yang berpengaruh atau mempunyai akibat pada masalah atau sesuatu tersebut. Tuliskan dalam kotak yang telah dibuat di atas dan dibawah panah yang telah dibuat tadi.

27 3. Cari lebih lanjut faktor-faktor yang lebih terinci (faktor-faktor sekunder) yang berpengaruh atau mempunyai akibat pada faktor utama tersebut. Tulislah faktorfaktor sekunder tersebut di dekat atau pada panah yang menghubungkannya dengan penyebab utama. 4. Dari diagram yang sudah lengkap, carilah penyebab-penyebab utama dengan menganalisa data yang ada. Manusia Kurang Training Skill Kurang Kurang Teliti Bahan Kurang Diseleksi Mesin Kemampuan Terbatas Kurang Perawatan Pemakaian Material Kurang Efisien Cacat Pada pakaian Kualitas Jelek Prosedur Tidak Beraturan Material Metode Diagram 2.2 Contoh Diagram Sebab Akibat 2.8.3 Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) FMEA adalah sebuah metodologi yang digunakan untuk menganalisa dan menemukan semua kegagalan-kegagalan yang potensial terjadi pada suatu sistem, menemukan efek-efek dari kegagalan yang terjadi pada sistem dan

28 kemudian mencari cara bagaimana untuk memperbaiki atau mengurangi kegagalan-kegagalan atau efek-efeknya pada sistem. Perbaikan dan pengurangan yang dilakukan biasanya berdasarkan pada sebuah ranking dari severity dan probability dari kegagalan. Beberapa keuntungan dari FMEA adalah: Membantu desainer untuk mengidentifikasi dan mengeliminasi atau mengendalikan cara kegagalan yang membahayakan serta mengurangi kerusakan terhadap sistem dan penggunanya. Meningkatnya keakuratan dari perkiraan terhadap peluang dari kegagalan yang akan dikembangkan. Realibilitas dari produk akan meningkat, karena waktu untuk melakukan desain akan dikurangi berkaitan dengan melakukan identifikasi dan perbaikan dari masalah-masalah.

29 Gambar 2.3 Contoh FMEA Definisi serta pengurutan/pemberian ranking dari berbagai terminologi dalam FMEA adalah sebagai berikut: 1. Mode Kegagalan Potensial (Potential Failure Mode Quality Risk) adalah kegagalan atau kecacatan dalam desain yang menyebabkan sistem itu tidak berfungsi sebagaimana mestinya. 2. Penyebab Potensial dari Kegagalan (Potential Effect of Failure) adalah kelemahan-kelemahan desain dan perubahan dalam variabel yang akan mempengaruhi proses dan menghasilkan kecacatan produk. 3. Severity (S) adalah suatu perkiraan subyektif atau estimasi tentang tingkat parahnya kerusakan atau bagaimana buruknya pengguna akhir akan merasakan akibat dari kegagalan tersebut. Berikut adalah kriteria dari severity yang ditunjukkan pada Tabel 2.1 di bawah ini.

30 Tabel 2.1 Kriteria Severity Effect Criteria ( Severity of Effect) Rank Berbahaya, tanpa peringatan Berbahaya, dengan peringatan Sangat tinggi Tinggi Sedang Rendah Memungkinkan untuk membahayakan mesin atau operator, ranking sangat tinggi apabila berhubungan dengan penggunaan kendaraan secara aman atau tidak sesuai dengan peraturan pemerintah. Kegagalan akan timbul tanpa peringatan Memungkinkan untuk membahayakan mesin atau operator, ranking sangat tinggi apabila berhubungan dengan penggunaan kendaraan secara aman atau tidak sesuai dengan peraturan pemerintah. Kegagalan akan timbul dengan adanya peringatan Gangguan utama pada lini produksi, semua hasil produksi (100%) harus dibuang, produk kehilangan fungsi utama. Konsumen sangat tidak puas. Gangguan minor pada lini produksi, produksi harus dipilih dan sebagian besar produk (dibawah 100%) harus dibuang, fungsi produk menurun. Konsumen tidak puas. Gangguan minor pada lini produksi, sebagian kecil produk harus dibuang, produk dapat digunakan, namun kenyamanan terganggu. Konsumen kurang puas Gangguan minor pada lini produksi, 100% produk mungkin harus di-rework. Produk dapat digunakan namun kemampuan 10 9 8 7 6 5

31 Sangat Rendah Minor Sangat Minor rendah. Konsumen merasa sedikit kecewa Gangguan minor pada lini produksi, produk jadi harus dipilah pilih dan sebagian kecil harus di-rework. Ketidaksesuaian produk kecil, kerusakan dapat dideteksi oleh kebanyakan konsumen Sebagian kecil produk harus di-rework, namun dilakukan di lini produksi dan di luar stasiun kerja, kerusakan diketahui oleh sebagian besar konsumen. Sebagian kecil produk harus di-rework, namun dilakukan di lini produksi dan di dalam stasiun kerja, kerusakan diketahui oleh sangat sedikit konsumen. 4 3 2 Tidak ada Tidak ada Efek 1 4. Occurence (O) adalah suatu perkiraan mengenai kemungkinan dari penyebab yang akan terjadi dan menghasilkan modus kegagalan yang menyebabkan akibat tertentu. Tabel 2.2 menunjukkan skala rating occurrence.

32 Tabel 2.2 Kriteria Occurrence Probability Of Failure Possible Failure rate Cpk Rank Sangat Tinggi : Kegagalan hampir tak dapat dihindari Tinggi: Kegagalan sangat mirip dengan beberapa kegagalan sebelumnya yang memang sering sekali gagal Sedang: Dapat dikaitkan dengan kegagalan sebelumnya yang sering terjadi, namun tidak dalam proporsi besar >=1 dari 2 < 0,33 10 1 dari 3 >= 0,33 9 1 dari 8 >= 0,51 8 1 dari 20 >= 0,67 7 1 dari 80 >= 0,83 6 1 dari 400 >=1,00 5 1 dari 2000 >=1,17 4 Rendah: Kegagalan yang terisolasi dan dapat diasosiasikan dengan beberapa proses yang 1 dari 15000 >= 1,33 3 serupa Sangat Rendah: Hanya kegagalan - kegagalan terisolasi yang serupa dengan proses yang 1 dari 150000 >= 1,50 2 identik. Sangat kecil: Kegagalan hampir tidak mungkin, belum pernah terjadi kegagalan serupa di proses lain yang identik <=1 dari 1500000 >= 1,67 1

33 5. Detection (D) adalah perkiraan subyektif tentang kemungkinan untuk mendeteksi penyebab dari kegagalan yang ada sebelum produk tersebut keluar dari proses produksi. Untuk dapat menentukan angka Detection dapat dilihat pada Tabel 3.4. 6. Risk Priority Number (RPN) merupakan hasil perkalian antara rating severity, detection dan rating occurance dengan rumus: RPN = (S) x (O) x (D). Nilai ini harus digunakan untuk mengurutkan perhatian yang harus diberikan pada proses tersebut. Untuk RPN yang besar, team harus mampu menurunkan nilai resiko, umumnya perhatian tertinggi harus diberikan pada Severity (S) tertinggi. Tabel 2.3 Kriteria Detection Kriteria: Keberadaan dari cacat dapat dideteksi oleh Detection kontrol proses sebelum koponen atau hasil produksi lolos ke proses selanjutnya. Rank Hampir tidak mungkin Tidak ada kontrol yang tersedia untuk jenis kegagalan ini 10 Detection Kriteria: Keberadaan dari cacat dapat dideteksi oleh kontrol proses sebelum koponen atau hasil produksi lolos ke proses selanjutnya. Rank

34 Sangat kecil kemungkinannya Kecil kemungkinannya Sangat rendah Rendah Sedang Agak tinggi Tinggi Sangat tinggi Hampir pasti terdeteksi Sangat tidak mungkin untuk kontrol yang ada dapat mendeteksi kegagalan ini Tidak mungkin kontrol yang ada tidak dapat mendeteksi kegagalan yang ada Sangat rendah kemungkinan untuk kontrol yang ada dapat mendeteksi kegagalan ini Rendah kemungkinan untuk kontrol yang ada dapat mendeteksi kegagalan ini Ada kemungkinan untuk kontrol yang ada dapat mendeteksi kegagalan ini Cukup kemungkinan untuk kontrol yang ada dapat mendeteksi kegagalan ini Mungkin untuk kontrol yang ada dapat mendeteksi kegagalan ini Sangat mungkin untuk kontrol yang ada dapat mendeteksi kegagalan ini Hampir pasti kontrol yang ada dapat menangkap kegagalan proses seperti ini, karena sudah diketahui dari proses yang serupa. 9 8 7 6 5 4 3 2 1

35 7. Recommended Action adalah satu atau lebih tindakan yang dibuat untuk mengatasi permasalahan dan meningkatkan Risk Priority Number (RPN). 2.9 Statistical Proces Control (SPC) Statistical Process Control merupakan suatu terminologi untuk menjabarkan penggunaan teknik-teknik statistikal (statistical techniques) dalam memantau dan meningkatkan performansi proses menghasilkan produk berkualitas. SPC mulai digunakan sejak tahun 1970-an (Gaspersz, 1998). Peta kontrol pertama kali diperkenalkan dengan maksud untuk menghilangkan variasi tidak normal melalui pemisahan variasi yang disebabkan oleh penyebab khusus (special - causes variation) dan variasi yang disebabkan oleh penyebab umum (common - causes variation). Pada dasarnya semua proses menampilkan variasi, namun manajemen harus mampu mengendalikan proses dengan cara menghilangkan variasi penyebab khusus dari proses itu, sehingga variasi yang melekat pada proses hanya disebabkan oleh variasi penyebab umum. Pada dasarnya peta-peta kontrol digunakan untuk : Menentukan apakah suatu proses berada dalam batas kendali, dengan demikian petapeta kontrol digunakan untuk mencapai suatu keadaan terkendali, dengan semua nilai rata-rata dan range dari sub-subgroup contoh berada dalam batas-batas pengendalian (control limit), oleh karena itu variasi penyebab khusus menjadi tidak ada lagi dalam proses.

36 Memantau proses secara terus menerus sepanjang waktu agar proses tetap stabil dan hanya mengandung variasi penyebab umum. Menentukan kemampuan proses (process capability) setelah proses berada dalam batas kendali. 2.9.1 Variasi Penyebab Khusus dan Umum Dalam pelaksanaan proses produksi untuk menghasilkan suatu hasil seringkali sulit menghindari terjadinya variasi pada proses. Gasperz (1998) mendefinisikan variasi sebagai ketidak-seragaman dalam sistem produksi operasional sehingga perbedaan dalam kualitas hasil (barang atau jasa yang dihasilkan). Pada dasarnya dikenal dua sumber atau penyebab timbulnya variasi, yaitu variasi penyebab khusus dan variasi penyebab umum. Gasperz (1998) menjelaskan lebih lanjut tentang kedua jenis variasi tersebut sebagai berikut : 1. Variasi Penyebab Khusus (Spesial Causes of Variation). Adalah kejadian-kejadian di luar sistem yang mempengaruhi variasi dalam sistem. Penyebab khusus dapat bersumber dari manusia, peralatan, material, lingkungan, metoda kerja, dan lain-lain. Penyebab khusus ini mengambil pola-pola non acak sehingga diidentifikasikan atau ditemukan, sebab mereka tidak selalu aktif dalam proses tetapi memiliki pengaruh yang lebih kuat pada proses sehingga menimbulkan variasi. Dalam konteks pengendalian proses menggunakan peta-peta kendali (control charts), jenis variasi ini sering ditandai dengan titik-titik pengamatan yang

37 melewati atau keluar dari batas-batas pengendalian yang didefinisikan (defined control limits). 2. Variasi Penyebab Umum (Common Causes of Variation). Adalah faktor-faktor di dalam sistem atau yang melekat pada proses yang menyebabkan timbulnya variasi dalam sistem serta hasil-hasilnya. Penyebab umum sering disebut juga penyebab acak (random causes) atau penyebab sistem (system causes). Karena penyebab umum ini selalu melekat pada sistem, untuk menghilangkannya kita harus menelusuri elemen-elemen dalam sistem itu dan hanya pihak manajemen yang memperbaikinya, karena pihak manajemen yang mengendalikan sistem tersebut. Dalam konteks pengendalian proses dengan menggunakan peta-peta kendali (control charts), jenis variasi ini sering ditandai dengan titik-titik pengamatan yang berada dalam batas-batas pengendalian yang didefinisikan. 2.9.2 Jenis Peta Kendali Terdapat dua kategori luas dari grafik kontrol : satu yang digunakan dengan data berkelanjutan (misalnya, pengukuran) dan mereka yang digunakan dengan data atribut (misalnya, perhitungan). Bagian ini menggambarkan berbagai grafik untuk data berbeda ini.

38 2.9.3 Peta Kendali Atribut 2.9.3.1 Grafik kontrol untuk proporsi kerusakan (grafik p) Grafik p adalah alat statistik untuk mengevaluasi proporsi kerusakan atau proporsi ketidak-sesuaian yang dihasilkan oleh sebuah proses. Grafik p dapat diterapkan kepada variabel manapun dimana pengukuran kinerja yang tepat adalah hitungan unit. Grafik p menjawab pertanyaan "apa suatu penyebab khusus variasi disebabkan kecenderungan pusat dari proses ini untuk menghasilkan jumlah unit rusak yang besar atau kecil secara tidak normal selama jangka waktu pengamatan?" 2.9.3.2 Persamaan Grafik Kontrol p Seperti semua grafik control, grafik p terdiri dari tiga pedoman : l. Garis tengan (Central Line), yang biasanya dinotasikan CL. 2. Sepasang batas kendali (Control Limits), dimana satu batas kendali ditempatkan di atas garis tengah yang dikenal sebagai batas kendali atas (Upper Control Limits), biasanya dinotasikan sebagai UCL 3. Batas yang ditempatkan di bawah garis tengah yang dikenal sebagai batas kendali bawah (Lower Control Limits), biasanya dinotasikan sebagai LCL.

39 p = jumlah unit cacat ukuran subgroup total cacat p = total inspeksi p = CL LCL = p 3 p (1 p) n UCL = p + 3 p(1 p) n Dalam persamaan diatas, n adalah ukuran sub kelompok. Jika ukuran sub kelompok berbeda, batas control juga akan berbeda, menjadi lebih dekat bersamasama sebagaimana n meningkat. 2.9.3.3 Kapabilitas Proses Hubungan antara variasi natural dari proses dan spesifikasi desain produk sering dihitung dengan pengukuran yang disebut kapabilitas proses. Dalam mendiskusikan tentang kapabilitas proses, perlu dipertimbangkan dua konsep yang berbeda ini: Kapabilitas proses ditentukan oleh variasi yang bersumber dari variasi penyebab umum. Secara umum kapabilitas proses menggambarkan performansi terbaik (misalnya range minimum) dari proses itu sendiri. Dengan demikian kapabilitas proses berkaitan dengan variasi proses tanpa mempedulikan dimana spesifikasi

40 (didefinisikan sebagai kebutuhan pelanggan) itu berada berkaitan dengan lokasi dan/ atau range dari proses. Pelanggan (Internal atau Eksternal) biasanya lebih memperhatikan output secara keseluruhan dari proses dan bagaimana output itu memenuhi kebutuhan mereka (diidentifikasikan sebagai spesifikasi), tanpa mamperdulikan variasi dari proses. Karena suatu proses dalam pengendalian statistika secara umum digambarkan melalui suatu ditribusi yang dapat diperkirakan, proporsi dari parts dalam spesifikasi dapat diperkirakan dari distribusi ini. Sepanjang proses berada dalam pengendalian statistikal dan tidak berubah dalam lokasi, range, atau bentuk, maka itu akan menghasilkan parts dalam spesifikasi dengan distribusi yang sama. Tindakan pertama pada proses harus mengalokasikan pada nilai target yang merupakan kebutuhan pelanggan (didefinisikan sebagai spesifikasi output). Setelah itu apabila range dari proses masih belum dapat diterima, misalnya masih terdapat sejumlah minimum parts di luar spesifikasi yang diproduksi, maka pihak manajemen industri harus mengambil tindakan pada sistem melalui mengurangi variasi yang bersumber dari variasi penyebab-umum, yang biasanya diperlukan untuk meningkatkan kapabilitas proses beserta outputnya untuk memenuhi spesifikasi (kebutuhan pelanggan) secara konsisten. Dengan demikian pihak manajemen industri pertama kali harus mambawa proses ke dalam pengendalian statistikal dengan mendeteksi dan mengambil tindakan terhadap variasi penyebab-khusus. Setelah itu performansi proses diperkirakan dan kapabilitas proses untuk memenuhi kebutuhan

41 dan ekspektasi pelanggan dievaluasi. Langkah-langkah ini merupakan basis untuk perbaikan proses terus menerus. Praktek-praktek yang dapat diterima dalam dunia industri adalah kapabilitas proses baru dihitung dan dipergunakan hanya jika proses itu berada dalam keadaan pengendalian statistikal. Kapabilitas digunakan sebagai landasan untuk memperkirakan bagaimana proses akan beroperasi berdasarkan data statistikal yang dikumpulkan dari proses itu. Perhitungan Kapabilitas proses untuk peta atribut : Capability process = Cp = 1 p