PENGARUH EL NIÑO 1997 TERHADAP VARIABILITAS MUSIM DI PROVINSI JAWA TIMUR

Transkripsi

1 PENGARUH EL NIÑO 1997 TERHADAP VARIABILITAS MUSIM DI PROVINSI JAWA TIMUR (THE INFLUENCE OF EL NIÑO 1997 TO SEASONAL VARIABILITY IN EAST JAVA ) Akhmad Fatony 1) Dr. Suwandi 2) Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, Jalan Perhubungan I No.5 Pondok Betung, Tangerang Selatan Pos-el: akmad.fatony@gmail.com ABSTRAK Variabilitas musim sebagai pengaruh fenomena El Niño 1997 berdampak pada sektor pertanian dan perkebunan di wilayah Jawa Timur. Pemahaman akan pengaruh El Niño 1997 terhadap variabilitas musim meliputi pergeseran awal musim, penyimpangan panjang musim dan sifat musim terhadap normal, diharapkan dapat mengurangi dampak negatif yang timbul. Menggunakan data curah hujan 183 pos periode tahun 1997 dan 1998 sesuai Zona Musim (ZOM) BMKG dibuatlah suatu pemetaan variabilitas musim terkait El Niño 1997 di wilayah Jawa Timur. Variabilitas musim terhadap normal ditentukan dengan membandingkan pola musim hasil olahan data curah hujan 1997 dan 1998 dengan kondisi normal yang telah dibuat BMKG. El Niño 1997 secara dominan berpengaruh pada awal musim kemarau yang datang lebih cepat dengan musim kemarau yang lebih panjang dan jumlah CHMK yang lebih rendah dibandingkan kondisi normal. Awal musim hujan dominan mundur, dengan panjang musim hujan lebih pendek yang berakibat beberapa ZOM tidak mengalami musim hujan dan curah hujan musim hujan dibawah normal. Kata kunci : Variabilitas musim, El Niño 1997 dan ZOM ABSTRACT Seasonal variability as influence of El Niñoin 1997, impact to agricultur and plantation in East Java region. The understanding of El Niñoinfluence to seasonal variability including seasonal on set shifting, seasonal length deviation and seasonal conditiondue to normal condition, it s expected to reduce negative impact which occurs. Using rainfall data from 183 observation stasions during 1997to 1998 period refers to BMKG ZOM, mapping of seasonal variability has been made in East Java. Seasonal variability determine by comparation between seasonal pattern from rainy data in 1997 to 1998 with the normal condition which is made by BMKG. Mosly, El Niño in 1997 influence dry season to come early with longer period and less rainfall from normal condition. On set of rainy season in 1997 is mostly delayed with shorter period, even there was not rainy season in some ZOM and also less rainfall occur during this period. Key word : Seasonal Variability, El Niño 1997 dan ZOM 1. PENDAHULUAN Jawa Timur merupakan salah satu wilayah Indonesia dengan pola musim monsunal dengan periode musim kemarau dominan jatuh pada dasarian II bulan Mei dan musim hujan jatuh pada dasarian II bulan Oktober. Fenomena El Niño merupakan salah satu fenomena global yang dapa mempengaruhi variabilitas musim terhadap pola normal, yang dapat berdampak pada kerugian disektor pertanian dan perkebunan yang merupakan sektor pendapatan utama Jawa Timur setelha sektor industri dan pertambangan. Kajian pengaruh El Niño di Jawa Timur terhadap variabilitas musim meliputi pergeseran awal musim (onset), penyimpangan panjang musim (periode) dan sifat musim terhadap normal bertujuan untuk mengenali kharakteristik dari variabilitas yang muncul dengan harapan dampak negatif yang muncul akibat variabilitas musim yang muncul dapat dicegah. 1

2 Kajian ini dibatasi pada fenomena El Niño yang terjadi pada tahun 1997 yang merupakan El Niño dengan intensitas kuat yang terjadi pada periode tahun setelah El Niño kuat tahun Menggunakan metode deskriptif dengan membandingkan olahan data statistik curah hujan dasarian dari masing-masing ZOM di Jawa Timur periode tahun terhadap kondisi normal ZOM yang telah dibuat oleh BMKG. Hasil pembandingan kemudian dipetakan sehingga diketahui pola sebaran secara spasial. El Niño adalah fenomena anomali positif antara suhu muka laut yang teramati dibandingkan keadaan normal di wilayah Samudera Pasifik Ekuatorial. El Niño merupakan fenomena interaksi lautan dan atmosfer skala global yang terjadi secara periodik setiap periode 2-7 tahun, ditandai dengan anomali positif (+) di wilayah Nino 3.4. Pada kondisi El Niño, suhu muka laut di Pasifik timur sekitar Ekuator menjadi lebih panas dari pada kondisi normal. Kondisi ini mengakibatkan massa udara berkumpul ke Wilayah Pasifik timur sekita Ekuator, termasuk massa udara dari Indonesia sehingga wilayah Indonesia mengalami pengurangan curah hujan dan dibeberapa wilayah mengalami kekeringan. Aldrian dkk tahun 2003 membagi Wilayah Indonesia menjadi tiga wilayah berdasarkan dampak yang timbul berkaitan dengan kejadian El Niño terhadap curah hujan. Gambar 1 Peta sebaran wilayah dampak El Niño dan La Niña (Aldrian, 2010) Wilayah A adalah wilayah Indonesia yang memiliki dampak paling sensitif saat terjadi El Niño. Wilayah B adalah wilayah Indonesia hampir tidak terpengaruh oleh kejadian El Niño, hanya pada saat tertentu wilayah ini terpengaruh dampak kejadian El Niño kuat. Wilayah C adalah wilayah yang paling awal merasakan dampak El Niño dengan panjang periode kejadian sama dengan wilayah A, hanya saja dampak dari El Niño tidak akan tampak apabila kejadian bertepatan dengan periode puncak hujan wilayah tersebut. Pengaruh El Niño terhadap curah hujan yang terjadi di Wilayah Indonesia memunculkan variabilitas curah hujan yang berbeda. Pada wilayah yang memiliki pola monsunal variabilitas musim mempengaruhi awal kejadian (onset), kondisi melemah (break), berakhir (withdrawal), dan panjang musim yang bersangkutan (period) dari musim hujan dan musim kemarau (BPPB, 2013). Musim berdasarkan definisi Kamus Besar Bahasa Indonesia (Wirjohamidjojo dan Swarinoto, 2010) adalah waktu tertentu yang bertalian dengan keadaan iklim atau kondisi cuaca secara umum. Indonesia mengenal dua musim yaitu musim hujan dan kemarau. Awal musim hujan, ditetapkan berdasar jumlah curah hujan dalam satu dasarian (10 hari) sama atau lebih dari 50 milimeter dan diikuti oleh dua dasarian berikut. Awal musim kemarau, ditetapkan berdasar jumlah curah hujan dalam satu dasarian (10 hari) kurang dari 50 milimeter dan diikuti oleh dua dasarian berikut (BMKG,2014). Zona Musim (ZOM) adalah daerah dengan pola hujan rata-rata memiliki perbedaan yang jelas antara periode musim kemarau dan musim hujan. Daerah-daerah dengan pola hujan ratarata tidak memiliki perbedaan yang jelas antara periode musim kemarau dan musim hujan, disebut Non ZOM. Luas suatu wilayah ZOM tidak selalu sama dengan luas suatu wilayah administrasi pemerintahan. Dengan demikian, satu wilayah ZOM bisa terdiri dari beberapa kabupaten, dan sebaliknya satu wilayah kabupaten bisa terdiri dari beberapa ZOM. Variabilitas musim adalah keadaan yang bervariasi atau cenderung berubah-ubah terkait dengan awal kejadian (onset), kondisi melemah (break), berakhir (withdrawal), dan panjang musim yang bersangkutan (period) terhadap kondisi normal (Wirjohamidjojo dan Swarinoto, 20Pribadi, Faktor geografis merupakan salah satu unsur yang memicu variabilitas musim, dimana tipe musim pada daerah pegunungan berbeda dari daerah pantai atau 2

3 dataran rendah begitu juga pengaruh fenomena global terhadap pola musim diwilayah tersebut juga berbeda (Schmidt dan Vecht, 1952). 2. DATA DAN METODE Data yang digunakan adalah data curah hujan dasarian (akumulasi sepuluh hari) dari 183 pos hujan di wilayah Jawa Timur pada periode tahun 1997 dan Data dari 183 pos hujan tersebut kemudian dikonversikan ke dalam data hujan ZOM, dimana data hujan ZOM merupakan rata-rata aritmatik curah hujan dari seluruh pos yang terletak di suatu wilayah ZOM. Awal musim kemarau 1997 suatu ZOM ditentukan dengan melihat dasarian yang memiliki curah hujan kurang dari 50 mm diikuti dua dasarian berikut, sedang awal musim hujan ditentukan dari dasarian dengan curah hujan lebih dari sama dengan 50 mm diikuti dua dasarian berikut. Pergeseran awal musim periode ditentukan dengan membandingkan terhadap awal musim normal. Panjang musim kemarau ditentukan berdasarkan selisih indeks dasarian awal kejadian musim hujan dikurangi indeks awal musim kemarau 1997, sedang panjang musim hujan dihitung berdasarkan indeks dasarian awal musim kemarau 1998 dikurangi indeks awal musim hujan untuk masing-masing ZOM. Penyimpangan panjang musim ditentukan dengan perbandingan panjang musim pada tahun dengan panjang musim normal. Sifat musim kemarau dan hujan ditentukan dengan membandingkan jumlah curah hujan pada periode normal musim dengan jumlah curah hujan normal pada periode yang sama. Hasil dari pergeseran awal musim, penyimpangan musim dan sifat musim kemudian dipetakan menggukana sofware Arc GIS HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Pola Normal Musim Jawa Timur Awal musim kemarau terjadi pada rentang dasarian II bulan Maret hingga dasarian II bulan Mei, dimana musim kemarau menjalah dari wilayah timur menuju ke wilayah barat Jawa Timur. Rata-rata panjang musim kemarau 20 dasarian dengan panjang musim kemarau tersingkat adalah 13 dasarian di ZOM 175 dan terpanjang di ZOM 182 selama 26 dasarian. Curah hujan musim kemarau berkisar antara mm. Awal musim hujan terjadi pada periode dasarian III bulan September hingga dasarian II bulan Desember, dimana awal musim hujan lebih dahulu terjadi diwilayah sebelah barat Jawa Timur dan menjalar ke timur Rata-rata panjang musim hujan adalah 16 dasarian, dengan musim hujan terpanjang terjadi pada ZOM 175 selama 23 dasarian dan terpendek di ZOM 182 selama 10 dasarian. Curah hujan musim hujan berkisar pada mm. 3.2 Variabilitas Musim Kemarau Saat El Niño1997. Gambar 2 Pergeseran Awal Musim Kemarau 1997 Pergeseran awal musim kemarau sebagaimana tampak pada, menunjukan dominasi sebanyak awal musim kemarau maju terhadap normal. 31 ZOM mengalami awal musim kemarau maju, 22 ZOM normal dan tidak ada ZOM yang mengalami awal musim kemarau mundur. Awal musim kemarau pertama terjadi didasarian I bulan januari 1997 untuk ZOM 190 dan awal musim kemarau terakhir terjadi didasarian II bulan april 1997 untuk ZOM 165, 166, 168, 170, 178, 196 dan 202. Pergeseran awal musim kemarau sangat terlihat pada ZOM 190 dan 199, kedua ZOM tersebut awal musim kemarau maju hingga lebih dari 9 dasarian. 3

4 3.3 Variabilitas Musim Hujan Saat El Niño Gambar 3 Penyimpangan panjang Musim Kemarau 1997 Penyimpangan panjang musim kemarau pada 12 ZOM normal, 41 ZOM lebih panjang dan tidak ada ZOM yang mengalami musim kemarau lebih singkat. Musim kemarau tersingkat terjadi pada ZOM 159, 166 dan 187 selama 18 dasarian, sedang musim kemarau terpanjang terjadi pada ZOM 190 selama 36 dasarian. Penyimpangan musim kemarau sangat terlihat pada ZOM 175, dimana panjang musim kemarau normal ZOM 175 adalah 13 dasarian tetapi pada tahun 1997 panjang musim kemarau menjadi 31 dasarian. Gambar 5 Pergeseran Awal Musim Hujan Pada gambar 3.2 terlihat variabilitas musim pada saat El Niño 1997, awal musim hujan pada 15 ZOM normal dan 36 ZOM mundur, 2 ZOM tidak mengalami awal musim hujan. Awal musim hujan pertama terjadi pada dasarian III bulan Oktober 1997 untuk ZOM 159 dan 187 sedang awal musim hujan terakhir terjadi pada dasarian III Februari 1998 untuk ZOM 201. ZOM yang tidak mengalami awal musim hujan meliputi ZOM 182 dan 190. Pergeseran awal musim hujan berkisar antara maju 3 dasarian hingga mundur 30 dasarian. Gambar 4 Sifat Curah Hujan Musim Kemarau 1997 Sifat musim kemarau pada 52 ZOM dibawah normal hanya 1 ZOM yaitu ZOM 197. Curah hujan musim kemarau mengalami penurunan berkisar antara %. Gambar 6 Penyimpangan Panjang Musim Hujan Penyimpangan panjang musim hujan pada 23 ZOM lebih singkat, 16 ZOM normal dan 14 ZOM lebih panjang. Musim hujan dominan menjadi lebih singkat bahkan pada ZOM 182 dan 190 tidak mengalami musim hujan pada saat El Niño 1997, sedang musim hujan terpanjang terjadi pada ZOM 172 selama 28 dasarian. Penyimpangan panjang musim hujan sangat terlihat pada ZOM 175 yang pada 4

5 kondisi normal memiliki panjang musim hujan selama 23 dasarian, tapi pada tahun 1997 hanya mengalami musim hujan selama 8 dasarian. Gambar 7 Sifat Curah Hujan Musim Hujan Sifat musim hujan pada 16 ZOM dibawah normal, 31 ZOM normal, 6 ZOM diatas normal. Penurunan curah hujan terjadi di beebrapa ZOM yang mengalami curah hujan dibawah normal sebesar 15-50% sedang sebagian ZOM mengalami peningkatan curah hujan sebesar 15-30%. 4. KESIMPULAN El Niño 1997 berpengaruh pada variabilitas musim di Jawa Timur dengan awal musim kemarau yang dominan maju hingga 9 dasarian dengan panjang musim yang lebih panjang berkisar 2 hingga 16 dasarian dan curah hujan % dibawah kondisi normal. Awal musim hujan dominan mundur 5-10 dasarian, dengan panjang musim lebih pendek 2-20 dasarian yang berakibat beberapa ZOM tidak mengalami musim penghujan dan curah hujan dibawah normal 15-30%. Pengaruh El Niño 1997 bersifat merata dan tampak jelas pada saat musim kemarau dibandingan pada saat musim hujan dimana pengaruh lebih bervariasi. 5. DAFTAR PUSTAKA Aldrian, E., Gates, L. D., dan Widodo, F. H., 2003, Variability of Indonesian Rainfall and the Influence of ENSO and Resolution in ECHAM4 imulations andin the Reanalyses, MPI Report 346, MPI Project, Hamburg : Max-Plack Institute of Meteorology. Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, 2014, Buku prakiraan musim , Jakarta : BMKG. Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, 2013, Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka. Jun-Ichi, H., dkk., 2002, Spatial and Temporal Variations of the Rainy Season over Indonesia and their Link to ENSO, Journal of the Meteorological Society of Japan, Vo.80, No.2 pp Pribadi, Yanuar H., 2012, Variabilitas Curah Hujan dan Pergeseran Musim Di Wilayah Banten Sehubungan dengan Variasi Suhu Muka Laut Perairan Indonesia, Samudera Pasifik dan Samudera Hindia, Tesis Program Magister Fakultas Geografi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Depok : Universitas Indonesia. Schmidt, F. H. dan J. V. der Vecht, East Monsoon Fluctuation in Java and Madura During The Period Verhandelingen No. 43, Jakarta. Sudaryatno, A., dkk., 2003, El Niño dan La Niña dan Penyimpangan Musim di Jawa Tengah, Jurnal Meteorologi dan Geofisika, Vol.4, No.3 pp. 5-10, Jakarta : BMG. Suprapto, J., 2009, Statistik Teori dan Aplikasi, Jilid 1, Edisi 6, Jakarta : Erlangga. Suprapto, J., 2009, Statistik Teori dan Aplikasi, Jilid 2, Edisi 7, Jakarta : Erlngga. Wirjohamidjojo, S., dan Swarinoto, Y. S., 2010, Iklim Kawasan Indonesia,Jakarta : BMKG. 5