INDIKASI PERUBAHAN IKLIM DARI PERGESERAN BULAN BASAH, KERING, DAN LEMBAB



dokumen-dokumen yang mirip
ANALISIS STATISTIK INTENSITAS CURAH HUJAN DI INDONESIA UNTUK EVALUASI PERUBAHAN IKLIM

PENGARUH MONSUN MUSIM PANAS LAUT CHINA SELATAN TERHADAP CURAH HUJAN DI BEBERAPA WILAYAH INDONESIA

Analisis Variasi Cuaca di Daerah Jawa Barat dan Banten

PERUBAHAN KLIMATOLOGIS CURAH HUJAN DI YOGJAKARTA, SEMARANG, SURABAYA, PROBOLINGGO DAN MALANG

PERUBAHAN KLIMATOLOGIS CURAH HU]AN DI DAERAH ACEH DAN SOLOK

EVALUASI MUSIM HUJAN 2007/2008 DAN PRAKIRAAN MUSIM KEMARAU 2008 PROVINSI BANTEN DAN DKI JAKARTA

PENERAPAN DISTRIBUSI PELUANG UNTUK IDENTIFIKASI PERUBAHAN KLIMATOLOGIS CURAH HUJAN EKSTRIM

ANALISIS FENOMENA PERUBAHAN IKLIM DAN KARAKTERISTIK CURAH HUJAN EKSTRIM DI KOTA MAKASSAR

KARAKTER CURAH HUJAN DI INDONESIA. Tukidi Jurusan Geografi FIS UNNES. Abstrak PENDAHULUAN

PENGARUH DIPOLE MODE TERHADAP CURAH HUJAN DI INDONESIA

Klasifikasi Iklim. Klimatologi. Meteorology for better life

ANALISIS POLA DAN INTENSITAS CURAH HUJAN BERDASAKAN DATA OBSERVASI DAN SATELIT TROPICAL RAINFALL MEASURING MISSIONS (TRMM) 3B42 V7 DI MAKASSAR

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis Hujan Ekstrim Berdasarkan Parameter Angin dan Uap Air di Kototabang Sumatera Barat Tia Nuraya a, Andi Ihwan a*,apriansyah b

PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2011/2012 PADA ZONA MUSIM (ZOM) (DKI JAKARTA)

PROYEKSI PERUBAHAN IKLIM TAHUN DI WILAYAH ZONA MUSIM (ZOM) PROVINSI SUMATERA BARAT

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Studi Variabilitas Lapisan Atas Perairan Samudera Hindia Berbasis Model Laut

Musim Hujan. Musim Kemarau

KARAKTERISTIK CURAH HUJAN DKI JAKARTA DENGAN METODE EMPIRICAL ORTHOGONAL FUNCTION (EOF)

ANALISIS KARAKTERISTIK INTENSITAS CURAH HUJAN DI KOTA BENGKULU

Hasil dan Pembahasan

KATA PENGANTAR PANGKALPINANG, APRIL 2016 KEPALA STASIUN METEOROLOGI KLAS I PANGKALPINANG MOHAMMAD NURHUDA, S.T. NIP

Oleh Tim Agroklimatologi PPKS

ANALISIS MUSIM KEMARAU 2015 DAN PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2015/2016

Bulan Basah (BB) : Bulan dengan curah hujan lebih dari 100 mm (jumlah curah hujan bulanan melebihi angka evaporasi).

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

KATA PENGANTAR TANGERANG SELATAN, MARET 2016 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG. Ir. BUDI ROESPANDI NIP

Informasi Data Pokok Kota Surabaya Tahun 2012 BAB I GEOGRAFIS CHAPTER I GEOGRAPHICAL CONDITIONS

Pengaruh Dipole Mode dan El Nino Southern Oscillation Terhadap Awal Tanam dan Masa Tanam di Kabupaten Mempawah

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS II PONDOK BETUNG ANALISIS MUSIM KEMARAU 2013 DAN PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2013/2014

Analisis Karakteristik Intensitas Curah Hujan di Kota Bengkulu

Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian

BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG

PRAKIRAAN KONDISI IKLIM DI INDONESIA (UPDATE OKTOBER 2016)

Kajian Curah Hujan untuk Pemutahiran Tipe Iklim Beberapa Wilayah di Kalimantan Tengah

ANALISA VARIABILITAS CURAH HUJAN DI PALU BERDASARKAN DATA PENGAMATAN TAHUN

Buletin Analisis Hujan Bulan April 2013 dan Prakiraan Hujan Bulan Juni, Juli dan Agustus 2013 KATA PENGANTAR

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

SIRKULASI ANGIN PERMUKAAN DI PANTAI PAMEUNGPEUK GARUT, JAWA BARAT

Buletin Analisis Hujan dan Indeks Kekeringan Bulan Juli 2012 dan Prakiraan Hujan Bulan September, Oktober dan November 2012 KATA PENGANTAR

Iklim / Climate BAB II IKLIM. Climate. Berau Dalam Angka 2013 Page 11

Propinsi Banten dan DKI Jakarta

ANALISIS HUJAN BULAN JUNI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN AGUSTUS, SEPTEMBER DAN OKTOBER 2011 PROVINSI DKI JAKARTA

IDENTIFIKASI PERUBAHAN DISTRIBUSI CURAH HUJAN DI INDONESIA AKIBAT DARI PENGARUH PERUBAHAN IKLIM GLOBAL

Buletin Analisis Hujan dan Indeks Kekeringan Bulan April 2012 dan Prakiraan Hujan Bulan Juni, Juli dan Agustus 2012 KATA PENGANTAR

POLA ARUS PERMUKAAN PADA SAAT KEJADIAN INDIAN OCEAN DIPOLE DI PERAIRAN SAMUDERA HINDIA TROPIS

ANALISIS HUJAN BULAN MEI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN JULI, AGUSTUS DAN SEPTEMBER 2011 PROVINSI DKI JAKARTA

Jurusan Geofisika dan Meteorologi, FMlPA IPB

PENGARUH EL NIÑO 1997 TERHADAP VARIABILITAS MUSIM DI PROVINSI JAWA TIMUR

ANALISIS MUSIM KEMARAU 2011 DAN PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2011/2012 PROVINSI DKI JAKARTA

ANALISIS HUJAN BULAN OKTOBER 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN DESEMBER 2011, JANUARI DAN FEBRUARI 2012 PROVINSI DKI JAKARTA 1.

KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI

BAB I PENDAHULUAN. perencanaan dan pengelolaan sumber daya air (Haile et al., 2009).

KATA PENGANTAR. Negara, September 2015 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI NEGARA BALI. NUGA PUTRANTIJO, SP, M.Si. NIP

KEKERINGAN TAHUN 2014: NORMAL ATAUKAH EKSTRIM?

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. interaksi proses-proses fisik dan kimia yang terjadi di udara (atmosfer) dengan permukaan

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS II PONDOK BETUNG

Prakiraan Musim Kemarau 2018 Zona Musim di NTT KATA PENGANTAR

Gambar 4 Diagram alir penelitian

Buletin Analisis Hujan Bulan Februari 2013 dan Prakiraan Hujan Bulan April, Mei dan Juni 2013 KATA PENGANTAR

KATA PENGANTAR. Banjarbaru, Oktober 2012 Kepala Stasiun Klimatologi Banjarbaru. Ir. PURWANTO NIP Buletin Edisi Oktober 2012

Unsur-unsur iklim yang menunjukan pola keragaman yang jelas merupakan dasar dalam melakukan klasifikasi iklim. Unsur iklim yang sering dipakai adalah

Faktor-faktor Pembentuk Iklim Indonesia. Perairan laut Indonesia Topografi Letak astronomis Letak geografis

PRAKIRAAN KONDISI IKLIM DI INDONESIA (UPDATE NOVEMBER 2016)

Hidrometeorologi. Pertemuan ke I

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGANTAR GEOGRAFI Oleh: Djunijanto, S.Pd

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS II PONDOK BETUNG

PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 2 (2013), Hal ISSN :

PENGARUH FENOMENA GLOBAL DIPOLE MODE POSITIF DAN EL NINO TERHADAP KEKERINGAN DI PROVINSI BALI

EVALUASI CUACA BULAN JUNI 2016 DI STASIUN METEOROLOGI PERAK 1 SURABAYA

Prakiraan Musim Hujan 2015/2016 Zona Musim di Nusa Tenggara Timur

Bab 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Penelitian Terdahulu

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. banyak sekali dampak yang ditimbulkan oleh pemanasan global ini.

Buletin Analisis Hujan dan Indeks Kekeringan Bulan Desember 2012 dan Prakiraan Hujan Bulan Februari, Maret dan April 2013 KATA PENGANTAR

Maksimum dan Minimum di Perak I Relative Humidity, Atmospheir Pressure and Temperature at Perak I Kelembaban/ Tekanan Udara/ Temperatur/

ANALISIS HUJAN BULAN PEBRUARI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN APRIL, MEI DAN JUNI 2011 PROVINSI DKI JAKARTA

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PENENTUAN WAKTU TANAM KEDELAI (Glycine max L. Merrill) BERDASARKAN NERACA AIR DI DAERAH KUBUTAMBAHAN KABUPATEN BULELENG

Bulan Januari-Februari yang mencapai 80 persen. Tekanan udara rata-rata di kisaran angka 1010,0 Mbs hingga 1013,5 Mbs. Temperatur udara dari pantauan

ANALISIS PENGARUH MADDEN JULIAN OSCILLATION (MJO) TERHADAP CURAH HUJAN DI KOTA MAKASSAR

IMPLEMENTASI KARAKTERISTIK CURAH HUJAN DAN EVAPORASI DI DAERAH BERIKLIM KERING UNTUK PERTANIAN (Studi Kasus Jawa timur)

I. PENDAHULUAN. negara yang sampai saat ini belum dapat mengakses air bersih walaupun

Kementerian PPN/Bappenas

ANALISIS VARIABILITAS CURAH HUJAN WILAYAH INDONESIA BERDASARKAN PENGAMATAN TAHUN Ina Juaeni Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional

ANALISIS ANGIN ZONAL DI INDONESIA SELAMA PERIODE ENSO

DAMPAK KEKERINGAN DAN GANGGUAN ASAP AKIBAT EL NINO 2015 TERHADAP PERFORMA TANAMAN KELAPA SAWIT DI BAGIAN SELATAN SUMATERA

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

KATA PENGANTAR. Semarang, 22 maret 2018 KEPALA STASIUN. Ir. TUBAN WIYOSO, MSi NIP STASIUN KLIMATOLOGI SEMARANG

Buletin Analisis Hujan Bulan Januari 2013 dan Prakiraan Hujan Bulan Maret, April dan Mei 2013 KATA PENGANTAR

PEMANASAN GLOBAL Dampak terhadap Kehidupan Manusia dan Usaha Penanggulangannya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Brady (1969) bahwa untuk mendapatkan pertumbuhan tanaman yang baik, air harus ditambahkan bila 50-85% dari air tersedia telah habis terpakai.

Kita awali fenomena geosfer dari yang pertama: Atmosfer

FAKTOR-FAKTOR PEMBENTUK IKLIM INDONESIA. PERAIRAN LAUT INDONESIA TOPOGRAFI LETAK ASTRONOMIS LETAK GEOGRAFIS

Dampak Pemanasan Global Terhadap Perubahan Iklim di Indonesia Oleh : Ahkam Zubair

BAB I GEOGRAFI. Kabupaten Tegal Dalam Angka

Transkripsi:

ISBN : 978-979-79--8 INDIKASI PERUBAHAN IKLIM DARI PERGESERAN BULAN BASAH, KERING, DAN LEMBAB Lilik Slamet S., Sinta Berliana S. Pusat Pemanfaatan Sains Atmosfer dan Iklim LAPAN, lilik_lapan@yahoo.com, lilik@bdg.lapan.go.id ABSTRACT Was carried out by classification of the monthly rainfall to locations in Indonesia to the wet month, humid, and dry. This criterion of month kinds was based on classification from Schmidth-Fergusson. The monthly rainfall data that was used the period of the varying time that was divided in three periods, that is the one period (before reversal happening fasa the number sunspot; before 976), the period II (after reversal happening fasa the number sunspot; after 975), and the period III (the extension of time of the period II to see the pattern in the future time). Data processing and the analysis used the statistical method take the form of mean and the mode. Results showed the shift in the wet season and the dry season in Solok, Padang, Kotaraja, Palembang, Pontianak, Semarang, Surabaya, and Jakarta happened. While the Telukbetung, Maros, and Banyuwangi did not happen the shift in the wet season and the dry season. So reversal fasa the number sunspot changed and shifted the wet season and the dry season to some locations of the research. Keyword : changes, climate, shifting, wet, dry ABSTRAK Telah dilakukan penggolongan curah hujan bulanan pada lokasi di Indonesia menjadi bulan basah, lembab, dan kering. Kriteria jenis-jenis bulan tersebut berdasarkan penggolongan dari Schmidth-Fergusson. Data curah hujan bulanan yang digunakan periode waktunya bervariasi yang terbagi ke dalam tiga periode, yaitu periode I (sebelum terjadi pembalikan fasa bilangan sunspot; sebelum tahun 976), periode II (setelah terjadi pembalikan fasa bilangan sunspot;setelah tahun 975), dan periode III (perpanjangan waktu dari periode II untuk melihat pola ke depan). Pengolahan data dan analisis menggunakan metode statistik berupa mean dan modus. Hasil menunjukkan telah terjadi pergeseran waktu kejadian bulan basah dan bulan kering untuk lokasi Solok, Padang, Kotaraja, Palembang, Pontianak, Semarang, Surabaya, dan Jakarta. Sementara lokasi Telukbetung, Maros, dan Banyuwangi tidak terjadi pergeseran waktu kejadian bulan basah maupun bulan kering. Kata kunci : perubahan, iklim, pergeseran, basah, kering. PENDAHULUAN Sampai saat ini masyarakat kita masih menyebut bulan-bulan basah atau musim basah adalah Desember, Januari, Februari (DJF). Sedangkan bulan-bulan kering identik dengan Juni, Juli, Agustus (JJA). lainnya dalam setahun masuk ke dalam bulan-bulan peralihan. Peralihan dari musim penghujan ke musim kemarau terjadi pada Maret, April, dan Mei. Sedangkan musim peralihan sebaliknya adalah September, Oktober, dan Nopember. Seringkali orang menyebutkan kalau bulan basah dan bulan kering selalu sama untuk setiap lokasi/tempat di Indonesia. Indonesia sendiri memiliki tiga tipe curah hujan yaitu tipe monsunal, equatorial, dan lokal. Adalah tidak benar menggeneralisasi bahwa musim penghujan di Indonesia adalah pada bulan Nopember sampai April dan musim kemarau adalah bulan Mei sampai dengan Oktober. Hal ini dikarenakan iklim atau musim yang berbeda-beda untuk setiap daerah Indonesia. Perbedaan iklim dipengaruhi oleh faktor pengendali iklim yang mencakup radiasi surya, letak geografis, ketinggian, posisi lokasi terhadap laut, pusat tekanan tinggi (high) dan rendah (low), aliran massa udara, halangan oleh pegunungan, dan arus laut. Padahal mungkin saja sepanjang sejarah bumi, variabilitas iklim dapat saja telah berubah. Perubahan tataguna lahan adalah langkah pertama manusia dari serangkaian proses dalam mengubah iklim secara tidak disengaja. Iklim di suatu kawasan merupakan hasil interaksi dari lingkungan luar bumi dan dari dalam bumi sendiri (Rozari, 99). Lingkungan luar bumi berasal Prosiding Seminar Nasional Pemanasan Global dan Perubahan Global Fakta, Mitigasi, dan Adaptasi 6

ISBN : 978-979-79--8 dari atmosfer (lingkungan udara) dan matahari. Lingkungan dalam bumi sendiri mencakup hidrosfer (lingkungan air), lithosfer (lapisan batuan), cryosfer (salju), dan biosfer (lapisan makhluk hidup). Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan tujuan penelitian ini adalah mengetahui apakah telah terjadi pergeseran waktu kejadian bulan basah dan bulan kering di Indonesia.. DATA DAN PENGOLAHANNYA Data yang dibutuhkan adalah data curah hujan bulanan untuk lokasi di Indonesia seperti tersaji pada tabel. Pada tabel terlihat, pertama bahwa periode pengamatan untuk setiap lokasi yang tidak sama. Kedua, antara periode I dan II memiliki waktu lamanya tahun pengamatan yang sama satu sama lain. Hal ini menyesuaikan dengan kaidah statistika, bahwa untuk mendapatkan nilai rataan yang sama harus memiliki ulangan yang sama pula. Ketiga, periode III memiliki waktu lamanya tahun pengamatan yang tidak sama dengan periode I atau periode II. Hal ini untuk menunjukkan apakah jika diperpanjang waktu tahun pengamatan akankah terjadi dan berpengaruh pada jumlah dan pergeseran bulan basah, kering, atau lembab. Begitu pula dengan awal tahun pengamatan periode I antara satu lokasi dengan lokasi penelitian lain tidak sama. Hal ini dikarenakan keterbatasan data dari penelitian ini. Tabel. Data Dan Pembagian Curah Hujan Yang Digunakan No Lokasi I II III.... 5. 6. 7. 8. 9... Solok (Sumatera Barat) Padang (Sumatera Barat) Kotaraja (Nangroe Aceh Darusalam) Telukbetung (Lampung) Palembang (Sumatera Selatan) Pontianak (Kalimantan Barat) Maros (Sulawesi Selatan) Semarang (Jawa Tengah) Banyuwangi (Jawa Timur) Surabaya (Jawa Timur) Jakarta (DKI Jakarta) 95-975 95-975 95-975 95-975 95-975 95-975 95-975 95-975 95-975 95-975 95-975 976-976- 976-976- 976-976-998 976-976- 976-976- 976-976- 976-976- 976-99 976-976-5 976-976-5 976-997 Pengambilan data dan periode curah hujan dari 95-975 karena berdasarkan penelitian dari The Houw Liong et al (6) yang menyatakan bahwa telah terjadi pembalikan fasa terhadap siklus bilangan sunspot dari periode waktu 95-975 (periode I) ke periode 976 sampai dengan sekarang (periode II). Pembalikan fasa ini mengakibatkan terjadinya perubahan iklim ekstrim di Indonesia. Dan melalui penelitian ini akan diuji apakah perubahan iklim ekstrim ini juga berdampak pada jumlah dan waktu kejadian bulan basah, lembab, dan kering. Kriteria yang digunakan untuk menentukan bulan kering, bulan lembab, dan bulan basah adalah dari Schmidth-Fergusson dengan katagori sebagai berikut : - bulan kering (BK) : bulan dengan curah hujan < 6 mm - bulan lembab (BL) : bulan dengan curah hujan antara 6 sampai dengan mm - bulan basah (BB) : bulan dengan curah hujan > mm. Metode yang digunakan dalam pengolahan data curah hujan ini adalah metoda statistik berupa ukuran gejala pemusatan yang mencakup mean dan modus. Data curah hujan setiap bulan dalam satu tahun untuk satu periode akan dikatagorikan termasuk ke dalam bulan basah, lembab, atau kering berdasarkan kriteria dari Schmidth-Fergusson. Lalu akan dihitung untuk satu tahun berapa jumlah bulan basah, lembab, dan kering. Jumlah bulan basah, lembab, atau kering dalam periode yang sama akan dirata-ratakan untuk mengetahui jumlah bulan basah, lembab, atau kering selama satu periode. Untuk menentukan bulan apa saja yang termasuk ke dalam bulan basah, lembab, atau kering akan digunakan modus (frekuensi jenis bulan terbanyak dalam satu Prosiding Seminar Nasional Pemanasan Global dan Perubahan Global Fakta, Mitigasi, dan Adaptasi 7

ISBN : 978-979-79--8 periode pengamatan). Untuk menganalisis pergerakan ke tiga jenis bulan tersebut akan digambarkan ke tiga jenis bulan selama tiga periode waktu pengamatan.. HASIL DAN ANALISIS Solok Gambar. Perbandingan Basah, Lembab, Dan Kering Untuk Tiga Lokasi Solok Dari gambar. dapat dilihat bahwa untuk periode I, awal musim basah adalah September dan berakhir di April. Untuk periode II, awal bulan basah adalah Oktober sampai dengan Mei. Jika dibandingkan antara periode I dengan periode II, maka awal dan akhir musim basah telah bergeser, walaupun lamanya musim basah dalam setahun masih tetap sama untuk tiap periode. Bila diperpanjang tahun pengamatan periode II menjadi periode III, bulan basahnya tidak teratur. Pada periode III sepertinya lokasi Solok memiliki dua musim basah yaitu musim basah panjang dari April ke Oktober dan musim basah pendek yang hanya dua bulan saja (Januari-Pebruari). Padang Basah Lembab Kering Gambar. Perbandingan Basah, Lembab, Dan Kering Untuk Tiga Lokasi Padang Dari gambar. dapat ditunjukkan bahwa musim basah di Padang hampir setahun penuh, hanya satu bulan lembab. Pada periode I, musim basah dari Agustus sampai dengan Juni. Juli sebagai bulan lembab. II, musim basah telah bergeser menjadi April sampai dengan Pebruari dengan satu bulan lembab yaitu Maret. Sementara pada periode III, terdapat tiga kali musim basah, yaitu musim basah panjang dari Oktober sampai dengan Pebruari dan musim basah pendek I dari April-Maret dan ke dua dari Juli ke Agustus. Pada periode III terdapat satu bulan kering yaitu September dan dua bulan lembab (Juni dan Maret). Kotaraja Kering Basah Lembab Gambar. Perbandingan Basah, Lembab, Dan Kering Untuk Tiga Lokasi Kotaraja Prosiding Seminar Nasional Pemanasan Global dan Perubahan Global Fakta, Mitigasi, dan Adaptasi 8

ISBN : 978-979-79--8 Hal yang sama juga diungkapkan pada gambar., untuk periode I musim basah di Kotaraja terjadi dua kali dalam setahun. Musim basah panjang antara September-Pebruari dan musim basah pendek dari April-Mei. Musim kering juga terjadi dua kali, musim kering agak panjang dari Juli-Agustus dan musim kering pendek yang hanya satu bulan di Maret. lembab hanya satu bulan (Juni). II lebih banyak bulan lembabnya daripada periode I. Terdapat tiga musim basah yaitu musim basah panjang selama tiga bulan (Oktober-Desember). Musim basah agak panjang dari Mei-Juni dan musim basah pendek di Maret. III, musim basahnya sama dengan periode II, hanya bulan kering lebih banyak daripada periode II. Dari gambar menunjukkan bahwa telah terjadi pergeseran bulan basah, lembab, dan kering di Kotaraja. Teluk Betung Perioda Gambar. Perbandingan Basah, Lembab, Dan Kering Untuk Tiga Lokasi Teluk Betung Dari gambar. dapat ditunjukkan bahwa periode I memiliki musim basah dari Nopember-Juni dan musim kering selama dua bulan (September dan Oktober). II hampir mirip dengan periode I begitu pula dengan periode III, hanya pada periode III tidak terdapat bulan lembab. Tidak terdapat pergeseran bulan basah dan bulan kering di Teluk betung. Palembang Perioda Gambar.5 Perbandingan Basah, Lembab, Dan Kering Untuk Tiga Lokasi Palembang Berdasarkan gambar.5 dapat diketahui bahwa musim basah periode I dari Oktober ke Mei dengan bulan kering sebanyak satu bulan yang terpisah oleh bulan lembab. Sementara periode II memiliki dua kali musim basah. Musim basah panjang dari Oktober sampai Pebruari dan musim basah pendek dari April ke Juni. Musim kering hanya selama dua bulan (Juli- Agustus) dengan dua bulan lembab (September dan Maret). III mirip dengan periode II sehingga yang terjadi pergeseran bulan basah antara periode I dan II. Dari gambar.6 dapat ditunjukkan bahwa telah terjadi sedikit pergeseran dari bulan basah (periode I) ke bulan lembab (periode III). Lokasi Pontianak untuk periode I sebanyak bulan adalah bulan basah (Oktober-Juli), satu bulan kering (Agustus), dan satu bulan lembab (September). Sementara periode III memiliki dua musim basah yang terpisah oleh satu bulan lembab. Musim basah I (Oktober Pebruari) dan musim basah II (April Juli). Dari gambar.7 dapat ditunjukkan bahwa tidak terjadi pergeseran jenis-jenis bulan antara periode I ke II. Untuk periode III karena data tidak bagus sehingga hasilnya pada gambar.7 tidak menyambung serta tidak dapat direkomendasikan musim tanamnya. I dan II Prosiding Seminar Nasional Pemanasan Global dan Perubahan Global Fakta, Mitigasi, dan Adaptasi 9

ISBN : 978-979-79--8 memiliki satu musim basah yang terjadi dari Nopember ke Mei dengan dua bulan kering yang diselingi oleh bulan lembab. Pontianak Gambar.6 Perbandingan Basah, Lembab, Dan Kering Untuk Tiga Lokasi Pontianak Maros Gambar.7 Perbandingan Basah, Lembab, Dan Kering Untuk Tiga Lokasi Maros Dari gambar.8 dapat ditunjukkan bahwa Semarang untuk periode I memiliki musim basah dari Nopember ke Mei, setelah itu adalah bulan kering dan bulan lembab yang berselingan. Untuk periode II terjadi pergeseran awal musim basah yang lebih awal yaitu Oktober dengan akhir musim basah yang sama, tetapi bulan keringnya lebih banyak daripada bulan lembab. kering hanya tiga bulan yang diselingi oleh satu bulan lembab. III, musim basah di Semarang lebih pendek karena terjadi pergeseran akhir musim basah yang lebih maju jika dibandingkan dengan periode I dan II. lembab sebanyak dua bulan dengan bulan kering yang terpisah oleh bulan lembab. Semarang Gambar.8 Perbandingan Basah, Lembab, Dan Kering Untuk Tiga Lokasi Semarang Banyuwangi Gambar.9 Perbandingan Basah, Lembab, Dan Kering Untuk Tiga Lokasi Banyuwangi Prosiding Seminar Nasional Pemanasan Global dan Perubahan Global Fakta, Mitigasi, dan Adaptasi

ISBN : 978-979-79--8 Dari gambar.9 dapat ditunjukkan bahwa tidak terjadi pergeseran baik bulan basah, lembab, dan kering dari periode yang satu ke periode yang lain. Hanya untuk periode III data kurang bagus sehingga pada gambar.9 tidak bersambung. Surabaya Kering Basah Lembab Gambar. Perbandingan Basah, Lembab, Dan Kering Untuk Tiga Lokasi Surabaya Dari gambar. dapat ditunjukkan bahwa musim basah periode I dari Nopember ke April dan musim kering dari Juli ke Oktober. Terdapat dua musim kering, yaitu musim kering panjang dari Juli ke Oktober dan musim kering pendek yang hanya satu bulan di Mei. Untuk periode II terjadi pergeseran awal musim basah yang mundur, semula Nopember (periode I) menjadi Desember (periode II). lembab periode II juga mengalami pergeseran menjadi lebih banyak. Musim kering periode II hanya satu kali dari Juli ke September. Jika dibandingkan antara periode I, II dengan III, periode III juga mengalami pergeseran awal dan akhir musim basah sehingga menjadi lebih pendek (Desember-Maret). Musim keringnya menjadi lebih panjang dari April ke Oktober dengan satu bulan lembab di Nopember. Berdasarkan gambar. dapat diketahui musim basah di Jakarta periode I antara Nopember-Mei dengan bulan kering dan lembab yang saling berselingan. Sementara periode III, musim basahnya menjadi lebih pendek dengan awal dan akhir musim basah bergeser dari periode I. Musim kering periode III menjadi dua kali yang lamanya sama yaitu Juni-Juli dan September-Oktober. Telah terjadi pergeseran bulan basah, lembab, dan kering untuk Jakarta. Jakarta Gambar. Perbandingan Basah, Lembab, Dan Kering Untuk Tiga Lokasi Jakarta. KESIMPULAN Penelitian ini menghasilkan beberapa kesimpulan :. Pengaruh pembalikan fase bilangan sunspot telah berakibat pada pergeseran bulan basah, lembab, dan kering pada lokasi penelitian Solok, Padang, Kotaraja, Palembang, Pontianak, Semarang, Surabaya, dan Jakarta. Lokasi penelitian yang tidak terpengaruh oleh pembalikan fase bilangan sunspot adalah Telukbetung, Maros, dan Banyuwangi.. Sebagian besar lokasi penelitian (Solok, Padang, Kotaraja, dan Pontianak) yang terpengaruh pembalikan fase sunspot adalah termasuk ke dalam tipe curah hujan equatorial. Hal ini Prosiding Seminar Nasional Pemanasan Global dan Perubahan Global Fakta, Mitigasi, dan Adaptasi

ISBN : 978-979-79--8 menunjukkan pembalikan fase bilangan sunspot hanya berpengaruh pada pergeseran bulan basah, lembab, dan kering pada lokasi penelitian yang bercurah hujan tipe equatorial.. Semarang, Surabaya, dan Jakarta adalah lokasi penelitian yang memiliki tipe curah hujan monsunal tetapi mengalami pergeseran bulan basah, lembab, dan kering. Hal ini mungkin pertama disebabkan oleh pengaruh dari laut yang begitu dominan. Semarang, Surabaya, dan Jakarta adalah lokasi penelitian yang berada di tepi pantai dengan elevasi yang begitu dekat dari permukaan laut. Ke dua, mungkin telah terjadi perubahan tipe curah hujan dari monsunal ke equatorial pada lokasi Semarang, Surabaya, dan Jakarta. Untuk alasan yang kedua perlu penelitian lebih lanjut.. Pergeseran musim baik basah maupun kering pada lokasi penelitian mencakup pergeseran maju juga mundur dari periode sebelumnya serta musim menjadi lebih pendek atau lebih panjang. DAFTAR RUJUKAN Dasanto, B. D, 999, Klasifikasi Iklim, dalam Diktat Agroklimatologi Untuk Dosen Indonesia Timur, IPB, Bogor. Hans von Storch, Francis W. Z, 999, Statistical Analysis in Climate Research, Cambridge University Press, London. Harjadi, S.S, 98, Pengantar Agronomi, Gramedia, Jakarta. The Houw Liong, P.M. Siregar, 6, Sistem Peringatan Dini Di Indonesia Berdasarkan Aktivitas Matahari dalam proseding Seminar Sains Antariksa III, Lapan, Bandung, dalam proses publikasi. Prosiding Seminar Nasional Pemanasan Global dan Perubahan Global Fakta, Mitigasi, dan Adaptasi