Desa Tertinggal dan Subsidi BBM. Oleh Ivanovich Agusta. PADA akhir tahun lalu berulang kali saya diberondong pertanyaan, setinggi apakah

dokumen-dokumen yang mirip
PROFIL PEMANFAATAN TEKNOLOGI INFORMASI OLEH MASYARAKAT

DAFTAR ALAMAT MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI TAHUN 2008/2009

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA UTARA SEPTEMBER 2016 MENURUN

Populasi Ternak Menurut Provinsi dan Jenis Ternak (Ribu Ekor),

Tabel Lampiran 1. Produksi, Luas Panen dan Produktivitas Padi Per Propinsi

. Keberhasilan manajemen data dan informasi kependudukan yang memadai, akurat, lengkap, dan selalu termutakhirkan.

BPS PROVINSI SUMATERA SELATAN

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU SEPTEMBER 2016 MENURUN

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK PROVINSI BENGKULU MARET 2016 MULAI MENURUN

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK INDONESIA MARET 2017 MENURUN

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN KONSUMSI MARET 2017

RUMAH KHUSUS TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN

DINAMIKA PERTUMBUHAN, DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN KEMISKINAN

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SULAWESI TENGGARA MARET 2017 MENURUN TERHADAP MARET 2016

Antar Kerja Antar Daerah (AKAD)

Fungsi, Sub Fungsi, Program, Satuan Kerja, dan Kegiatan Anggaran Tahun 2012 Kode Provinsi : DKI Jakarta 484,909,154

PERTUMBUHAN PENDUDUK 1. Jumlah dan Laju Pertumbuhan Penduduk Propinsi (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)

4 GAMBARAN UMUM. No Jenis Penerimaan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

TABEL 1 GAMBARAN UMUM TAMAN BACAAN MASYARAKAT (TBM) KURUN WAKTU 1 JANUARI - 31 DESEMBER 2011

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA BARAT MARET 2016 MULAI MENURUN

Sensus Pertanian 2013 (ST2013) merupakan sensus pertanian keenam yang diselenggarakan Badan Pusat Statistik

2016, No Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakh

Nusa Tenggara Timur Luar Negeri Banten Kepulauan Riau Sumatera Selatan Jambi. Nusa Tenggara Barat Jawa Tengah Sumatera Utara.

QS PENGENDALIAN PENCAIRAN DANA BLM PENGEMBANGAN KAPASITAS MASYARAKAT TA 2015 Update 3 Maret 2016

Oleh : Direktur Penataan Bangunan dan Lingkungan Disampaikan dalam rangka Sosialisasi Nasional APBNP 2013 Jakarta, 21 Agustus 2013

QS PENGENDALIAN PENCAIRAN DANA BLM PENGEMBANGAN KAPASITAS MASYARAKAT TA 2015 Update 21 Januari 2016

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Penelitian

QS PENGENDALIAN PENCAIRAN DANA BLM PENGEMBANGAN KAPASITAS MASYARAKAT TA 2015 Update 25 Februari 2016

Data Kemiskinan, Survai atau Partisipatif? Oleh Ivanovich Agusta. Salah satu pelajaran berharga yang tersembul dari kisruh pemberian dana tunai

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU UTARA SEPTEMBER 2016

BAB I PENDAHULUAN. sejarah ekonomi dan selalu menarik untuk dibicarakan. Pengangguran adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Jumlah penduduk adalah salah satu input pembangunan ekonomi. Data

2

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah

PERTUMBUHAN EKONOMI DI YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2017

KEPUTUSAN SEKRETARIS JENDERAL KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, NOMOR HK.03.01/VI/432/2010 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Masalah kemiskinan menjadi persoalan serius yang di hadapi oleh banyak

BAB II JAWA BARAT DALAM KONSTELASI NASIONAL

Laporan ini disusun untuk memberikan gambaran umum tentang ketenagakerjaan pertanian, rumah tangga pertanian dan kondisi pengelolaan lahan pertanian.

RILIS HASIL AWAL PSPK2011

KEPUTUSAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 041/P/2017 TENTANG

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI SULAWESI BARAT MARET 2016

BERITA RESMI STATISTIK

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK NUSA TENGGARA BARAT MARET 2017 MENINGKAT

IV. HASIL KAJIAN DAN ANALISIS

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PROFIL KEMISKINAN DI MALUKU TAHUN 2013

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 59 TAHUN 2009 TENTANG

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI SULAWESI BARAT SEPTEMBER 2015

Perkembangan Nilai Tukar Petani (NTP) Kalimantan Timur* Menurut Sub Sektor Bulan September 2017

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA SEPTEMBER 2013

SOLUSI MASALAH IBU KOTA JAKARTA. Sebuah Pemikiran Alternativ dari Perspektif Demografi Sosial

Keterwakilan Perempuan Di Lembaga Legislatif

Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa Tahun 2017

Tinjauan Spasial Produksi dan Konsumsi Beras

2 menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 154/PMK.05/2014 tentang Pelaksanaan Sistem Perbendahar

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

TIPOLOGI WILAYAH HASIL PENDATAAN POTENSI DESA (PODES) 2014

BERITA RESMI STATISTIK

Historical cakupan lokasi sasaran PNPM Mandiri Perkotaan

IV. GAMBARAN UMUM Letak Geogafis dan Wilayah Administratif DKI Jakarta. Bujur Timur. Luas wilayah Provinsi DKI Jakarta, berdasarkan SK Gubernur

Mengurangi Kemiskinan Melalui Keterbukaan dan Kerjasama Penyediaan Data

Partnership Governance Index

CATATAN ATAS PRIORITAS PENANGGULANGAN KEMISKINAN DALAM RKP Grafik 1. Tingkat Kemiskinan,

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI SULAWESI BARAT MARET 2017

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA MARET 2014

Antar Kerja Antar Lokal (AKAL)

Jumlah usaha pertanian di Indonesia tahun 2013 sebanyak 26,1 juta usaha. Jumlah sapi dan kerbau di Indonesia tahun 2013 sebanyak 14,2 juta ekor

BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI SULAWESI BARAT SEPTEMBER 2016

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI (NTP)

Pertumbuhan Simpanan BPR/BPRS. Semester I Tahun 2013

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. masalah kompleks yang telah membuat pemerintah memberikan perhatian khusus

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB 2 ANALISIS LINGKUNGAN MAKRO

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK PAPUA BARAT MARET 2017 MEMBAIK

Capaian Kegiatan Pencairan Dana BLM Pengembangan Kapasitas Masyarakat. Pembentuk an Panitia Pelaksana (Jml Desa/Kel) Berkas Pencairan (Jml Desa/Kel)

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

Jumlah Akomodasi, Kamar, dan Tempat Tidur yang Tersedia pada Hotel Bintang Menurut Provinsi,

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA SEPTEMBER 2016

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BAPPENAS. Pelimpahan Urusan Pemerintahan. Gubernur. Dekonsetrasi. Perubahan.

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK BANTEN SEPTEMBER 2016 MENURUN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pembangunan ekonomi dapat diartikan sebagai suatu proses yang

Oleh : Kepala PMU P2KP. Disampaikan dalam rangka Sosialisasi Nasional P4IP Tahun 2013 Denpasar, Agustus 2013

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. yang penting dilakukan suatu Negara untuk tujuan menghasilkan sumber daya

2017, No telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang- Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahu

- 1 - KEPUTUSAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5/HUK/2018 TENTANG PENETAPAN PENERIMA BANTUAN IURAN JAMINAN KESEHATAN TAHUN 2018

INDEKS PEMBANGUNAN GENDER DAN INDEKS PEMBERDAYAAN GENDER Provinsi DKI Jakarta TAHUN 2011

DISPARITAS KEMISKINAN MASIH TINGGI - SEPTEMBER 2012

VIII. PROSPEK PERMINTAAN PRODUK IKAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) Sebagai Wadah Pemberdayaan Masyarakat

MENTERI PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH NOMOR : 139/KPTS/M/2002 TENTANG

BPS PROVINSI LAMPUNG A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS

Pembimbing : PRIHANDOKO, S.Kom., MIT, Ph.D.

Transkripsi:

Desa Tertinggal dan Subsidi BBM Oleh Ivanovich Agusta PADA akhir tahun lalu berulang kali saya diberondong pertanyaan, setinggi apakah ketertinggalan pedesaan di Indonesia. Ketika akhirnya daftar desa tertinggal selesai saya susun dari sumber mutakhir, rencananya deretan data itu menjadi sebagai salah satu patokan pembangunan desa tahun 2005 ini. Melalui fakta-fakta terbaru, harapan saya kepentingan pemerintah dan kebutuhan masyarakat desa semakin mengerucut sampai akhirnya bertemu. Tidak dinyana peluh kerja inipun dipasang sebagai landasan alokasi dana kompensasi pengalihan subsidi BBM (bahan bakar minyak) bagi desa tertinggal. Oleh karena alasan kebijakan yang tidak populer ini meningkatkan derajat ketepatan pemanfaatan subsidi bagi kaum miskin, selanjutnya berimplikasikan pengawasan dari beragam pihak, kiranya di sini penting dikemukakan kelebihan dan jebakan data desa tertinggal tersebut, sehingga antisipasi tindakan tidak terlambat direnda. Kelebihan juga Jebakan Tindakan saya mengeluarkan data desa tertinggal itu disebabkan akses yang hampir mustahil kepada pasokan data BPS serupa setelah tahun 1998. Bahkan setidaknya hingga awal tahun 2000-an perencanaan pembangunan nasional masih juga menggunakan karya lawas BPS, yang mencuatkan 28.376 desa tertinggal. Dari sinilah saya khawatir wacana yang berkutat di seputar angka 26 ribuan desa tertinggal masih melansir informasi baheula, ditambahi sekedar tindakan menyortir desa tertinggal di Nanggroe Aceh Darussalam (NAD). Data ketertinggalan desa di NAD tentu tidak cocok lagi usai diguyur tsunami, namun yang lebih utama karena wilayah di sana memperoleh bantuan khusus di luar alokasi kompensasi pencabutan subsidi BBM. Perhitungan saya sendiri menghasilkan jumlah desa tertinggal di Indonesia kini sebesar 11.258 desa sebagaimana diiklankan Bolot di TV hari-hari ini. Jika dikurangi desa-

desa di NAD, otomatis angka menurun menjadi 10.754 desa (lihat Tabel). Penghitungannya sendiri disamakan dengan kriteria desa tertinggal ala BPS, dengan basis data yang sama, yaitu Potensi Desa digunakan data Potensi Desa (Podes 2003). Pilihan tindakan ini demi menyederhanakan pembandingan antar waktu sejak 1993. Nilai lebih dari mencomot angka di kisaran 11 ribu desa tertinggal untuk kompensasi dana subsidi BBM, berarti kita mulai merujuk data paling akhir yang tersedia. Data Potensi Desa 2003 selama ini menjadi sensus desa terbaru di Indonesia. Dari sensus bisa dicari lokasi yang riil, di samping temuan angka garis ketertinggalan. Bandingkan dengan penggunaan data survai misalnya Survai Sosial Ekonomi Nasional atau Susenas yang bisa menduga tingkat kemiskinan namun buta alamat penduduk miskin sesungguhnya. Adapun 22 variabel yang memoles desa tertinggal mencakup tipe LKMD atau lembaga yang setara, jalan utama, pola nafkah, pengusahaan lahan pertanian. Juga variabel jarak desa ke kecamatan, fasilitas pendidikan, kesehatan, komunikasi, pasar, kepadatan penduduk, sumber air minum, wabah penyakit. Variabel lainnya ialah bahan bakar, pembuangan sampah, jamban, penerangan umum, tempat ibadah, pengusahaan ternak, kepemilikan TV dan telepon, serta rumah tangga pertanian. Sayang variabel kelahiran dan kematian kasar, ukuran subyek kelembagaan lokal, dan enrollment tidak ada dalam Podes 2003 sehingga dilewatkan. Tiap variabel terinci atas skor satu sampai tiga, sehingga masing-masing desa mengantongi peluang skor dari 22 sampai 66. Selanjutnya garis ketertinggalan diukur dari nilai satu standard deviasi (senilai 5,79) di bawah angka rata-rata (senilai 38,05). Saat ini desa tertinggal berada pada skor 24-32. Adapun kondisi pedesaan secara umum masih memprihatinkan, ditandai dengan masih massifnya skor 1 atau skor rata-rata di bawah 44. Di samping itu, jelaslah bahwa ketertinggalan desa merupakan ukuran relatif kondisi urbanisasi

(derajat pengkotaan wilayah), akan selalu ada, dan dengan pola penghitungan statistika di atas akan berada pada kisaran 16 persen. Sejauh penelitian lapangan yang biasa saya lakukan, jebakan dapat muncul dari ketertinggalan angka-angka absolut Podes dibandingkan kondisi riil, yang terentang pada kisaran koreksi 10-50 persen. Angka yang banyak (misalnya jumlah ojek) hanya perlu koreksi persentase nan kecil, sebaliknya angka yang sedikit (contohnya jumlah KUD) mungkin menghasilkan persentase kesalahan yang lebar. Sayang pernah pula tersembul pembesaran angka jumlah penduduk hingga 70 persen dari kenyataan, di saat-saat pemekaran desa yang berujung pada tambahan proyek pembangunan mensyaratkan jumlah populasi yang besar. Proposal Kompensasi Sekalipun desa di Indonesia pada tahun 2004 telah membengkak di atas 75 ribu, sensus terbaru belum dilaksanakan. Akibatnya belum terkumpul pula detil variabel ketertinggalan pada nama desa pemekaran sejak 2003. Tidak bisa lain, alternatifnya penghitungan desa miskin hanya memasukkan data 2003 yang berjumlah 68.816 desa di atas yang bisa jadi menyatakan realitas desa setahun sebelumnya. Tentu saja untuk keperluan kebijakan sosial, mula-mula lokasi desa lawas telah dikonversi menuju nama wilayah terbaru sesuai kode desa terbaru BPS 2004 dan sumber lain. Tindakan ini mempertajam lokasi kebijakan bayangkan sejak 2003 telah ribuan desa berpindah kecamatan, kabupaten/kota, sampai propinsi. Namun dari desa-desa yang mekar menjadi beberapa anak desa, ternyata hanya satu desa asal yang terpaut. Artinya konversi desa terbaru masih menyisakan kekosongan kebijakan bagi dusun-dusun yang meningkat menjadi desa mandiri. Pada titik ini diperlukan langkah konsultasi pemerintah pusat dengan pemerintah daerah atau pihak lokal lainnya, sebelum pelaksanaan fisik pembangunan desa. Setelah melengkapi daftar desa tertinggal dengan ragam proyek mutakhir yang masuk ke tiap desa itu, maka data ini bisa menjadi bahan

awal konsultasi publik. Kontrol diperlukan, karena lazimnya pemerintah daerah mengalirkan dana dari pusat ke wilayah kerja terjauh, yang sekaligus mengalihkan pembangunan beban daerah hanya di sekitar perkotaan. Padahal ada pula kelurahan di Indonesia Timur yang ternyata tergolong tertinggal. Selain itu, waktu pencairan dana kompensasi pengurangan subsidi BBM dan kondisi tipe-tipe desa akan mewarnai alokasi dan penyerapan dana. Ada dusun-dusun dalam satu desa di Nusa Tenggara Timur yang terpisah antar pulau. Desa-desa di lepas Pulau Kalimantan dan Sumatera biasanya sulit didarati di sekitar bulan Juni-Agustus. Sebaliknya desa-desa kepulauan sekitar Nusa Tenggara, Sulawesi, Maluku dan Papua ditabiri ombak tinggi usai Agustus. Belum lagi desa-desa di pedalaman Kalimantan sulit didatangi saat sungai surut semasa kemarau. Akhirnya, jika kompensasi BBM hendak dialihkan kepada penduduk miskin, dalam konteks ini ada baiknya membedakan desa tertinggal dari desa bermayoritas penduduk miskin. Baiklah istilah tertinggal merujuk pada tingkat kelengkapan prasarana, sementara miskin mencirikan derajat ekonomi dan kelembagaan. Dengan membanding antar Podes (tahun 1995, 1999/2000, 2003) saya menemukan garis desa miskin pada kisaran keberadaan 35 persen atau lebih rumahtangga miskin (tahap Pra Sejahtera/Pra KS dan Sejahtera I/KSI). Temuan garis ini digunakan antara lain dalam program penanggulangan kemiskinan di perkotaan. Nah, ternyata desa miskin terletak di antara 51 persen desa tertinggal. Sebagai perbandingan, di tingkat nasional desa miskin masih melejit di angka 30 persen. Pada tataran praktis, data ini berbicara dua peluang yang berkebalikan. Pertama, oleh karena hampir 50 persen desa tertinggal tidak didominasi penduduk miskin, maka peluang kemajuan desa lebih mudah tercapai melalui lembaga ekonomi desa yang telah berkembang. Contohnya desa penghasil kayu atau rotan di pedalaman Kalimantan.

Kedua, alokasi dana kompensasi BBM akan mengalami tantangan dalam menjangkau penduduk miskin, sekalipun di pedesaan tertinggal. Sejauh penelitian yang saya lakukan, dalam posisi demikian perencanaan bersama antara pemerintah, masyarakat dan swasta menjadi krusial. Perencanaan infrastruktur lebih baik terfokus pada mutu bangunan berikut lokasinya. Pemetaan partisipatif mampu membuka ruang diskusi agar bangunan terletak sekitar rumah atau kebun penduduk miskin, bukan, misalnya, di sekitar kebun elite desa. Manakala perencanaan partisipatif terwujud, penduduk miskin di sekitar prasarana terbangun dapat dikurangi hingga 55 persen, setelah memperoleh manfaat bangunan selama 4-9 tahun. Angka hasil penelitian lapangan ini berlipat ganda dibandingkan laju kemiskinan nasional yang justru masih meningkat sekitar 3 persen dari masa persis sebelum krisis moneter (1996-2003). Oleh sebab itu jika subsidi BBM tetap dialihkan ke infrastruktur desa tertinggal titik kritisnya justru dalam lima bulan ke depan. Yaitu proses-proses perencanaan partisipatif menjelang konstruksi pada bulan-bulan berikutnya. Tabel. Jumlah Desa Tertinggal menurut Propinsi, 2004 Propinsi Ivanovich Agusta, Sosiolog Pedesaan IPB Bogor Desa tertinggal B A L I 10 BANTEN 224 BENGKULU 153 D I YOGYAKARTA 6 GORONTALO 54 IRIAN JAYA BARAT 702 JAMBI 161 JAWA BARAT 139 JAWA TENGAH 187 JAWA TIMUR 408 KALIMANTAN BARAT 475 KALIMANTAN SELATAN 153 KALIMANTAN TENGAH 648 KALIMANTAN TIMUR 557 KEPULAUAN BANGKA BELITUNG 29 KEPULAUAN RIAU 34 LAMPUNG 172 M A L U K U 494 MALUKU UTARA 404 NUSA TENGGARA BARAT 72

NUSA TENGGARA TIMUR 1008 PAPUA 1777 RIAU 163 SULAWESI BARAT 123 SULAWESI SELATAN 323 SULAWESI TENGAH 299 SULAWESI TENGGARA 385 SULAWESI UTARA 73 SUMATERA BARAT 55 SUMATERA SELATAN 539 SUMATERA UTARA 927 INDONESIA 10754 Keterangan: di luar NAD sebesar 504 desa tertinggal